Sabtu, 10 Agustus 2024

Eda Ngaden Awak Bisa

Fungsi, Makna dan Nilai Pupuh Eda Ngaden Awak Bisa Dalam Kehidupan
Pupuh Ginada Karya Ki Dalang Tangsub
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Sebagai orang Bali, pasti sudah tak asing lagi dengan kalimat “Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin.” Terjemahannya "jangan menganggap diri bisa, biar orang lain menilai. Kalimat ini adalah bait pertama dan kedua dari lagu berbahasa Bali, termasuk pupuh ginada untuk sekar alit, pengantar tidur anak-anak. 

Namun, jika hanya dimaknai sebagian saja, nilai dalam dua bait tersebut, bisa berpengaruh kurang baik, misalnya banyak anak-anak yang tak mau menonjolkan dirinya karena takut dikatakan sombong. Dalam masyarakat sering terderngar upacan “kapan majunya (orang Bali) kalau selalu mengaku tidak bisa,” atau “ini sebabnya kita selalu kalah dibanding yang lain, karena tidak pernah mau menonjolkan kemampuan yang dimiliki, meski bisa diandalkan.”

Tidak sedikit dari kalangan muda menggugat pernyataan ini. 

Tetapi apakah demikian? ..... 
Jika kita mengacu pada cara pandang yang lebih tinggi, menyangkut kehidupan itu sendiri bukan korelasinya dengan penghidupan, maka kita akan menemukan gambaran yang lebih jernih tentang prinsip “Eda ngaden awak bisa” ini. Di dalam Yoga, prinsip ini sangat tinggi, bahkan bisa mcmungkinkan yang tertinggi. Hanya ketika seseorang yang telah matang pengetahuannya dan sangat luas pengalamannya yang mampu memahami teks di atas. Teks tersebut tidak semata-mata memiliki makna moral. Lebih daripada itu adalah masalah eksistensi manusia itu sendiri dihadapan alam semesta.

Hindu memiliki dua cara pandang terhadap kehidupan ini, pertama secara positif dan kedua secara negatif. Di sini pengertian positif bukan berarti pasti baik dan negatif secara otomatis buruk. Setelah memasuki struktur kehidupan yang kompleks, seseorang biasanya menyimpulkan semua itu dan dari kesimpulan itu mereka bertindak dan menjalani kehidupannya. Upanisad misalnya memberikan pandangan bahwa setiap orang harus berjuang secara terus- menerus di dalam hidupnya sehingga terakhir mukti bisa dicapai. Ketika orang merasa bahwa hidup ini hanyalah sebuah penderitaan, maka dia akan segera mencarikan solusi dan bertindak sesuai dengan itu. Cara pandang ini disebut positif.

Sementara itu, upanisad juga memberikan kesempatan untuk melihat dunia ini dengan cara menegasikan semuanya. Aku bukanlah ini, bukan itu, apapun bukan, Apapun yang hendak dituju pada akhirnya tidak akan pernah menemukan hasil yang sejati, apapun yang dilakukan pada akhirnya akan sia-sia. Sehingga orang ini akan melihat kesia-siaan dimana-mana. Tidak ada lagi harapan. Jadi orang ini memiliki pandangan yang negatif dengan jalan menegasikan semua kehidupan. Orang ini pula memahami bahwa hidup adalah penderitaan. Tetapi, orang ini tidak menanggapi penderitaan tersebut secara positif dengan secara langsung menghadirkan solusi, melainkan menegasikan semua bahwa akhirnya apapun yang dilakukan atas penderitaan tersebut tidak akan menghilangkan penderitaan tersebut, tetapi justru akan menambah derita.

Orang ini menegasi penderitaan tersebut. Jika dia melihat bahwa hidup ini adalah penderitaan, maka apapun yang berhubungan dengan tindakan dari kehidupan juga merupakan sebuah penderitaan. Maka, untuk menghilangkan penderitaan tersebut bukan dengan jalan melakukan tindakan, melainkan sebaliknya, menyetop semua tindakan. Mengapa demikian? Tindakan bertalian erat dengan kehidupan sehingga dengan sendirinya tindakan akan melahirkan penderitaan. Hanya ketika kita menegasi semua tindakan, penderitaan itu akan kehilangan akar.

Coba saja perhatikan sekeliling, setiap orang dalam hidupnya senantiasa berupaya untuk menyelesaikan masalahnya dengan melakukan banyak hal. Seperti misalnya, orang yang miskin harus kerja keras supaya bisa kaya, orang yang sakit pergi ke dokter berobat supaya sehat, dan yang lainnya. Lalu apakah kemudian masalah mereka selesai? Apakah setelah kaya mereka akan tidak lagi menghadapi masalah? Apakah dengan sehat dari sakitnya orang itu tidak lagi bermasalah? Hidup secara terus-menerus dipenuhi oleh masalah, apakah kepada mereka yang miskin, yang kaya, yang sehat maupun yang sakit. Bahkan kematian pun merupakan masalah manusia yang hampir tidak pernah bisa diselesaikan. Tindakan apa yang bisa dilakukan untuk itu? Hanya ketika kita menegasi semua itu, atau menurut Jiddu Krishnamurti, ketika seseorang masuk ke dalam struktur masalah itu, semua masalah akan kehilangan akarnya.

Dalam konteks ini, pupuh ginada di atas akan memiliki arti yang signifikan. Teks di atas bukan dimaksudkan untuk mereka yang baru belajar, yang baru meniti tangga di awal, melainkan kepada mereka yang telah final menjalani kehidupan atau mereka yang telah berada pada ujung akhir tangga. Hanya ketika mereka menyadari bahwa hidup adalah masalah, atau hidup sama dengan masalah, yang akan mengerti konteks “eda ngaden awak bisa” tersebut. Orang yang terlahir dari “eda ngaden awak bisa” bukanlah pemalas, melainkan mereka yang menjalani kehidupan dengan spontanitas dan penuh perayaan. Mereka menyadari bahwa hidup penuh kesia-siaan, dan dari pengertian tersebut, merek bekerja bukan untuk tujuan apapun selain dari perayaan itu sendiri. Seperti mawar, bunganya mekar hanya untuk menyemarakkan taman dengan bau harumnya, spontanitas.

Kalau diartikan lebih luas, makna yang terdapat di bait-bait tersebut, bahwa kita tidak boleh arogan/sombong ketika tahu sesuatu, ini sering digunakan oleh masyarakat Bali khususnya, sebagai acuan mereka dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari. Sekali lagi, kita tidak bisa melihatnya secara sepotong-sepotong. Lagu ini harus dimaknai secara utuh dari seluruh bait yang ada. Bait lengkapnya adalah sebagai berikut:

Eda ngaden awak bisa
Depang anake ngadanin
Geginane buka nyampat
Anak sai tumbuh luu
Ilang luu buka katah
Yadin ririh liu nu peplajahan

Terjemahannya :

"Jangan mengira dirimu sudah pintar
Biarlah orang lain yang menilai diri kita/menyebutnya demikian
Ibarat sedang menyapu
Sampah akan muncul terus menerus
Kalau sampah habis, masih banyak debu
Biarpun kamu sudah pintar, masih banyak yang harus dipelajari"

Lagu ini terkesan begitu polos, lugu, apa adanya, namun penuh makna. Dari setiap baitnya mengandung makna :

1. Jangan sombong, mengatakan diri pintar, diri baik, serba tahu dan seterusnya, juga hindari memuji diri sendiri. Orang lainlah yang menilai dan mengatakan bukan diri anda.

2. Belajar ataupun tindakan baik apapun yang kita lakukan harus terus menerus. Ibarat orang menyapu, tidak cukup hanya dilakukan sekali saja.

3. Tidak ada manusia yang sempurna. Seseorang mungkin pintar dalam ilmu lain.

Kesimpulannya:
Fungsi Pupuh Ginada Eda Ngaden Awak Bisa terhadap kehidupan masyarakat meliputi fungsi moralitas (etika),fungsi pendidikan, fungsi estetika, dan fungsi sosial budaya. Fungsimoral (etika) dapat dilihat atau tercermin dari tiap –tiap lirik lagu (tembang) pada Pupuh Ginada Eda Ngaden Awak Bisa yang mengandung nilai-nilai moral (etika) tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Fungsi pendidikan dapat dilihat dari metode pendidikan melajah sambilang magending (belajar sambil bernyanyi).

Makna Pupuh Ginada Eda Ngaden Awak Bisa dalam kehidupan masyarakat adalah membimbing masyarakat agar tidak bertindak sombong dan puas diri walaupun sudah memiliki suatu ilmu, dan kita diajarkan untuk belajar terus menerus karena ilmu pengetahuan itu terus berkembang.

Nilai Etika Komunikasi yang terkandung dalam Pupuh Ginada Eda Ngaden Awak Bisa yaitu memberikan pendidikan karakter tentang tata krama rendah hati, tidak boleh sombong, tidak boleh merasa diri superatau pintar, biarkanlah orang lain yang memberi penilaian. Artinya, penilaian orang lain akan lebih objektif daripada penilaian diri sendiri. 

Jadi Pupuh Ginada Eda Ngaden Awak Bisa Pinaka Prananing Kauripan! 

#tubaba@griyangbang//edangadenawakbisa#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar