Minggu, 30 Juni 2024

Yoga Menggulung Lidah

Khecarī mudrā (Sansekerta, खेचरी मुद्रा) adalah hatha yogayang dilakukan dengan cara menggulung kembali ujung lidah ke dalam mulut hingga mencapai di ataslangit-langit lunak dan masuk ke dalam rongga hidung. 

Lidah dibuat cukup panjang untuk melakukan hal ini dengan peregangan lidah setiap hari selama berbulan-bulan dan, dalam beberapa versi praktik, dengan memotong frenulum lidah dengan alat tajam selama beberapa bulan.

Empat tahap Khecarī mudrā. Lidah (merah) diregangkan secara progresif, dan frenulum lidah (tidak diperlihatkan) cukup dipotong, selama beberapa bulan, hingga dapat diputar kembali sehingga mencapai bagian dalam rongga hidung, dan diduga memanipulasi aliran bindu.

Tujuannya adalah untuk mencapai pembebasan dalam tubuh, dengan menyegel energi bindu di kepala agar tidak hilang.

Satyananda 
Cara saya mempelajari Khecari mudra dari Swami Janakananda, dan dia juga dari Satyananda adalah dengan melipat lidah ke belakang dan menyandarkan ujung lidah pada bagian lunak langit-langit mulut. Begitulah cara hampir semua instruktur yoga saat ini mengajarkan Khecari, dan ini cukup menantang bagi kebanyakan pemula. Saat pertama kali mencobanya, rasanya janggal, dan saya tidak bisa melakukannya karena lidah saya tidak bisa menjangkau cukup jauh. 

Jika Anda meletakkan lidah tepat di belakang gigi rahang atas, Anda akan merasakan bahwa selaput lendir yang melapisi bagian dalam mulut Anda berada di tulang tengkorak dan bersifat keras. Geser lidah sedikit ke belakang, dan Anda akan merasakan kemiringan ke atas saat Anda masuk ke belakang struktur tulang yang menahan gigi. Setelah miring, langit-langit mulut menjadi rata dan menjadi lunak. Langit-langit lunak membentang ke belakang searah tenggorokan dan diakhiri dengan uvula. 

Meskipun instruksi paling umum adalah meletakkan lidah di langit-langit lunak, beberapa guru akan mendorong Anda untuk mencoba meraih uvula. 

Literasi

LITERASI
Bhakti Pada Guru Jalan Menuju Kebahagiaan

Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai hari guru. 

Dalam kehidupan ini peran dan fungsi guru sangat penting. Tanpa adanya guru, maka manusia masih terbelenggu dalam kehidupan yang diselimuti kegelapan (avidya). 

Disinilah guru memiliki peran dan fungsi strategis untuk melepaskan manusia dari keadaan yang paling menyengsarakan, yaitu kebodohan menuju pada kehidupan yang berpengetahuan (vidya). Dalam perkembangannya, ternyata peran dan fungsi guru dalam kehidupan sudah mulai terabaikan. Artinya rasa hormat, terima kasih dan upaya untuk menghargai jasa-jasa guru sudah semakin berkurang. Bahkan tindakan yang tidak terpuji kepada guru semakin meningkat. Seperti kasus pemukulan terhadap guru, penghinaan dan pelecehan. Bila hal ini terus terjadi, maka inilah pertanda bahwa degradasi moral dalam kehidupan ini semakin meningkat. 

Berbhakti kepada Guru Pengajian merupakan kewajiban seorang siswa dalam proses aguron-guron. Seorang anak dituntun dan diajarkan ilmu pengetahuan suci, dibina dan dididik agar memiliki pengetahuan sebagai bekal menjalani hidup dalam melaksanakan Brahmacari Asrama. Seorang anak dilahirkan secara spiritual oleh Guru Pengajian melalui pengetahuan suci, sehingga segala kegelapan (avidya) yang dimiliki mampu dihilangkan dengan ajaran suci yang cemerlang (vidya). Dalam Kitab Sarasamuccaya Sloka 237, disebutkan bahwa yang patut dilaksanakan terhadap guru adalah sebagai berikut: jangan menjawab secara berolok-olok kepada guru, jika beliau gusar, berang hatinya, sabarkan beliau, hiburlah usahakanlah segala yang menyenangkan beliau.

Seorang siswa yang berbhakti dengan Guru Pengajian mendapatkan anugerah dan jalan yang terbaik dalam hidupnya. Kisah tentang bhakti seorang siswa dengan Guru Pengajian dapat dilihat dari kisah Sang Bima yang tanpa ragu melaksanakan perintah gurunya, yaitu Bhagawan Drona untuk pergi ke tengah samudra mencari Tirtha Amrta. Walaupun penuh dengan tantangan, cobaan dan bahaya yang mengancam, tetapi Sang Bima mampu mendapatkan anugerah karena rasa bhakti terhadap gurunya.

Begitu juga tentang kisah bhakti seorang siswa dengan gurunya dapat dilihat pada kisah Bhagawan Dhomya yang memiliki 3 (tiga) orang siswa yang bernama Sang Arunika, Sang Utamanyu, dan Sang Weda. Ketiga siswanya diuji melalui tugas yang diberikan oleh Bhagawan Dhomya. Sang Arunika ditugaskan untuk mengerjakan sawah, Sang Utamanyu ditugaskan memelihara lembu dan Sang Weda ditugaskan bekerja di dapur menyiapkan makanan untuk persembahan dan sedekah. Dengan penuh rasa bhakti dan tulus ikhlas ketiga muridnya melaksanakan tugas yang diberikan, maka ketiga muridnya itu mendapatkan anugerah yang luarbiasa dari gurunya. Itulah wujud bhakti seorang siswa kepada gurunya yang digambarkan pula oleh Panca Pandawa yang sebelum berperang melawan Korawa memohon anugerah kepada gurunya, yaitu Bhagawan Drona, sehingga Panca Pandawa memenangkan perang.

KAKAWIN PUTRA SASANA

PUTRA SASANA

1. panghyangning hulun atpadeng kalêngêngan satata ri jöng irang saraswati/ mahyun mràkåta putra úàúana nêhêr têmahakna palàmbanging karas/ wwantên úàstra damêl ni sang parama paóðita wararuci tùtêning hulun/ donyang dadya kênàng sutà pagêha lampahika manuta dharmaningwêka//0//

//Sembah hamba dengan kerendahan hati selalu tertuju pada paduka Dewa Keindahan dalam wujud Dewi Saraswati/hamba (berhasrat) menyusun Putra Sasana dalam bentuk kakawin di atais batu tulis/ Ada ucapan sastra buah karya Pendeta utama Bhagawan Wararuci itulah yang hamba kutip/ Dengan motip agar dipakai pedoman oleh anak-anak untuk dapat hidup berdisiplin sesuai dengan peraturan anak //0//

2. ikang tanaya sàwaknya tuwi yan tan inajar aruhanya ring hayu/ kamùdani yayahnya len liwat asihnya karaóa nika tan muwus riya/ taya pwa pituturnya tandwa tikanang suta manasara sing janà malëh/ sudùryyaúa nikang yayah dadi tekap ni pangawaúani doûaning weka//

//Semasa kanak-kanak tidak mendapat didikan yang baik/ (Disebabkan) bodohnya orang tua dan terlalu memanjakan anak sehingga tidak pernah menasihatinya/ Karena tidak berpengetahuan, kemudian si anak akan berbuat kesalahan-kesalahan, semua orang mencemooh/ Kekeliruan orang tualah mengakibatkan salahnya anak//

2.yaning suta titik titir winarahing rahayu winuruking nayà hita /lêwês muwah agöng isih ni janakanya kaweka tuwi úàstra pàraga/ yatà nêmah akên suúìlaning anak taya manasara sing janà ngalêm/ wawang suyaúaning yayah dadi tekap ni pangawasanikang guóà halêp//

//Anak akan menjadi pandai apabila sering diajar berbudi pekerti yang baik/ Betapa kasih dan berbahagia orang tuanya mempunyai anak sastrawan/ Akhirnya si anak menjadi susila, tidak berbuat kesalahan, semua orang menyanjungnya/ Orang tua juga mendapatkan nama baik, disebabkan kepandaian si anak//

3. tuhun gawayaning sutà nutakêneka gawaya nika sang yayah juga/ ikà muhara harûaning yayah agöng ri gati nika taman salah gawe/ samangkana kumàwruhing matanaya riawak ika saguóanya tan hilang/ tekap ni gatining sutà ngulahakên gawaya guóa sakà wruhing yayah//

//Segala kegiatan si anak harus mencontoh bakat baik orang tua/ Itulah yang menyebabkan senangnya orang tua, karena prilakunya sangat tepat/ Demikianlah (orang tua) patut mendidik anak agar kepandaiannya dapat diwariskan sehingga tidak punah/ Oleh si anaklah yang patut menerima segala pekerjaan dan kepandaian orang tua//

5. hana pwa tanaya ndatan mulah akên gati gati sakinaptyaning yayah/ ndatan wêka ngaranya ring tanaya mangkana tåóa pangaranya tar waneh/ prasiddha tikanang yayahnya humidêp tan awêka saguóanya tan padon/ têkapnya tanayanya nirguóa taman mulah akêni sakarmaning yayah//

//Apabila si anak tidak mau mengikuti nasehat baik yang diharapkan oleh orang tuanya/ Anak yang demikian itu bukan anak namanya, sama dengan tumbuh-tumbuhan, tidak ada bedanya/ Si ayah dapat menganggapnya bukan anak karena bakatnya tidak ada padanya, jadi tidak berguna/ Sangat hinalah si anak bila tidak mengikuti jejak orang tua//

6. apan sahananing janà ngidêp akên suka magêng adikàra tan sipi/ susàdhuni hanaknya hetunika mangkana tana harêping kaduskåtan/ samangkana tikang wwang àngidhêp akên lara satata ya duhka kàsyasih/ kadurjana ikang hanak yata nimitan ika manêmu duhka tar waneh//0//

//Semua orang yang menikmati kebahagiaan dalam hidupnya/ (disebabkan oleh) kebaikan budi pekerti si anak yang tidak pernah mengangan-angankan kejahatan/ Sebaliknya orang akan menderita kesedihan, disebabkan oleh kebejatan si anak yang tiada henti-hentinya membuat duka nestapa/ Kejahatan anaklah yang menyebabkan penderitaan tiada lain//0//

7. doûa kweh katêmù têkap nikang anak yapwan wineh làlana/ salwirning guóa tar wurung ya katêmù yapwan sinung tàdhana/ mangke pweki matanghyaning tanaya yan durúìla sep tàdhanan/ sang kûepanya sihing yayah karaóaning tan làlaneng swàtmaja//

//Banyak dosa akan menimpa diri si anak, bila semua keinginannya dituruti/ Banyak ilmu pengetahuan akan diperoleh bila mendapat didikan tata tertib sedini mungkin/ Terlambatnya mendapat didikan disiplin anak akan tersesat/ Kesimpulannya bila kasih anak jangan membiarkan si anak berlaku semena-mena//

doûà mwang guóaning sute ningêt ingêt de sang mahà paóðita/ yadyan putra suúìla len tang ahajöng têlas kawruhan denira/ yan ring doûa malit guóa dhika hilang tang doûa yan mangkana/ yapwan doûa magöng guóa pwa mademit wyàr tang guóà was hilang//

//Dosa dan kebaikan anak selalu diperhatikan oleh pendeta utama/ Anak yang susila dan buruk semua telah diketahuinya/ Bila lebih kecil dosa dari perbuatan baiknya maka terhapuslah dosa itu/ Apabila dosa itu lebih besar dari perbuatan baiknya, tidak bergunalah kebaikan itu jelas akan hilang//

8. deyà sang paramàrddhikà marahane putrà sêdhêngning rare/ nàhan donya katêmwaning úruti têhêr meman gatinyan tutut/ àpan ring suta yan duwêg wêrê-wêrêh mewêh kasikûànikà/ yan sàmpun matuhà mapeka wuwusên mangkinya mewêh têmên/0//

//Para bijaksana berupaya mendidik anak semasih kecil/ Bertujuan agar si anak menjadi ‘orang ilmuwan’ sebab (anak) sangat mudah menerima pelajaran/ Bila sudah dewasa (tua) sukar mendidiknya/ Lebih-lebih kalau sudah lanjut usia sangat sukar sekali//0//

denyan mangkana sang pinaóðita lanà ngucap akêna warah ring àtmaja/ mangkà putra rumêngwa úabda saúinabda ni yayah ira kàna tùt akên/ yan sàmpun karêngö têkapnya gêgênên gawaya kêna ta denya tan lupa/ byaktekà suka len guóà dika kapangguha têkap ika yan samangkana//

//Oleh karena itu sang pendeta sering mendidik (memberi pengarahan) anaknya/ Agar si anak dapat mematuhi segala petuah yang diajarkan/ Bila telah dicamkan (dihayati) olehnya dan diamalkannya/ Jelas akan berbahagia dan kepandaian didapatnya bila demikian//

9. anwam pweki wayahnya yogya kêtikà lêkasa mangaji haywa tà têpêt/ tan hàroharang manah tuwi taman mangangên-angêna len sakeng aji/ àpan nirmala buddhining úisu tatan hana wiûaya kacitta denika/ àpan yan duwêging wayah katilinging wiûaya malina buddhi cañcala//

//Semasih anak-anak patut segera disekolahkan jangan diabaikan/ Pikirannya masih tenang tidak memikirkan apa-apa selain dari pelajaran/ Karena pikiran anak masih murni belum dihinggapi oleh panca roba/ Bila sudah dewasa selalu dirundung oleh nafsu indriya yang kotor pikiran akan goyah//

10. làwan teki muwah rêngön pitêkêting bapa kêkêsana ring dalêm hati/ hywekà mawiwàda len para lêwês halanika niyatà têmah lara/ towin haywa masiwwa-siwwa mapacêh-pacêhana kalawan paras para/ nghing nityang gawayênya karmma sakinahyunanira sira sang mahà jana//0//

//Dan lagi dengarlah petuah orang tua, camkan baik-baik dalam hati/ Jangan sekali-kali mencela (memfitnah) orang lain akibatnya sangat jelek membuat kedukaan/ Dan jangan melewati batas bersenda gurau kepada siapapun juga/ Selalu tekun bekerja sebagaimana yang diharapkan oleh sang sujana//0//

11. prabhàta wijiling prabhà kara mangêmbanga kêtika ri jöng saraswati/ nirantara têlasnya mangkana têhêr jênêk ri kawicàra ring úruti/ asing úruti taman tame riya tikang tama tamanên ikang prihên têmên/ prasiddha maka don winaúahan ikang bhawa sakala sadà mangun guyu//

//Ketika fajar menyingsing berbaktilah kehadapan Sanghyang Saraswati/ Dibiasakan berlaku demikian, setelah itu barulah mempelajari sruti/ Semua pelajaran sruti yang belum di dapat usahakanlah dipelajaran sampai mahir/ Akibatnya leburlah segala noda badan dan selalu akan berbahagia//

12. nihan kagawayên wawà gati ri sang guru satata ta bhaktya tan saha/ bhaþàra sakaleki panghidhêpanya ri sira satatà gawe suka/ sêkar saha samiddha wìja nguniweh bañu rawupa dulur wasêh suku/ ikang srah akênannya nityasa ri sang guru tuhu-tuhu bhakti lakûaóa//

//Beginilah cara melayani guru, selalu hormat dan dekat padanya/ Anggaplah Beliau sebagai Bhatara berbuatlah agar Beliau selalu senang/ Bunga, kayu bakar, beras, air mandi dan pembasuh kaki/ Itulah dipersembahkan setiap hari, dengan hati yang tulus//

13. yadin hana pakona sang guru tuhun sapangtusa nireki anggapên/ wawang tika lumampahe sapawêkas nira larisakna ndatan wihang/ apan gatin ikang wwang anggêgê lumampah akêni sani deúa sang guru/prasiddha tumêmu subhàgya paramà dhika saha dhana dhanya tar kurang//0//

//Bila ada perintah guru semua itu harus diterima/ Segala perintahnya segera dilaksanakan jangan menolak/ Karena orang yang patuh memangku perintah sang guru/ Akan mendapat kebahagiaan yang tiada taranya dan akan mendapat rezeki yang berlimpah//0//

14. hetunyekang aji kabeh têlas kapangguh/dening janma maharêping guóà dhikàra/sihnì sang guru ya nimittaning samangkà/matangyan guru juga ya sewaka ndatan len//

//Keberhasilan seseorang dalam mempelajari ilmu pengetahuan/

Oleh orang yang mendambakan ilmu pengetahuan/Kasihnya guru yang menyebabkan demikian/Maka seyogyanyalah kita mengabdikan diri kepada guru tiada lain//

15. yapwan pwekang aji huwus samàpta denya/dening göng ni sih ira sang guru yyawaknya/byaktàngde sukani manah widhàtra patnì/tan hopên sukani yayahnya tan pahìngan//

//Apabila semua pelajaran telah ditamatkan olehnya/karena kasih guru kepadanya/Jelas menyebabkan kesenangan Dewi Saraswati/Tak terkatakan betapa senang ayahnya//

16. làwan dùryyaúana tatan gawe têkapta/ndyà pwekang gawaya kênang kwa nojaranya/yeking kàngên angênaning úrutì gêgênya/tàtan màngên-angêna mahyune pirak mas//

//Jangan mengerjakan perbuatan yang onar /Apakah yang patut diperbuat, bila demikian pertanyaannya /Ialah segala yang tercantum dalam Weda Sruti patut dikukuhkan /Jangan mengangan-angankan kekayaan //

17. àpan ring dhana rajatàdi rukma ratna/mangde nglih kinaharêpan têkapnya mewêh/yan sampun katêmu yayan hilang wêkasanya/nàmarmanya ta rahateng dhanàdi dhanya//

//Karena kekayaan berupa uang, emas dan permata/

Bila diharap-harapkan membuat kelelahan dan sukar diperoleh/

Dan kalau sudah didapat akhirnya akan habis hilang/

Oleh karena itu jangan terpukau oleh harta benda//

18. nghing widdhyà dhika dhana yeka kahyuning wang/dening cora tuwi taman hanang bhayanya/tan mengàdhika tarayan maweh sukeng ràt/

marmanyan kinaharêpan têkapku mangke//

//Hanya ilmu pengetahuan kekayaan yang paling utama/

Oleh penjahat sekalipun tidak ada bahayanya/

Pengetahuan tidak akan hilang, selalu membahagiakan dunia/

Maka itu saya sarankan sekarang juga (tuntutlah ilmu)//

19. têkwan saddhya sangati paóðità suwidya/sampat mangkana ta muwah sinaddhya sang wruh/ndan yan sampun ikang aji pralabda sakûat/

byaktekang yaúa wasu wastu mangdulur yya//

//Adapun tujuan sang pendeta adalah menuntut ilmu pengetahuan/

Para sarjana menekuni bidang ilmu pengetahuannya sampai habis/

Bila ilmu pengetahuan telah dapat dikuasai/

Maka yasa yang suci akan datang membuntutinya//

20. nyang widdhyà dhika rumuhun mateki sàddhyàn/dening wwang yan aharêping pirak mas akweh/kàdyànggan sang aharêping wiúeûa kàûþa/

byaktàn siddha têkap ikang kuþàra tìkûóa//

//Ilmu pengetahuan itulah patut didahulukan sebagai tujuan utama/

Oleh masyarakat bila mengharapkan kekayaan/

Sebagaimana orang yang menghendaki kaasteswaryan/

Jelas akan diperoleh, berkat ampuhnya ilmu kutara//

21. nyang lampah rahayu lawan halà kalangwan/dening putra yata muwah rêngên ta mangke/yan mahyun kita ring inak prayatna heng kwan/

tinggal tang gati mahalà hajêng gêgênta//0//

//Pekerjaan baik dan buruk harus dapat dibedakan/Bagi anak inilah yang patut diperhatikan sekarang/Bila anda menginginkan kebahagiaan, hendaknya hati-hatilah berbuat sesuatu/Tinggalkan perbuatan yang jelek, yang baik dipupuk//0//

1. wwantên putra wimùddha têkwan ikanang yayah atiúaya ring guóàdhika/len tang putra widagdha buddhi guóawàn ndan ikang awêka mùddha tan sipi/wwantên teki muwah sùta tiúaya mùddha saka ri janakanya nirguóa/lyan tang putra mahotameng guóa lêwih sakari yayah ikà ti buddhiman//

//Ada anak sangat bodoh, akan tetapi ayahnya sangat pandai/

Lain lagi ada anak sangat pandai, namun ayahnya bodoh/

Ada anak yang dungu karena ayahnya yang dungu/

Ada anak sangat pandai karena ayahnya pandai//

2. nàhan pat gatining sutengêtakêneki kêkêkêkêsane dalêm hati/yekà munggwi kaping rwaning padha lawan wêkasan ika ya tekanang tutên/yapwan mahyuna ring sukirtti niyateka mapuhara katêmwa den ikà/nà ling sanghyang ajì prasiddha pitutur mami ya tika gêgön têmên-têmên//

//Ada empat macam keadaan anak, coba diingat dan pikirkan dalam-dalam/Itu yang nomor dua dan terakhir patut dijadikan teladan/ Bila menghendaki kirti yang berbobot jelas akan tercapai (oleh sang sujana)/ Demikianlah ucapan sastra agama yang dapat saya ajarkan patut dipakai pedoman//

3. lwirning putra têbêng ginarbbhakên I sang ibu sipi-sipi denikàng lare/

mangkin tibra dahat pasungnya lara ring sang ibu duwêgi kodharàcyuta/

wåddhhà mwang tanayan datan maharêping gunaning ibu lumud salah gaway/yekì tan tanayà kåtaghna pangaranya padhanika purìûa tar waneh//

//Betapa penderitaan si ibu sewaktu anak masih dalam kandungan/ Bertambah pula penderitaannya di saat anak itu lahir/ Setelah besar si anak tidak hirau/ Ingkar akan kebaikan ibu malah salah ulah/ Anak yang demikian itu adalah sangat berdosa “Krtaghna” sama dengan kotoran tiada lain//

4. làwan teki hanàng sutà ngånge warah ni yayah ika tatan linakûaóan/

denyan tan sthiti ring hatinya sawêkas wêkasi yayah ikàndatan padon/

àlasyeng guóa tanpa kàrya humênêng tana harêpi katêmwaning úruti/

tan pendah kayu ring úmaúana pamadhar yyawak ika ri gatinya nirgùóa//

//Ada anak hanya mendengarkan nasihat orang tuanya tapi tak melaksanakannya/ Segala petuah orang tuanya tidak meresap dalam hatinya, tak ada gunanya/ Orang yang malas menuntut ilmu, berdiam diri tanpa kerja tidak ingin mempelajari Weda/Orang yang demikian itu tak ubahnya sebagai pepohonan yang tumbuh di kuburan tak ada gunanya//

5. màtanghyan tika salwiring wara warah sang atanaya jugeka gêgwana/

yan sàmpun kagêgö pwa lampahaknànya sarasan ikanang warah riya/

byaktàng tuûþa katêmwa denya ri sêdêngnya gumawayi sapàjaring yayah/àpan tang guru úàúane nulahakên maka phal ri katêmwaning guóa//

//Oleh karena itu semua petuah orang tua patut dipegang teguh/Apabila telah dimengerti laksanakanlah segala perintahnya/ Orang yang taat dan patuh kepada orang tua jelas akan mendapat kebahagiaan/ Karena dengan melaksanakan guru sasana, pahalanya akan mendapat kebahagiaan//

6. yàwat pwekang anak prasiddha maguóà dhika winaya suúìla ring praja/

têkwan wàk pawu ring sabhà halêpa nindita mangucapa mogha tan luput/

sakweh sang sujanà dhikàra padha úàstra wihikan iriyà samangkana/

tàwat prarttananing yayahnya riya siddha maphala madulur yaúàdhikà//

//Bilamana anak cekatan, pandai, berdaya upaya baik, berdisiplin mengabdi pada negara/ Pasih berbicara menghadapi umum tanpa tandingan, semua tutur katanya penuh kebenaran/ Semua para sarjana mengakui akan kebolehannya yang demikian itu/ Maka tercapailah segala cita-cita orang tuanya membuahkan jasa yang berbobot//

7. yan putra pwa nukùla budhi nika yan winarahani yayah nirà ngajì/

ekàjjàna ri siddhyaning guóa wawang taya manêmu wiúesaning guóa/

sakwehning jana mogha bhakti riyawaknya lagi ya pinako nggwaning hajì/byaktà was katêmù yaúà parimite riya nguni-nguni úùdha kànyakà//0//

//Bilamana anak patuh mengikuti pengarahan orang tua ketika menerima pelajaran sastra/ Memusatkan pikiran, anak yang demikian segera akan menjadi pandai dalam segala ilmu/ Semua orang akan hormat kepadanya karena ia gudangnya ilmu/ Jelas akan mendapat jasa yang berbobot dan pasangan hidup gadis suci dan rupawan//0//

1. nàtang wuwus liningakên rêngrênên ta mangke/

dening suputra maharêp wihikàna ngajya/

sangsipta teki rasaning wacanà ti yukti/

nàhan matangnika rasanya sayogya tutên//

//Demikianlah diucapkan oleh sastra agama patut dengarkan sekarang/

Oleh anak yang baik (suputra) yang ingin mendapat pelajaran/

Kesimpulannya ajaran ini adalah sangat benar/

Oleh karena itu semua petuahnya patut diikuti//

2. yeking palàmbang inamêr suta úàúana kya/

donyà sungang hita suúìla haning tanùja/

hetunya yukti rêngênên gawayên sang ahyun/

tàtan pahìngan iki rakwa gênging phalanya//0//

//Karangan ini berjudul suta sasana/Bertujuan agar anak menjadi susila/Maka patut didengarkan dan dilaksanakan oleh orang yang menghendaki kebaikan/ Adapun phahalanya tak ada tandingannya//0//

1. nantên pweki wuwus yogya rasanika gêgön den ikang putra sàdhu/

yan dening putra durúìla ya tilarang úabdà mungwing palambang/

sakweh sang paóðitang rengwa guriti tanakung mrakåta putra dharma/

lampus dening kaúabdanya tuhun apuranên deni sang labda úàstra//0//

//Bagi anak yang sadhu segala petuah ini akan dipatuhi/ Tapi bagi anak yang berwatak jahat jelas akan ingkar akan ucapan sastra agama ini/ Banyak pendeta akan mendengar dan membaca karangan Empu Tanakung yang berjudul putra sasana/ Dengan lapang dada menerima segala kritikan dan mohon maaf pada para sarjana//0//

MRELINA DAN NUNTUN

MRELINA SUMUR DAN NUNTUN IDA BHATARA WISWAKARMA DI SMP NEGERI 4 ABIANSEMAL
Senin, 1Juli 2024, 10.00 witta
 
Sumur merupakan linggih Ida Bhatara Wisnu. Ketika sumur sudah dibuat, pantang untuk ditutup (diurug). Berbagai kejadian tidak enak menimpa masyarakat yang nekat menutup sumur karena berbagai alasan, seperti tidak difungsikannya lagi sumur tersebut mengingat sudah ada PAM, alasan lainnya karena sumur tersebut mengganggu pembuatan gedung/ruangan kelas pada lokasi sumur tersebut. Ada juga yang tidak berani menutup sumur tapi tetap memaksakan membangun di areal yang menyebabkan sumur berada di dalam ruangan rumah. 

Semua alasan tersebut akhirnya menyebabkan pemilik rumah atau lokasi mengalami kesakitan, kesusahan, ditimpa permasalahan yang tiada putus. Setelah ditanyakan pada orang pintar (paranormal-red) barulah diketahui penyebabnya adalah sumur yang ngrubeda, Linggih Bhatara Wisnu diperlakukan dengan tidak sewajarnya.

Oleh sebab itulah bapak I Made Antara, S.Pd sebagai kepala SMP Negeri 4 Abiansemal, mengambil keputusan untuk melakukan  penutupan sumur (ngematiang semer) dilakukan sesuai prosedur yang benar untuk menghindari kesakitan ataupun musibah yang tidak diinginkan agar tidak akan menimpa.

Sumur dibuat melalui upacara dan upakara, jika hendak ditutup tentu harus melalui upacara dan upakara pula. Banten mrelina sumur dipuput oleh seorang walaka/pemangku yang benar-benar memahami hal tersebut, serta menggunakan mantra khusus.

PROSESI MRELINA SUMUR

1. Matur Uning ring Padmasana, pelinggih Dalem Karang dan pelinggih Durgha Maya serta patung Ganesa sebelum sumur ditutup.

2. Prosesi Pecaruan ayam selem. 

3. Memasukkan (dasar/pancer) batu, bata, pengraksa yang dibungkus dengan kain rinajah

Tata caranya sebagai berikut :

Nanceb sanggah surya, munggah Pras daksina. Upakara Caru ayam selem, dan runtutannya bisa diletakkan di depan walaka/pemangku muput. 

Tebasan prelina, nasi kepela  barak 9 kepel, segehan, dupa 9 katih. Malih maruntutan penyeneng, elis, pengulapan, pengruak, pangresikan, prayascita, biokaonan, durmangala, penastan, cecepan, tetabuh arak berem, nasi kojong 2, kwangen, segehan nasi cacah atanding meulam bawang jahe. 

Dane jro mangku/Walaka griya, melaksanakan tata lungguh ngemargiyang pengresikan ke Pelinggih, upakara, kesarana prelina, ke dasar/pancer, ke pecaruan, dan ke semer. 
Setelah pangastawan dilanjutkan ke prosesi pecaruan, setelah itu proses prelina sumur. 

Sarana ngurug semer (mrelina sumur) : dasar/ pancer (batu, bata dan pengraksa yang di bungkus dengan kain rinajah. 
Diletakkan pada sumur yang akan ditutup. Ritatkala ngurug patut tuntun dumun Ida Bhatara Wisnu manut banten penuntun kadi inucap ring sor puniki : serana payuk pere anyar medaging sasat anggen wadah/tempat air 💦🚰 sumurnya. Raris maduluran banten pateh sekadi ring arep, kewanten nenten medaging nasi kojong dan kewangen. 
Tetandingan Banten untuk upacara menimbun sumur sebagaimana disebutkan dalam hal pemanes karang, yang terdiri dari : sebuah daksina 
 
Mantra :
Om Nini Pamali Wates, Kaki Pamali Wates, tan hana jurang pangkung, Aku Ibu Pretiwi, anglebur sakalwiring hala. Om Sudha sih, Kala sih, Dewa Teka purna Om Sa Ba Ta A I, Na Ma Si Wa Ya, Ang Ung Mang, Ang Ah.

Setelah selesai upacara prelina sumur dilanjutkan dengan upacara nuntun Ida Bhatara Siswakarma





Jumat, 28 Juni 2024

Mendidik Dengan Hati

Para Guru SMP Negeri 4 Abiansemal
Mendidik dengan Hati, Mengajar dengan Cinta, Menginspirasi dengan Karya

Pendidikan adalah fondasi masyarakat yang progresif dan berkelanjutan. Proses pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada generasi muda, tetapi juga membentuk karakter, nilai-nilai dan sikap terhadap dunia. Dalam hal ini pendidik memegang peranan yang sangat penting.

Pendidik tidak hanya berperan sebagai guru tetapi juga sebagai inspirasi dan teladan bagi siswanya. Pendidik yang mengajar dengan hati, mengajar dengan cinta, dan memberi inspirasi dalam karyanya mempunyai pengaruh lebih besar dalam membentuk masa depan generasi muda.

Mendidik anak-anak dengan hati adalah suatu keinginan yang perlu mengalir dalam urat nadi kita setiap kali berada di depan kelas. “Mendidik  Dengan Hati”, kata-kata itu sungguh amat susah untuk dilaksanakan walaupun sebenarnya sangat mudah untuk diucapkan. Dan saya yakin semua orang yang menjadi guru punya keinginan untuk mendidik muridnya dengan hati, tapi keinginan itu bagi sebagian guru hanya sebuah harapan yang sulit sekali untuk diwujudkan bahkan mungkin saja bagi sebagian guru bukan hanya sulit tapi mustahil untuk mewujudkan kenginan “mendidik dengan hati” kepada para muridnya.

Mendidik dengan hati adalah mendidik dengan kelembutan dan penuh kasih sayang, yang mana dua hal ini adalah bersumber dari hati. Salah satu cara pengajaran ini adalah dengan memberikan lebih banyak cinta terhadap pekerjaan sebagai pendidik juga kepada anak didiknya. Dengan menyadari bahwa mereka adalah titipan mulia yang harus  diajari dari tidak tahu menjadi tahu, dididik dari tidak baik menjadi baik. Betapa banyak sekarang mereka yang terpaksa atau terjebak menjadi guru hanya sekadar mengajar tanpa mengerti dan mengenal bagaimana mengajar dan mendidik dengan hati dan kelembutan. Tak sedikit guru yang hanya bisa menjadi pengajar yang hebat dan menyampaikan materi pelajaran dengan sempurna tetapi sedikit sekali mereka yang bisa mendidik muridnya menjadi lebih baik. Akibatnya tak sedikit pula guru yang menggunakan kekuasaannya untuk menjadi monster bagi anak didiknya sendiri.


Mengajar dengan sepenuh hati merupakan prinsip dasar yang harus dimiliki oleh semua pendidik. Empati, kepedulian, dan hati yang peduli adalah kunci untuk membangun ikatan emosional yang kuat antara guru dan siswa.

Ketika seorang pendidik mengajar dari hati, ia tidak hanya menyampaikan isi, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Dia berusaha untuk memahami kebutuhan, kelemahan, dan potensi setiap siswa dan membantu mereka tumbuh dan berkembang secara holistik.

Mengajar dengan cinta adalah langkah selanjutnya dalam proses pendidikan yang bermakna. Cinta di sini merujuk pada rasa cinta yang mendalam terhadap proses belajar mengajar dan terhadap siswa itu sendiri; jika seorang guru mencintai pekerjaannya dan siswanya, maka mereka akan mengajar dengan penuh semangat dan dedikasi.

Kecintaannya ini mendorongnya untuk mengeksplorasi metode pengajaran yang inovatif, menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif, dan memberikan perhatian individual kepada setiap siswa. Kecintaan ini juga mengajarkan siswa untuk senang belajar sendiri, sehingga menjadikan mereka pembelajar seumur hidup.

Menginspirasi melalui karya adalah puncak dari pendidikan yang bermakna. Guru yang antusias tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mendorong siswa untuk menerapkannya. Ketika siswa melihat gurunya sebagai teladan yang dapat membuat perbedaan melalui karyanya, mereka akan termotivasi untuk mengikuti jejak itu.

Namun mendidik dengan hati, mengajar dengan cinta, dan menginspirasi melalui karya tidaklah mudah. Pendidik harus memahami secara mendalam kebutuhan dan perkembangan siswa, membina hubungan yang kuat dengan siswa, dan senantiasa mengupayakan perbaikan. Mereka juga perlu memahami pentingnya teknologi dan inovasi dalam proses pendidikan modern dan beradaptasi dengan perkembangan saat ini.

Di tengah globalisasi dan perubahan yang begitu cepat, peran pendidik menjadi semakin penting. Mereka tidak hanya sekadar penjaga ilmu, tetapi juga pembimbing spiritual dalam kehidupan peserta didik. Pendidik yang dapat mengajar dengan hati, mengajar dengan cinta, dan memberikan inspirasi melalui karyanya turut menciptakan generasi yang berdaya saing, beretika, dan peduli terhadap dunianya.


Selasa, 25 Juni 2024

Literasi

Literasi itu bukan cuma baca tulis
Literasi itu ada 3:
1. Mencerahkan
2. Memperkaya wawasan
3. Memberdayakan

Pengertian literasi, apa sih yang dimaksud dengan literasi “literacy”?? Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sesuai dengan tantangan zaman. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Saat ini, istilah Literasi sudah mulai digunakan dalam arti yang lebih luas. Dan sudah merambah pada praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.

Definisi baru dari literasi menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajaran nya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, seperti Literasi media, literasi komputer, literasi sains, literasi sekolah, dan lain sebagainya. Hakikat ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Kesemuanya merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis.

Dan secara etimologis istilah literasi sendiri berasal dari bahasa Latin “literatus” yang dimana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis.
 

Senin, 24 Juni 2024

Banten Saraswati

Banten Saraswati
Banten Saraswati yang lumrah dipergunakan pada Hari Suci Saraswati adalah dalam bentuk Tamas yang kecil mungil dan sederhana. Banten ini biasanya dihaturkan pada lontar-lontar yang ditaruh dalam sebuah ‘Dulang‘. Begitu pula buku-buku bacaan pada hari itu dibantenin atau diupacarai. Tujuan daripada penghormatan ini adalah untuk memohon anugrah-Nya dalam pembawaannya sebagai seorang Dewi yang amat cantik yaitu Dewi Saraswati. Yang menuntun umat-Nya dari kegelapan menuju pada kecemerlangan.



Bahan-bahan Banten Saraswati terdiri dari:

Tamas
Daun Beringin
Jajan Cacalan yang berbentuk Cecak
Ituk-ituk
Bubur Sumsum
Daun Cemara
Pisang, Tebu, Tape Gede
Jajan Uli, Begina
Rerasmen Wadah Celemik
Sampian Sesayut
Penyeneng Cenik
Cara menatanya:

Tamas diisi pisang 2 bulih dan tebu sibakan tugelan. Di tengah-tengahnya diisi tape gede. Disusuni jajan Begina dan jajan Uli.
Di teben diisi dengan Cemara, ituk-ituk diisi daun Beringin yang salah satu daunnya sudah diisi bubur sumsum. Kemudian paling atas adalah jajan Cacalan Saraswati yang berbentuk Cecak. Ditemani pula dengan Segehan Kober.
Setelah itu ada pula Rerasmen, kemudian setelah semuanya lengkap, diisi Penyeneng dan Sampian Sesayut ukuran kecil.

Minggu, 23 Juni 2024

PUPULANING Puja Mantra

PUPULANING PUJA MANTRA
Olih : I Gede Sugata Yadnya Manusia, S.S., M.Pd

Nunas lugra khusus ring parahyangan sakti.
            Ong pakulun bhatara sakti sane malinggih ring kahyangan suci .......................(nama pura), pedek tangkil sinamian undagan lan juru sapuh pakulun bhatara, lan pikalih titiyang ngatur uningan pedek tangkil damuh bhatara .................. saking ...................memanah jagi .................. (sebut asal, nama dan kepentingannya), kenak pakulun bhatara nodya nyaksi sembah pangubhaktin damuh bhatara, yaning sidaning don undagan lan juru sapuh druwe pacang anedha wara nugraha pakulun bhatara, mogya-mogya sakaning paswecan pakulun bhatara damuh bhatara ngemolihan sane keaptiyan lan luput saking tri mala pancamala lan dasamala.
Pelinggih Sanghyang Siwareka
 Ong, Ang Mang Ong, Panca Siwa Mukti saktyem, sarwa jagat pra-bhuta ya namah.
Pelinggih Ida Bhatari Dhurga Manik.
            Ong, Ong Dhurga Manik ya namah.
 Pukulun Ratu Bhatari, ingsun anuwur Bhatari angadeg Bhatari ring palinggih pajenengan Bhatari dena becik, ingsun angaturaken............... (banten yang dihaturkan), akedik aturan ingsun, mageng pinunas ingsun, kenak paduka Bhatari angraksaurip ingsun sekeluargan ingsun kabeh, mangda ingsun tan pati kelancubin dening Sang Bhuta Bhucari, Sang kala Bhucari, Sang Dhurga Bhucari, Sang Pisaca Bhucari, mwang sarwa dengen, sarwa pamali, maya rupa, sarwa waduan Bhatari sami, acep-acepan, bebai, pepasangan, bregik, sekancanin wisya kabeh, apan sampun polih ganjaran suang-suang, asapunika pangubaktin ingsun ring Bhatari.
Yadnya Sesa/banten saiban
            Ong Ang Kang Khasolkaya Isana ya namah swaha.

Mantram lain untuk yadnya sesa
            Om sarwa bhuta preta bhyo namah.

Segehan ring natah pemerajan
Ong Ang Ang Prabhawati sarwa jiwa mrtha ya namah swaha. swasti-swasti sarwa bhuta sukha pradhana ya namah swaha

Segehan ring natah umah.
 Ong Ang dipastra ya namah, swasti-swasti sarwa kala sukha pradhana ya namah.

Segehan ring penunggun karang.
 Ong Ang Ang Prabhawati sarwa jiwa mrtha ya namah swaha, swasti-swasti sarwa Dhurga sukha pradhana ya namah.

Pura Batur.
            Om Sridana Dewika Ramya, Sarwa Rupawan tatha, Sarwa Jnana Maniscaiwa, Sri Sri Dewi Namo stute.
Pura Puseh.
          Om Girimurti Mahawiryam, Mahadewa Pratistha Linggam, Sarwa Dewa Pranamyanam, Sarwa Jagat Pratistanam.
Pura Dalem.
            Om Catur Dewi ya Mahasakti, Catur Asrama Bhatari, Siwa Jagatpati Dewi, Durga Masasira Dewi.
Pura Desa.
         Om Iswarah Sarwa Widyanam, Iswarah Sarwa Bhutanam, Brahmanam Sarwa Dhipatir Brahma, Siwa Astu Sadasiwa.
Pura Segara.
            Om Nagendra Kruna Murtinam, Gajendra Matsya Waktram, Baruna Dewa Masasiram, Sarwa Jagat Suddhatmakam.
Mantram Baruna.
            Om Baruna ya pita purusa ya, Pingga laya babhru maya ya, Musala sula wajra panaye, Pritisana ya tasmai Waruna ya.
Mantram Baruna.
           Om Ang Ung Mang, Sang Hyang Baruna Murti satyam, Sudha nirmala pranayanam, Pralingga Siwa ya namah.
           Om Gangga Sindu Sarayu, Saraswatyam Narmada ya namah, Sadasiwa ya namah, Paramasiwa ya namah,
            Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya.
Mantram Basuki.
            Om Indragiri murti lokam, Nagendra sakti wiryawam, Basuki Dewa murtinam, Sarwa Dewa sama sukham.

Mantram Bhatara Kahyangan.
        Om Indragiri murti dewam, Lokanatha Jagatpati, Murti wiryam Rudra murti, Sarwa Jagat pawitranam.
            Om Indragiri murti ya lokam, Siwa murti Prajapati Brahma Wisnu Maheswaram, Sarwa Jagat Prawaksyanam, Om Surya Dewa Mahadewa.
            Siwa Agni Teja Mayasiwa Durga Kali sira, Dewa Sarwa Wisyantakam, Om Yama Warunas ca, Siwa pasu mregha paksi.
           Sarwa Dewa Siwa Dewa, Guru Dewa Jagatpati, Om Giripati Murtya Dewam, Loka Sakti jagat sriya.
            Brahma Wisnu Maheswaram, Tri Purusa murti dewam.
Mantram Brahma (selatan)
            Om Ang Brahma nama catur mukham, Brahmagni rakta warnanca, Sphatika warna dewata.
Mantram Durga.
            Om Durga murti panca griwam, Kalika wahana dwiyam, Krura rupam aghni jwalam, kala murti Radratmakam.
Mantram Ganapati.
          Om Namostute Ganapate, Sarwa Wighna winasana, Sarwa karyam prasidhyatu, Mama karyam prasidhyatam.
Mantram Gangga.
     Om Apsu Dewa pawitrani, Gangga Dewi namostute, Sarwa klesa winasanam, Toyane parisudhyate.
Mantram Gunung Batukaru.
            Ah Ang Uh Yah Antapreta bhutakala, Dengern bhyo namah swaha, Om Tang Jaya natri namo namah swaha.
Mantram Gunung Mangu.
         Ih Ang Ing Bhupati ya namah swaha, Om Ang Kling Sling Adikala Hyang de bhawa Dewabhyo namah swaha.
Mantram Kala Hyang.
Om pukulun Dewa Hyang Kala Kali, Dewa Kala Sakti, Sang Kala Petak, Sang Kala Abang, Sang Kala Jenar, Sang Kala Ireng, Sang Kala Amanca Warna.
Sang Kala Anggapati, Sang Kala Karogan, Sang Kala Sepetan, Sang Kala Gering, Sang Kala Pati, Sang Kala Sedahan.
Aja sira anyangkala-anyangkali, manusa nira ngastiti Dewa ring Kahyangan, ring pada dharma kahyangan sakti, reh ipun sampun angaturang tadah saji, pada dewa kala puniki ta bhukti nira kabeh, bilih kabela nira.
Om kalabhyo bhokta ya namah, Om ksama sampurna ya namah, Om Ang Sarwa Kala ksama swamam ya namah swaha.
Mantram Lempuyang Luhur (tirta tiying)
            Om Ung Triyo dasa saksya namah swaha, Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ang Ung Mang.
            Mang Ung Ang Ang Ung Mang, Om hrang hring sah Tri Purusa Narendra nama, Om Ang Geng Gnijaya namah.
Mantram Lempuyang Madya (telaga sawang)
            Om Ang dipastra ya namah, Om Ing Indra Dewa taya namah swaha, Mang Ung Ang Ang Ung Mang.
            Om hrang hring sah Tri Purusa Narendra namah, Om Ung Manik jati ya namah swaha.
Mantram Lempuyang Madya (tirtha milir)
            Ang Ang Ang Prabhawati sarwa jiwa, Mrtha ya namah swaha, Om Ang Dewa Dewi Maha siddhi sarwa karya, siddha tuwi siddha ya.
            Dirgahayu namah swaha, Mang Ung Ang Ang Ung Mang, Om hrang hring sah Tri Purusa Narendra namah, Om Ang Agnijaya wijaya jagat pati ya namah.
Mantram Padmasana Lingga.
            Om Mang Ung Lingga Jnana, sarwa Surya jagat pradhata, suksma suci nirmala, suddha wiryam natha siddhi ya namah, sarwa phala masuktyam Siwa, Krsna surya siddhyam namo namah.
Mantram Pasupati.
            Om Namaste Bhagawan Wisnu, Namaste Bhagawan Hare, Namaste Bhagawan Krsna, Jagat raksa namostute.
Mantram Pempatan Agung.
          Ang Ung Mang Om Anantabhoga bhyo namah swaha, Om catur detya Hyang Dewa Bhutakala, Lingga Bhuwana murtiya namah swaha.
Mantra Prapati Setra.
            Om Sri Laksmi Dewi namo namah swaha, Om Ang Prajapati ya sresthah, Swatma dipatyo namah swaha.
Mantram Pura Dalem Balinkang
            Om Ang Ah Sarwa Wisnu amrtha ya namah swaha, Om Hyang Yama Dipati, Hyang pitra pradipati ya pratistha ya namah swaha, Ung Ang Mang, Ung Candraditya widhya, Patni ya namo namah swaha.
Mantram Pura Melanting/pengulun pasar.
            Om Ung Dewa suksma, Parama Sakti ya namo namah swaha, Om Ung Giripati ya sukla dewi, sing kling tiksna ya namah swaha, Ing Ang swabhawa dewi sukla dewi, Maha sakti ya namah.
Mantram Pura Sakenan.
            Om Ung Prajapati ya namah, Om Mang Mataya namah, Om Tang Prapitaya namah, Om Ing Prapitaya namah, Om Mang Mataya namah, Om Ing Paramataya namah, Om Ang Ung Mang manik gumawang krsna warna, sagara wisesa ya namah swaha.
Mantram Rapat
Om Sam gacchadwam sam wadadwam, sam we manomsi jiwatam, dewa lohagan yatra purwe, sam janan upasate.
Om samani wa akuteh samana hadaya, wah samanam astu, we namo yatha susaha sati, Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah.
Mantram Rapat (selesai)
Om anugraha manohara, dewa datta nugrahakam, arcanam sarwa pujanam, namah sarwa nugrahakam.
Om ksama swamam jagat natha, sarwa papa hitangkarah, sarwa karya siddham dehi, pranamya suryeswaram.
Mantram segehan depan kori agung/jabaan.
            Om Ung Reng tat saha yaksendriya sakti, dipati jenar merana ya namo namah swaha
Mantram segehan di natah pemerajan.
            Om Ang dipastra ya namah, swasthi swasthi sarwa sukla pradhana ya namah.
Mantram segehan penunggun karang.
            Om Ang Ang prabhawati sarwa jiwa mertha ya namah swaha, swasthi swasthi sarwa sukla pradhana ya namah.
Mantram Taksu.
            Om Ang Ah Mahadewi Jagatpati ya namo namah swaha, Om Ung Prajapati ya namah, Om Mang mata ya namah. Om Tang Prapita ya namah, Om Ing Prapita ya namah, Om Mang Mata ya namah, Om Ing Paramata ya namah
           
Yan sira memantra, iki linggihang rumuhun:

1. Bhatara Guru, bonkoling lidah, madyaning lidah.
2. Bhatari Bagawati, pucuking lidah
3. Kalika joti srana, bongkoling lidah
4. Sang Hyang Kedep, madyaning lidah
5. Sang Hyang Sidhi, pucuking lidah
6. Sang Hyang Mandi, Sang Hyang tri mandi ring cipta
7. Sang Hyang mandi wisesa, bayunta
8. Sang Hyang sarpa mandi, ring sabda
9. Mandi saparaning wuwus….!!!

Iki Pengater Mantra
Ma : Ong ang ung, teka ater 3x, ang ah, teka mandi 3x, ang.

Iki Pengurip Mantra
Ma : Ang urip ung urip mang urip, teka urip 3x, bayu urip sabda urip idep urip, teka urip 3x, jeneng.

Iki Surya Kembar
Ma : Ong netranku kadi surya kembar, asing galang teka ulap, asing meleng teka ulap, asing mapas teka ulap, teka ulap 3x, buta teka ulap, dewa betara teka ulap, jadma manusa teka ulap, ong desti leak ulap.

Iki Pangurip Mantra
(saluwiring mantra wenang) Ma: Ong betare indra turun saking suargan, angater puja mantranku, mantranku sakti, singpasanganku teka pangan, rumasuk ring jadma menusa, jeneng betara pasupati. Ong ater pujanku, kedep sidi mandi mantranku, pome.

Iki Pasupati
Ma : Ong sangiang pasupati sakti wisesa angempu wisesa, mewali wastu mantranku ngarep, prekosa aeng angker wastu mantra menadi pasupati, sastra mantra mahasaktyem, ping siyu yuta angker ping siyu sakti,
Ong wastu tastasku, Ong ping siyu yuta, Ong Ang Mang swaha, Ong 3x, Ang 3x, Ong 3x.

Pangijeng dewek 
Ma : Ih. Cai anggapati, marep ring wuri, ang swaranya, kuning tadah sajinira. Cai mrajapati, marep ring kiwa, ang swaranya, ireng tadah sajinira. Cai banaspati, marep ring tengen, om swaranya, abang tadah sajinira. Cai banaspatiraja, marep ring arep, om swaranya, petak tadah sajinira. Yen ana musuhku dursila ring bli hade bahanga, empu bli apang melah, poma 3x

Kamis, 20 Juni 2024

Bayuh Kala Tattwa

Di dalam cerita MURWAKALA (Kala Tattwa) 
Kala= Waktu
Tattwa= Kebenaran
Kebenaran tentang waktu

Dalam ajaran agama Hindu, Kala (Devanagari: कल) adalah putera Dewa Siwa yang bergi dewa penguasa waktu (kata kala berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya waktu). Dewa Kala sering disimbolkan sebagai rakshasa yang berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang Dewa. Dalam filsafat Hindu, Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma. Apabila sudah waktunya seseorang meninggalkan dunia fana, maka pada saat itu pula Kala akan datang menjemputnya. Jika ada yang bersikeras ingin hidup lama dengan kemauan sendiri, maka ia akan dibinasakan oleh Kala. Maka dari itu, wajah Kala sangat menakutkan, bersifat memaksa semua orang

Kepala Kala dari Candi Jago.
Kālá selain berarti waktu juga berarti hitam, bentuk feminimnya adalah Kālī. Dalam satuan waktu tradisional Hindu, satu kala adalah 144 detik.

Disebutkan beliau Batara Siwa bermasa Batari Batari Giriputri pergi bertamasya melihat-lihat keindahan samudra. Setibanya diatas samudra, Batara Siwa dikuasai nafsu asmara lalu beliau bermaksud melakukan hubungan seks dengan Hyang Giriputri. Namun kehendak Batara Siwa tersebut ditolak oleh Hyang Giriputri, karena beliau teringat akan kedudukan sebagai para Hyang. Hal tersebut membuat Hyang Siwa sangat murka, lalu beliau bersabda : "Duhai junjunganku janganlah seperti itu, karena tiada dapat ditahan nafsu kakanda ini, maka jika tiada diperkenankan membuat kanda merasa tiada bahagia". 

Pada akhirnya beliau berdua saling bersikap perkasa, maka sebelum pada batas waktunya nafsu Hyang Siwa, lalu keluar air mani beliau yang kemudian jatuh ke samudra. Selanjutnya Hyang Siwa kembali ke sorga bersama Hyang Giriputri. Tiada disebutkan lagi perihal Batara Siwa dengan Batari Giriputri, kini disebutkan Beliau Hyang Brahma dan Hyang Wisnu yang melihat air mani tersebut, terlihat pula keadaan air samudra yang ombaknya bergerumuh membumbung tinggi. Selanjutnya kedua Beliau itu melakukan Yoga Semadi yang kemudian air mani (kama) itu segera berwujud raksasa yang sangat besar dan mengerikan rupanya, membuat Hyang Brahma dan Hyang Wisnu segera melarikan diri. 

Tiada diceritakan tentang kemana kepergiannya Hyang Brahma dan Hyang Wisnu, disebutkan si Raksasan berkeinginan mengetahui ayah dan ibunya yang kemudian laut menjadi kosong. Dipandang ke timur kosong, ke utara kosong, ke bawah kosong dan ke atas kosong. Kemudian si raksasan menjerit bagaikan suara singa, sehingga lautan bergetar serta semua surga keseluruhannya goyah kekiri dan kekanan. Membuat para Dewata Nawasangha pada keluar yang kemudian terlihat oleh beliau-beliau itu. Raksasa yang berwajah mengerikan, menjerit bagai suara singa memekakkan telinga membuat para Batara Dewata Nawasangha sangat murka yang segera menyambut dengan anak panah dan mengeroyok si Raksasa. Namun si raksasa merasa gentar kemudian ia berucap : "Ah ah aku merasa bahagia dapat bertemu, jangan kalian menyerang aku, aku meminta yang benar."

Dijawab oleh para Dewata : "Ah ah janganlah engkau banyak bicara, karena engkau raksasa angkara murka tiada urung engkau akan terbunuh". Kemudian terjadilah peperangan yang pada akhirnya para Dewata merasa terdesak kemudian mereka melarikan diri dan datang ketempatnya Batara Siwa. Dengan serempak Beliau-beliau itu datang dan menghaturkan sembah : "Mohon ampun junjunganku, ada musuh paduka yang datang ke tempat kedudukan paduka, kedatangannya membuat kehancuran Sorgaloka. Seluruh putra paduka hamba ini tiada dapat menghalanginya. Jika paduka tiada berkenan keluar untuk menghalangi seluruh surga ini akan hancur lebur". 

Hyang Siwa bersabda : "Ah, Uh, Ah, Mah, janganlah kalian merasa ragu, kini aku akan keluar dan kemudian bertemu dengan si Raksasa, lalu beliau bersabda : "Hai engkau Raksasa besar, engkau berdosa yang sangat besar, kini tiada urung engkau akan kubunuh". Si Raksana menjawab : "Segeralah kini engkau keluar". Maka terjadilah peperangan yang bukan main dahsyatnya saling terjang, saling tikam. Namun pada akhirnya Hyang Siwa segera melarikan diri, karena si Raksasa tidak dapat ditundukkan dengan senjata Bajra. Itulah yang menyebabkan Batara Siwa dikejar dalam keadaan melarikan diri itu, tubuh beliau menggigil lalu bersembunyi disuatu tempat yang sangat jauh. Namun pada akhirnya Hyang Siwa kembali dan kemudian Beliau bersabda :" Hai engkau Raksasa, apa kesalahan Sang Caturlokapala sehingga engkau menyerang para Dewata Surgaloka. 

Si Raksasa segera menjawab :"Aku bukan bermaksud berperang, aku hanya ingin bertanya kepada mereka sebab aku tiada mengetahui siapa ayah dan ibuku". "Jika begitu potong terlebih dahulu taringmu yang disebelah kanan yang merupakan jalan untuk bertemu dengan ayah dan ibumu. Aku tiada berbohong kepadamu, kini ada anugerahku kepadamu : Jah, Tas, Mat mudah-mudahan engkau mendapat kesempurnaan, engkau perwujudan semua yang bergerak dan engkau selaku penguasanya. Bermaksud engkau membunuhnya atau bermaksud menghidupkannya, engkau yang mempunyai wewenang itu, karena engkau adalah putraku dan ibumu adalah Batari Uma". Demikianlah sabda Hyang Siwa. Adapun sabdanya Batari Uma :"Duhai putraku ada anugerahku kepada putraku, namun jangan meremehkan, masuklah engkau ke Desa Pakraman tinggallah di Pura Dalem dan Durga namamu, dimana mana itu disebabkan oleh ibumu Hyang Batari bernama Batari Durga. Ayahmu Batara Siwa memberikan nama Batara Kala pada saat taringmu dipotong. Itulah namamu yang berkedudukan sebagai dewanya watak Kala, Durga Pisaca, Wil, Danuja, Kingkara Raksasa dan berbagai bentuk penyakit dan hama, segala macam racun yang sangat ampuh. Namun di Desa engkau wajar mengatur segala yang dimangsa. Jika aku berkedudukan di Dalem, maka gelarku Batari Durga Dewi, karena aku yang menganugerahkan kepadamu. Itulah sebabnya aku bernama Durga Dewi. Engkau dipinggir dan namamu Kalika. Jika di Bale Agung maka namamu Jutisrama. Jak Tas Mat, mudah-mudahan akan dapat mencapai kesempurnaan pikiran". 

Kesimpulannya
Terjadinya perselisihan antara Dewa Siwa dengan anaknya yang bernama Bhatara Kala, karena Bhatara Kala di lahirkan atas menetesnya air mani Bhatara Siwa dilautan yang disebut dengan hari kama salah yaitu hari Jumat wuku wayang. Yang mana Yeh dan Toya di cemari oleh Bhatara Kala sehingga menjadi Kotor dan peristiwa ini di ketahuai ke esokan harinya oleh Dewa Siwa sehingga di hari Saniscara Wuku Wayang Dewa Siwa mengolah ( menyuling ) Yeh dan Toya yang Kotor menjadi Tirta dan Tirta hasil dari Penyulingan melalui Memutar manadara Giri di Buana Agung melahirkan Amertha dan Amertha dalam Wujut Tirta di Guanakan sebagai Pengeruatan Malaning Jagat ( sapuh leger ).

Ketika Hari Kelahiran baik Kelahiran buana alit ( manusia ) kelahiran buana agung ( pujawali ) yang bertepatan dengan Sukra Wuku Wayang maka solusinya Mengahdirkan Sulinggih yang Meraga Siwa untuk merubah Yeh dan Toya yang kotor menjadi Tirta karena seorang Sulinggih telah memutar Mandara Giri di Buana Alit sehingga bisa Mekarya Tirta , dan tirta yang di hasilkan oleh Seorang Sulinggih meraga Siwa bisa di manfaakan untuk kepentingan Upacara , karena Upacara kelahiran tidak bisa di tiadakan walau dalam keadaan apapun , kecuali upacara Madewasa( berencana ) baru bisa di batalkan.
Jika tidak bisa menghadirkan Sulinggih ( nuhur) karena terbentur Biaya, maka Nunas Tirta Jangkep ke Griya dan Jro Mangku di mintakan untuk Nganteb.


Selasa, 18 Juni 2024

Pengimbasan Bahasa Revitalisasi Bahasa Bali Provinsi Bali di Badung

Pengimbasan bahasa Bali atau sosialiasi penggunaan bahasa daerah Bali pada guru dan sekolah menjadi tahapan penting dalam upaya pelestarian bahasa Bali. Sosialisasi itu berupa ajakan kepada guru dan siswa untuk menggunakan bahasa Bali dalam sejumlah kesempatan.

Kepala Bidang SMP Bapak Agus Satwika mengatakan pengimbasan yang dilakukan guru ahli berupa berkomunikasi dengan bahasa Bali, nyurat aksara Bali di atas lontar, puisi dan lagu bahasa Bali atau apapun yang didalamnya bisa menerapkan bahasa Bali. Hal itu sebagai upaya agar bahasa Bali bisa kembali akrab digunakan dalam kehidupan sehari hari.

Adanya pengimbasan bahasa Bali sejak sekolah dasar, diharapkan bisa mendongkrak minat siswa berbahasa Bali.

 

Senin, 17 Juni 2024

Tamu India ke SMP Negeri 4 Abiansemal

SMP Negeri 4 Abiansemal Kembali Kedatangan Tamu Dari India


Warga Sekolah SMP Negeri 4 Abiansemal yang bersemangat menyambut kehadiran tamu dari India yang kedua kalinya untuk memperkaya pengalaman kebudayaan para siswa. Tamu istimewa yang datang dari Jerman ini diundang dalam rangka program Kebinekaan yang diadakan oleh sekolah.


Kepala Sekolah I Made Antara, S.Pd menyatakan, "Kedatangan tamu dari luar negeri merupakan momen berharga bagi sekolah SMP Negeri 4 Abiansemal. Ini adalah kesempatan langka bagi siswa untuk mendapatkan pandangan langsung tentang keberagaman dunia, memperluas wawasan mereka, dan merangkul nilai-nilai inklusivitas, sesuai dengan moto sekolah yang berwawasan global 🌎🌍🌏"

Selama masa kunjungan di SMP Negeri 4 Abiansemal, para pelajar Eddterra Scoole India terlibat dalam serangkaian kegiatan yang dirancang khusus untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Aktivitas tersebut meliputi tari penyambutan tari pendet, puspanjali, jaran teji, janger dan motivasi belajar serta informasi pendidikan di SMP Negeri 4 Abiansemal, sesi tanya jawab, dan interaksi kelompok yang melibatkan siswa-siswi.

Semoga kunjungan tamu dari luar negeri ini dapat menjadi momen berharga bagi siswa SMP Negeri 4 Abiansemal dan memberikan kontribusi positif dalam upaya sekolah untuk menciptakan lingkungan yang berwawasan global, berbudaya, beragam dan inklusif.


Selamat datang, tamu dari India 🇮🇳!


Juara Lomba Lukis

Lomba Lukis antar-Pelajar SMP di SMANAB



Tangan-tangan lembut itu mampu menari dengan bebas dan imajinatif di atas kain kanvas. Goresan sensil dan cat pewarna mampu menghasilkan karya yang indah dan kreatif bagi anak-anak muda pada jamannya.

Itulah gambaran dalam Lomba Lukis Tingkat SMP yang diselenggarakan di SMA Negeri 1 Abiansemal, Kabupaten Badung dalam rangka lomba seni tingkat SMP se-Sarbagita Pose SMANAB Cup II Tahun 2024, Selasa, 
11 Juni 2024. 

Kegiatan yang baru pertama diadakan ini mampu menarik perhatian bagi para peserta dari SMP, alumni, dan warga sekolah yang turut menonton lomba tersebut.

Setidaknya ada beberapa SMP yang mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti lomba lukis. Dengan didampingi guru pembina masing-masing anak-anak tersebut mampu mengembangkan minat dan bakatnya dalam seni lukis.

Putu Arkananta Putra, peserta lomba dari SMPN 4 Abiansemal mengaku bahwa awalnya ia merasa gugup dan takut mengikuti kegiatan tersebut. Namun, berkat bimbingan guru dan tekadnya untuk terus maju ia mampu melawati hal tersebut.

“Kesan saya awalnya gugup takut tidak bisa mendapatkan hasil terbaik tapi astungkara mendapatkan juara pertama,” ujar Putra.

Akhirnya, dari hasil lomba Putu Arkananta Putra, SMPN 4 Abiansemal sebagai juara 1, juara 2 Gusti Ayu Mutiara Cinta Pratiwi dari SMPN 1 Mengwi dan sebagai juara 3 diraih oleh Putu Ramaniya Widya Santa dari SMPN 4 Abiansemal. Perlombaan ini diselenggarakan untuk mengembangkan minat dan bakat para siswa siswi SMP, khususnya dalam bidang seni rupa. 

I Nyoman Suarnata, S.Sn selaku guru pembina lomba lukis menuturkan bahwa kegiatan lomba lukis antar SMP sudah berjalan dengan baik sesuai apa yang diharapkan. Menurutnya, lomba ini bisa lebih menjalin silaturahmi serta memperkenalkan karakteristik budaya seni rupa yang ada di SMAN 1 Abiansemal.

“Antusias siswa cukup baik, dan kedepannya untuk bisa kita kembangkan dan diwadahi lagi dalam suatu kegiatan karya seni rupa yang lebih besar lagi,” tuturnya. 

Peserta Metatah

Daftar Peserta Matatah, Menek Kelih, dan Mepetik Bersama Tgl 14 Juli 2024:

1. I putu Dian panca pangestu (Metatah) 
2. Kadek Ageng putri tirta manik mas (Metatah) 
3. Komang Nariani (Jungjungan, Metatah) 
4. Ketut Nariasih (Singaraja, Metatah) 
5. Luh Putu Arini (Singaraja, Metatah) 
6. .... 
7. ... 
8. ... 
9. ... 
10. ... 
11. ... 
12. ... 
13. ... 
14. ... 
15. ... 
16. ... 
17. ... 
18. ... 
19. ... 
20. ... 
21. ... 
22. dstrnya

Minggu, 16 Juni 2024

UAS STUDI KEPANDITAAN

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
TAHUN AJARAN 2023/2024
Oleh :
Ni Nyoman Gandu Ningsih
(Ida Sinuhun Siwa Putri Pramadaksa Manuaba) 

MATA KULIAH : STUDI KEPANDITAAN
JURUSAN : TEOLOGI
PROGRAM STUDI : TEOLOGI HINDU
FAKULTAS : BRAHMA WIDYA
SEMESTER : VI (ENAM) PAGI/SORE
TEMPAT UJIAN : KAMPUS DENPASAR/BANGLI
DOSEM : Dr. I MADE DWITAYASA, S.Ag., M.Fil.

1. Guna menjadi Sulinggih yang profesional memerlukan persiapan baik lahir maupun bhatin. Coba saudara jelaskan hal tersebut !

JAWABAN
Sulinggih dituntut keteguhan menjalankan dharmaning kawikon dan sasana kawikon, serta menerapkan dasadharma kapanditaan. Sulinggih yang melanggar sesananya, akan berakibat fatal ( asing angelung sasana angewetaken sanghara bhumi). Dalam Tutur Kasuksman, sulinggih adalah paragan (perwujudan) Sang Hyang Dharma. Beliau lambang kebenaran dan beliaulah penegak dharma di dunia. Beliau membawa tongkat (teteken) sebagai lambang dhandastra (senjata dewa Brahma). Juga sebagai simbol ketuaan dalam arti telah meninggalkan kehidupan grhasta yang penuh dengan dinamika duniawi.

Sulinggih menjadikan diri beliau sebagai sandaran umat untuk bertanya tentang kerohanian, tuntunan rohani, petunjuk, dan muput karya yadnya atas permintaan masyarakat (menurut sesana kawikon, wiku tidak boleh meminta untuk muput karya, kalau tidak diminta). 

Sesuai fungsi tersebut, sulinggih (wiku) dituntut profesional sebagai wiku pradnyan. Paham tentang weda, puja, japa, mantra, stuti dan stawa, tutur, indik, wariga, sastrawan dan mungkin mistis. Memahami weda sruti, smerti, upanisad, dharmasastra, itihasa, purana, darsana, dan lain-lain.

2. Seorang Pandita sebagai rohaniawan Hindu wajib memiliki pengetahuan tentang agama, mengapa demikian? jelaskan!

JAWABAN
Sebagai rohaniawan agama Hindu, seorang pandita wajib memiliki pengetahuan tentang agama karena pinandita meyakinkan bahwa konsep dasar beragama sangat memegang peranan. Di antara konsep dasar beragama itu adalah Satyam (Kebenaran), Dharma (Kebijakan), Seva (Pelayanan), Santih (Kedamaian), Ahimsa (Tanpa kekerasan), dan Prema (Cinta-kasih).

Sehingga pandita mampu menyampaikan misi keagamaan dalam ajaran Hindu seperti nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Misalnya, etika hidup, moralitas, mewujudkan kesejahteraan dunia (Jagadhita), pembebasan jiwa dari belenggu maya (Duniawi), dan untuk mencapai kedamaian abadi (Moksa)

3. Jelaskan tugas dan kewajiban seorang Sulinggih!

JAWABAN
Tugas utama sulinggih adalah ‘muput’ upacara yadnya. Beliau adalah satu-satunya pihak yang berhak membuat ‘tirta pamuput’ - air suci yang sangat penting dalam menyempurnakan dan menutup (muput) suatu upakara. Di sinilah letak tugas suci utama yang beliau terima dari Hyang Pramakawi.

Selain bertugas memimpin upacara agama, beliau juga punya kuasa mengajar. Oleh karena itu Griya (rumah tinggal sulinggih) selalu menjadi tempat bertanya. Umat sisia selalu datang ‘nangkil ka Griya’ untuk menanyakan hari baik untuk mengerjakan suatu upacara; atau bisa juga menanyakan ‘unggah-ungguh’ suatu upacara. Jadi, seorang sulinggih, selain ahli agama, pastilah seorang ahli pawukon (ilmu perhitungan hari baik atau buruk). 

Namun, walaupun memiliki kuasa mengajar agama, seorang sulinggih tidak mengajarkan agama dalam upacara yadnya karena dalam tradisi Hindu darta wacana (homili) tidak menjadi bagian dari upacara agama. Karena posisinya yang suci, seorang sulinggih pun tidak mengajar sekolah umum karena guru di sekolah umum adalah pekerjaan kaum walaka.

4. Menurut pendapat saudara, perlukah seorang Sulinggih memiliki media sosial seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya?

JAWABAN
Sulinggih atau orang suci dalam agama Hindu di era teknologi digital perlu memiliki medsos dan diharapkan dapat memanfaatkan media sosial dengan bijak. Media sosial hendaknya dimanfaatkan untuk kepentingan Dharma, sejalan dengan kewajiban seorang sulinggih sebagai surya atau sumber pencerahan umat.

5. Menurut saudara, Sulinggih yang bagaimana disebut profesional dalam bidang keagamaan?

JAWABAN
Sulinggih Profesional adalah seorang sulinggih yang mempunyai keahlian, pengetahuan, dan keterampilan dalam bidang keagamaan (agama Hindu) yang telah diakui oleh masyarakat dan diatur oleh organisasi atau lembaga yang kompeten dalam hal ini PHDI. Sulinggih yang profesional biasanya memiliki tanggung jawab etika dan standar kinerja sebagai seorang sulinggih yang tinggi dalam melaksanakan sesana dan tugas serta fungsi sebagai sulinggih.

UAS Genap

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI
I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
FAKULTAS BRAHMA WIDYA
Rektorat : Jl. Ratna No. 51 Denpasar, Telp./Fax. (0361) 226656 Kode POS 80237

Jl. Nusantara Kubu Bangli Telp. (0366) 93788
Jl. Kenyeri Gang Sekar Kemuda No. 2 Denpasar Telp./Fax.(0361) 228665 DENPASAR - BALI


UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS ) GENAP
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
Oleh : Ni Nyoman Ganduningsih
(Ida Sinuhun Siwa Putri Pramadaksa Manuaba) 

         Jurusan : Teologi
         Program Studi : Teologi Hindu
         Jenjang/Semester : S-1 / VI / Dps B
         Mata Kuliah : Nitisastra
         Hari/Tanggal : Rabu, 19 Juni 2024.
         Waktu : 10.00 – 11.40 Wita
         Dosen : Drs. I Made Wika, M.Fil.H.
         
S O A L.
1. Nitisastra dikenal dengan ajaran tentang kepemimpinanya yang berorientasi kepada ajaran agama Hindu.Jelaskan secara etimologi apa yang dimaksud dengan Nitisastra, Siapa sajakah yang disebut dengan pemimpin itu ?

JAWABAN
Menurut kamus sansekerta susunan AA Macdonel! Niti berarti kebijaksanaan duniawi wordly wisdom) etika sosial politik, niti juga berarti menuntun. Sastra diartikan doa juga berarti pujaan (praise). Dalam kamus jawa kuna susunan mordi warsito, Niti berarti kelakuan, pedoman hidup, kesopanan siasat negara (kebijakan) politik, ilmu tata negara, sedangkan sastra berarti kitab pelajaran atau ilmu pengetahuan.

Pandangan DR. Rajendra Mishra pengetahuan Niti Sastra adalah upadesa karya yaitu karya sastra yang bersifat mendidik, memimpin atau membimbing. Nitisastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti berasal dari kata ni + ktin menjadi nitih. Niyate anaya iti nitih. berarti dibimbing ,dipimpin,dituntun sedangkan sastra berarti ilmu pengetahuan. Artinya dengan ilmu pengetahuan orang dibimbing, dipimpin, dituntun kearah kebijaksanaan dunia, kejalan kebenaran, dituntun kearah cinta bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan pengertian etimologis diatas maka pengertian Niti Sastra dapat diperluas lagi menjadi ilmu yang bertujuan untuk membangun suatu negara baik dari segi tata negaranya, tata pemerintahan dan tata kemasyarakatan (dhanna negara).

Sedangkan yang disebut pemimpin adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi maupun keluarga. Dalam Kakawin Nitisastra V.1, disebutkan sebagai berikut:

Takitakining sewaka guna widya,
Smarawisaya rwang puluh ing ayusya,
Tengah i tuwuh sanwacana gegenta,
Patilaring atmeng tanu paguroken.

Terjemahan:
Bersiap sedialah selalu mengabdi pada ilmu pengetahuan yang berguna. Hal yang menyangkut asmara barulah di perbolehkan setelah umur dua puluh tahun. Setelah berusia setengah umur menjadi penasehatlah pegangannya. Setelah itu hanya memikirkan lepasnya atma yang menjadi perhatian.

Maka dari itu keseimbangan individu dengan bekal ilmu pengetahuan yang tinggi merupakan Mutiara Nitisastra utama untuk menjadikan seseorang sebagai pemimpin panutan, yaitu rajarsi. Kitab Dandaniti menyebutkan bahwa seorang pemimpin hendaklah seorang yang disebut “rajarsi“. Sebagai puncak pimpinan pemerintahan haruslah bijaksana dan virtous. Cirinya sebagai berikut:

1. Memiliki kontrol diri, mampu menolak godaan yang datangnya dari indria duniawi;
2. Memupuk kecerdasan intelektual dan mengadakan asosiasi dengan orang yang lebih tua (pangelingsir, senior);
3. Senantiasa membuat mata terjaga melalui intelijen (mata-mata: spies):
4. Selalu aktif mempromosikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat (welfare of the people);
5. Memastikan ketaatan masyarakat terhadap ajaran dharma melalui penegakan aturan dan memberikan contoh;
6. Senantiasa mengupayakandisiplin diri dengan mempelajari berbagai cabang ilmu pengatahuan; dan
7. Mengabdikan diri kepada masyarakat dengan niat sungguh-sungguh mensejahterakan masyarakat.

2. Jelaskan historis lahirnya Nitisastra sebagai ilmu tentang kepemimpinan!

JAWABAN
Nitisastra itu dikarang kira-kira pada akhir zaman Majapahit dalam bahasa Jawa Kuno dengan bentuk syair seperti kebiasaan dalam zaman Jawa-Hindu itu pula.


3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan pembangunan ?

JAWABAN
Menurut Alexander, pembangunan adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Sedangkan menurut Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.

Sedangkan prinsip dalam membangun sehingga pembangunan tersebut bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun untuk orang banyak !

JAWABAN
Prinsip dalam membangun adalah terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan seperti berikut ini:

a). Berkelanjutan dalam bidang Ekonomi

Prinsip pembangunan berkelanjutan dari segi ekonomi mampu memberikan peningkatan keterampilan pekerja yang lebih meningkatkan daya saing. Dengan peningkatan daya saing, diharapkan masyakarat bisa mendapatkan pekerjaan layak dan bisa mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Selain itu, mampu menunjang pembuatan infrastruktur dasar seperti properti, sistem air dan sejenisnya pada infrastruktur informasi.

b). Berkelanjutan dalam bidang Energi

Pemakaian energi harus dilakukan lebih hemat demi pembangunan berkelanjutan. Ada beberapa metode yang bisa Anda lakukan untuk menghemat energi seperti berikut ini:

- Menggunakan energi yang bisa diperbarui lebih maksimal.

- Hemat penggunaan sumber energi yang tersedia.

- Memprioritaskan pembangunan transportasi massal.

c). Berkelanjutan dalam bidang Ekologi

Prinsip selanjutnya adalah ekologi. Ekologi merupakan lingkungan yang terus dilestarikan selama melaksanakan berkelanjutan. Agar pelestarian lingkungan bisa dilakukan secara maksimal, ada beberapa hal yang bisa dilakukan seperti memastikan ada ruang terbuka hijau, membuat sistem transportasi dan bangunan bisa terintegrasi dengan baik.

4. Berkelanjutan dalam bidang Engagement atau Peran Serta

Pembangunan berkelanjutan wajib dilakukan dengan partisipasi masyarakat luas dan pemerintah harus bisa memberikan fasilitas. Masyarakat harus berperan aktif dalam proses pembangunan berkelanjutan. Pemerintah juga bisa menjadi fasilitator pemberdayaan masyarakat dan mampu menampung aspirasi masyarakat.

5. Berkelanjutan dalam bidang Equity atau Pemerataan

Pemerataan menjadi target utama dari pembangunan berkelanjutan. Dengan pembangunan tersebut diharapkan mampu membuat kesenjangan ekonomi mengecil. Selain itu, dengan memegang prinsip pemerataan, semua anggota masyarakat bisa mendapatkan kesempatan yang seimbang.

4. Sebagai pemimpin yang baik hendaknya memiliki sifat yang mencerminkan ajaran asta brata. Sebutkan nama ajaran asta brata tersebut !

JAWABAN
Asta Brata artinya delapan ajaran utama tentang kepemimpinan yg merupakan petunjuk Sri Rama kepada Bharata (adiknya) yg akan dinobatkan menjadi raja Ayodya. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat dari alam semesta yg patut dijadikan pedoman bagi setiap Pemimpin yaitu :

1. INDRA BRATA: seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap tindakannya membawa kesejukan dan penuh kewibawaan.
2. YAMA BRATA: seorang pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama yaitu berani menegakan keadilan menurut hukum atau peraturan yg berlaku demi mengayomi masyarakat.
3. SURYA BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti Matahari (surya) yg mampu memberikan semangat dan kekuatan pada kehidupan yg penuh dinamika dan sebagai sumber energi.
4. CANDRA BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yg berada dalam kegelapan/kebodohan dg menampilkan wajah yg penuh kesejukan dan penuh simpati shg masyarakatnya merasa tenteram dan hidup nyaman.
5. VAYU BRATA: seorang pemimpin hendaknya ibarat angin (Maruta), senantiasa berada ditengah-tengah masyarakatnya, memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah untuk mengenal denyut kehidupan masyarakat yg dipimpinnya.
6. BHUMI BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi yaitu teguh, menjadi landasan berpijak dan memberi segala yg dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya.
7. VARUNA BRATA: seorang pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki wawasan yg luas, mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan.
8. AGNI BRATA: seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip dan menindak/menghanguskan yg bersalah tanpa pilih kasih.

5. Apakah yang dimaksud dengan insan pembangunan ?

JAWABAN
Insan pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya yang meliputi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. 

Insan pembangunan dapat dipandang dengan pendekatan berbasis kebutuhan ataupun pendekatan kapabilitas Sen. Tingkat keberhasilan insan pembangunan ditinjau dari kemampuan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahannya sendiri. Salah satu metode pengukurannya menggunakan Indeks Pembangunan Manusia. Pembangunan positif memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Dan apakah yang harus diutamakan olen insan pembangunan dalam melaksanakan pembangunan tersebut ?

JAWABAN
Prinsip utama insan pembangunan adalah kesetaraan gender dalam pemberian kebebasan yang bermartabat dan bernilai penting. Sementara komponen pembentuk insan pembangunan meliputi produktivitas, pemerataan, keberlanjutan dan pemberdayaan.

Sabtu, 15 Juni 2024

Pawintenan Bersama

Pawintenan Dasa Guna dan Saraswati Bersama


Bongkasa, Rangsilangit Express - Misi memudahkan dan membantu meringankan umat Hindu terus berkelanjutan dilaksanakan Griya Agung Bangkasa, Jalan Tangsub No. 4, Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung-Bali. Setelah sebelumnya sukses melaksanakan Upacara Bayuh Tampel Bolong, Bayuh Sapuleger, Warak Kruron, Ngelangkir Bersama, kini dirancang untuk melaksanakan Pawintenan Dasa Guna dan Pawintenan Saraswati Bersama. Acara yang tak beorientasi keuntungan karena dilandasi ngayah ini, juga ditangani Koperasi Maha Daksha Sandi bersama Yayasan Widya Daksha Dharma di Sekretariat Prama Daksa Manuaba. 


Ida Sinuhun Siwa Putri Pramadaksa Manuaba (Griya Agung Bangkasa), menjelaskan, tujuan upacara bersama ini adalah membantu meringankan umat, baik dari segi waktu dan biaya, agar bisa segera lebih fokus dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai umat Hindu.

Dengan upacara bersama semuanya akan lebih mudah karena ditangani dengan landasan sama sama ngayah, dan punianya tidak memberatkan pamilet (mereka yang mawinten).

Ida Sinuhun Siwa Putri Pramadaksa Manuaba berharap peluang ini dimanfaatkan oleh umat yang berkeinginan untuk mawinten. Bagi yang ingin mengikuti upacara, diharapkan berkoordinasi dengan Jro Mangku Gede Tu Baba sebagai penyanggra Griya Agung Bangkasa di nomor WA 081-936-287-277.

Pawintenan dilaksanakan nanti pada;
Hari / Tanggal : Rabu, 26 Juni 2024 
                            Buda Cemeng Kelawu

Tempat             : Pura Panataran Merajan Agung
                            Dalem Tangsub
                            (Griya Agung Bangkasa) 

Waktu               : Pukul 18.00 s/d selesai