Senin, 07 April 2025

Penguatan Bratha dalam Membentuk Jati Diri

Penguatan Bratha dalam Membentuk Jati Diri: Sebuah Refleksi Filosofis Melalui Introspeksi Diri dan Keseimbangan Lahir Bhatin
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Pendahuluan

Dalam kehidupan modern yang penuh euforia, pencapaian instan, dan eksistensi yang sering dibangun melalui pembuktian eksternal, manusia sering kali kehilangan arah sejatinya. Di tengah keramaian dunia, justru dibutuhkan kekuatan dalam diam, kekokohan dalam pengendalian diri, serta kejernihan dalam memahami makna diri. Di sinilah nilai introspeksi dan bratha (pengendalian) menjadi penting, bukan hanya sebagai laku spiritual, namun juga sebagai jalan membentuk kualitas diri dan jati diri yang utuh, seimbang antara lahir dan bhatin.

Kutipan Sloka

Sloka (dalam Bahasa Sanskerta):
आत्मानं रथिनं विद्धि शरीरं रथमेव तु।
बुद्धिं तु सारथिं विद्धि मनः प्रग्रहमेव च॥
(Katha Upanishad I.3.3)

Transliterasi:
Ātmānaṁ rathinaṁ viddhi śarīraṁ ratham eva tu,
buddhiṁ tu sārat hiṁ viddhi manaḥ pragraham eva ca.

Makna:
Ketahuilah bahwa sang diri adalah penunggang kereta, tubuh adalah keretanya,
budi adalah kusirnya, dan pikiran adalah tali kekangnya.

Pembahasan

Sloka di atas menegaskan struktur spiritual dan psikologis manusia dalam tradisi Vedanta. Tubuh fisik hanyalah alat (ratha/kereta), sedangkan diri sejati (ātman) adalah penunggangnya. Untuk menuntun kereta menuju tujuan yang benar, dibutuhkan kendali penuh dari sang kusir (buddhi – intelek), dan kekuatan menahan gejolak pikiran (manaḥ) melalui pragraha (pengendalian).

Nilai ini selaras dengan pentingnya introspeksi dan penguatan bratha. Dalam konteks modern, ketika banyak individu mencari validasi eksternal, kita justru diajak untuk tidak larut dalam euforia, namun menguatkan niat (bratha) dalam perjalanan spiritual dan kehidupan. Introspeksi membuka ruang jujur untuk mengenali kekurangan, potensi, dan arah tujuan hidup, tanpa perlu menghakimi diri sendiri maupun orang lain.

Berdamai dengan Diri

Berdamai dengan diri bukanlah tanda menyerah, melainkan bentuk keberanian untuk menerima kenyataan dengan penuh kesadaran. Ia menjadi fondasi membentuk jati diri yang kuat—bukan dari apa yang dimiliki atau dilihat orang, tetapi dari keselarasan antara nilai hidup dan tindakan nyata. Seseorang yang sadar akan dirinya tidak butuh banyak suara untuk membuktikan eksistensinya. Ia cukup dengan keheningan, karena dari situlah muncul kekuatan sejati.

Penyeimbangan Lahir dan Bhatin

Euforia dunia sering kali mengacaukan keseimbangan antara tubuh dan batin. Melalui penguatan bratha—yang bisa berupa pengendalian konsumsi, kesadaran berpikir, keteraturan hidup, hingga pembiasaan spiritual seperti japa, yoga, dan meditasi—manusia mampu mengarahkan keretanya menuju kebijaksanaan, bukan kenikmatan sesaat.

Penutup

Dalam sunyinya niat yang teguh, terdapat kekuatan untuk tidak ikut terbawa arus. Ketika yang lain merayakan luar, kita memilih menata dalam. Inilah kekuatan jati diri yang terbentuk melalui introspeksi, bukan impresi. Maka, marilah kita kuatkan bratha, bukan untuk melawan dunia, tetapi untuk mengenali dan menyeimbangkan diri, lahir dan bhatin—sehingga perjalanan ini menjadi suci, jernih, dan bermakna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar