Pawiwahan Tradisi Pernikahan Adat Hindu di Bali
Dalam umat Hindu Bali, dikenal istilah pawiwahan. Upacara pawiwahan ini termasuk ke dalam upacara manusia yadnya,
Pawiwahan sejatinya merupakan ikatan suci dan komitmen sepanjang hidup menjadi suami dan istri, serta merupakan ikatan sosial yang paling kuat yang ada antara laki-laki dan perempuan. Wiwaha ini memiliki kedudukan penting dan dipandang mulia dalam kehidupan umat Hindu.
Dalam hal ini, sepasang laki-laki dan perempuan saling mengikatkan diri secara lahir dan batin. Mereka akan menjadi pasangan suami istri untuk membangun rumah tangga, serta melaksanakan tanggung jawab bersama-sama di dalamnya.
Beberapa Sloka Tentang Pawiwahan:
Grbhnāmi te saubhagatvāya hastam,
Mayā patyā jaradastir yathāsah,
Bhago aryamā savitā puramdhir,
Mahyam tvādurgārhapatyāya devāh.
(Rgveda : X.85.36)
Artinya :
Dalam sebuah pernikahan kalian disatukan demi sebuah kebahagiaan dengan janji hati untuk saling membahagiakan. Bersamaku engkau akan hidup selamanya karena Tuhan pasti akan memberikan karunia sebagai pelindung dan saksi dalam pernikahan ini. Untuk itulah kalian dipersatukan dalam satu keluarga.
Ihaiva stam mā vi yaustam,
Visvām āyur vyasnutam.
Krindantau putrair naptrbhih,
Modamānau sve grhe.
(Rgveda : X.85.42)
Artinya :
Wahai pasangan suami-isteri, semoga kalian tetap bersatu dan tidak pernah terpisahkan. Semoga kalian mencapai hidup penuh kebahagiaan, tinggal di rumah yang penuh kegembiraan bersama seluruh keturunanmu.
Anyonyasyawyabhicaro,
Bhawedamaranantikah.
Esa dharmah samasena,
Jneyah stripumsayoh parah.
(Weda Smrthi : IX.101)
Artinya :
Hendaknya hubungan suami-isteri dilandasi oleh kesetiaan dan berlangsung hingga selamanya. Singkatnya kesetiaanlah yang menjadi hukum yang tertinggi dalam membina keharmonisan sebuah keluarga.
Tatha nityam yateyatam,
Stripumsau tu kritakriyau,
Jatha nabhicaretam tau,
Wiyuktawitaretaram.
(Weda Smrthi : IX.102)
Artinya :
Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam sebuah perkawinan, mengusahakan dengan tiada henti-hentinya untuk menjaga keutuhan keluarga dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain.
Anvārabhethām anusam-rabhethām,
Etam lokam srad-dadhānāh sacante.
(Atharvaveda : VI.122.3)
Artinya :
Wahai pasangan suami-isteri, kembangkanlah cinta kasih di dalam dirimu, tekun dan tetaplah berkarma dalam menggapai kebahagiaan. Karena hanya orang yang bersungguh-sungguhlah mendapatkan keberhasilan dalam berkeluarga.
Iha-imāv-indra sam nuda
Cakravākeva dampati.
(Atharvaveda : XIV.2.64)
Artinya :
Ya Tuhan, karuniailah kepada pasangan ini untuk memiliki cinta kasih yang tulus dalam membina kehidupan berumah tangga.
Menurut kitab Manusmrti, wiwaha bersifat wajib sekaligus religius karena berkaitan erat dengan kewajiban orang tua untuk melahirkan seorang anak laki-laki guna menebus dosa mereka sendiri.
Upacara pawiwahan ini bertujuan untuk menghasilkan keturunan yang kemudian akan dapat melanjutkan amanat, serta tanggung jawab kepada leluhur melalui upacara penyucian (mabyakala).
Mau mengenal upacara pawiwahan ini lebih lanjut? Simak pengertian mendalam dan rangkaian upacara pawiwahan berikut.
Mengenal Apa Itu Pawiwahan?
Kata pawiwahan berasal dari kata wiwaha, yang merupakan bahasa sansekerta dengan arti pesta pernikahan. Padanan katanya saja sudah cukup menggambarkan pengertian dari pawiwahan ini.
Upacara pawiwahan adalah upacara saksi, baik di hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan pada seluruh masyarakat bahwa dua orang anak manusia telah mengikatkan diri bersama sebagai suami dan istri. Segala perbuatan akan menjadi tanggung jawab bersama.
Upacara pawiwahan biasa dibarengi dengan upacara pembersihan terhadap sukla swanita (bibit) dari kedua mempelai, dengan tujuan agar bibit mereka terbebas dari pengaruh buruk dan gangguan Bhuta Kala.
Dengan demikian, apabila terjadi pembuahan, maka manik (anak) yang terbentuk merupakan anak yang bersih, baik, dan suci, dan akan tumbuh menjadi pribadi yang berguna di masyarakat nantinya.
Tugas pokok pawiwahan ini adalah untuk membangun kehidupan yang Yatha Sakti Kayika Dharma, yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Upacara ini merupakan sebuah kewajiban suci (yajna) karena diharap mampu menghasilkan anak suputra.
Menurut Ida Pandita Mpu Weda Nanda (I Made Titib) dalam makalah Menumbuhkembangkan Pendidikan Agama pada Keluarga, yang dilansir jurnal Upacara Pawiwahan Dalam Agama Hindu, tujuan pawiwahan adalah sebagai berikut.
Dharma Sampati, di mana kedua mempelai bersama-sama melaksanakan Dharma yang terdiri atas seluruh kewajiban agama.
Praja, di mana kedua mempelai harus mampu melahirkan keturunan yang dapat melanjutkan amanat luhur dan melahirkan putra yang dapat melunasi hutang jasa pada dewa (Dewa rna) dan para guru (Rsi rna).
Rati, di mana kedua mempelai diperbolehkan menikmati kepuasan secara seksual dan kepuasan lain (artha serta kama) selama berlandaskan Dharma dan tidak bertentangan dengannya.
Rangkaian Upacara Pawiwahan
Upacara pawiwahan melibatkan tiga kesaksian, yakni dari bhuta saksi (upacara mabyakala), dewa saksi (upacara natab banten pawiwahan), dan manusia saksi (dari kehadiran prajuru adat, keluarga, dan undangan lain).
Berikut merupakan rangkaian upacara pawiwahan.
Menentukan Hari Baik
Upacara pawiwahan diawali dengan menentukan hari baik sesuai dengan kalender Hindu Bali. Tanggal ini biasanya dipilih mulai dari hari calon mempelai pria datang untuk nyedek dan hari berlangsungnya pernikahan.
Pemilihan hari dilakukan atas kesepakatan kedua pihak keluarga. Pemilihan hari ini cukup penting karena dapat mempengaruhi kelancaran berjalannya upacara dan kehidupan mereka ketika sudah bersuami istri nantinya.
Ngekeb
Ngekeb merupakan proses mempersiapkan calon mempelai wanita agar dapat dengan siap menyambut datangnya mempelai pria.
Upacara Ngekeb ini bertujuan untuk mempersiapkan mental calon pengantin serta memanjatkan doa di hadapan Ida Sang Hyang Widhi supaya dianugerahi pernikahan yang kebahagiaan.
Menjemput Calon Pengantin Perempuan
Mempelai wanita kemudian dijemput oleh pihak keluarga laki-laki ke kediaman mempelai laki-laki.
Ketika dijemput, mempelai perempuan harus menggunakan pakaian tradisional khas Bali dengan selimut kuning tipis yang menutupi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Hal ini menjadi simbol bahwa, calon pengantin perempuan sudah siap meninggalkan masa lajangnya dan menikah.
Mungkah Lawang
Penjemputannya juga tidak bisa asal. Calon pengantin wanita akan menunggu di kamarnya, lalu perwakilan dari calon mempelai laki-laki akan datang mengetuk pintu kamarnya.
Saat tersebut juga diiringi dengan lagu khasi Bali yang meminta agar dibukakan pintu. Setelah itulah baru mempelai wanita dibawa ke tempat tinggal mempelai laki-laki.
Mesegeh Agung
Sebelum bisa masuk ke dalam halaman rumah, maka kedua mempelai akan melakukan upacara mesegeh agung. Prosesi ini menjadi simbol ucapan selamat datang dari mempelai pria terhadap mempelai perempuan.
Selimut kuning yang semula dikenakan oleh calon mempelai perempuan kemudian diangkat oleh calon ibu mertuanya kemudian ditukar dengan uang satakan. Hal ini menjadi simbol dunia baru dan mengubur semua masa lalu.
Mekala-kalaan atau Mabyakala
Upacara Mabyakala merupakan upacara membersihkan kedua mempelai secara lahir batin, terutama sukla swanita, yang merupakan sel benih pria dan sel benih wanita agar dapat membentuk janin yang suputra.
Urutan proses upacara Mabyakala adalah sebagai berikut.
Dilakukan upacara puja yang dipimpin oleh seorang pemimpin upacara.
Membakar tetimpug sampai keluar bunyi sebagai simbol pemberitahuan terhadap bhuta kala yang akan menerima pakala-kalaan.
Kedua mempelai melangkahi tetimpug 3 kali dan menghadap ke banten pabyakalaan.
Tangan kedua mempelai dibersihkan menggunakan segau/tepung tawar.
Ibu jari kaki kedua mempelai menyentuh telur ayam mentah sebanyak 3 kali.
Kedua mempelai melakukan pengelukatan.
Kedua mempelai berjalan mengelilingi banten pesaksian dan kala sepetan. Mempelai wanita harus berjalan di depan sambil menggendong sok dagangan (simbol anak) dan mempelai pria memukul tegen-tegenan (simbol mencari nafkah). Ketika melewati kala sepetan, ibu jari kanan harus menyentuh bakul lambang kala sepetan. Mempelai wanita dipukul dengan 3 buah lidi oleh mempelai pria selama berjalan sebagai simbol kesepakatan sehidup semati.
Kedua mempelai memutuskan benang pepegatan, tanda telah memasuki masa Grahasta.
Mewidhi Widana
Kedua mempelai kemudian bersembahyang di sanggah keluarga laki-laki dan dipimpin oleh pemangku sanggah.
Upacara ini bertujuan untuk memberitahu para luluhur keluarga laki-laki bahwa ada pendatang baru dalam anggota keluarganya yang akan melanjutkan keturunannya. Dengan demikian, pernikahan akan sah di depan adat juga masyarakat.
Mejauman
Upacara Mejauman merupakan upacara berpamitan dengan leluhur keluarga mempelai wanita karena kini telah dinikahkan dan menjadi tanggung jawab keluarga mempelai pria.
Kedua mempelai akan datang ke keluarga wanita sambil membawa banten yang berisi alem, sumping, ketipat bantal, kuskus, apem, sumping, kekupa, wajik, buah, dan lauk khas Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar