1. Sebutkan 18 Jenis Purana dalam Agama Hindu lengkap dengan karakter dari masing-masing Purana tersebut.
Dalam tradisi Hindu, Purana merupakan bagian dari Smrti yang berisi kisah kosmogoni, teologi, mitologi, silsilah raja, dan ajaran moral. Berikut 18 Mahapurana beserta karakternya:
1. Brahma Purana – Fokus pada penciptaan dan pujian terhadap Brahma.
2. Padma Purana – Berisi kisah dewa-dewi, dharma, dan tirthayatra.
3. Vishnu Purana – Mengagungkan Vishnu sebagai dewa utama.
4. Shiva Purana – Menjelaskan ajaran dan kisah Dewa Siwa.
5. Bhagavata Purana – Pusat devosi pada Krishna, termasuk kisah avatara.
6. Narada Purana – Ajaran moral, upacara, dan bhakti.
7. Markandeya Purana – Kisah Durga dan ajaran karma.
8. Agni Purana – Berisi ajaran Veda, Ayurveda, dan dharma.
9. Bhavishya Purana – Nubuat tentang masa depan dan Kali Yuga.
10. Brahmavaivarta Purana – Tentang Radha-Krishna dan penciptaan.
11. Linga Purana – Pemujaan terhadap lingga Siwa.
12. Varaha Purana – Kisah avatara Varaha dan teologi Vaishnawa.
13. Skanda Purana – Cerita Kartikeya/Skanda dan ajaran tirtha.
14. Vamana Purana – Kisah Vamana Avatara dan dharma.
15. Kurma Purana – Berisi ajaran filsafat dan pengabdian pada Vishnu.
16. Matsya Purana – Tentang Avatara Matsya dan cerita pralaya.
17. Garuda Purana – Tentang kehidupan setelah mati dan karma.
18. Brahmanda Purana – Kosmologi Hindu dan kisah besar kalpa.
---
2. Dalam tradisi Kematian di Bali, bahwa dalam menentukan hari baik pelaksanaan Ngaben biasanya pada saat Uttarayana, jelaskan kaitannya dengan Kitab Mahabharata terutama dalam Parwa beberapa dalam 18 jenis parwa yang ada!
Dalam Mahabharata, khususnya Swargarohanika Parwa, disebutkan bahwa Bhisma Pitamah memilih wafat pada saat Uttarayana, saat matahari bergerak ke utara (periode dianggap suci). Hal ini menginspirasi tradisi Hindu-Bali untuk melaksanakan Ngaben pada waktu Uttarayana karena diyakini mempercepat Atma mencapai Moksha. Terdapat pula dalam Anushasana Parwa, ajaran tentang karma dan kematian yang relevan dalam penentuan hari suci untuk pelepasan roh.
---
3. Mengapa dalam melakukan persembahan yang memakai sarana bunga dianjurkan bunga yang dipilih memiliki keharuman, dupa yang dipilih juga yang harum, kaitkan dengan ajaran yang tertuang pada Upanisad!
Dalam Chandogya Upanisad dan Taittiriya Upanisad, disebutkan bahwa rasa, bau, warna adalah bagian dari bhuta (unsur) halus yang memengaruhi batin dan pikiran. Bunga harum dan dupa yang wangi menciptakan vibrasi positif, menyucikan suasana, dan menarik perhatian deva. Persembahan bukan sekadar fisik tetapi sarana menyampaikan bhakti (pengabdian). Wangi harum disimbolkan sebagai persembahan rasa suci dan kesungguhan hati.
---
4. Seorang Brahmana Dwijati memakai Tongkat atau Teken ketika hendak pergi keluar Griya, jelaskan maknanya serta berapa ukuran Tongkat sebenarnya menurut ajaran Nitisastra dan apa makna ajaran tersebut!
Menurut Nitisastra, tongkat melambangkan dharma, kekuatan spiritual, dan perlindungan diri. Ukurannya ideal adalah tinggi pinggang, agar seimbang saat digunakan. Dalam Manusmriti, tongkat menandakan jalan hidup Brahmana yang lurus dan suci. Tongkat menjadi simbol kesiapan moral dan spiritual untuk membimbing masyarakat, bukan sekadar alat bantu fisik.
MAKNA SPIRITUAL DAN STANDAR TONGKAT SULINGGIH DALAM AGAMA HINDU BALI
Dalam tradisi Hindu Bali, tongkat sulinggih bukanlah sekadar alat bantu ritual, melainkan simbol spiritual yang sarat makna. Meskipun tidak memiliki standar baku universal secara tertulis, ukuran tongkat sulinggih umumnya berkisar antara 23–30 cm dengan diameter 2–4 cm, serta memiliki berat minimal 50 gram. Tongkat ini dapat dibuat dari bahan kayu sakral seperti cendana atau jati, atau logam suci seperti perak atau tembaga.
Tongkat ini digunakan oleh Sulinggih atau Pedanda, pemimpin spiritual yang telah melalui proses Dwijati (kelahiran rohani), dalam upacara pemahayu jagat, pawintenan, melaspas, ngaturang banten, serta mudrā pengarahan energi spiritual. Sebagai perpanjangan dari kekuatan mantra, tongkat ini menandai arah perhatian rohani, fokus batin, dan simbol kekuasaan dharma.
🕉️ Makna Simbolis Tongkat Sulinggih
Tongkat tersebut merepresentasikan prajña (kebijaksanaan) dan śakti (daya spiritual). Dalam teks-teks Hindu klasik, tongkat pendeta disebut sebagai "daṇḍa", yang bermakna tiang tegak kebenaran. Dalam Manusmṛti 11.128 disebutkan:
> सर्वं दण्डजमित्याह धर्मं धर्मविदां वरः ।
sarvaṁ daṇḍajam ity āha dharmaṁ dharmavidāṁ varaḥ
“Segala sesuatu lahir dari daṇḍa (tongkat penegak disiplin), demikian dikatakan oleh mereka yang bijak dalam dharma.”
Maknanya: Tongkat adalah simbol tegaknya hukum dharma, menjadi alat kontrol spiritual dan moral. Bagi seorang sulinggih, tongkat bukan hanya lambang otoritas, tapi juga peneguh kesadaran diri sebagai wakil Dewa dalam upacara yajña.
---
🔍 Dimensi Tongkat dalam Perspektif Ritual Hindu
Aspek Keterangan
Panjang 23–30 cm (ideal untuk penggunaan tangan kanan sebagai mudrā pemberkahan)
Diameter 2–4 cm (cukup untuk digenggam kokoh namun elegan)
Berat ± 50 gram (ringan namun terasa berbobot secara simbolis)
Bahan Kayu cendana, jati, bambu gading, atau logam suci
Fungsi Spiritual Membantu konsentrasi, penghantar energi doa, dan simbol arah kesucian
---
📿 Transenden di Balik Ukuran: Spirit Lebih Penting dari Standar
Meskipun tongkat ini memiliki ukuran umum, esensi utamanya bukanlah pada angka-angka itu sendiri. Justru yang paling penting adalah kualitas batin pengguna dan kesucian hati saat menggunakannya. Tongkat sulinggih menjadi wadah energi ilahi, sebagaimana disebut dalam Yajurveda 19.30:
> वाङ् मे मनसि प्रतिष्ठिता मनो मे वाचि प्रतिष्ठितम्।
vāṅ me manasi pratiṣṭhitā mano me vāci pratiṣṭhitam
“Ucapan-Ku bersemayam dalam pikiran, dan pikiranku bersemayam dalam ucapan.”
Makna: Kesatuan antara pikiran, ucapan, dan tindakan—itulah yang menjadikan tongkat sebagai alat penghubung antara dunia niskala (tak kasat mata) dan sekala (kasat mata).
---
🌺 Tongkat Sebagai “Daṇḍa Tattwa” dalam Sulinggih Bali
Dalam laku sulinggih Bali, tongkat digunakan saat:
Memberkahi umat (dengan air suci atau bija)
Menunjuk arah pemujaan (menetapkan mandala)
Menyimbolkan “tegaknya dharma” dan tidak goyah oleh adharma
Memusatkan tenaga batin saat nyurya sewana, japa, atau meweda
Salah satu kutipan dari Sloka Sarasamuccaya juga menguatkan hal ini:
> Śāstreṇa hi vinā daṇḍo daṇḍaḥ pāpaharo bhavet
“Tanpa sastra dan kebijaksanaan, tongkat hanyalah alat penganiayaan. Tapi dengan dharma, daṇḍa menjadi penghancur dosa.”
---
✨ Kesimpulan Ilmiah dan Spiritualitas
Ukuran tongkat sulinggih boleh saja bervariasi. Namun spirit dan fungsi simboliknya tetap ajeg. Tongkat ini bukan sekadar benda mati, tetapi perpanjangan kesadaran rohani sang sulinggih yang telah menyatu dengan Brahman. Ia adalah lambang arah spiritual, kekuatan sabda suci, dan wujud manifestasi adhyātmika śakti dalam ritual-ritual Hindu Bali.
Dengan demikian, ukuran boleh berubah, tapi suci tetaplah abadi.
---
5. Mengapa seseorang yang melakukan Pawintenan di Rajah bagian tubuhnya memakai Aksara Suci, di tulis dalam Lontar apa tentang Aksara tersebut jelaskan!
Rajah aksara adalah simbol pemurnian tubuh dan pengaktifan kekuatan spiritual. Dalam Lontar Wrhaspati Tattwa dan Lontar Tutur Aksara, aksara dianggap suci karena merupakan manifestasi Shabda Brahman. Penulisan aksara suci di tubuh saat pawintenan menyimbolkan pembukaan cakra-cakra dan perlindungan rohani bagi calon pandita atau pemangku.
---
6. Dalam Teks Lontar tatwa bahwa bhawa Siwa berada didalam diri manusia, jelaskan di bagian mana secara spesifik keberadaan Siwa tersebut menurut Teks Lontar yang dikutip jelaskan!
Menurut Tattwa Jñana dan Lontar Siwatattwa Purana, keberadaan Siwa Tattwa ada pada hrdaya (jantung) dan sahasrara cakra (ubun-ubun). Ini menegaskan bahwa Siwa adalah jiwa terdalam (Atman) dalam manusia. Dalam Tutur Aji Sangkya, disebutkan: "Sang Hyang Siwa jnana anut wisesaning urip ring angga sarira"—Siwa sebagai kesadaran murni bersemayam dalam diri sebagai penggerak utama.
---
7. Apa Tujuan Manusia dilahirkan di dunia ini, jelaskan menurut sumber susastra dan bunyi kutipannya!
Menurut Taittiriya Upanisad, tujuan utama kelahiran manusia adalah mencapai Ananda (kebahagiaan abadi) melalui pengetahuan Brahman. Dalam Bhagavad Gita IV.7:
“Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata…”
"Kapanpun dharma menurun, Aku datang untuk menegakkannya."
Tujuan manusia: menegakkan Dharma, mengalami karma, dan pada akhirnya mencapai Moksha (pembebasan dari siklus samsara).
---
8. Jelaskan Definisi Manusia Utama diantara Manusia menurut Teks Manavadharma Sastra!
Dalam Manavadharmaśāstra (Manusmriti II.13) disebutkan:
“Vedākhilam dharma-mūlam smṛti-śīle ca tadvidām”
"Weda adalah sumber segala Dharma, dan orang yang berpegang padanya disebut manusia utama."
Manusia utama adalah mereka yang hidup berdasarkan Veda, memiliki siladarma (etika luhur), dan tanggung jawab sosial dan spiritual. Ia bukan hanya pintar, tetapi juga bijak dan bermanfaat bagi sesama.
---
9. Bagaimana Pengalaman sebelum Kuliah Kesusastraan Hindu dan sesudahnya jelaskan!
Sebelum mempelajari Kesusastraan Hindu, saya menganggap ajaran Hindu hanya sebatas ritual lahiriah. Namun setelah mengikuti kuliah ini, saya menyadari bahwa sastra Hindu adalah inti kebijaksanaan suci. Saya menemukan bahwa lontar, sloka, dan Purana bukan sekadar teks kuno, tetapi cermin budaya, spiritualitas, dan filsafat hidup. Kesadaran ini mengubah cara saya berpikir, berdoa, dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.