Minggu, 20 April 2025

Adya Guru

Adya Guru: Cahaya Dharma di Tengah Bayang Zaman

Refleksi Spiritualitas dan Tantangan Etis Profesi Guru di Era Modern

Oleh:
I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak

Profesi guru merupakan poros utama dalam pembentukan peradaban. Dalam Hindu, guru dipandang sebagai perwujudan kekuatan ilahi yang membawa umat manusia dari kegelapan menuju cahaya pengetahuan. Namun, pada era modern, guru menghadapi tantangan berat, baik secara ekonomi, sosial, maupun spiritual. Artikel ini menggali kembali makna luhur guru dalam perspektif Hindu melalui kutipan sloka Sansekerta yang memperkuat nilai ketuhanan seorang guru, serta merefleksikan realita kondisi guru saat ini. Artikel ini juga menjadi ajakan untuk membangkitkan kembali penghormatan dan perlindungan terhadap profesi guru demi keberlangsungan generasi yang bermartabat.


---

1. Pendahuluan

Kata "guru" dalam bahasa Sanskerta berasal dari dua suku kata: gu (kegelapan) dan ru (yang menghapus). Maka, guru adalah "penghapus kegelapan" – tidak hanya kegelapan intelektual, tetapi juga spiritual dan moral. Namun, dalam arus modernisasi, makna ini mulai bergeser. Guru lebih sering dilihat sebagai pelaksana teknis kurikulum, bukan sebagai penuntun jiwa.


---

2. Sloka Utama tentang Guru

Sloka:
"Gurur Brahmā Gurur Viṣṇuḥ Gurur Devo Maheśvaraḥ |
Guruḥ Sākṣāt Parabrahma Tasmai Śrī Gurave Namaḥ ||"

Transliterasi:
Gurur Brahmā Gurur Viṣṇuḥ Gurur Devo Maheśvaraḥ |
Guruḥ Sākṣāt Parabrahma Tasmai Śrī Gurave Namaḥ ||

Makna:
“Guru adalah Brahma (pencipta), Guru adalah Viṣṇu (pemelihara), Guru adalah Maheśvara (pelebur), Guru adalah Tuhan yang sejati; kepada Guru yang agung, aku menghaturkan sembah bhakti.”

Sloka ini menegaskan bahwa guru bukanlah sekadar manusia pengajar, melainkan manifestasi kekuatan ilahi dalam wujud manusia. Maka, memuliakan guru adalah bagian dari bhakti (pengabdian spiritual).


---

3. Realita Guru di Era Modern

Terlepas dari penghormatan spiritual yang tinggi, kenyataan sosial menunjukkan paradoks:

Guru honorer menerima penghasilan jauh dari layak

Administrasi menumpuk, menggeser fokus dari pembelajaran mendalam

Sistem nilai yang materialistik menekan dedikasi guru

Perlindungan hukum profesi guru yang lemah


Ini adalah bentuk kṣaya dharma—kemerosotan nilai-nilai suci dalam laku duniawi.


---

4. Keteladanan Sejati: Seva Dharma

Dalam suasana penuh tantangan, masih banyak guru yang menghidupi nilai seva dharma (pengabdian suci). Mereka menjadi teladan dalam kesederhanaan, kesabaran, dan kasih. Mereka hadir di sekolah dengan cinta yang mendidik, bukan sekadar menggugurkan tugas. Seperti yang disebut dalam ajaran Weda, seva adalah jalan menuju mokṣa—pembebasan.


---

5. Sloka Reflektif dan Kebijakan Dharma

Sloka:
"Vidyā dadāti vinayam, vinayaḥ dadāti pātratām |
Pātratvāt dhanaṁ āpnoti, dhanāt dharmaṁ tataḥ sukham ||"
(Hitopadeśa 4.9)

Transliterasi:
Vidyā dadāti vinayam, vinayaḥ dadāti pātratām |
Pātratvāt dhanaṁ āpnoti, dhanāt dharmaṁ tataḥ sukham ||

Makna:
“Ilmu memberikan kerendahan hati, kerendahan hati membawa pada kelayakan, kelayakan mendatangkan rezeki, rezeki mendatangkan dharma, dan dari dharma datanglah kebahagiaan.”

Sloka ini mengingatkan bahwa investasi pada guru adalah investasi pada peradaban. Jika guru sejahtera dan dihormati, seluruh rantai kebijaksanaan akan mengalirkan kesejahteraan kolektif.


---

6. Penutup: Membangun Kembali Martabat Guru

Guru bukan sekadar pegawai negara atau pengisi jam pelajaran. Mereka adalah penjaga api dharma. Penghormatan kepada guru harus dikembalikan ke posisi mulianya—bukan hanya dalam seremoni, tetapi juga dalam kebijakan dan perlindungan nyata.

Sloka penutup yang mempertegas urgensi ini:

"Āchārya-devō bhavaḥ" (Taittirīya Upaniṣad 1.11.2)
Makna: “Anggaplah gurumu sebagai Tuhan itu sendiri.”

Dengan kesadaran ini, mari kita bangun budaya yang kembali memuliakan guru, demi anak bangsa yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana dan berbudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar