Kamis, 06 Juni 2024

Manfaat Suara Gentha

Suara Gentha Menghasilkan Bunyi High Frekuensi

Suara Gentha bagaikan alat musik yang menghasilkan suara frekuensi. Dalam pengobatan alternatif holistik, Suara Gentha ini telah digunakan untuk menemukan fraktur tulang dan mempromosikan penyembuhan serta keseimbangan energi.

Suara Gentha ini khususnya, meningkatkan nitrat oksida, gas yang secara alami ada di tubuh kita. Nitrat oksida memiliki banyak fungsi: bertindak sebagai pengirim pesan antar sel, sebagai neurotransmitter, dan sebagai hormon.

ALASAN SETIAP PEMANGKU HARUS MEMILIKI DAN MELAKUKAN TATALUNGGUH SERTA MENYUARAKAN GENTHA

1. Suara Gentha
Memiliki efek terapeutik pada tubuh dan efek menenangkan pada sistem saraf, mempromosikan kesehatan dan relaksasi.


2. Suara Gentha mampu mengobati bagian tubuh tertentu. Untuk hasil terbaik, ketuk garpu tala untuk mengaktifkan suara dan tahan pada titik-titik tubuh yang ingin Anda sembuhkan.


3. Banyak Khasiat Suara Gentha Untuk Tubuh
Membantu melebarkan pembuluh darah, mempromosikan kesehatan jantung, meningkatkan fungsi otak, memperbaiki kesehatan seksual, dan meningkatkan aliran darah.



Suara Genta dalam Mengiringi Ritual Yadnya, Simbol Dewa Iswara, Sucikan Bhuana Agung

Penggunaan genta atau bajra dalam mengiringi upacara yadnya menjadi memberi nilai sakral terhadap ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di Bali. Selain pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan suara genta juga dapat meningkatkan adrenalin manusia untuk membangkitkan api kundalini.

Kegiatan keagamaan sangat dibutuhkan adanya suara dan bunyi-bunyian disesuaikan dengan tingkat dan jenis upacara yang dilakukan. Dengan harapan yang dilandasi suatu keyakinan bahwa suara dan bunyi-bunyian tersebut mampu menggantarkan dan menyampaikan maksud, tujuan dan isi dari upacara dan upakara yang dimaksud.

Suara atau bunyi berperan penting dalam upacara keagamaan sehingga dikenal adanya istilah panca nada yaitu suara kulkul, sunari dan pindekan, kidung atau nyayian suci, gambelan, genta sulinggih atau pamangku, mantra atau doa.

Ketika melaksanakan yajna yang lebih kecil tingkatannya cukup memperunakan suara genta sang pamangku dan mantra dari sang pemangku untuk memuput pelaksanaan upacara yajna. Suara genta sudah mewakili berbagai suara sehingga dapat dikatakan jura suara genta merupakan nada brahman.

Suara genda dibagi menjadi tiga jenis. Yakni Suara genta tabuh siki (satu), Suara Genta tabuh kalih (dua) dan Suara genta tabuh tiga (tiga). Serta terdapat lagi suara genta Bramara ngisep sari yakni suara genta tabuh telu dengan irama nada naik turun.

Secara religius, Genta dipandang sebagai senjata Dewa Iswara yang berkedudukan di arah timur, dengan aksara Sang (Sa), aksara suci pertama Dasaksara. Sebagai senjata Dewa Iswara, maka genta tersebut sangat disakralkan, dan karena itu tidak boleh dipergunakan oleh sembarang orang.

Dalam Lontar Kusumadewa disebutkan saat melaksanakan tugas, pemangku patut menggunakan Genta, karena denting suara genta sebagai perwujudan bayu. Sedangkan ucapan mantram sebagai perwujudan sabda, dan konsentrasi pikiran sebagai perwujudan idep.

Genta menjadi penghantar persembahan kehadapan Hyang dan menjadi pertanda bahwa ditempat itu sedang dilakukan upacara, bahkan dapat mengundang para Dewa (Kukul Dewa). Tangan kiri yang menabuhkan genta memiliki makna agar genta selalu berada dekat dengan jantung manusia.

Karena posisi jantung normal manusia berada dalam rongga dada sebelah kiri setinggi dada dan sebesar kepalan tangan kita.

Dalam lontar Usada Punggung Tiwas dijelaskan: “…. Sangyang Dasaksara, kadi hiki genahnya ring jro, kawruhakena denira, sang mahulah Ralyan, Sang, ring pupusuh, Iswara Dewanyu, putih rupanya ……”

Jika dimaknai kutipan lontar tersebut bahwa aksara suci juga berada dalam tubuh manusia tepatnya dalam organ tubuh manusia yang erat kaitannya dengan persebaran arah mata angin. “Sa” merupakan aksara suci arah timur dengan dewatanya adalah Dewa Iswara, senjatanya adalah Genta, warnanya adalah Putih, dan dalam diri manusia berstana di pupusuh atau Jantung.

Secara simbolis, arah timur merupakan arah sumber kehidupan dengan terbitnya sang hyang surya, menjadi sumber kehidupan. 

Suara genta juga disamakan dengan tujuh cakra yang terdapat dalam tubuh manusia yang dikenal dengan sapta cakra. Perputaran cakra-cakra tersebut menghasilkan gelombang-gelombang energi dan suara. Proses pengendalian cakra-cakra ini diajarkan dalam yoga.

Setiap titik cakra di dalam tubuh cenderung untuk merespon secara khusus bunyi, nada, irama tertentu. Cakra dasar merespon secara khusus terhadap nada-nada bass. Terserapnya musik atau bunyi ke dalam sukma yang mempengaruhi perputaran cakra–cakra menuju puncaknya.

Menariknya, dalam Lontar Prakempa menyebutkan bahwa bunyi, suara mempunyai kaitan erat dengan panca maha bhuta yang masing-masing memiliki warna dan suara, kemudian menyebar ke seluruh penjuru bumi dan akhirnya membentuk sebuah lingkaran yang disebut pengider bhuana.

 Hal inilah yang meyakini, ketika suara genta dibunyikan, diiringi dengan mantram, tentu akan memberikan vibari kesucian bagi kosmos atau bhuana Agung. Sehingga setiap ritual di Bali tidak lepas dari suara genta. 

Bahkan, dalam Lontar Aji Gurnita khususnya terhadap pengaruh bunyi terhadap dewa-dewa tertentu dihubungkan dengan banyaknya jenis-jenis genta yang mengeluarkan suara berbeda dengan fungsi yang berbeda-beda pula.

Bentuk genta adalah berbentuk lonceng kecil yang memiliki tangkai pegangan untuk memudahkan saat membunyikannya. Lonceng genta berbentuk mangkok dan memiliki alat kecil di tengah-tengah yang disebut palit yang dapat di gerak-gerakkan sehingga menyentuh piringan logam agar menimbulkan suara nyaring.

Sedangkan pada ujung tangkai pegangan paling atas yang disebut ‘ulon genta’ berbentuk gada, seperti pada kedua ujung tangkai bajra atau Vajra, sehingga genta ini disebut ‘Genta Padma’.

Genta Padma yang biasa dipakai oleh Ida Pandita atau Ida Sang Sulinggih dalam melaksanakan ngelokapalasraya adalah untuk membersihkan alam Bhur, Bwah, Swah atau alam bawah, alam tengah, dan alam atas (sorga) dengan segala puja mantra yang diucapkan oleh beliau. Jadi genta itu adalah simbol Ong Kara, yang berasal dari aksara Ang, Ung, Mang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar