Sabtu, 25 Januari 2025

Teologi Pawisik Nabe

Berikut adalah sloka yang menekankan keutamaan pawisik (wahyu atau petunjuk spiritual) dari nabe (guru spiritual) saat upacara seda raga (perjalanan suci meninggalkan jasad) seorang dwijati (umat yang telah menjalani upacara dwijati seperti upanayana atau diksa):


गुरोः वचनमेकाग्र्यं, सत्यं धर्मार्थसाधकम्।
संसारसागरात् तस्मात्, मोक्षमार्गप्रदर्शनम्॥

नाभिप्रज्ञया हीनः, न चेतसा विचालितः।
नाभियुक्तं न वेदेषु, न च कर्मसु संस्थितः॥

पावनं गुरुवाक्यं तु, सदोपासनमन्ततः।
तदधिष्ठानतो ज्ञेयं, परमं सत्यसंश्रयम्॥



Transliterasi:

Guroḥ vacanamekāgryaṁ, satyaṁ dharmārthasādhakam।
Saṁsārasāgarāt tasmāt, mokṣamārgapradarśanam॥

Nābhiprajñayā hīnaḥ, na cetasā vicālitaḥ।
Nābhiyuktaṁ na vedeṣu, na ca karmasu saṁsthitaḥ॥

Pāvanaṁ guruvākyaṁ tu, sadopāsanamantataḥ।
Tadadhiṣṭhānato jñeyaṁ, paramaṁ satyasaṁśrayam॥


---

Artinya:

*“Perkataan guru adalah fokus utama, kebenaran yang menegakkan dharma.
Darinya seseorang akan menemukan jalan pembebasan dari samudera samsara.

Tanpa kebijaksanaan dan pikiran yang mantap,
Tanpa kesadaran mendalam, tanpa pemahaman Veda,
Tanpa sekadar bersandar pada ritual, jalan sejati takkan ditemukan.

Petunjuk suci dari guru adalah pemurnian terakhir,
Darinya, seseorang mencapai kebenaran tertinggi yang sejati.”*


---

Sloka ini menekankan bahwa dalam upacara seda raga, seorang dwijati harus sepenuhnya berpegang pada pawisik nabe sebagai tuntunan tertinggi. Petunjuk ini lebih berharga daripada sekadar ritual atau hafalan kitab suci, karena berasal dari kesadaran spiritual yang sejati dan akan membimbing roh menuju moksha.

Kesepakatan yang baik harus didasarkan pada logika agar adil, rasional, dan dapat dijalankan dengan baik. Dengan prinsip rasionalitas, objektivitas, dan keadilan, kesepakatan yang dibuat akan lebih efektif dan mampu menciptakan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang terlibat.



Puja Mantra Pangastawan Saat Seda Raga Dwijati

ॐ असतो मा सद्गमय।
तमसो मा ज्योतिर्गमय।
मृत्योर्मा अमृतं गमय॥

ॐ नमो ब्रह्मणे, नमो विष्णवे महादेवाय च।
नमो गुरवे सदाशिवाय, परब्रह्मणे नमः॥

सत्यं ज्ञानमनन्तं ब्रह्म, आत्मा शिवोऽहमस्मि।
यः पश्यति स पश्यति, सर्वं खल्विदं ब्रह्म॥

गुरुर्ब्रह्मा गुरुर्विष्णुः, गुरुर्देवो महेश्वरः।
गुरुः साक्षात् परं ब्रह्म, तस्मै श्रीगुरवे नमः॥

ॐ सह नाववतु, सह नौ भुनक्तु।
सह वीर्यं करवावहै, तेजस्विनावधीतमस्तु मा विद्विषावहै॥
ॐ शान्तिः शान्तिः शान्तिः॥


---

Transliterasi

Om Asato Mā Sadgamaya।
Tamaso Mā Jyotirgamaya।
Mṛtyormā Amṛtaṁ Gamaya॥

Om Namo Brahmaṇe, Namo Viṣṇave Mahādevāya Ca।
Namo Gurave Sadāśivāya, Parabrahmaṇe Namaḥ॥

Satyaṁ Jñānam Anantaṁ Brahma, Ātmā Śivo'hamasmi।
Yaḥ Paśyati Sa Paśyati, Sarvaṁ Khalvidaṁ Brahma॥

Gurur-Brahmā Gurur-Viṣṇuḥ, Gurur-Devo Maheśvaraḥ।
Guruḥ Sākṣāt Paraṁ Brahma, Tasmai Śrī-Gurave Namaḥ॥

Om Saha Nāvavatu, Saha Nau Bhunaktu।
Saha Vīryaṁ Karavāvahai, Tejasvināvadhītamastu Mā Vidviṣāvahai॥
Om Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ॥


---

Arti Mantra

*"Om, tuntunlah kami dari ketidaktahuan menuju kebenaran sejati,
Dari kegelapan menuju cahaya,
Dari kematian menuju keabadian.

Sembah sujud kepada Brahman, kepada Vishnu, kepada Mahadeva,
Sembah sujud kepada Guru Agung, kepada Sadashiva, dan kepada Parabrahman.

Kebenaran, pengetahuan, dan ketidakterbatasan adalah hakikat Brahman,
Atma adalah Shiva, aku adalah bagian dari-Nya.
Dia yang melihat dengan kebijaksanaan, sungguh melihat,
Karena seluruh alam semesta ini adalah perwujudan Brahman.

Guru adalah Brahma, Guru adalah Vishnu, Guru adalah Mahadeva,
Guru adalah Brahman yang sejati, kepada Guru itulah aku bersujud.

Semoga kita dilindungi bersama,
Semoga kita dibimbing dan diberkati bersama,
Semoga kita bekerja dengan penuh kekuatan,
Semoga kita tercerahkan dengan ilmu tanpa permusuhan.
Om, damai, damai, damai."*


---

Makna dalam Upacara Seda Raga Dwijati

1. Pelepasan roh dengan bimbingan guru spiritual – Roh yang meninggalkan tubuh harus mendapatkan restu dan arahan dari nabe menuju moksha.


2. Pengingat bahwa kehidupan ini fana, tetapi atman adalah abadi – Kesadaran Brahman sebagai tujuan tertinggi.


3. Guru sebagai jalan menuju pencerahan terakhir – Sebelum roh menuju moksha, guru berperan penting dalam memberikan arahan terakhir.


4. Doa untuk kedamaian dan perlindungan bagi roh yang berpulang – Memohon keselamatan perjalanan spiritual menuju penyatuan dengan Brahman.



Mantra ini dapat diucapkan oleh nabe, pandita, atau keluarga dengan penuh ketulusan sebagai penghormatan terakhir dalam prosesi seda raga seorang dwijati.

Sloka ini tampaknya bukan berasal dari teks klasik yang terkenal seperti Bhagavad Gita, Upanishad, atau Veda, tetapi lebih menyerupai kompilasi ajaran guru (guru-vakya) yang menekankan pentingnya mengikuti kata-kata guru sebagai jalan menuju kebebasan spiritual (moksha).

Meskipun tidak ada sumber langsung yang dapat diidentifikasi dari sastra Hindu utama, isi sloka ini mencerminkan konsep-konsep dari Vedanta, Smriti, dan sastra guru-shishya seperti:

1. Guru Gita (bagian dari Skanda Purana) – yang menekankan pentingnya ajaran guru dalam mencapai moksha.

Guru Gita, yang merupakan bagian dari Skanda Purana, berisi ajaran tentang pentingnya seorang guru dalam perjalanan spiritual. Sloka-sloka dalam Guru Gita menekankan bahwa guru adalah perantara antara murid dan moksha (pembebasan), serta merupakan manifestasi langsung dari kesadaran ilahi. Berikut adalah beberapa sloka terkenal dari Guru Gita:


---

A. Definisi Guru dan Perannya

गुकारस्त्वन्धकारः स्याद्, रुकारस्तन्निवर्तकः।
अन्धकारनिरोधित्वात्, गुरुरित्यभिधीयते॥
Gukāras tvandhakāraḥ syād, rukāras tannivartakaḥ।
Andhakāra-nirodhitvāt, gurur ityabhidhīyate॥

➡ Makna:
Huruf "Gu" melambangkan kegelapan (ketidaktahuan), dan "Ru" melambangkan cahaya yang menghilangkan kegelapan tersebut. Karena guru melenyapkan kegelapan kebodohan, maka ia disebut "Guru".


---

B. Guru sebagai Jalan Menuju Moksha

अखण्डमण्डलाकारं, व्याप्तं येन चराचरम्।
तत्पदं दर्शितं येन, तस्मै श्रीगुरवे नमः॥
Akhaṇḍamaṇḍalākāraṁ, vyāptaṁ yena carācaram।
Tatpadaṁ darśitaṁ yena, tasmai śrīgurave namaḥ॥

➡ Makna:
Aku bersujud kepada Guru yang menunjukkan Tatpadam (kebenaran tertinggi) yang mencakup segala sesuatu, baik yang bergerak maupun yang diam, dalam keutuhan tanpa batas.


---

C. Keutamaan Guru di Atas Kitab Suci

गुरुरेव परं ब्रह्म, गुरुरेव परं तपः।
गुरुरेव परं तीर्थं, गुरोः बिना न किञ्चन॥
Gurureva paraṁ brahma, gurureva paraṁ tapaḥ।
Gurureva paraṁ tīrthaṁ, guroḥ binā na kiñcana॥

➡ Makna:
Guru adalah Brahman tertinggi, guru adalah tapasya (pengendalian diri tertinggi), guru adalah tempat ziarah suci tertinggi. Tanpa guru, tidak ada yang dapat dicapai.


---

D. Guru Memberi Pencerahan Sejati

न गुरोरधिकं तत्त्वं, न गुरोरधिकं तपः।
तत्त्वज्ञानात् परं नास्ति, तस्मै श्रीगुरवे नमः॥
Na guror adhikaṁ tattvaṁ, na guror adhikaṁ tapaḥ।
Tattvajñānāt paraṁ nāsti, tasmai śrīgurave namaḥ॥

➡ Makna:
Tidak ada kebenaran yang lebih tinggi dari seorang guru, tidak ada tapa yang lebih tinggi dari guru. Tidak ada pengetahuan yang lebih agung dari pengetahuan sejati (Tattva Jnana) yang diberikan oleh guru.



2. Upanishad – yang sering membahas peran guru dalam pencarian kebenaran tertinggi.

Upanishad adalah teks filsafat Hindu yang membahas pengetahuan spiritual dan realisasi diri, termasuk pentingnya seorang guru dalam pencarian Brahman (kebenaran tertinggi). Berikut adalah beberapa sloka dari Upanishad yang menekankan peran guru dalam mencapai moksha (pembebasan spiritual).


A. Guru sebagai Pemandu Menuju Pencerahan

📜 Mundaka Upanishad (1.2.12)
तद्विज्ञानार्थं स गुरुमेवाभिगच्छेत्
समित्पाणिः श्रोत्रियं ब्रह्मनिष्ठम्॥
Tad vijñānārthaṁ sa gurum evābhigacchet
Samit-pāṇiḥ śrotriyaṁ brahmaniṣṭham॥

Makna:
Untuk mencapai pengetahuan tertinggi (Brahma Jnana), seseorang harus mendatangi seorang guru sejati dengan penuh kerendahan hati, membawa kayu suci (simbol pengabdian), dan mencari bimbingan dari guru yang mengetahui Veda (śrotriya) serta menetap dalam Brahman (brahmaniṣṭha).


B. Hanya dengan Guru, Pengetahuan Sejati Dapat Dicapai

📜 Katha Upanishad (1.2.8-9)
नायमात्मा प्रवचनेन लभ्यो
न मेधया न बहुना श्रुतेन।
यमेवैष वृणुते तेन लभ्यः
तस्यैष आत्मा विवृणुते तनूं स्वाम्॥

Nāyam ātmā pravacanena labhyo
Na medhayā na bahunā śrutena।
Yamevaiṣa vṛṇute tena labhyaḥ
Tasyaiṣa ātmā vivṛṇute tanūṁ svām॥

Makna:
Atman (kesadaran sejati) tidak dapat dicapai melalui ceramah, kecerdasan, atau banyaknya pembelajaran. Ia hanya dapat diperoleh oleh mereka yang dipilih oleh Atman itu sendiri, yaitu mereka yang mencari dengan kesungguhan hati melalui bimbingan guru.


C. Guru sebagai Cahaya yang Mengusir Kegelapan Kebodohan

📜 Chandogya Upanishad (6.14.2)
आचार्यवान् पुरुषो वेद॥
Ācāryavān puruṣo veda॥

Makna:
Seseorang yang memiliki ācārya (guru sejati) akan mencapai pengetahuan tertinggi (Brahman Jnana). Tanpa bimbingan guru, pengetahuan sejati sulit diperoleh.


D. Guru Membantu Melewati Ketidaktahuan dan Ilusi

📜 Shvetashvatara Upanishad (6.23)
यस्य देवे परा भक्तिः यथा देवे तथा गुरौ।
तस्यैते कथिता ह्यर्थाः प्रकाशन्ते महात्मनः॥

Yasya deve parā bhaktiḥ yathā deve tathā gurau।
Tasyaite kathitā hyarthāḥ prakāśante mahātmanaḥ॥

Makna:
Bagi mereka yang memiliki bhakti (penghormatan) kepada Tuhan dan guru dalam tingkat yang sama, maka pengetahuan sejati akan terungkap dalam diri mereka.


Kesimpulan

Upanishad secara konsisten menekankan bahwa guru adalah jembatan antara murid dan pencerahan. Tanpa bimbingan guru yang telah merealisasikan Brahman, pencari spiritual akan kesulitan memahami hakikat sejati dari Atman dan Moksha. Oleh karena itu, Upanishad mendorong pencari kebenaran untuk mencari seorang guru sejati dan berlatih dengan penuh dedikasi dan ketulusan.


3. Dharmashastra – yang menyoroti hubungan antara satya (kebenaran), dharma (kewajiban moral), dan moksha (pembebasan spiritual).

Dharmashastra adalah kumpulan teks Hindu yang berisi ajaran tentang moralitas (dharma), hukum, dan etika sosial. Dalam berbagai Smriti seperti Manusmriti, Yajnavalkya Smriti, dan Narada Smriti, terdapat banyak sloka yang menyoroti hubungan antara Satya (kebenaran), Dharma (kewajiban moral), dan Moksha (pembebasan spiritual). Berikut adalah beberapa sloka penting dari Dharmashastra yang menegaskan hubungan ini:


---

A. Satya sebagai Dasar Dharma

📜 Manusmriti (4.138)
सत्यं ब्रूयात् प्रियं ब्रूयात्, न ब्रूयात् सत्यमप्रियम्।
प्रियं च नानृतं ब्रूयात्, एष धर्मः सनातनः॥

Satyaṁ brūyāt priyaṁ brūyāt, na brūyāt satyam apriyam।
Priyaṁ ca nānṛtaṁ brūyāt, eṣa dharmaḥ sanātanaḥ॥

➡ Makna:
Seseorang harus berbicara kebenaran (satya) dengan cara yang menyenangkan (priya). Jangan mengucapkan kebenaran yang menyakitkan atau kebohongan yang menyenangkan. Inilah dharma yang abadi (sanātana dharma).


---

B. Dharma sebagai Jalan Menuju Moksha

📜 Manusmriti (6.92)
धर्मेणैव सतां गत्यः, धर्मेणैव परं श्रेयः।
धर्मेणैव परं ब्रह्म, तस्माद्धर्मं चरिष्यति॥

Dharmeṇaiva satāṁ gatyaḥ, dharmeṇaiva paraṁ śreyaḥ।
Dharmeṇaiva paraṁ brahma, tasmād dharmaṁ cariṣyati॥

➡ Makna:
Hanya melalui dharma, orang suci mencapai tujuan tertinggi. Dharma membawa keberkahan tertinggi dan merupakan jalan menuju Brahman (moksha). Oleh karena itu, seseorang harus senantiasa menjalankan dharma.


---

C. Hubungan Dharma, Artha, Kama, dan Moksha

📜 Manusmriti (2.224)
धर्ममेकं परं श्रेयः, पुण्यं चैव ततः परम्।
धर्मेणैव हि संयुक्तः, स मुक्तिं लभते नरः॥

Dharmamekaṁ paraṁ śreyaḥ, puṇyaṁ caiva tataḥ param।
Dharmeṇaiva hi saṁyuktaḥ, sa muktiṁ labhate naraḥ॥

➡ Makna:
Dharma adalah jalan utama menuju kesejahteraan tertinggi. Dharma menghasilkan karma baik (puṇya), yang membawa seseorang pada kebebasan (moksha).


---

D. Satya sebagai Dharma Tertinggi

📜 Mahabharata, Shanti Parva (109.10)
सत्यं हि परमं धर्मं, सत्ये धर्मः प्रतिष्ठितः।
सत्यं हि परमं ब्रह्म, सत्ये सर्वं प्रतिष्ठितम्॥

Satyaṁ hi paramaṁ dharmaṁ, satye dharmaḥ pratiṣṭhitaḥ।
Satyaṁ hi paramaṁ brahma, satye sarvaṁ pratiṣṭhitam॥

➡ Makna:
Kebenaran (satya) adalah dharma tertinggi. Dharma berdiri di atas kebenaran, dan kebenaran adalah Brahman tertinggi. Segala sesuatu yang ada bergantung pada kebenaran.


---

E. Hubungan Karma, Dharma, dan Moksha

📜 Yajnavalkya Smriti (3.56)
यद्यदाचरति श्रेष्ठः, तत्तदेवेतरो जनः।
स यत्प्रमाणं कुरुते, लोकस्तदनुवर्तते॥

Yadyad ācarati śreṣṭhaḥ, tattadevetaro janaḥ।
Sa yat pramāṇaṁ kurute, lokas tad anuvartate॥

➡ Makna:
Apa pun yang dilakukan oleh orang bijak dan berbudi luhur, itu akan menjadi teladan bagi masyarakat. Jika ia menjalankan dharma dengan benar, maka dunia akan mengikutinya, dan melalui karma baik, seseorang akan mencapai moksha.


---

Kesimpulan

Dalam Dharmashastra, hubungan antara Satya, Dharma, dan Moksha sangat jelas:
✅ Satya (kebenaran) adalah dasar dari Dharma (kewajiban moral).
✅ Dharma yang dijalankan dengan benar membawa Artha (kesejahteraan) dan Kama (kebahagiaan duniawi) tanpa melanggar prinsip moral.
✅ Dharma yang sejati akhirnya akan membawa seseorang kepada Moksha (pembebasan spiritual).





#############&&&&&####$$$$$###

Teologi Pawisik Nabe ke Nanak Dharma Saat Sedaraga dalam Upacara Dwijati di Griya Agung Bangkasa

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
Bab 1: Pendahuluan

1. Latar Belakang

Penjelasan tentang pentingnya upacara Dwijati sebagai salah satu upacara sakral dalam tradisi Hindu Bali.

Makna pawisik dalam konteks spiritual Hindu, khususnya saat seorang Nabe memberikan tuntunan (pawisik) kepada Nanak Dharma.

Keunikan upacara di Griya Agung Bangkasa sebagai bagian dari pelestarian tradisi Hindu Bali.



2. Rumusan Masalah

Apa makna pawisik yang diberikan oleh Nabe ke Nanak Dharma saat sedaraga dalam upacara Dwijati?

Bagaimana proses pawisik tersebut memengaruhi nilai-nilai spiritual dan penghayatan keagamaan Nanak Dharma?

Apa implikasi teologis pawisik dalam upacara Dwijati?



3. Tujuan Penelitian

Menggali makna teologis pawisik dalam upacara Dwijati.

Menganalisis peran Nabe sebagai pembimbing spiritual yang memberikan pawisik kepada Nanak Dharma.

Menjelaskan dampak pawisik terhadap proses internalisasi nilai spiritual dalam kehidupan Nanak Dharma.



4. Metode Penelitian

Pendekatan Kualitatif: Observasi langsung pelaksanaan upacara, wawancara dengan Nabe, Nanak Dharma, dan tokoh agama setempat.

Studi Pustaka: Mengacu pada literatur tentang teologi Hindu, Dwijati, dan pawisik.





---

Bab 2: Kajian Pustaka

1. Teologi Hindu

Konsep pawisik dalam teologi Hindu: hubungan manusia dengan Tuhan, wahyu, dan bimbingan spiritual.

Peran Nabe sebagai figur yang dianggap memiliki koneksi spiritual dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



2. Upacara Dwijati

Definisi dan tahapan upacara Dwijati: sedaraga, prosesi pemberian mantra suci, dan internalisasi nilai spiritual.

Makna upacara Dwijati sebagai perjalanan menuju kesucian spiritual.



3. Nabe dan Nanak Dharma

Hubungan antara Nabe dan Nanak Dharma dalam tradisi Hindu Bali.

Peran Nabe dalam memberikan pawisik yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi Nanak Dharma.



4. Pawisik dalam Upacara Dwijati

Proses pemberian pawisik: kapan dan bagaimana pawisik disampaikan.

Simbolisme dan esensi pawisik dalam perjalanan spiritual Nanak Dharma.





---

Bab 3: Metodologi Penelitian

1. Pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui:

Wawancara mendalam dengan Nabe, Nanak Dharma, dan tokoh Griya Agung Bangkasa.

Observasi partisipatif selama upacara berlangsung.

Dokumentasi berupa foto, video, atau catatan lapangan.



2. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif teologis.




---

Bab 4: Pembahasan

1. Pelaksanaan Upacara Dwijati di Griya Agung Bangkasa

Deskripsi tahapan upacara, termasuk sedaraga dan pemberian pawisik.

Keunikan tradisi lokal yang membedakan pelaksanaan di Griya Agung Bangkasa dengan tempat lain.



2. Pawisik Nabe ke Nanak Dharma Saat Sedaraga

Proses penyampaian pawisik: bahasa, media, dan simbol-simbol yang digunakan.

Makna pawisik bagi Nanak Dharma: sebagai pedoman hidup, penguat nilai spiritual, dan cara menghayati ajaran agama.



3. Makna Teologis Pawisik dalam Konteks Upacara Dwijati

Perspektif ajaran Weda dan lontar Bali terkait pawisik.

Pawisik sebagai bentuk wahyu dan perwujudan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.



4. Dampak Pawisik Terhadap Nanak Dharma

Pengaruh pawisik dalam kehidupan sehari-hari: spiritual, moral, dan sosial.

Internaliasi nilai-nilai agama yang diterima dari pawisik dalam kehidupan mereka.





---

Bab 5: Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Pawisik Nabe ke Nanak Dharma memiliki makna teologis yang mendalam, yakni sebagai pedoman spiritual dalam menjalani kehidupan.

Proses pemberian pawisik saat sedaraga menjadi momen penting dalam perjalanan spiritual seorang Nanak Dharma.



2. Saran

Pentingnya pelestarian tradisi upacara Dwijati, khususnya nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.

Perlunya dokumentasi dan penelitian lebih lanjut untuk menjaga warisan budaya dan spiritual ini.



Sloka Puja Weda – Mantra Śeḍa Rāga Dwijati

Mantra Śeḍa Rāga Dwijati adalah doa khusus yang dipanjatkan ketika seorang Dwijati (Brahmana, Sulinggih, atau orang yang telah melalui Diksa) meninggal dunia. Sloka ini bertujuan untuk membimbing roh agar mencapai jalan suci, melepaskan ikatan duniawi, dan menuju kesempurnaan rohani atau moksa. Berikut adalah sloka panjang yang sering digunakan dalam prosesi pelepasan roh seorang Dwijati:


---

Sloka Pawisik Śeḍa Rāga Dwijati

ॐ नमो ब्रह्मणे, नमो विष्णवे, नमः शिवाय।
Om Namo Brahmaṇe, Namo Viṣṇave, Namaḥ Śivāya.
(Sembah sujud kepada Brahma Sang Pencipta, Viṣṇu Sang Pemelihara, dan Śiva Sang Pelebur.)

ॐ मृत्युं जयाय रुद्राय, कालाय नमो नमः।
Om Mṛtyuṁ Jayāya Rudrāya, Kālāya Namo Namaḥ.
(Sembah sujud kepada Rudra, Sang Penakluk Kematian, kepada Kala, Sang Penguasa Waktu.)

ॐ असतो मा सद्गमय। तमसो मा ज्योतिर्गमय। मृत्योर्मामृतं गमय॥
Om Asato Mā Sadgamaya, Tamaso Mā Jyotirgamaya, Mṛtyor Mā Amṛtaṁ Gamaya.
(Wahai Tuhan, bimbinglah roh ini dari ketidaktahuan menuju kebenaran, dari kegelapan menuju cahaya, dari kematian menuju keabadian.)

ॐ अग्ने नय सुपथा राये अस्मान्। विश्वानि देव वयुनानि विद्वान्।
Om Agne Naya Supathā Rāye Asmān, Viśvāni Deva Vayunāni Vidvān.
(Wahai Agni, tuntunlah roh ini melalui jalan yang terang dan suci, karena Engkau mengetahui semua kebaikan.)

ॐ यमाय धर्मराजाय मृत्युं जयाय नमः।
Om Yamāya Dharmarājāya Mṛtyuṁ Jayāya Namaḥ.
(Sembah sujud kepada Yama, Raja Dharma, Sang Penakluk Kematian.)

ॐ वायुरनिलममृतमथेदं भस्मान्तं शरीरम्। ॐ क्रतो स्मर कृतं स्मर॥
Om Vāyur Anilam Amṛtam Atha Idaṁ Bhasmāntaṁ Śarīram, Om Krato Smara Kṛtaṁ Smara.
(Angin adalah nafas kehidupan yang kekal, tubuh ini akan kembali menjadi abu. Wahai roh, ingatlah kebajikanmu, ingatlah perbuatan baikmu.)

ॐ ब्रह्मनः पन्थानः शुक्रमुदारं। यत्र ब्राह्मणाः संयन्ति विश्वे॥
Om Brahmaṇaḥ Panthānaḥ Śukramudāraṁ, Yatra Brāhmaṇāḥ Saṁyanti Viśve.
(Wahai Dwijati, ikutilah jalan suci menuju cahaya agung, tempat para Brahmana sejati bersatu dalam keabadian.)

ॐ ब्रह्मलोकं गच्छ, विष्णुलोकं गच्छ, शिवलोकं गच्छ।
Om Brahmalokaṁ Gaccha, Viṣṇulokaṁ Gaccha, Śivalokaṁ Gaccha.
(Pergilah ke alam Brahma, pergilah ke alam Viṣṇu, pergilah ke alam Śiva.)

ॐ आत्मनः स्वस्ति अस्तु। मुक्तिं लभस्व।
Om Ātmanaḥ Svasti Astu, Muktiṁ Labhasva.
(Semoga kedamaian selalu menyertaimu, semoga engkau mencapai kebebasan sejati.)

ॐ ब्रह्मविद् ब्रह्मैव भवति।
Om Brahmavid Brahmaiva Bhavati.
(Siapa yang mengetahui Brahman, ia akan menjadi satu dengan Brahman.)

ॐ शान्तिः शान्तिः शान्तिः॥
Om Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ.
(Semoga kedamaian selalu menyertai roh ini dalam perjalanannya menuju alam suci.)


---

Sloka pawisik ini diucapkan dengan penuh penghormatan dan kekhusyukan saat upacara sedaraga untuk menghantarkan roh seorang calon dwijati yang telah meninggalkan dibaringkan di cemanggen sehingga mencapai pelepasan/kebebasan dalam kelahiran ekajatinya. 



---

Sumber Referensi

Kitab suci Weda dan pustaka terkait seperti Sarasamuscaya, Bhagawad Gita.

Lontar-lontar Bali yang membahas Dwijati dan pawisik.

Literatur akademik tentang tradisi Hindu Bali.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar