Kamis, 01 Mei 2025

MASEPI TIKANG WAKTRA YAN APUPULING ARTHA

MASEPI TIKANG WAKTRA YAN APUPULING ARTHA: DIAMNYA SUARA KEBENARAN DALAM CENGKERAMAN UANG

Analisis Filosofis dan Sosial atas Relasi Kekuasaan, Uang, dan Kebenaran dalam Perspektif Tradisi dan Naskah Sansekerta


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak
Pepatah Bali “masepi tikang waktra yan apupuling artha” secara harfiah berarti “mulut menjadi diam ketika ditutup oleh uang.” Ungkapan ini mencerminkan realitas sosial di mana kebenaran, kejujuran, bahkan nurani manusia bisa dibungkam oleh kekuasaan materi. Artikel ini menelaah secara filosofis dan kritis bagaimana pengaruh uang dapat meredam suara moralitas, baik dalam konteks tradisi lokal maupun teks-teks kebijaksanaan Sansekerta. Pendekatan interdisipliner digunakan untuk menyingkap makna lebih dalam dari diam yang bukan karena bijaksana, melainkan karena dibungkam.


---

Pendahuluan
Di era modern, kekuasaan uang kian dominan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan: hukum, politik, media, bahkan agama. Di balik wajah diam seseorang, sering tersembunyi tekanan, manipulasi, atau kompromi terhadap nilai-nilai luhur. Ungkapan Bali:

> “Masepi tikang waktra yan apupuling artha”
“Mulut akan diam ketika ditutupi oleh uang.”



bukanlah sekadar kritik, tetapi juga peringatan akan lemahnya daya tahan moral ketika dihadapkan pada godaan material.


---

Kutipan Sloka Sansekerta Sebagai Refleksi

> Sloka (Sansekerta):
धनार्थं सर्वधर्मा ह्यधर्मेऽपि निपत्यते।



> Transliterasi:
dhanārthaṃ sarvadharmā hyadharme'pi nipatyate



> Makna:
“Demi uang, semua dharma (kebenaran) bahkan rela jatuh ke dalam adharma (ketidakbenaran).”



Sloka ini menegaskan bahwa kekuatan uang mampu menyeret nilai-nilai moral ke dalam pelanggaran, apabila manusia tidak memiliki benteng etika dan spiritual yang kuat.


---

Diam: Antara Kebijaksanaan dan Ketakutan
Dalam filsafat Timur, diam biasanya diasosiasikan dengan mauna (keheningan bijak). Namun, dalam konteks ini, diam menjadi simbol penindasan atau kompromi terhadap kebenaran.

Perbedaan penting harus digarisbawahi:

Mauna karena bijak: tidak bicara karena tidak perlu.

Mauna karena uang: tidak bicara karena dikendalikan atau dibeli.


Diam seperti itu bisa menjadi bentuk pengkhianatan terhadap nurani, dan menciptakan budaya permisif terhadap ketidakadilan.


---

Implikasi Sosial dan Moral
Kondisi ini terjadi dalam:

Praktik suap dan korupsi

Pembungkaman kritik melalui “uang tutup mulut”

Media dan lembaga yang kehilangan independensi

Hilangnya peran intelektual sebagai penjaga nilai


Situasi seperti itu menciptakan masyarakat yang anti-transparansi dan menjauh dari etika.


---

Kesimpulan
“Masepi tikang waktra yan apupuling artha” adalah peringatan budaya agar kita tidak menjual kebenaran demi kepentingan materi. Sloka Sansekerta “dhanārthaṃ sarvadharmā hyadharme'pi nipatyate” menegaskan bahwa uang bisa menjadi alat kehancuran nilai jika tidak disertai dengan integritas.

Diam karena uang bukan kebijaksanaan, tetapi tanda bahwa nilai telah dipertaruhkan.
Sudah saatnya suara kebenaran tidak lagi diukur dengan harga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar