Jumat, 12 Januari 2024

UAS 13/1/2024

Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah :Teologi Upanisad
Tahun ajaran : 2023/2024
Semester : V
Fakultas : Brahma Widya
Jurusan : Teologi
Program Studi : Teologi Hindu
Jenjang : S1
Dosen : Dr. I Gede Suwantana, S.Ag., M.Ag
Durasi : 90 Menit

Oleh :

Ni Nyoman Gandu Ningsih 
(Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba)

Nim : 2112101045.

Soal:
1. Dalam Panca Sraddha diajarkan tentang Widhi Sraddha, yakni yakin dengan keberadaan Tuhan sebagai Maha Kuasa. Keesaan Tuhan itu disebutkan di dalam beberapa diktum agung di dalam Upanisad seperti: Sarvam Kalvidam Brahman (segalanya diselimuti oleh Brahman), Tat Tvam Asi (Itu adalah Engkau), Deva Eko Narayana (Hanya satu Tuhan Narayana), dan yang lainnya. Jika Tuhan adalah menguasai segalanya, maka seluruh kekuatan alam ini juga pada prinsipnya Tunggal. Jika seperti itu, apa pentingnya memuja Tuhan dalam berbagai manifestasi-Nya? Uraikan berdasarkan contoh kasus yang terjadi di sekitar tempat tinggal anda!

Jawaban
Dasar dari kepercayaan umat Hindu yang dikenal sebagai Sraddha adalah literatur suci Weda yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab Sruti, baik dalam bagian Brahmana, Upanisad, maupun dalam Bhagawad Gita. Sraddha sebagai dasar keimanan Hindu tersebut secara pokok ada lima yang disebut Panca Sraddha. Salah satunya adalah Sraddha tentang adanya Tuhan yang disebut Widhi Sraddha.

Widhi Sradha, yang juga dikenal sebagai Widhi Tattwa, adalah keyakinan bahwa Ida Sang Hyang Widhi benar-benar ada. Agama (Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana adalah tiga ajaran Tri Pramana yang dapat digunakan untuk meyakini kebenaran kehadiran Ida Sang Hyang Widhi. Kitab suci Weda, yang diberikan kepada para Maharsi, Yogi, dan Resi, merupakan sarana yang digunakan untuk meyakini keberadaan Tuhan, sesuai dengan ajaran Agama (Sabda) Pramana.  

Anumana Pramana menekankan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dan segala kejadiannya adalah ciptaan dan kehendak Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Melalui penyelidikan yang rasional dan metodis terhadap apa yang ada di alam semesta ini, seseorang dapat meyakini keberadaan Tuhan. sedangkan Pratyaksa Pramana, seseorang dapat secara langsung mengalami atau melihat Tuhan atau Manifestasi-Nya tanpa bantuan media atau perantara, itulah sebabnya mereka percaya akan keberadaan Tuhan. Mereka yang memiliki tingkat kesucian yang tinggi, seperti Maha Rsi, dapat merasakan hal ini. Bagi kebanyakan orang, dasar kepercayaan mereka adalah Agama Premana, yang berasal dari perkataan atau kisah-kisah dari orang-orang yang dapat dipercaya seperti para Nabi atau Maha Rsi. Beberapa orang juga mendasarkan kepercayaan mereka pada keberadaan Tuhan pada Anumana Premana, yaitu pada deduksi dari perhitungan logis. Beberapa juga mengidentifikasi Tuhan melalui Pratyaksa Premana, yaitu rasa merasakan atau mengalami keberadaan-Nya.

Ajaran dari Widhi Sradha juga dapat diterapkan pada ajaran Cadhu Sakti. Wibhu Sakti, yang merupakan sifat dari Sang Maha Ada, Prabhu Sakti, yang merupakan sifat dari Sang Maha Kuasa, Jnana Sakti, yang merupakan sifat dari Sang Maha Mengetahui, dan Krya Sakti, yang merupakan sifat dari Sang Maha Karya, merupakan empat sifat mahakuasa yang digambarkan oleh Sang Hyang Widhi sebagai Cadhu Sakti.

Selain ajaran-ajaran tersebut, keberadaan Dewa dan Awatara juga menjelaskan keberadaan Sang Hyang Widhi. Dalam ajaran Hindu, Dewa dipandang sebagai cahaya suci dari Sang Hyang Widhi, sedangkan Awatara dipahami sebagai penjelmaan Tuhan ke bumi untuk membawa keselamatan dan kemakmuran. Semua Dewa berjumlah 33, menguasai Tri Bhuwana (Bhur, Bhuwah, Swah loka), seperti yang diungkap dalam Weda VIII. 57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1. Ada 12 Aditya (Dwadasaditya), 11 Rudra (EkadasaRudra), 8 Vasu (Astavasu), serta Indra dan Prajapati. 

Sepuluh awatara Wisnu terdiri dari Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna, Buddha, dan Kalki Awatara. Saguna Brahman (Apara Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman) adalah dua bentuk di mana Brahman dapat direalisasikan. Nirguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan tanpa syarat dan tanpa ciri; tidak dapat dipikirkan karena berada di luar batas pemikiran manusia atau Tuhan yang berada di luar alam, di luar alam pemikiran manusia. Saguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa yang digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud Yang Maha Agung oleh pikiran manusia secara empiris dan dapat dirasakan atau digambarkan dalam bentuk materi. Ida Sang Hyang Widhi adalah pencipta segala sesuatu yang ada di Bumi. 

Konsep sloka "Wyapi Wyapaka Nirwikara" menjelaskan bagaimana keyakinan bahwa keberadaan Ida Sang Hyang Widhi meresap dan hadir di mana-mana. Sumber dari segala sesuatu di Bumi adalah Sang Hyang Widhi. Sifat Tuhan, bukti keberadaan Tuhan, dan keesaan Tuhan semuanya tercakup dalam pembahasan Widhi Tattwa. Tujuannya adalah untuk memperkuat rasa pengabdian umat Hindu dengan mendapatkan kepercayaan mereka, atau ke-sraddha-an kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Percaya akan keberadaan Tuhan merupakan prasyarat untuk mengembangkan rasa bakti kepada-Nya. Seseorang tidak dapat berbhakti atau bersujud kepada Tuhan jika mereka tidak meyakini keberadaan-Nya. Oleh karena itu, memiliki "Sraddha", atau kepercayaan, sangatlah penting.

Beberapa orang yang tidak memiliki keyakinan atau Sraddha mungkin mempertanyakan mengenai eksistensi atau bukti dari keberadaan Tuhan. Namun bila mereka mengerti dan memahami bagaimana sifat-sifat Tuhan maka mereka pasti bisa mengerti dan meyakini eksistensi maupun keberadaan Tuhan di dunia ini. Kitab suci Hindu membuat referensi yang luas tentang sifat dan wujud kemahakuasaan Tuhan.

Setelah memahami dan meyakini keberadaan tuhan, maka akan muncul dorongan untuk bisamenunjukkan dan menghaturkan rasa bhakti kita kepada beliau. Meminta sesuatu yang tidak kita kenal atau sesuatu yang berada di luar lingkungan kita bukanlah pengabdian yang tulus kepada Tuhan. Menjadi tulus berarti menyerahkan kendali, pasrah, dan bermohon untuk menyerahkan jiwanya kepada Tuhan YME. Seseorang yang mempraktikkan rasa bhakti sepenuhnya berserah diri kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Melihat tubuh kita sebagai tempat suci bagi Tuhan dan segala sesuatu yang kita lakukan sebagai Sri Sankara menuntun kita dalam sebuah doa yang meminta kita untuk mengingat Tuhan dalam pikiran kita. Doa tersebut adalah sebagai berikut: "Sanubariku hanyalah Engkau; Buddhiku adalah  kasih-Mu; Pranaku adalah teman-Mu; Badanku adalah istana-Mu; Cara menikmati segala sesuatu  dengan Panca Indriya adalah puja pada-Mu; Tidurku adalah renungan semadhi pada-Mu; Segala  yang kuucapkan adalah jalan ke sekitar-Mu; Apa pun yang kulakukan adalah menyembah Engkau".

Tidak akan ada kejahatan di dalam jiwa kita jika kita menggunakan jenis doa ini untuk mengarahkan hidup kita setiap hari. Demikian juga, kita akan menjalani kehidupan yang bersih dalam perkataan, sikap, dan tindakan kita. Untuk mendatangkan rahmat Tuhan dan membuat hidup kita berguna untuk mencapai kehidupan spiritual yang hakiki, kita harus memenuhi tugas dan kewajiban kita persis seperti yang ditentukan oleh kitab suci dan terus menerus merenungkan dan mengabdikan diri kita kepada Tuhan. Bagian terpenting dari bhakti adalah bersembahyang setiap hari dan doa yang terus menerus.

Mempraktikkan yadnya juga bisa menjadi cara untuk menunjukkan pengabdian kita dan mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang secara umum dikenal sebagai Tuhan. Sesuai dengan ajaran kitab suci Hindu yaitu Weda, yadnya atau bagian dari upacara adalah sebuah karya suci yang dilakukan dengan sungguh-sungguh karena getaran jiwa/spiritual dalam kehidupan ini, berdasarkan Dharma. Pengertian lain dari yadnya adalah memuja, memuliakan, berkorban, melayani, melakukan perbuatan baik (kebajikan), memberi, dan dengan senang hati (tulus ikhlas) menyerahkan apa yang dimiliki demi kesejahteraan dan kesempurnaan eksistensi secara keseluruhan serta kemuliaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Umat Hindu pada umumnya melaksanakan lima bentuk Yadnya yang berbeda, yang dikenal sebagai Panca Yadnya. Dewa Yadnya adalah persembahan suci yang dilakukan dengan tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan merupakan bagian dari Panca Yadnya. Berikutnya adalah persembahan suci yang dilakukan dengan tulus ikhlas kepada rsi atau wiku (orang suci), yang dikenal sebagai Rsi Yadnya. Manusa Yadnya adalah persembahan suci yang dilakukan dengan tulus kepada orang lain. Persembahan yang tulus dan suci kepada para leluhur adalah Pitra Yadnya. Kemudian, Bhuta Yadnya adalah persembahan yang tulus dan suci yang dilakukan kepada Bhuta. Yadnya merupakan bagian dari Prawrtti Marga atau cara (jalan) yang utama untuk mewujudkan rasa bhakti kehadapan Tuhan.


2. Coba gambarkan secara logis hubungan antara nama Tuhan yang banyak dan Tuhan yang Esa? Apakah yang banyak dan yang tunggal tersebut sama atau berbeda? Kalau sama dimana letak kesamaannya? Kalau berbeda dimana letak perbedaannya? Jelaskan berdasarkan kasus di lingkungan sekitar anda!

Jawaban
Dalam pemikiran monoteistik, Tuhan biasanya dipandang sebagai wujud tertinggi, pencipta, dan obyek utama dari iman. Tidak ada kesepakatan bersama mengenai konsep ketuhanan, sehingga ada berbagai konsep ketuhanan meliputi teisme, deisme, panteisme, dan lain-lain. Dalam pandangan teisme, Tuhan merupakan pencipta sekaligus pengatur segala kejadian di alam semesta. Menurut deisme, Tuhan merupakan pencipta alam semesta, tetapi tidak ikut campur dalam kejadian di alam semesta. Menurut panteisme, Tuhan merupakan alam semesta itu sendiri. Para cendekiawan menganggap berbagai sifat-sifat Tuhan berasal dari konsep ketuhanan yang berbeda-beda. Yang paling umum, di antaranya adalah Mahatahu (mengetahui segalanya), Mahakuasa (memiliki kekuasaan tak terbatas), Mahaada (hadir di mana pun), Mahamulia (mengandung segala sifat-sifat baik yang sempurna), tak ada yang setara dengan-Nya, serta bersifat kekal abadi. Penganut monoteisme percaya bahwa Tuhan hanya ada satu, serta tidak berwujud (tanpa materi), memiliki pribadi, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat direnungkan". Banyak filsuf abad pertengahan dan modern terkemuka yang mengembangkan argumen untuk mendukung dan membantah keberadaan Tuhan.

Ada banyak nama untuk menyebut Tuhan, dan nama yang berbeda-beda melekat pada gagasan kultural tentang sosok Tuhan dan sifat-sifat apa yang dimiliki-Nya. Atenisme pada zaman Mesir Kuno, kemungkinan besar merupakan agama monoteistis tertua yang pernah tercatat dalam sejarah yang mengajarkan Tuhan sejati dan pencipta alam semesta, yang disebut Aten. Kalimat "Aku adalah Aku" dalam Alkitab Ibrani, dan "Tetragrammaton" YHVH digunakan sebagai nama Tuhan, sedangkan Yahweh, dan Yehuwa kadang kala digunakan dalam agama Kristen sebagai hasil vokalisasi dari YHWH. Dalam bahasa Arab, nama Allah digunakan, dan karena predominansi Islam di antara para penutur bahasa Arab, maka nama Allah memiliki konotasi dengan kepercayaan dan kebudayaan Islam. Umat muslim mengenal 99 nama suci bagi Allah, sedangkan umat Yahudi biasanya menyebut Tuhan dengan gelar Elohim atau Adonai (nama yang kedua dipercaya oleh sejumlah pakar berasal dari bahasa Mesir Kuno, Aten). Dalam agama Hindu, Brahman biasanya dianggap sebagai Tuhan monistis. Agama-agama lainnya memiliki panggilan untuk Tuhan, di antaranya: Baha dalam agama Baha'i, Waheguru dalam Sikhisme,dan Ahura Mazda dalam Zoroastrianisme.

Banyaknya konsep tentang Tuhan dan pertentangan satu sama lain dalam hal sifat, maksud, dan tindakan Tuhan, telah mengarah pada munculnya pemikiran-pemikiran seperti omniteisme, pandeisme atau filsafat Perennial, yang menganggap adanya satu kebenaran teologis yang mendasari segalanya, yang diamati oleh berbagai agama dalam sudut pandang yang berbeda-beda, maka sesungguhnya agama-agama di dunia menyembah satu Tuhan yang sama, tetapi melalui konsep dan pencitraan mental yang berbeda-beda mengenai-Nya.

3. Coba uraikan apa yang dimaksudkan dengan moksa? Uraikan dengan perbandingan moksa antara di dalam upanisad dan ajaran lokal Bali!

Jawaban
Moksa (Sanskerta: mokṣa) juga disebut vimoksha, vimukti, dan mukti adalah sebuah konsep agama Hindu, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme untuk segala bentuk emansipasi, pencerahan, kebebasan, dan pelepasan. Dalam pengertian soteriologi dan eskatologi, ini merujuk pada kebebasan dari samsara, putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan. Dalam pengertian epistemologi dan psikologi, moksa adalah kebebasan dari penolakan: realisasi diri, aktualisasi diri, dan pengetahuan diri.

Dalam tradisi Hindu, moksa merupakan sebuah konsep pusat dan tujuan utama hidup manusia yang sepenuhnya; tiga tujuan lainnya yaitu dharma (kehidupan yang berbudi luhur, pantas, dan bermoral), arta (kemakmuran materi, keamanan pendapatan, sarana hidup), dan kama (kesenangan, sensualitas, kepuasan emosional). Secara bersamaan, empat konsep ini disebut sebagai Caturpurusarta dalam agama Hindu.

4. Di dalam Rg Veda ada disebutkan “Ekam Sat Vipra Bahuda Vadanti”, apa maksudnya?

Jawaban
Ekam Sat Vipra Bahuda Vadanti | Tuhan itu satu, tetapi orang bijaksana (para maharsi) menyebutkan dengan berbagai nama.
 Jika kita cermati cara sembahyang umat Hindu khususnya di Bali, maka cakupan tangan yang diletakkan di atas ubun-ubun untuk memuja Tuhan. 

Tuhan dalam Siwa Tattwa disebutkan "ekam sat vipra bahudha vedanty agnim yamam matarisvanam ahuh"

(Rg Veda I.164.46), artinya;
 Satu itu (Tuhan), namun sang bijaksana seperti halnya para maharsi yang menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan dll.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya, disebutkan bahwa :
Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. 
Misalnya ada yang menyebutkanNya dengan: 
Tuhan, Sang Hyang Widhi, God, Allah dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Sangkan Paraning Dumadi sebagai asal dan kembalinya semua yang ada atau dengan menyebutkan manifestasinya : Sang Pencipta, Sang Pemelihara, Sang Pemrelina dll.

Dengan keyakinan ini nantinya membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu: 
Menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan, 
Serta menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian ini, dalam agama terdapat 3 unsur yaitu : Manusia, Penghambaan dan Tuhan. 
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama sebagai penuntun untuk dapat mengetahui hakekat dan tujuan hidup yang sebenarnya.

OM TAT SAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar