Kamis, 04 Januari 2024

Susunan Acara/Prosesi Pernikahan

Susunan Acara/Prosesi Pernikahan 

Ritual pernikahan adat merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Cari tahu apa saja makna dibalik prosesi pernikahan adat Bali berikut ini.

Bali memang masih sangat kental dengan ritual-ritual kebudayaan yang masih dipegang erat sampai sekarang. Setiap perayaan besar, ritual kebudayaan pasti tak pernah ketinggalan. Termasuk pada momen pernikahan, Bali memiliki adat sendiri tentang bagaimana prosesi pernikahan dijalankan. 

Pernikahan tentu menjadi momen besar bagi setiap orang, terlebih lagi bagi masyarakat Bali. Pasalanya, di Bali, orang yang sudah menikah mendapat status menjadi warga penuh dalam masyarakat. Orang yang sudah menikah bisa mendapatkan hak serta kewajiban lebih yang tak bisa didapatkan saat masih lajang. 


Prosesi Pernikahan Adat Bali
1. Menentukan Hari Baik 
Prosesi pernikahan adat Bali dimulai dengan penentuan hari baik yang dilakukan setelah calon mempelai pria meminang calon mempelai wanita yang dalam bahasa Bali disebut memadik atau ngindih. Masyarakat Bali masih sangat percaya akan hari baik untuk menggelar pernikahan. Pada hari baik yang telah dipilih tersebut lah nantinya calon mempelai wanita akan dijemput lalu dibawa ke rumah calon mempelai pria. 

2. Upacara Ngekeb 
Jika kamu sudah sering mendengar prosesi siraman pada pernikahan adat Jawa, Upacara Ngekeb merupakan prosesi serupa khas adat Bali. Namun terletak perbedaan diantara dua prosesi adat ini, kalau pada adat Bali, mempelai wanita akan terlebih dahulu dilulur dengan ramuan yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga dan beras yang telah ditumbuk halus, serta air merang untuk keramas. 

Pada saat menjalankan ritual Ngekeb, calon mempelai wanita tidak diperbolehkan keluar dari kamar sejak sore hari sampai rombongan keluarga calon mempelai pria menjemputnya keesokan harinya. Selain persiapan secara lahiriah, mempelai juga memperbanyak doa kepada Sang Hyang Widhi untuk dianugerahkan kebahagiaan dan anugerah-Nya.

3. Penjemputan Calon Mempelai Wanita
Kalau kebanyakan pernikahan adat melakukan sebagian besar prosesinya di kediaman calon mempelai wanita, berbeda dengan adat Bali. Pernikahan adat Bali memiliki prosesi menjemput calon mempelai wanita untuk melaksanakan rangkaian prosesi di rumah calon mempelai pria.

Sebelum meninggalkan rumah, calon mempelai wanita dibalut kain kuning tipis dari atas kepala sampai ujung kaki. Kain kuning ini melambangkan bahwa calon mempelai wanita menguburkan kehidupannya sebagai wanita lajang dan memasuki kehidupan baru berumah tangga. 


4. Upacara Mungkah Lawang (Buka Pintu) 
Prosesi dilanjutkan dengan acara mengetuk pintu sebanyak tiga kali oleh seorang utusan, bukan oleh calon mempelai pria. Kedatangan mempelai ini akan diiringi tembang yang dinyanyikan oleh seorang malat atau utusan mempelai pria. Syairnya berisikan kehadiran mempelai pria ingin menjemput mempelai wanitanya. 

Lalu malat dari mempelai wanita akan membalas dengan tembang bersyairkan sang mempelai wanita siap dijemput. Setelah mendapat persetujuan, mempelai pria pun membuka pintu dan menggendong mempelai wanita menuju tandu untuk dibawa ke rumah keluarga pria tanpa didampingi orang tua. 

5. Upacara Mesegehagung
Prosesi pernikahan adat Bali selanjutnya adalah upacara Mesegehagung yang merupakan ritual penyambutan mempelai wanita setibanya di kediaman mempelai pria. Kedua mempelai diturunkan dari tandu dan bersiap melangsungkan upacara Mesegehagung. Lalu mempelai wanita dan ibu dari mempelai pria pun bersama menuju kamar pengantin. 

Di dalam kamar, ibu dari mempelai pria membuka kain kuning yang dikenakan mempelai wanita lalu menukarnya dengan uang kepeng satakan (mata uang pada masa lampau) senilai dua ratus kepeng.

6. Upacara Mekala-kalaan (Madengen-dengen) 
Berikutnya acara dilanjutkan dengan ritual mekala-kalaan atau madengen-dengen. Tujuan dilakukannya upacara ini ialah menyucikan kedua mempelai dari hal negatif. Prosesi ini akan dimulai tepat saat genta berbunyi dan dipimpin oleh seorang pemimpin agama atau pemangku adat, tergantung dari adat dan budaya masing-masing daerah. 

Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan
Upacara mekala-kalaan pada pernikahan adat Bali akan dimulai dengan kedua mempelai berputar sebanyak tiga kali mengelilingi sanggar pesaksi, kemulan, dan penegteg. Mempelai wanita membawa bakul perdagangan sementara mempelai pria memikul tegen-tegenan. Keduanya harus menyentuhkan kaki pada kala sepetan. 

Ritual selanjutnya sangat sederhana, mempelai pria membeli bakul yang dibawa mempelai wanita. Ritual jual beli ini memiliki makna agar saat berumah tangga nanti kedua pasangan bisa saling melengkapi, mengisi, dan memberi hingga mencapai tujuan bersama.

Menusuk Tikeh Dadakan
Tikeh dadakan adalah anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan. Tikeh dadakan akan dipegang oleh mempelai wanita, sementara itu mempelai pria menyiapkan keris. Menurut kepercayaan Hindu, tikeh dadakan melambangkan kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni), sedangkan keris pria menyimbolkan kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga).

Memutuskan Benang
Terakhir, prosesi memutuskan benang ini akan menjadi penutup upacara Mekala-kalaan. Pada ritual ini, kedua mempelai akan menanamkan kunyit, talas dan andong tepat di belakang merajan atau sanggah (tempat sembahyang keluarga), yang bertujuan untuk melanggengkan keturunan keluarga. Setelah itu baru keduanya memutuskan benang pada cabang dadap (papegatan) sebagai analogi bahwa kedua pasangan ini siap menanggalkan masa remaja. 

7. Upacara Mewidhi Widana (Natab Banten Beduur)
Seusai melaksanakan upacara Mekala-kalaan, ritual pernikahan adat Bali dilanjutkan dengan upacara Mewidhi Widana yang dilaksanakan di pura keluarga pihak mempelai pria, dipimpin oleh pemangku sanggah serta diantar pinisepuh. Pada prosesi yang penuh dengan suasana syahdu ini, kedua mempelai menyampaikan doa akan kehadiran keluarga baru kepada leluhur untuk melanjutkan keturunannya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar