Kamis, 09 Mei 2024

Segitiga Kesadaran

Segitiga Kesadaran Ingsun-Kawulo-Abdi.
Manusia diciptakan Tuhan dengan tiga identitas sekaligus dalam dirinya. Pertama Diri Ingsun sebagai identitas kekuatan/khalifatullah, kedua Diri Kawulo sebagai identitas kelemahan/insanudhoifan dan ketiga Diri Abdi sebagai identitas kehambaan/Abdullah. Segitiga Kesadaran inilah yang seyogyanya selalu dihidup-seimbangkan menggunakan ra(h)sa pada kedalaman hati, sepanjang menempuh jalan mengemban amanah yang dibebankan oleh Tuhannya, agar senantiasa bisa berjalan dengan seimbang, menuju hakikat diri yang sejatinya karib, rapat tanpa sekat, serasa dibersamai Tuhan, Dzat Yang Maha Dekat.

Kesadaran Ingsun.

Adalah kesadaran akan diri “Aku”. 
Aku adalah realitas manusia yang dikehendaki Tuhan untuk mengemban amanah khalifah. Aku manusia yang khalifah. 
Aku pemimpin dan panglima bagi diri dan alam semesta. 
Aku yang telah sadar bahwa telah diberi keistimewaan akal budi dan hati, free will sebuah kecerdasan dan kemampuan memilih akan baik atau buruk, sebuah potensi intelegensia dan batiniyah yang Tuhan titipkan guna mencipta kelola alam semesta agar senantiasa indah sesuai amanah. Kesadaran Aku akan memadat menjadi rasa penuh harap, rasa syukur dan rasa percaya diri.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran ingsun ini insan umat manusia dapat memahami nilai-nilai untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Profesionalisme yaitu mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas serta bersedia bekerja dengan hati. Serta Perilaku Utama Kesempurnaan yaitu melakukan perbaikan terus menerus dan mengembangkan inovasi dan kreativitas. Selaras dengan nilai-nilai Kompeten dan Adaptif.

Kesadaran Kawulo/Kulo.

Adalah kesadaran akan diri “Saya”. Saya adalah realitas bersifat manusiawi yang juga dikehendaki Tuhan. Bahwa manusia ditakdirkan sebagai kumpulan unsur-unsur kelemahan dan keterbatasan. Saya manusia yang khilaf. Saya pelupa, alpa dan khilaf. Saya yang telah sadar bahwa diri membawa potensi manusiawi yang serba kekurangan, terbatas dan tidak sempurna. Kesadaran saya yang tak bisa berdiri sendiri, selalu tergantung, butuh bantuan dan perlu bersinergi dengan semua di luar diri untuk memenuhi amanah, menjalani tugas fungsi yang telah Tuhan beban-titahkan. Kesadaran Saya akan memadat menjadi rasa khawatir, rasa tawaduk dan rasa kerendahhatian.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran kawulo ini selanjutnya insan manusia dapat memahami nilai-nilai untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Sinergi yaitu memiliki sangka baik, saling percaya, saling menghormati dan menemukan/melaksanakan solusi terbaik. Serta Perilaku Utama Pelayanan yaitu bersedia melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan dan bersikap proaktif/cepat tanggap. Selaras dengan nilai-nilai Harmonis, Kolaboratif dan Berorientasi Pelayanan.

Kesadaran Abdi.

Adalah kesadaran akan diri “Hamba”. Hamba adalah realitas kesadaran manusia bahwa Tuhan yang secara sengaja menghendaki bahwa manusia ditakdirkan menjadi ada sebagai penegasan hubungan kausalitas Yang Disembah dan yang menyembah, Sang Pencipta dan yang dicipta, Sang Pengatur dan yang diatur. Hamba manusia yang sadar bahwa diri tidak diciptakan secara tak sengaja, tak mungkin sia-sia Tuhan mengatur agar hamba mengabdi kepadaNya sesuai amanah tanggung jawab, selalu waspada agar menjauhi laranganNya dan taat runduk-tunduk turut pada tata tuntunanNya. Kesadaran Hamba akan memadat menjadi ketaatan, rasa penuh kepatuhan, rasa penuh keikhlasan, rasa istikomah dan rasa penuh cinta kepada Yang Disembah.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran abdi ini selanjutnya insan manusia dapat memahami nilai-nilai untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Integritas yaitu bersikap jujur, tulus, dapat dipercaya dan menjaga martabat dengan tidak melakukan hal-hal tercela. Selaras dengan nilai-nilai Akuntabel dan Loyal.

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi.

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi adalah seperti bandul pendulum yang harus dengan sadar digerakkan secara bijak dan pandai. Pandai itu tahu presisi dengan tepat, bijaksana itu tahu dengan arif, dimana menentukan titik koordinat “diri” akan tempat dan waktu;

1. Kapan “Aku” yang percaya diri harus tampil ke depan?

2. Kapan “Saya” dengan penuh rendah hati bersedia bergerak dalam sunyi, bekerja tak banyak kata, sedia bergiat tak terlihat, sedia bersinergi agar tetap terjaga suasana harmoni dan damai?

3. Kapan “Hamba” dengan sepenuh ikhlas, taat, patuh serta sepenuh cinta memenuhi tanggung jawab penyembahan kepada Tuhan?

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi adalah keniscayaan yang menjadi kunci bagi terciptanya nilai-nilai utama. Jika hanya ke-aku-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi angkuh, penuh ego dan sombong tak terkira. Jika hanya ke-saya-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi lemah, merasa diri rendah, gelisah, ragu melangkah bahkan untuk sebuah kebaikan paling sederhana. Jika hanya ke-hamba-an saja yang dikembangkan, maka terbuka kemungkinan jalan penghambaan itu kebablasan sehingga pemenuhan atas fitrah duniawi-manusiawi yang terbengkalai, atau terjadi sebaliknya ketika sifat pribadi yang patuh itu ternyata palsu penuh pamrih pada keuntungan duniawi belaka, bukan lagi murni demi pencapaian ukhrowi, apalagi demi Cinta/Mahabah semata menuju Tuhan yang disembah.

Dari sini patutlah dapat dipakai tiga ukuran keseimbangan ini terutama agar dapat “terbaca” menjadi neraca-takaran (waspada), untuk menilai khususnya diri sendiri (eling). Bukan sama sekali untuk menilai- nilai rapor kesalahan orang lain.

Tentu saja ini tak semudah membalik telapak tangan, karena sebagaimana sebuah proses panjang, penanaman akar berupa kesadaran akan nilai-nilai hingga terbentuk karakter utama, pengulangan demi pengulangan perlu dilakukan dengan sesungguh kesabaran. Ada satu siklus dengan tiga langkah sederhana. Pertama melakukan pembersihkan diri dari segala sifat, tingkah laku/perbuatan buruk. Kedua menghiasi diri dengan segala sifat sifat, tingkah laku/perbuatan yang baik. Ketiga mengamalkan/menerapkan sifat, tingkah laku/perbuatan yang baik tersebut kedalam kehidupan sehari-hari.

Dengan bekal kesadaran bersama, untuk terus bersama-sama berbuat baik, tolong-menolong, bekerjasama, maka dengan sendirinya terkreasi suatu keadaan kemuliaan bersama (adiluhung) demi mencapai tujuan bersama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar