Jumat, 29 Maret 2024

Sang Hyang Widi Wasa Tidak Dikenal Di India

Tuhan dalam Agama Hindu di Bali disebut Sang Hyang Widhi Wasa Tidak dikenal di India
    

Pendahuluan 

Agama Hindu pertama kali lahir di tanah India. Lahirnya Agama Hindu terjadi akibat percampuran antara dua kepercayaan yakni kepercayaan Arya dan kepercayaan Dravida. Nama “Hindu” sendiri di India kurang populer. Hal ini dikarenakan Agama Hindu di India lebih dikenal dengan nama Sanatana Dharma atau Waidika Dharma. 

Sanatana Dharma memiliki arti agama yang kekal, sedangkan Waidika Dharma memiliki arti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Dalam proses penyebarannya, Agama Hindu tersebar ke seluruh dunia dan salah satunya adalah Nusantara atau Indonesia. 

Pembasan

Penyebaran Agama Hindu di Indonesia dibawa oleh seorang Rsi Bernama Rsi Agastya. Beliau menyebarkan ajaran Agama Hindu dimulai dari pulau Jawa, Lombok, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan lain sebagainya. Penyebaran Agama Hindu di Bali sendiri dibawa oleh seorang Rsi Bernama Rsi Agastya.

Dalam proses penyebaran Agama Hindu di Indonesia (khususnya Bali), terdapat berbagai penolakan akibat perbedaan sudut pandang terhadap ajaran Agama Hindu. Agama Hindu di India menganut filsafat asli dari Weda, sedangkan Agama Hindu di Bali menganut perpaduan dua filsafat yakni filsafat Weda dan filsafat Buddha yang disesuaikan dengan upacara dan kultur khas nusantara. 

Ajaran Agama Hindu di India merupakan ajaran-ajaran asli atau sumber dari ajaran-ajaran Agama Hindu yang ada di seluruh dunia. Hal ini bisa terjadi akibat sifat Agama Hindu yang fleksibel dan tidak memaksakan pengikutnya. Akulturasi yang dialami ajaran-ajaran Agama Hindu terjadi dengan tidak menghilangkan makna sebenarnya dari Agama Hindu itu sendiri. 

Persamaan yang paling menonjol antara Agama Hindu di Bali dengan Agama Hindu di India ialah Weda merupakan sumber dari segala sumber. 

Perbedaan Agama Hindu di India dengan Agama Hindu di Bali terlihat dari berbagai aspek yang diantaranya pola makan, perayaan hari suci keagamaan, tata cara beribadah, kultur, tempat ibadah, adat istiadat, hingga penyebutan Tuhan. Agama Hindu di India cenderung menggambarkan Tuhan dengan banyak nama Dewa. Pernyataan tersebut benar adanya tercantum dalam filsafat Vedanta yang mengenal adanya 33 juta dewa. Dalam Manawa Dharmasastra 1. 22 disebutkan bahwa “Tuhan yang menciptakan tingkatan Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan sifat gerak”, sehingga Agama Hindu di India mengenal konsep ketuhanan yakni konsep politeisme. 

Konsep ketuhanan politeisme adalah bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan dengan menyembah nama-nama Dewa. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Agama Hindu di Bali yang menganut konsep ketuhanan monoteisme yang dimana tetap menyebutkan nama-nama Dewa dalam proses penyembahannya, namun maksud yang dituju ialah Tuhan itu sendiri atau Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Tunggal. Monoteisme adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa Tuhan itu satu, sempurna, tak berubah, pencipta seluruh alam semesta, dan merupakan satu entitas tertinggi.

Penyembahan Tuhan dengan berbagai nama diakibatkan oleh bentuk perwujudan Tuhan yang bersifat “Saguna Brahman”. Saguna Brahman merupakan bentuk perwujudan Tuhan dalam wujud para Dewa yang banyak ditemukan pada tempat-tempat suci dalam bentuk simbol-simbol keagamaan. Saguna Brahman diperuntukkan bagi para Ajnani (orang yang masih diliputi oleh kesadaran fisik). Tuhan dalam Agama Hindu sejatinya satu. 

Munculnya beragam nama Dewa dalam Agama Hindu dikarenkan dalam Agama Hindu nama dan bentuk Tuhan yang mampu dicapai oleh panca indria sangat beragam. Menurut Ṛgveda Saṁhitā I.139.11 dan Rgveda Saṁhitā I.34.11, dewa dibagi dalam tiga kelompok yakni mereka yang tinggal di surga (dyu-loka), mereka yang tinggal di wilayah pertengahan (antariksa), dan mereka yang tinggal di bumi (pritivī). Dewa yang terbagi menjadi tiga kelompok besar tersebut sejatinya berasal dari satu sumber atau Sang Tunggal. 

Dalam Rgveda Mandala I Sukta 164, mantra 46 dinyatakan “Ekam sat wiprah bahuda wadanti, agnim yaman matariswanam”. 

Artinya :
“Tuhan itu satu, oleh para Rsi disebutkan dengan Agni, Yama, Matariswanam”. Semua yang ada di dunia ini adalah Tuhan. Tuhan berada di dalam ciptaan-Nya (Imanen) dalam bentuk jiwa dan di luar ciptaan-Nya. Sifat Tuhan yang berada dimana saja dikenal dengan sebutan “Wyapi Wyapaka”. 

Dalam Upanisad juga disebutkan bahwa semua ini adalah Brahman (Sarwam khalu idam Brahman). Tuhan juga dikenal dengan sebutan “Neti-Neti” yang memiliki arti bukan ini, bukan itu. Tuhan sejatinya tidak terdefinisikan dan tidak terbatas. Tuhan merupakan Yang Tertinggi sebagai sesuatu yang tidak mampu dilukiskan dengan nama tertentu. Semua nama menyatu dalam keesaan viśvam ekam.

Salah satu bukti Agama Hindu menganut konsep politeisme ialah berdirinya ajaran Hare Krishna. Hare Krishna merupakan lembaga atau gerakan keagamaan yang bergerak di bidang Pendidikan non formal. Hare Krishna merupakan salah satu aliran Agama Hindu yang lebih mendedikasikan hidupnya pada Tuhan Krishna. Tujuan ajaran Hare Krishna adalah membimbing manusia pada zaman penuh kejahatan yakni zaman Kaliyuga untuk mencapai pembebasan dalam bentuk kesadaran Khrisna yang abadi melalui Bhakti Yoga. Ajaran Hare Krishna diperkirakan sudah ada sejak 500 tahun yang lalu oleh Sri Caitanya Mahaprabu di India. 

Ajaran Hare Krishna dengan ajaran Agama Hindu pada dasarnya sama yakni menjadikan Weda sebagai landasan dan sumber dari ajaran. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat perbedaan pemahaman atau penerimaan dari ajaran-ajaran yang terkandung dalam Weda. Perbedaan ajaran Hare Krishna dengan ajaran Agama Hindu terlihat pada konsep ketuhanan dan ritual keagamaannya. 

Konsep ketuhanan dalam ajaran Hare Krishna mempercayai bahwa Krishna adalah Tuhan yang tunggal dan Tuhan yang utama. Hal ini berbanding terbalik dengan konsep ketuhanan dalam Agama Hindu yang menganggap bahwa Brahman adalah Tuhan yang utama. Mantra-mantra yang digunakan ajaran Hare Khrisna berbeda dengan mantra Agama Hindu yang memiliki beragam jenis. Dalam ajaran Hare Krishna hanya terdapat satu mantra yang selalu dipergunakan dalam upacara apapun. 

Mantra ini diambil dari kesusastraan Weda yang menyebut terdapat dua mantra yang secara khusus direkomendasikan. Mantra yang pertama ialah “omkara” dan mantra yang kedua ialah maha mantra Hare Krishna. Ajaran Hare Krishna menyimpulkan bahwa mantra merupakan doa yang ditujukan pertama kepada Radharani kemudian kepada Krishna, sehingga Radharani merupakan pasangan abadi dari lelaki personalitas tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Sri Krishna. Perbedaan juga terlihat dalam korban suci yang dipersembahkan dalam ritual. 

Agama Hindu memperbolehkan penggunaan binatang sebagai persembahan dalam ritual. Hal ini berlawanan dengan ajaran Hare Krishna yang menekankan pada konsep ahimsa dan mengajarkan cinta kasih, sehingga mengganti korban suci tersebut dengan mengucapkan japamala atau nama Krishna dalam ritual.

Simpulan

Perbedaan konsep Tuhan dalam Agama Hindu di Bali dengan konsep Tuhan di India terjadi akibat perbedaan pandangan masyarakat setempat memahami ajaran-ajaran Weda. 

Weda sebagai sumber dari sumber dalam ajaran Agama Hindu bersifat fleksibel dan tidak dipaksakan. Ajaran Agama Hindu sejatinya satu, namun akibat proses penyesuaian dan akulturasi yang terjadi menimbulkan perbedaan antara ajaran Agama Hindu di tempat yang satu dengan tempat lainnya. 

Konsep ketuhanan politeisme di India dengan konsep ketuhanan monoteisme di Bali dalam kacamata Agama Hindu sah-sah saja keberadaannya. Ajaran Hare Krishna sebagai salah satu contoh dari banyaknya kepercayaan lain yang berlandaskan pada kepercayaan Hindu menunjukkan bahwa Agama Hindu dapat dimodifikasi sesuai dengan kepercayaan penganutnya. 

Guna mencegah terjadinya konflik antar kepercayaan yang berlandaskan pada ajaran Weda, maka penting bagi umat Hindu di seluruh dunia (khususnya Bali) memaknai fleksibilitas ajaran-ajaran yang terkandung dalam Weda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar