Rabu, 06 April 2022

Banten Byakaonan

Makna, Fungsi Dan Cara Menjalankan Banten Byakala atau Byakaonan


Bagi umat Hindu Bali Banten adalah sarana penting dalam setiap upacara ke agamaan. Banten memiliki arti sebagai  persembahan  serta sarana bagi umat Hindu Bali sebagai rasa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas dasar tulus ikhlas, perwujudan cinta kasih, serta tidak lupa untuk mewujudkan rasa terima kasih atas semua anugerah yang telah di limpahkan-Nya.

Dibali ada bayak jenis jenis banten salah satunya adalah banten Byakala atau Byakaonan. 

Pengertian Banten Byakala Atau Byakaonan

Banten Byakala/Bayakaon terdiri dari dua suku kata yaitu: baya dan kaon. Baya berarti segala marabahaya dan kaon artinya menghilangkan. Dalam artikel Sejarah Hari Raya & Upacara Yadnya di Bali dijelaskan bahwa Banten Bayakaon berasal dari akar kata baya dan kaon. Baya artinya segala sesuatu yang membahayakan baik pada setiap upakara yadnya, pralingga, termasuk yang terdapat dalam diri sendiri, yang kemudian dapat menimbulkan gejolak-gejolak negatif tatkala berpikir, berucap dan berprilaku yang bersumber dari ahamkara (egoisme). Sedangkan kata Kaon artinya menghilangkan.  

Makna Banten Byakala/Bayakaon


Banten Bayakaon bermakna sebagai lambang untuk menghilangkan segala bentuk marabahaya. Dalam bentuk banten bayakaon pada intinya terdiri dari warna merah yaitu: sampiyan dibuat dari daun andong merah dan tetebus yang dipakai juga berwarna merah. Warna merah sebagai lambang agni/api, api sebagai lambang bayu, bayu sebagai lambang aktivitas atau perilaku. 

Banten Byakala/Bayakaon digunakan untuk memohon kekuatan kepada Sang Hyang Agni agar segala perilaku  terhindar dari segala hal-hal yang tidak baik atau yang membahayakan.  Dalam penggunaan banten byakala, dijalankan pada bangunan bagian bawah (ring sor), dalam tubuh manusia dilaksanakan pada bagian kaki. Sedangkan dalam wujud Tri Bhuwana sebagai pensucian bhur loka. 

 

Pada Tri Mandala dilaksanakan pada nistha mandala, di dalam Tri Premana sebagai pensucian bayu, dalam wujud Tri Kaya sebagai pensucian dari perilaku ataupun perbuatan (Wijayananda, 2004: 71-72).  Pada upacara tutug kambuhan banten byakala sebagai sarana untuk menghilangkan semua gejolak negatif yang bersumber dari ahamkara (egoisme), pada saat proses upacara byakala tirtha dipercikkan ke bawah atau dari pinggang ke bawah dan diayab ke belakang.   

Dalam Lontar Rare angon dikatakan: 

“Banten Bayakaon inggih punika maka sarana ngicalang sekancanin pikobet-pikobet sane nenten ecik, dumugi sidha galang apadang”.

Dengan demikian Banten Bayakaon berfungsi sebagai sarana untuk menghilangkan semua gejolak negatif yang bersumber dari ahamkara (egoisme).

Fungsi Banten Byakala/Bayakaon

Banten Byakala/Byakaon berfungsi sebagai penetralisir kekuatan bhuta kala yang bersifat negatif, yang mengandung arti membersihkan dan menyebabkan bahaya atau menetralisir kekuatan bhuta kala yang bersifat negatif untuk dijadikan bhuta hita.   Pada upacara tutug kambuhan banten byakala dipergunakan sebagai manggala upacara, baik unsur Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit dengan tujuan mencapai keseimbangan antara lahir dan bhatin. Secara niskala untuk menghilangkan kekuatan-kekuatan buruk bhuta kala serta mengembalikan ke sumbernya dan tidak mengganggu proses upacara. 

Sebagai sarana menstanakan, mengembalikan, memanggil agar premana atau karisma (taksu) pada suatu bangunan dan diri manusia kembali bersinar dengan cerah. Setelah Tri Bhuwana, Tri Mandhala, Tri Premana dan Tri kaya kita terlepas belenggu mala atau kekotoran membelenggunya, dengan sinar Atma yang cerah akan dapat menyatu dengan sinar Ida Sang Hyang Widhi, sebagai sumber dari segala kehidupan (Wijayananda, 2004: 75). 

Cara Jalankan Sarana Pabyakalaan:

1. Keskes Berisi Sambuk (Diusap 3kali setiap persendian mulai dari atas kanan ke kiri: Pundak, Siku, Pergelangan tangan dan jari-jari, Lutut, Pergelangan Kaki & Jari-jarinya), nanti setelah diusap di bakar pada api takepan begitu juga no.4 dan 5

2. Toya Anyar (Meketis 3 kali pada tangan kanan dan kiri terbalik)

3. Segau (Diusap pada tangan dan jari-jari terbalik/punggung tangan)

4. Sampat (Cara sama dengan no. 3)

5. Daun-daunan Rangkap {Dap-dap, Ambengan, Padanglepas yang diikat benang tridatu}, (Cara sama dengan no. 1)

6. Telur, (Cara sama dengan no. 1)

7. Baas Kuning di usap-usap pada tangan 
Selanjutnya memutar sebanyak 3 kali berlawanan arah jarum jam, ayabang kebawah, lalu tanjung taluh sebanyak 3 kali. Penanjung telur terakhir dipecahkan.

Lanjutkan dengan meketis pada byakala, durmanggala dan prayascita;
{Ketisang dumun ring banten wau ke orangnya}

Meketis Tirta Byakala = natab/ayabang ke bawah, Setelah meketis dapat benang putih dari banten byakala, pakaikan di pergelangan tangan kanan, yang sebelumnya dijepit dahulu oleh jari-jari tangan.

Meketis Tirta Durmanggala = natab/ayabang ke dada
Meketis Tirta Prayascita = natab/ayabang ke atas/luhur

Banten Byakala di lebar di lebuh,

*** Khusus Untuk Banten prayascita dan banten durmanggala dipakai besoknya boleh (Galungan) untuk pebersihan.

Setelah pebyakalaan selanjutnya sembahyang di merajan/kemulan dan selesaikan persiapan/banten-banten untuk besoknya rerahinan galungan atau penyepian (pengrupukan keliling desa).

** Pasang gantung-gantungan setelah byakala apabila ada waktu dan kondisi sedang bagus.

** Banten pebyakalaan ini dilakukan saat sebelum (Sehari sebelum) melaksanakan rahina suci Galungan atau Sebelum Rahina Brata Penyepian (tawur kesanga).

 

** Apabila alur dan tata cara pelaksaan pebyakaonan diatas belum sesuai dengan tata cara di tempat/lingkungan anda, hendaknya bisa dipakai acuan referensi saja.

 

INGAT saat hari raya besar agama Hindu janganlah sekali-kali bangkitkan SADRIPU anda karena, kepercayaan Hindu di Bali, SADRIPU tersebut akan kembali lagi di hari raya besar yang akan datang.
 

** Semua berdasarkan desa kala patra dan kebiasaan dalam setiap keluarga.

Bhagawadgita sloka 9.26

patram puṣpam phalam toyamyo me bhaktyā prayacchatitad aham bhakty-upahṛtamaśnāmi prayatātmanaḥ

Artinya:

Apa yang dipersembahkan kepadaku, sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta bhakti dan kesadaran yang murni, akan  Ku terima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar