Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Sloka tentang Rendah Hati dan Kesadaran Hidup
Sloka (Sansekerta):
न कदापि दुष्टचिन्तां, कुर्यात् जनस्य बुद्धिमान्।आकाशेऽपि परं किञ्चित्, सदा विद्यते ततः॥ जीवनं यान्ति सर्वेऽपि, कालस्य नियमं विना।
Transliterasi:
Na kadāpi duṣṭacintāṁ, kuryāt janasya buddhimān। Ākāśe’pi paraṁ kiñcit, sadā vidyate tataḥ॥ Jīvanaṁ yānti sarve’pi, kālasya niyamaṁ vinā।
Makna Sloka:
Orang bijak tidak pernah memiliki pikiran buruk terhadap sesama. Di langit masih ada yang lebih tinggi, demikian pula dalam kebijaksanaan. Semua makhluk akan mengalami akhir kehidupan, tanpa bisa menghindari hukum waktu.
Dalam kehidupan, sering kali kita dihadapkan pada berbagai situasi yang menguji kesabaran dan cara pandang kita terhadap orang lain. Seorang guru pernah berkata, "Jangan pernah punya pikiran berburuk sangka dengan seseorang, di atas langit masih ada langit. Jika kita sudah dipanggil oleh Yang Kuasa, tidak bisa dipungkiri." Petuah ini mengajarkan nilai moral yang dalam tentang sikap rendah hati, berpikir positif, dan kesadaran akan kefanaan hidup.
Pentingnya Berpikir Positif
Berburuk sangka atau suudzon terhadap orang lain adalah kebiasaan yang dapat merusak hati dan pikiran kita sendiri. Dalam ajaran Hindu, seseorang dianjurkan untuk melihat segala sesuatu dengan kebijaksanaan (viveka) dan kasih sayang (karuna). Sikap berprasangka buruk hanya akan membawa kita pada penderitaan batin dan menghalangi perkembangan spiritual kita. Dalam Bhagavad Gita, Sri Krishna mengajarkan bahwa seseorang yang memiliki pikiran yang tenang dan positif akan lebih mudah mencapai kebahagiaan sejati. Berpikir positif tidak hanya mendatangkan ketenangan, tetapi juga membuka jalan bagi hubungan sosial yang lebih harmonis.
Konsep "Di Atas Langit Masih Ada Langit"
Ungkapan ini mencerminkan konsep anatta (tanpa ego) dan anava humbhava (kesadaran akan keterbatasan diri). Tidak peduli seberapa tinggi pencapaian seseorang, selalu ada yang lebih tinggi dan lebih bijaksana. Dalam Hindu, ini disebut dengan konsep Paravidya (ilmu tertinggi) yang hanya bisa diperoleh dengan kerendahan hati. Seseorang yang merasa dirinya paling hebat sering kali jatuh dalam keangkuhan (ahankara), yang pada akhirnya hanya membawa penderitaan. Sebaliknya, kesadaran bahwa selalu ada yang lebih tinggi mengajarkan kita untuk selalu belajar dan tidak mudah merasa puas.
Kesadaran akan Kefanaan Hidup
Bagian terakhir dari petuah guru ini menegaskan bahwa setiap manusia memiliki batas waktu di dunia ini. Dalam filsafat Hindu, kehidupan di dunia hanyalah persinggahan sementara (maya), sedangkan tujuan akhir adalah moksa—pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Tidak peduli seberapa kuat, kaya, atau berpengaruh seseorang, pada akhirnya semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Kesadaran ini seharusnya membuat kita lebih bijak dalam menjalani kehidupan, tidak sombong, dan selalu berbuat kebaikan selama masih diberi kesempatan.
---
Kesimpulan
Petuah guru ini mengajarkan kita untuk selalu berpikir positif, rendah hati, dan sadar akan kefanaan hidup. Sikap ini tidak hanya akan membuat hidup lebih damai, tetapi juga membantu kita mencapai kebijaksanaan sejati dan kedamaian spiritual. Sebagai manusia, kita harus terus belajar, menghormati sesama, dan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar