Jumat, 02 Mei 2025

Peleburan Puasa

Makna Sloka dan Tata Laksana Peleburan Puasa Setelah Pawintenan Wiwa

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Pendahuluan
Dalam tradisi Hindu di Bali, khususnya dalam pelaksanaan upacara pawintenan wiwa, pelaku ritual menjalani rangkaian brata atau puasa sebagai bentuk penyucian lahir dan batin. Setelah pawintenan selesai, dilakukan proses peleburan puasa sebagai penutup brata secara spiritual dan simbolis. Proses ini disertai doa-doa suci, air tirtha, serta sarana upacara lainnya untuk menyempurnakan hasil pawintenan tersebut.
---

Sloka Tentang Peleburan Puasa

Sloka Sansekerta:
शुद्धात्मा लभते ज्ञानं स्नात्वा विप्रः पवित्रकः।
व्रतान्ते चोदकं पीत्वा विशुद्धिः परमं व्रजेत्॥

Transliterasi:
Śuddhātmā labhate jñānaṁ snātvā vipraḥ pavitrakaḥ।
Vratānte codakaṁ pītvā viśuddhiḥ paramaṁ vrajet॥

Makna per baris:
Śuddhātmā labhate jñānaṁ: Jiwa yang telah disucikan akan memperoleh kebijaksanaan,

Snātvā vipraḥ pavitrakaḥ: Seorang brahmana (atau pelaku pawintenan) setelah mandi menjadi suci,

Vratānte codakaṁ pītvā: Setelah puasa selesai, dengan meminum air suci,

Viśuddhiḥ paramaṁ vrajet: Maka kesucian tertinggi akan tercapai.


Makna keseluruhan:
Seorang yang telah melakukan pawintenan dan menunaikan brata (puasa) akan memperoleh kebijaksanaan setelah menyucikan diri secara lahiriah (mandi) dan batiniah (brata). Ketika puasanya dilebur dengan meminum tirtha (air suci), maka ia akan mencapai kesucian paripurna.
---

Proses dan Tata Laksana Peleburan Puasa Setelah Pawintenan Wiwa

1. Waktu Pelaksanaan:
Peleburan puasa dilakukan setelah seluruh rangkaian pawintenan selesai, umumnya ngaturang pejati peleburan puasa kepada Sang Hyang Widhi dan para Dewa serta nangkil rung guru nabe ngaturang guru daksina sebagai wujud bhakti. 


2. Sarana yang Digunakan:

Tirtha swamba nabe (air suci pelebur)

Bungkak nyuh gading (air kelapa muda putih)

Nasi pradnyan/Tape ketan sebagai simbol pelebur rasa lapar dan haus

Sampian peleburan (hiasan janur untuk simbol pembebasan)

Pajegan atau banten sebagai ungkapan terima kasih



3. Tata Laksana:

a. Mepandesin Tirtha: Pelaku puasa meminum tirtha sebagai simbol pelepasan brata.

b. Ngelukesan: Ditebaskan atau disapukan bunga/tirtha ke tubuh oleh guru nabe untuk menghapus kekotoran sisa brata.

c. Ngidang Tape/nasi pradnyan: Menyantap makanan simbolik seperti nasi pradnyan atau tape ketan, bukan untuk kenyang tetapi sebagai wujud penyatuan kembali dengan dunia material setelah masa penyucian.

d. Sembah bhakti: Sebagai tanda bahwa brata telah usai, dilanjutkan dengan sembah puji ke hadapan Sang Hyang Widhi sebagai bentuk syukur.
---

Penutup

Peleburan puasa dalam konteks pawintenan wiwa bukan hanya tindakan fisik untuk mengakhiri lapar dan haus, tetapi sebuah proses spiritual untuk menyempurnakan penyucian diri. Sloka di atas menjelaskan bahwa setelah menjalankan brata dan disucikan melalui air suci, seseorang akan mencapai tingkat kesucian dan pengetahuan rohani yang lebih tinggi. Dengan mengikuti proses dan tata laksana yang benar, peleburan puasa menjadi gerbang untuk kembali ke kehidupan sehari-hari dengan kesadaran spiritual yang lebih dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar