Ni Nyoman Gandu Ningsih
(Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba)
Nim : 2112101045.
Jawaban
1. Ajaran moralitas yang utama dalam kisah Mahabarata serta relevansinya dalam kehidupan saat ini yaitu Nilai-Nilai Moral Wejangan Rshi Bhisma.
Dalam Anusasana Parwa disebutkan sebelum kematian Bisma Yudistira diberikan
kesempatan untuk bertanya kepada Bisma dan Bisma Siap menjawab semua pertanyaan
Yudistira. Tanya jawab itu berlangsung beberapa hari yang isinya antara lain :
a. Kewajiban utama seorang raja adalah melindungi rakyatnya atau memberi rasa aman
kepada rakyatnya dan memberikan kesejahteraan kepada mereka, serta mengabdikan diri kepada Dewa-Dewa dan para Brahmana dengan rendah hati
b. Kaum Brahmana harus dihormati. Kaum Brahmana yang melakukan kesalahan tidak
boleh diberikan hukuman badan. Hukuman yang bisa diberikan yaitu mengusir mereka
dari wilayah kerajaan.
c. Raja tidak boleh terlalu keras tetapi juga tidak boleh terlalu lunak. Orang yang berdosa
apabila tidak diberi hukuman akan menyebabkan orang lain ikut berbuat salah. Tetapi hukuman tersebut harus diberikan seadil-adilnya.
d. Berdamailah dengan musuh yang memang pantas untuk diajak berdami dan gempurlah
musuh yang memang pantas digempur. Apakah dia guru atau kerabat apabila melalkukan
keingkaran harus disingkirkan.
e. Dengan jiwa yang bersih raja harus mampu mengendalikan kemarahannya dan semua
keputusan yang diambilnya haruslah sesuai dengan kitab suci.
f. Raja tidak boleh terlalu percaya kepada orang lain, mesti kepada abdinya sendiri.
g. Raja harus menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, menunjung tinggi ajaran-ajaran suci, mengabdi untuk kebaikan rakyat, berlaku adil dan dermawan.
h. Kerajaan tidak mungkin dilindungi dengan kesederhanaan, oleh karena itu seorang raja
harus memiliki dua sifat yaitu kepolosan juga kelicikan. (Nurkancana, 2010 : 153-154).
Memperhatikan secara seksama nasehat atau wejangan Rshi Bhisma kepada Yudistira
tersebut di atas mengandung nilai-nilai moral atau etika politik kebenaran, keadilan,
kerendahan hati, kesabaran dan keraramah tamahan. Bhisma tidak mengungkapkan tentang kreteria atau definisi dari baik dan jahat, kebenaran dan ketidakbenaran karena kreteria atau definisi tersebut akan bisa berubah seiring dengan perkembangan jaman atau paling tidak tempat da waktu. Nilai-nilai yang ditekankan adalah tidak melukai semua mahluk dalam arti luas karena perbuatan melukai orang lain sama dengan kejahatan. Lebih jauh Rshi Bhisma menegaskan bahwa tugas Raja adalah melindungi dan mensejahterakan rakyatnya, penghormatan kepada kaum brahmana karena kaum ini merupakan sumber dari segala sumber ajaran dharma, sikap tegas seorang raja terhadap mereka yang melakukan kesalahan,
kewajiban raja untuk berdiplomasi artinya kapan harus bersikap lemah lembut dan kapan
harus keras demi mencapai tujuan, melalui komunikasi politik yang mapan seperti mampu
mengendalikan kemarahan, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan terakhir sifat kelicikan
juga diperlukan untuk melindungi kerajaannya dari berbagai macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan.
Jadi kisah mahabharata
adalah kisah yang patut dibaca dan dipahami oleh semua orang terutama calon pemimpin dan
para pemimpin, karena mengandung nilai-nilai etika moral maupun politik yang dapat
dijadikan pijakan ketika mengambil berbagai keputusan penting dalam kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat
2. Konsep teologi Hindu yang dihadirkan dalam epos itihasa epos Mahabarata yaitu :
Itīhāsa sering disebut juga sebagai Wiracarita, karena cerita ini dahulu sering
diceritakan melalui tradisi mulut ke mulut. Wiracarita (Wira=Laki, Pahlawan, Berani,
Perwira; Carita=cerita) jadi Wiracarita adalah Cerita kepahlawanan. Cerita
kepahlawanan ini didasarkan pada latar sejarah para raja, Namun nilai-nilainya tetap
diambil dari Weda. Hal tersebut dipertegas dalam Mahabharata pada Svargarohana
Parva (5.57) yaitu Parva ke 18.
Itihāsmimaý puóyaý mahàrtaý vedasamitam
Vyàsoktaý sruyate yena kåtvà bràhmaóamagrataá
Terjemahannya:
Cerita ini adalah peristiwa sejarah, dan mengandung makna yang dalam, dan mengandung ajaran yang ada pada cerita ini sama seperti ajaran suci Weda.
Karya Maharsi Wyasa hendaknya didegar terlebih bagi seorang Brahmana.
3. Dalam kisah Mahabarata kebenaran itu tidak memihak pada satu orang atau kelompok tertentu maksudnya kebenaran itu berkorelasi dengan legitimasi formal (harap bedakan dengan legitimasi sosiologis dan legitimasi etis). Kebenaran adalah soal keabsahan penalaran, dengan kognisi sebagai modalitas utamanya. Maka kebenaran lebih berpeluang untuk disepakati karena berada di ranah rasio. Muncul adigium bahwa kebenaran itu tidak berpihak, dalam arti ia seharusnya bisa diterima semua pihak sepanjang mereka mau berpikir rasional.
Kebenaran sebagai nilai universal dalam kisah Mahabarata. Jika kita memandang kebenaran sebagai nilai universal, maka konsekuensinya kita harus meyakini ada tolok ukur yang sama tentang benar dan tidak benar bagi semua orang, semua bangsa, dalam segala zaman dan keadaan. Segera kita dapat menyadari bahwa universalitas demikian hanyalah asumsi yang tidak selalu klop dengan kenyataan. Karena ada asumsi tersebut, maka sekaligus diyakini pula bahwa kebenaran itu suatu realitas yang objektif.
4. Kenapa Krisna tidak tidak mencegah terjadinya perang dan ketidak adilan dalam epos mahabarata bahwa:
Krishna memainkan peran penting dalam perang, dan dia adalah kusir Arjuna, salah satu Pandawa. Dia juga bertindak sebagai mediator antara Pandawa dan Kurawa dan mencoba menyelesaikan konflik melalui cara damai. Namun, terlepas dari usahanya, perang menjadi tak terelakkan, dan itu terjadi dengan segala keganasannya. Ada beberapa alasan mengapa Krishna tidak menghentikan perang, dan itu adalah sebagai berikut:
a. Perang diperlukan untuk menegakkan dharma: Dharma, yang berarti kebenaran, adalah salah satu nilai inti agama Hindu. Pandawa berperang untuk menegakkan dharma dan menegakkan prinsip keadilan dan kebenaran.
b. Perang itu diperlukan untuk menghilangkan adharma atau ketidakbenaran yang telah merajalela di kerajaan Hastinapur selama bertahun-tahun. Krishna tahu bahwa perang diperlukan untuk memulihkan dharma, dan dia tidak dapat menghentikannya.
c. Perang adalah akibat dari karma para tokoh yang terlibat: Dalam agama Hindu, karma mengacu pada hukum sebab akibat. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam perang telah mengumpulkan karma selama banyak kehidupan, dan perang itu adalah hasil dari tindakan mereka di kehidupan sebelumnya. Krishna tahu bahwa karakter harus menanggung akibat dari tindakan mereka, dan dia tidak dapat mengganggu karma mereka.
d. Perang adalah kesempatan untuk pertumbuhan spiritual: Perang Kurukshetra bukan hanya pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran spiritual. Itu adalah kesempatan bagi para karakter untuk tumbuh secara spiritual dan mencapai pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian. Krishna tahu bahwa perang adalah kesempatan bagi para tokoh untuk berkembang secara spiritual, dan dia tidak dapat menghilangkan kesempatan ini dari mereka. Krishna mencoba menghindari perang dengan cara damai: Krishna, sebagai mediator, mencoba menghindari perang dengan cara damai. Dia mencoba menegosiasikan penyelesaian antara Pandawa dan Kurawa, tetapi usahanya sia-sia. Terlepas dari usahanya, Korawa bersikeras, dan perang menjadi tak terelakkan. Krishna tahu bahwa perang akan menghasilkan kemenangan bagi Pandawa: Krishna tahu bahwa perang akan menghasilkan kemenangan bagi Pandawa. Dia tahu bahwa Pandawa adalah pewaris takhta yang sah, dan mereka mendapat dukungan dari para dewa. Ia juga mengetahui bahwa kemenangan Pandawa akan memulihkan dharma dan membawa kedamaian dan kemakmuran bagi kerajaan.
e. Perang adalah sarana untuk menguji kekuatan dan tekad karakter: Perang Kurukshetra adalah ujian kekuatan, tekad, dan tekad karakter. Krishna tahu bahwa karakter harus menghadapi tantangan ini untuk membuktikan keberanian mereka dan muncul lebih kuat darinya. Dia tidak dapat menghilangkan kesempatan mereka untuk tumbuh dan berkembang.
f. Perang adalah hasil dari kehendak bebas: Dalam agama Hindu, kehendak bebas sangat dihargai, dan individu bebas membuat pilihannya sendiri. Karakter yang terlibat dalam perang telah menjalankan kehendak bebas mereka, dan perang adalah hasil dari pilihan mereka. Krishna tidak dapat mencampuri kehendak dan pilihan bebas mereka, karena itu bertentangan dengan prinsip kehendak bebas.
g. Perang adalah bagian dari rencana kosmik: Dalam agama Hindu, alam semesta diyakini mengikuti rencana atau tatanan kosmik, dan segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana ini. Perang Kurukshetra adalah bagian dari rencana ini, dan itu harus terjadi untuk menjaga keseimbangan kosmik. Krishna tahu bahwa perang adalah bagian dari rencana kosmik, dan dia tidak dapat mengubahnya.
h. Perang adalah sarana untuk memenuhi takdir karakter: Dalam agama Hindu, setiap individu memiliki takdir atau tujuan hidup yang unik. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam perang memiliki takdir yang harus dipenuhi, dan perang adalah sarana untuk memenuhi takdir tersebut. Krishna tahu bahwa karakter harus memenuhi takdir mereka, dan dia tidak dapat menghentikan mereka untuk melakukannya.
i. Perang adalah sarana untuk menyebarkan pengetahuan dan kebijaksanaan: Perang Kurukshetra bukan hanya pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran ide dan ideologi. Itu adalah sarana untuk memberikan pengetahuan dan kebijaksanaan kepada karakter dan generasi mendatang. Krishna tahu bahwa perang adalah sarana untuk menyampaikan pelajaran dan ajaran yang berharga, dan dia tidak dapat menghilangkan karakter dari pengetahuan ini.
Jadi:
Ketika adharma melewati batasnya, bagaimanapun juga harus ada yang menghentikannya. Krishna memainkan peran utama dalam menegakkan dharma, tetapi dia memberi ruang untuk perang hanya setelah mencoba pembicaraan damai hampir 5 kali.
Dan, ada kalimat indah yang diceritakan oleh Krishna yang mengatakan, ketika orang bahkan tidak mencoba untuk berubah bahkan setelah berbicara dengan mereka tentang yang baik dan yang buruk, satu-satunya cara untuk membuat mereka mengerti kesalahan mereka adalah dengan menghukum mereka (melalui peperangan)
Krsna terdapat pada cakra sahasrara. Jadi ketika kundalinii (Keagungan yang tertidur) terbangkitkan, naik dan menuju perlindungan Krsna dengan bantuan Pandawa, maka Jihva (unit diri) bersatu dengan Kesadaran Agung. Pandawa menyelamatkan jiiva dan membawanya ke perlindungan Krsna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar