Jumat, 09 Agustus 2024

Penjelasan Tentang Patung di IKN

Istana, Rumah Batman dan Lemahnya Literasi

Seperti biasa di Indonesia, setiap hal baru apalagi besar maka kontroversial menjadi menu utamanya. Jagat medsos beberapa hari ini dipenuhi saling hujat dan saling  bela soal rumah Garuda hasil rancangan seniman kelas dunia I Nyoman Nuarta di IKN. Kontroversi makin keras menjelang perayaan proklamasi HUT RI ke 79 yang rencananya di Istana Nusantara di IKN.
Bahkan sekelas mantan rekan saya di DPR RI yaitu  Roy Suryo pun menarasikan dengan penuh mencibir mahakarya ini. Di dunia medsos ada yang menyebutkan Rumah Kelelawar, Rumah Batman hingga rumah hantu.
Tetapi  banyak juga yang memuji dengan men-share bagaimana indahnya ketika senja di Istana IKN. Pro kontra adalah ciri khas Indonesia.
Terlepas dari hal itu, saya mencoba menambah bahan refleksi tentang keberadaan patung kepak sayap Garuda yang menjadi latar icon istana karya anak bangsa tersebut dari pemahaman yang ada. Semoga bermanfaat 

1. Soal tampilan patung Garuda yang berwarna gelap sehingga lebih cocok sprti kelelawar saat ini. Proses patina....warna gelap memang dari produk bajanya yang memang diawal tampilannya begitu dan nanti oleh alam akan berproses hingga akhirnya akan berwarna agak biru kehijauan setelah beberapa puluh tahun. Itu menjadikan kekuatan sekaligus minim perawatan karena alam yang merawat dan menyempurnakan lewat proses oksidasi. Di Indonesia bisa melihat karya seniman yang sama di patung Jalesveva Jaya Mahe di markas TNI AL atau proses patung GWK yang sekarang sudah mulai terlihat warna warna kehijauannya walau belum sepenuhnya. Kalau yang sudah jadi bisa melihat kondisi karya Patung Liberty di Amerika.
Jika saat ini patungnya di IKN masih gelap ya karena semua memerlukan sentuhan alam untuk menyempurnakannya. Jadi IKN merupakan hasil mahakarya manusia dan alam. Luar biasa pemikirannya.

2. Desainnya tidak kelihatan Kepala Garudanya sehingga tidak jelas dan sulit dicerna orang awam. Nah kalau ini penjelasannya merupakan pilihan aliran yang dipilih. Ada yang aliran realisme surealisme ada juga yang menyukai abstrak atau siluet. Perdebatan tidak akan selesai karena sejatinya semua aliran memiliki makna filosofis dari yang memanjakan mata untuk langsung menyimpulkan sampai dengan memacu mata untuk mengajak alam pikir dan rasa ikut memahaminya tentang apa yang terlihat. Bagi yang tertarik dengan alam pikir dan rasa lebih maksimal maka siluet menjadi lebih menarik. Bagi yang tidak suka maka desain begini dianggap ribet dan salah imajinasi. Begitu juga jarak ideal melihat sebuah karya seni menentukan pesan yang disampaikan.
Jika melihat Garuda yang seperti lambang negara sebenarnya sudah ada di depan bangunan Istana. Dari lapangan terlihat dengan jelas dan berwibawa. Mungkin agar tidak menumpuk bentuk yang sama maka pilihan latar dibuat siluet dan yang otentik ada di depan. Entahlah Karena Saya tidak ikut berunding memutuskan saat itu 😄😁

3. Soal ibukota dikaitkan dengan urusan ekonomi..ini perdebatan panjang yang tidak berkesudahan. Tetapi yang pasti wilayah sekitar IKN sudah berkembang pesat dimana bisa dilihat dari nilai jual tanah disana yang terus naik tinggi padahal ibukota belum pindah. Biasanya makin maju daerahnya maka tanah sekitarnya makin mahal. Itu cara sederhana mengukur pertumbuhan ekonomi. Itu parameter sederhana secara awam. Tidak ada daerah makin strategis harga makin murah. Tentu masih ada parameter lainnya. 

4. Berbuat karya yang besar dan strategis itu memang tidak mudah ditengah mayoritas rakyat yang masih masuk klasifikasi literasi paling rendah di dunia. Tetapi paling tidak berkaca pada Istanbul ke Ankara di Turki, Amalty ke Astana yang kini bernama Nursultan di Kazhakstan, Kuala lumpur ke Putrajaya di Malaysia, Yangon ke Naypiedew di Myanmar,  Karachi ke Islamabad di Pakistan, Lagos ke Abuja di Nigeria, bahkan Brasil dari Salvador ke Rio de Janeiro lalu pindah lagi ke Brasilia, New York ke Washington di Amerika, dan lainnya. 
Perdebatan tetap perdebatan tetapi peradaban setiap bangsa dan negara harus terus mampu terbangun dengan mahakarya setiap masa anak bangsanya. Banyak alasan yang mendasari perpindahan ada yang berhasil ada yang tidak. Semua itu tergantung konsep dan strategi pemilihan lokasinya. 

5. Sesuatu karya yang besar memerlukan semangat keberanian dan modal yang besar. Sejarah Indonesia dulu membangun GBK dan Monas begitu kontroversi di era Soekarno tetapi saat ini menjadi icon kebanggaan bangsa. Dulu Soekarno dihujat tetapi saat ini cucu para penghujatnya menikmati mahakarya tersebut. Begitulah perjalanan setiap mahakarya yang ada.

6. Tetap kritisi IKN agar mahakarya itu makin sempurna dan membanggakan. Jangan mencaci maki untuk tujuan mematikan atau sekadar menyalurkan hasrat kebencian. Karena tidak ada mahakarya makin sempurna dengan kebencian tetapi makin sempurna dengan kritikan. Dan perlu diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia, IKN itu payung hukumnya Undang-undang dan disahkan oleh DPR dan Pemerintah. Di DPR semua fraksi menyetujui sehingga jika ada politisi yang menentangnya saat ini adalah perbuatan tercela karena punya kewenangan di DPR kenapa tidak saat itu dilakukan penolakan.

7. Mari kita bangun dan besarkan minat membaca menambah pengetahuan dengan daya literasi yang lebih sebelum melakukan caci maki. 

#DahGituAja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar