Pahala Berbakti Pada Ibu, Ayah dan Guru (Nabe)
Imam lokam matrbhaktya
Pitribhaktya tu madhya-mam
Gurucicrusaya twewam
Brahma lokam samasnute
(Manawa Dharmasastra 11.233)
Maksudnya: Dengan berbakti pada ibu memeroleh kebahagiaan duniawi di bumi ini, dengan berbakti pada ayah memeroleh kebahagiaan rohani di dunia tengah. Dengan berbakti pada guru/nabe rohaninya akan mencapai Brahman.
Hidup tertib dan teratur di dunia ini sebagai salah satu syarat untuk mewujudkan kebahagiaan lahir batin. Pertama, berbakti pada ibu. Imam lokam matrbhaktya artinya mereka yang sungguh-sungguh berbakti pada ibunya dengan mengabdikan diri pada ibunya, kebahagiaan hidup di dunia ini atau mencapai jagathita sebagai pahalanya. Secara nyata, ibulah atau deha mata yang melahirkan kita. Dalam Nitisastra VIII.3 menyatakan, sang ametwaken, sang maweh bhinojana. Artinya yang melahirkan dan yang memberikan anak itu. Maka itulah swadharma atau kodratnya ibu. Meskipun di balik itu ada peran ayah. Swami Satya Narayana menyatakan, sesungguhnya manusia penghuni bumi ini memiliki lima ibu yaitu Deha Mata, Dewa Mata, Weda Mata, Bumi Mata dan Desa Mata.
Manusia yang berupaya mendapatkan kehidupan bahagia sekala dan niskala. Apalagi Canakya Nitisastra XII. 11 menyatakan satya mata yang artinya kebenaran itu adalah ibuku. Dari Ibulah anak mendapatkan arahan kebenaran dan kejujuran yang sejati. Dalam hidup ini kebenaran dan kejujuranlah sebagai dasar yang paling awal yang wajib kita jadikan landasan dalam menapaki hidup ini. Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan, manah satyena suddhyanti. Artinya pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran (satya). Apa itu kebenaran dan kejujuran? Kebenaran/kejujuran menurut Hindu adalah langkah yang berada di jalan Tuhan. Berpikir, berkata dan berprilaku selalu berada di jalan Tuhan. Jalan Tuhan itu ada pada Weda yang juga disebut sebagai Weda Mata atau Weda sebagai Ibu.
Wedalah yang melahirkan berbagai tuntunan hidup dalam menapaki hidup ini. Di samping itu, bumi ini wajib kita hormati sebagai ibu. Karena ibu pertiwi ini juga disebut sebagai Bhumi Mata yang artinya bumi sebagai ibu. Dari bumi inilah kita mendapatkan berbagai hal untuk menyelenggarakan hidup ini. Membangun hidup bahagia sekala niskala di bumi atau di Bhur Loka itu sebagai modal untuk menuju kehidupan bahagia di Bhuwah Loka. Seperti mendapatkan kebahagiaan fisik material.
Sebagai istri, wanita kedudukannya sejajar dengan suaminya. Tetapi menurut Manawa Dharmasastra 11.145, wanita dalam kedudukannya sebagai ibu seribu kali lebih terhormat dari suaminya Karena ibulah sebagai pemberi landasan awal berupa kebenaran dan kejujuran sebagai dasar menjalani kehidupan ini.
Kedua, berbakti pada ayah. Pitribhaktya ina hyamam. Artinya berbal dengan mengabdi pada ayah akan memeroleh pahal hidup bahagia di Bhuwah Loka atau dunia tengah. Yang dimaksud dunia tengah ini adalah dunia kebhagiaan berupa kecerdasan dan mampu tampil bijaksana. Karena Canakya Ni sastra XII. 11 menyatakan pita jnyana artinya ilmu pengetahuan suci (jnyana) adalah sebagai ayah. Kebahagiaan fisik materi seperti hidup sehat, segar bugar, cukup sandang, pangan dan papan kalau tidak cerdas dan bijak menatanya dapat menjerumuskan menjadi orang yang arogan karena merasa hebat dan kaya.
Tetapi kalau bahagia fisik material itu mampu tampil cerdas dan bijak tentunya akan mejadi lebih sempurna. Karena arogansi kekayaan tergolong salah satu dari enam bahaya domestik yang tergolong penyakit sosial. Karena itu hormat, berbakti dan mengabdi pada ayah sesungguhn adalah prilaku yang menjadikan ilmu pengetahu suci (jnyana) sebagai media menata hidup. Menurut Manawa Dharmasastra V.109, buddhir jnyanena suddhyah. Artinya: buddhi atau hati nurani disucikan dengan ilmu pengetahuan suci (jnyana). Fungsi manah adalah menganalisa sedangkan budhilah yang mengambil keputusan.
Ilmu pengetahuan suci sebagai ayah itulah yang dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan kebahagiaan duniawi menjadi lebih bernilai. Inilah yang disebut memperoleh kebahagiaan di dunia tengah atau madhyamam di Bhuwah Loka. Dengan ilmu pengetahuan suci itu berbagai realita kehidupan dapat diubah untuk diarahkan pada realita yang semakin baik mewujudkan tujuan hidup mencapai dharma, artha, kama dan moksha sebagaimana dinyatakan dalam Brahma Purana 45.228.
Ketiga, berbakti pada guru. Guru cucrusaya twewam Brahma lokam samasnute. Mengapa guru disebut guru. Menurut Swami Satya Narayana karena guru itu fungsinya ada dua yaitu guna tita dan rupa varjita. Bhagawad Gita XIV.25 menyatakan, guna tita yang artinya orang yang telah berhasil menguasai Tri Gunanya. Wrehaspati Tatwa 21 menyatakan bahwa kalau guna sattwam dan guna rajas seimbang menguasai pikiran (citta) maka guna sattwam menyebabkan manusia itu berniat baik dan guna rajas menyebabkan manusia berbuat baik. Dengan berniat dan berbuat baik itu akan membawa hidup mi mencapai surga. Sedangkan Rupavarjita berasal dari kata Rupa artinya wujud fisik manusia, Vara artinya utama dan Jita artinya menang atau unggul. Rupavarjita artinya kewajiban guru adalah menuntun murid memiliki keutamaan fisik yang unggul. Ini artinya guru tugasnya mengantarkan muridnya mencapai sifat-sifat atau karakter yang mulia dan fisik yang sehat, segar dan bugar.
Menurut Vana Parva 27.214, di dunia ini ada lima guru yaitu agni yaitu sinar suci Tuhan, atman yaitu hati nurani sebagai suara Sang Hyang Atma, mata yaitu ibu yang melahirkan, pita yaitu ayah dan acarya, yaitu guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan suci secara formal atau di Bali disebut Guru Pengajian. Menghormati dan mengabdi pada guru yang disebut acarya inilah yang dimaksudkan oleh Manawa Dharmasastra yang dikutip di atas. Dengan menghormati acarya sebagai guru yang memberi tuntunan spiritual untuk membangun karakter dan kesehatan fisik. Keseimbangan jiwa dan raga atau purusa dan pradana ini akan membawa manusia mencapai Brahma lokam yaitu atau mencapai posisi yang seimbang karena bersinerginya jiwa dan raga secara berkelanjutan. Hal itulah yang akan mengantarkan Sang Hyang Atma ke surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar