DASA AKSARA DALAM TUBUH MANUSIA
Abstrak
Umat Hindu di Bali pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme, maka yang menonjol adalah aksara modre yang dipergunakan oleh penganut ajaran ini. Aksara Suci termaksud ada sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa-Dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga.
Kesepuluh huruf atau yang disebut dengan Dasa Aksara dipandang sakti. Aksara Ang, Ung dan Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati.
Hubungan antara Dasa Aksara dengan Tubuh Manusia (Bhuana Alit) yang mana pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa aksara tersebut. Cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya; (1) sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara, (2) ba ditempatkan di hati, dewa Brahma, (3) ta ditempatkan di lambung, dewa Mahadewa (4) a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu, (5) I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa, (6) na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara, (7) ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra, (8) si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara, (9) wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu, (10) ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Dasa Aksara memiliki nilai yang tinggi sehingga Dasa Aksara dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana)
I. Pendahuluan
Menurut Prof.Dr. Tjok Rai Sudharta MA, (SARAD No.36/2003) perjalanan Agama Hindu sampai di Indonesia ternyata tidak semua langsung datang atau dibawa dari India. Agama Hindu di India sendiri menyentuh Nepal, sehingga bangunan Meru yang ada disana sama dengan yang ada di Bali. Lalu menyentuh juga Tibet, sehingga sarana genta dan petanganan mudra yang dipakai Sulinggih di Bali juga dipakai di Tibet. Kemudian menuju Asia Tenggara, Cina, sampai menyebrang ke Kalimantan Timur (Kutai). Oleh karena itu ada sarana uang kepeng atau jinah bolong, dupa dan uluntaga. Itulah berbagai jenis simbul yang kini ditemukan dan dipergunakan di Bali.
Mengenai simbol lain dalam bentuk huruf atau aksara, di Bali dikenal ada tiga macam aksara, yaitu: (a) Pertama aksara wrestra. Aksara ini digunakan dalam bahasa Bali lumrah berdasarkan hanacaraka yang berjumlah 18 aksara. (b) Kedua aksara swalalita. Aksara ini digunakan dalam sastra Jawa Kuno, berjumlah 35 aksara, hampir sama dengan aksara dalam bahasa Sansekerta. (c) Ketiga aksara modre. Aksara ini digunakan untuk kadyatmikan seperti untuk japa, mantra, lambang-lambang keagamaan, upacara yang berhubungan dengan dunia kegaiban dan pengobatan (usada). Aksara modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam Agama Hindu (Suhardana, 2006:90)
Aksara atau huruf yang yang ada di Bali diperkirakan merupakan modifikasi dari huruf Jawa. Dan huruf Jawa ini mungkin berasal dari huruf Sansekerta, India. Diduga bahwa huruf atau aksara ini dibawa oleh Raja Aji Sakti yang datang ke Jawa pada tahun 78 atau 79 Masehi. Sebab pada waktu itu mulai diterapkan Tahun Caka yang berbeda sekitar 79 tahun dengan tahun Masehi. Huruf yang diperkenalkan pada waktu itu sebenarnya bukanlah huruf tetapi suku kata, yang terdiri dari atas suku kata: ha, na, ca, ra, ka, ga, ta, ma, nga, ba, sa, wa, la, pa, da, ja, ya, nya. Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat, untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: hana caraka gata mangaba sawula pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya. Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.
Kedelapan belas aksara ini merupakan wre-astra, yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang. Kedua aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang melambangkan matahari berbentuk bulatan, dan nada melambangkan bintang yang dilukis sebagai segitiga. Ketiga pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara. Bentuk seperti ini disebut modre. Kelengkapan ketiga aksara swalalita ini sering dihubungkan dengan kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk windu adalah lambang agni, Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang. Bentuk ardha-candra adalah lambang air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk nada adalah lambang udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang. Ketiga aksara ini jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M yang dibaca Aum atau Om. Di Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber dari semua aksara, sehingga disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang Dewa Trimurti (Nala, 1993:96-97)
II. Pembahasan
Umat Hindu di Bali atau Indonesia pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme, maka yang menonjol adalah aksara modre yang dipergunakan oleh penganut ajaran ini. Aksara Suci termaksud ada sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa-Dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari sepuluh huruf bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara (tiga hurup), tri aksara menjadi eka aksara (satu hurup). Ini hurupnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan hurup suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung) .
2.1 Dasa Aksara
Menurut lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), dasa aksara terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksara, yaitu: Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang bunyinya sebagai berikut: sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwaya). Di antara para dewa, Sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali, karena kebanyakan dari mereka menganut ajaran Siwa Siddhanta. Dewa-dewa yang lain tetap dihormati, tetapi tidaklah semulia dewa Sang Hyang Siwa, karena dewa tersebut merupakan perwujudan Dewa Siwa juga ketika sedang melaksanakan fungsi atau tugasNya.
Bagi mereka yang ingin mempelajari Dasa Aksara ini untuk memahami inti ajarannya dengan benar dan mampu meresapkan ke dalam sanubarinya harus melalui suatu upacara yang disebut Pawintenan Sastra Mautama (maha Utama), suatu upacara untuk penyucian diri, baik sthula sarira (jasmani) maupun suksma sarira (rohani). Bila hal ini tidak dilaksanakan maka kemungkinan akan mendapat halangan dalam proses pembelajarannya, sehingga tidak tercapai apa yang dituju.
Masing-masing dari aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan letak atau sthana dari tiap aksara ini bersemayam pula di tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan lambang warna, senjata dan simbol perwujudannya. Agar lebih memudahkan untuk mempelajari kaitan antara linggih (sthana), dewa, beserta perlambangannya dengan Dasa Aksara akan dibuatkan tabel atau matriks (modifikasi dari isi lontar Krakah Modre) sebagai berikut:
(Nala, 2006:107-108)
2.2 Sakti
Kesepuluh huruf atau yang disebut dengan Dasa Aksara dipandang sakti. Aksara Ang, Ung dan Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati (Suhardana, 2006:91).
2.3 Hubungan Dasa Aksara dalam Tubuh Manusia (Bhuana Alit) dan Alam Semesta (Bhuana Agung)
Kedudukan kedelapan belas aksara Bali tersebut di dalam tubuh manusia atau bhuana alit adalah sebagai berikut: (1) Ha di ubun-ubun, (2) Na di antara kedua alis, (3) Ca di dalam kedua mata, (4) Ra di kedua telinga, (5) Ka di dalam hidung, (6) Da di dalam mulut, (7) Ta di dalam dada, Sa di tangan (lengan) kanan, (9) Wa di tangan (lengan) kiri, (10) La di hidung, (11) Ma di dalam dada kanan, (12) Ga di dalam dada kiri, (13) Ba di pusar, (14) Nga di dalam alat kelamin, (15) Pa di dalam pantat (anus), (16) Ja di kedua tungkai (kaki), (17) Ya di tulang belakang, (18) Nya di tulang ekor.
Kelengkapan atau pangangge aksara mempunyai kedudukan atau tempat pula di dalam tubuh manusia, yakni: (1) Ulu di kepala (dalam otak), (2) Taling di hidung, (3) Surang di rambut, (4) Nania di lengan (tangan), (5) Wisah di telinga, (6) Pepet di batok kepala, (7) Cecek di lidah, (8) Guwung di kulit, (9) Suku di tungkai (kaki), (10) Carik di persendian, (11) Pamada di alur jantung.
Hubungan antara Dasa Aksara dengan Tubuh Manusia (Bhuana Alit) yang mana pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa aksara tersebut.
cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya;
sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.
ta ditempatkan di kambung, dewa Mahadewa.
a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.
I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.
na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.
ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara.
wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.
ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
Sa berarti satu
Ba berarti bayu
Ta berarti tatingkah
A berarti awak
I berarti idep
Nama berarti hormat
Siwa berarti Siwa
Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan bayu kekuatan dari Siwa. Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung. Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca brahma.Panca tirta, adalah sebagai berikut:
1. sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
2. Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
3. Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
4. Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
5. Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
1. Nang disimpan di suara.
2. Mang disimpan di tenaga
3. Sing disimpan di hati/perasaan
4. Wang disimpan di pikiran
5. Yang disimpan di nafas.
Kemudian balikkan hurup tersebut:
1. Yang disimpan di jiwa
2. Wang disimpan di guna/aura
3. Sing disimpan di pangkal tenggorokan
4. Mang disimpan di lidah
5. Nang disimpan di mulut
Bila Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:
Sa + Na menjadi Mang
Ba + Ma menjadi Ang
Ta + Si menjadi Ong
A + Wa menjadi Ung
I + Ya menjadi Yang
Panca Brahma dan Panca Tirta diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang. Jika Panca Tirtha digabung dengan Panca Brahma ditambah dengan Tri Aksara dan Eka Aksara akan terjadi Catur Dasa Aksara. Catur Dasa Aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar. Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.
· Ong di hati putih, ung di hati hitam.
· Ung di empedu, ong di pankreas.
· Ong di dubur, ung di usus.
Lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta. Ini rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima huruf, yang digunakan untuk memuja Tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, diantaranya:
· mantra untuk memuja Tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
· mantra untuk memanggil agar Tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
· mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
· mantra untuk memohon anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, Ung Yang Mang Ang Ong
Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.
· dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung
· kemulan mantra; Ang Ung Mang
· pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang
· iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong
· pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang
· pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang
· pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung
Dasa Aksara memiliki nilai yang tinggi sehingga Dasa Aksara dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana) dan pada sarana lain yang diharapkan mempunyai jiwa dan makna yang penting dan suci (Suhardana, 2006:91).
III. Penutup
Dasa Aksara adalah sepuluh huruf yang disucikan yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA, SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa-Dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Aksara Ang, Ung dan Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati.
Hubungan antara Dasa Aksara dengan Tubuh Manusia (Bhuana Alit) yang mana pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa aksara tersebut. Cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya; (1) sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara, (2) ba ditempatkan di hati, dewa Brahma, (3) ta ditempatkan di lambung, dewa Mahadewa (4) a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu, (5) I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa, (6) na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara, (7) ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra, (8) si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara, (9) wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu, (10) ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa. Dasa Aksara ini dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar