Rabu, 23 April 2025

Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hindu

Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hindu: Telaah Filosofis, Spiritual, dan Yuridis

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:
Perkawinan beda agama merupakan isu yang kompleks dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia. Dalam Hindu, perkawinan bukan sekadar ikatan lahiriah, tetapi juga penyatuan dua jiwa dalam perjalanan spiritual menuju moksha. Artikel ini mengkaji bagaimana pandangan Hindu terhadap perkawinan beda agama, tantangan yang dihadapi, serta solusi yang memungkinkan melalui pendekatan dharma, toleransi, dan peraturan perundang-undangan.


---

1. Pendahuluan

Perkawinan merupakan salah satu samskara (ritus suci) dalam Hindu yang dikenal sebagai Vivaha Samskara. Dalam ajaran Hindu, perkawinan idealnya berlangsung dalam satu keyakinan agar nilai-nilai spiritual dan tata ritual dapat berjalan harmonis. Namun dalam kenyataan sosial, terjadi banyak kasus perkawinan lintas agama yang menimbulkan dilema etis dan hukum.


---

2. Dasar Filosofis Perkawinan dalam Hindu

Perkawinan dalam Hindu merupakan bagian dari Dharma Grihastha (tahapan kehidupan sebagai kepala keluarga), bukan hanya kontrak sosial, melainkan dharma.

> Sloka (Ṛgveda X.85.36):

samānī va ākūtiḥ samānā hṛdayāni vaḥ
samānam astu vo mano yathā vaḥ susahāsati

Transliterasi:
samānī va ākūtiḥ, samānā hṛdayāni vaḥ
samānam astu vaḥ manaḥ, yathā vaḥ susahāsati

Makna:
“Semoga niat kalian satu, hati kalian satu, dan pikiran kalian pun satu, agar kalian hidup bersama dalam harmoni dan kebahagiaan.”



Sloka ini menunjukkan bahwa harmoni batin dan keyakinan adalah landasan kuat dalam ikatan suci perkawinan.


---

3. Pandangan Hindu terhadap Perkawinan Beda Agama

Dalam tradisi Hindu Bali, perkawinan lintas agama tidak dianjurkan karena akan menimbulkan benturan nilai, terutama dalam pelaksanaan yadnya, upacara, dan pendidikan anak.

Namun, Hindu bukan agama yang eksklusif. Ia mengajarkan toleransi, seperti dalam ajaran:

> Sloka (Ṛgveda I.164.46):

ekaṁ sad viprā bahudhā vadanti

Transliterasi:
ekaṁ sat, viprā bahudhā vadanti

Makna:
“Kebenaran itu satu, para bijak menyebutnya dengan banyak nama.”



Sloka ini membuka ruang pemahaman bahwa esensi Ketuhanan adalah satu, meski caranya berbeda-beda.


---

4. Proses yang Dapat Dilalui

Berdasarkan hukum di Indonesia (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2), perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Untuk itu, beberapa opsi umum yang diambil:

1. Salah satu pihak berpindah keyakinan, lalu kembali ke keyakinan semula setelah pernikahan.


2. Pernikahan dilangsungkan menurut salah satu agama, dengan kesepakatan di antara kedua belah pihak.


3. Pernikahan dilakukan di luar negeri, lalu dicatatkan secara administratif di Indonesia.



Meskipun tidak ideal secara spiritual, pilihan ini kerap dianggap sebagai solusi kompromis.


---

5. Tantangan Spiritual dan Sosial

Spiritual: Perbedaan cara beribadah, ketidakseragaman upacara, dan kehilangan kesinambungan dharma keluarga.

Sosial: Penolakan keluarga, komunitas, serta potensi konflik internal keluarga.


Hindu memegang teguh konsep kuladharma (dharma keluarga), dan pernikahan beda agama bisa mengguncang nilai-nilai tersebut jika tidak disepakati dengan matang.


---

6. Solusi dan Pendekatan Dharma

Jika pasangan tetap memilih perkawinan lintas agama, maka penting untuk menanamkan prinsip dasar dari Yajurveda:

> Sloka (Yajurveda 36.18):

kṛṇvanto viśvam āryam

Transliterasi:
kṛṇvantaḥ viśvam āryam

Makna:
“Jadikan dunia ini luhur dan bermoral.”



Dengan demikian, meski berbeda keyakinan, jika pasangan saling mendukung dalam dharma (kebaikan universal), maka hubungan tetap bisa dilandasi cinta kasih dan tanggung jawab bersama.


---

7. Kesimpulan

Perkawinan beda agama dalam perspektif Hindu tidak dianjurkan karena menyangkut kesinambungan spiritual dan sosial. Namun, Hindu juga mengajarkan toleransi, kasih sayang, dan kedamaian. Jika diputuskan, maka harus dilalui dengan kedewasaan, kesepakatan, dan komitmen tinggi untuk menjaga nilai-nilai dharma dalam keluarga.

> “Dharma eva hato hanti, dharmo rakṣati rakṣitaḥ”
(Mereka yang menghancurkan dharma akan hancur olehnya. Mereka yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar