Memaknai Tumpek Landep
(Penyucian dan Pasupati Keris yang ada dalam Tubuh atau Tubuh sebagai warangka keris)
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
Tumpek landep berasal dari kata tumpek dan landep. Tumpek berarti tampek atau dekat dan landep yang berarti tajam .
Atau
Tumpek = Kata Tumpek sendiri berasal dari “Metu” yang artinya bertemu, dan “Mpek” yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu).
Landep = tajam/runcing = identik dengan keris, bahwa keris adalah :
#Simbol dari ketajaman pikiran yang biasanya disucikan kesakralannya pada saat tumpek landep setiap enam bulan sekali.
#Keris dianggap sakral yang banyak memiliki lekukan di sisi pinggirnya itu dipandang sebagai benda pusaka dan senjata pamungkas di wilayah peperangan.
#Keris sebagai manifestasi dari Tri Murti dan roh para leluhur yang berfungsi :
- Untuk perlawanan terhadap roh jahat melalui perlindungan dewa-dewa.
- Dalam upacara keagamaan untuk melakukan upacara Panca Yadnya (Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya), keris juga sebagai pelengkap tari-tarian.
#Keris pusaka bertatahkan gambar seekor naga (Naga Pasa), dengan pesan bahwa keris ini dapat mempersatukan pikiran Raja Majapahit & Raja Bali.
Tubuh kita bagaikan warangka dari sebuah keris, yang mana keris itu sendiri di dalam tubuh kita bagaikan tulang belakang (wilah dan luk keris), tulang dada sebagai ganja keris, tulang hyoid sebagai panggeh keris dan tulang tengkorak sebagai hulu/patinya.
Maka dari itu penggunaan keris di belakang yang bermakna bahwa orang Bali bisa mengendalikan ketajaman atau kekuatan yang dia miliki. Dalam arti lain, pantang bagi orang Bali untuk menunjukkan kesaktiannya di depan orang lain. Mereka bisa mengendalikan hawa nafsu, bukan justru dikendalikan oleh hawa nafsu tersebut.
Dikatakan dalam lontar Sundarigama tertulis : “Kunang ring wara landep, saniscara kliwon pujawalin bhatara Siwa, miwah yoganira Sang Hyang Pasupati kalingganya rikang wang apasupati landep ing idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa danurdhara, uncarakna ring bhusananing paperangan kunang, nunas kasidhiang ing sanghyang pasupati”.
Secara etimologi dalam sloka tersebut menjelaskan pada hari Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon merupakan hari istimewa. Di mana di hari tersebut Sang Hyang Siwa bersama Sang Hyang Pasupati turun ke dunia memberikan berkat kepada seluruh isi alam. Dan, di saat itu pula Sang Hyang Pasupati memberikan anugerah keberhasilan kepada umat manusia lewat senjata perang berupa keris, pedang, golok, melalui mantra Pasupati dan ketajaman pemikiran.
The secret of life is the mind,
make that thought as the attraction of something we think, so that it becomes a coincidence that is not a coincidence, but it is all the power of our mind.
Artinya:
Rahasia hidup adalah pikiran,
jadikanlah pikiran itu sebagai daya tarik sesuatu yang kita pikirkan, sehingga menjadi suatu kebetulan yang bukan kebetulan, melainkan itu semua adalah kekuatan pikiran kita.
Tumpek Landep adalah sebuah hari pemujaan yang penting. Tumpek Landep dimulai cikal-bakalnya pada Hari Raya Saraswati, yaitu hari turunnya ilmu pengetahuan. Dewi Saraswati dipuja di sini karena Beliau yang menurunkan ilmu pengetahuan. Esoknya, orang-orang mulai melakukan pembersihan diri agar ilmu pengetahuan itu bisa masuk kedalam jiwa dengan tanpa hambatan. Orang kotor – baik kotor rohani maupun kotor phisik—akan sulit menimba ilmu pengetahuan, apalagi pengetahuan suci. Demikian seterusnya sampai suatu saat orang yang ingin mendapatkan ilmu suci itu wajib melakukan peneguhan diri, memagar dirinya dari niat dan prilaku jahat, agar ilmu pengetahuan itu menjadi lebih mantap. Pagerwesi, adalah simbul dari pagar yang maha kuat untuk peneguhan diri itu. Setelah ilmu pengetahuan suci diperoleh dan jiwa bersih plus ada rambu-rambu pagar dari wesi (simbol logam berat) silakan ilmu itu dipelajari.
Sepuluh hari setelah itu adalah simbol untuk pemantapan, dan itulah hari yang disebut Tumpek Landep. Pengetahuan atau ilmu suci itu harus dikukuhkan, dipasupati, diwinten, agar ilmu itu terus bermanfaat dan terus runcing sehingga bisa dimanfaatkan untuk membedah segala masalah yang ada di dunia ini. Runcingkan (landep) ilmu itu dengan memberkahi semua peralatan yang dipakai untuk menimba ilmu itu agar tetap memiliki kekuatan tak ternilai (taksu).
Jadi, pada Tumpek Landep ada dua hal penting: pertama pasupati, peralatan dipasupati agar terus memberikan khasiat. Kedua pewintenan, penyucian diri. Itu sebabnya banyak Sulinggih yang melakukan acara pewintenan pada saat Tumpek Landep, semua ini dilakukan agar peralatan dan diri kita tetap punya “taksu”.
Lalu apa yang dipasupati? Pisau, karena ini peralatan penting. Setiap menyelenggarakan ritual upacara, pisau pasti alat yang paling berguna. “Ilmu mejejahitan” tak lepas dari pisau. Tombak, keris, dan sebagainya juga patut dipasupati kembali. Peralatan upacara juga, misalnya sangku, bajra dan sebagainya. Jika sudah berstatus Sulinggih, tentu semua siwakrana sang Sulinggih dipasupati pula pada hari itu.
Jadi kalau pada Hari Saraswati kita memuja turunnya ilmu pengetahuan, Pager Wesi membentengi diri dari pengaruh negatif agar ilmu itu bermanfaat, Tumpek Landep kita mulai jadikan ilmu itu sebagai senjata untuk memperbaiki kwalitas diri maupun pengamalan diri.
Apa saja banten Tumpek Landep? Banten adalah simbol, tentu sangat terkait juga pada dresta (kebiasaan) setempat. Orang Bali umumnya membuat dengan rangkain (sorohan) seperti ini: Sesayut Jayeng Perang, Sesayut Kesuma Yudha, Sesayut Pasupati, Segehan (Agung) Pasupati, Sesayut Guru selain banten dasar untuk pembersihan (mereresik) seperti byakawon, prayascita dan sebagainya, termasuk ayaban dan suci yang disesuaikan dengan peralatan yang diupacarai.
Namun, karena inti Tumpek Landep adalah mepasupati peralatan dan mewinten, dikutip dua mantra. Tentang Pasupati banyak ada jenis mantranya, di sini dikutip yang paling mudah dihafal, karena hanya “ngider bhuana” saja, yang penting kita hafal letak senjata dan nama arah anginnya.
PANCA-PASUPATI-STAWA
Om, Pasupati wajra-yudhaya, Agni raksa rupaya, Purwa-desa mukha-sthanaya, Om, Pasupataye, Hung-Phat.
Om, Pasupati Dandha yudhaya, Agni raksa
rupaya, Daksina-desa mukha-sthanaya,Om, Pasupataye, Hung-Phat.
Om, Pasupati Pasa-yudhaya, Agni raksa
rupaya, Pascima-desa mukha-sthanaya, Om, Pasupataye, Hung-Phat.
Om, Pasupati Cakra-yudhaya, Agni raksa rupaya, Uttara-desa mukha-sthanaya, Om, P asupataye, Hung-Phat.
Om, Pasupati Padma-yudhaya, Agni raksa rupaya, Madhya-desa mukha sthanaya, Om, Pasupataye, Hung-Phat.
Om, Sri-Pasupati Aksobya ya namah swaha.
Om, Sri-Pasupati Ratnasambhawa ya namah swaha.
Om, Sri-Pasupati Amitabha ya namah swaha.
Om, Sri-Pasupati Amogha siddhi ya namah swaha.
Om, Sri-Pasupati Wairocana ya namah swaha.
Untuk Pewintenan, bisa dipakai Ghana Pati Stawa berikut:
Om, Ghana-pati-rsi-putram, Bhuktyantu weda-tarpanam, Bhuktyantu Jagat-tri-lokam, Suddha-purna-śariranam.
Om, Sarwa-wiśa-winasanm, Kala-Durga-durgi-pati, Marana-mala murcyate, Tri-Wristi pangupa jihwa,
Om, Gangga-Uma stawa-siddhi, Dewa-Ghana guru-putram, Sakti-wiryam loka-śriyam, jayati labhãnugrahakam.
Om, Astu-astu ya namah swaha.
Mantra Tirtha Pasupati
Mantra Tirtha Pasupati untuk mempasupati air menjadi tirtha pasupati secara individu dapat dilakukan dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil memegang dupa dan bunga.
Mantra Tirtha Pasupati diucapkan sebagai berikut :
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati, Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing saraja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip……..
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma pasupati
Om Visnu Pasupati
Om Siva sampurna ya namah svaha
Kemudian masukkan bunga ke dalam air yang telah disiapkan.
Banten Pasupati dan Mantra Pasupati di Tumpek Landep
Pasupati (Pāśupatāstra) dalam kisah Mahabharata adalah panah sakti yang oleh Batara Guru dianugerahkan kepada Arjuna setelah berhasil dalam laku tapanya di Indrakila yang terjadi saat Pandawa menjalani hukuman buang selama dua belas tahun dalam hutan. Panah yang berujung bulan sabit ini pernah digunakan oleh Batara Guru saat menghancurkan Tripura, tiga kota kaum Asura yang selalu mengancam para dewa. Dengan panah ini pula Arjuna membinasakan Prabu Niwatakawaca. Dalam perang Bharatayuddha, Arjuna menggunakan panah ini untuk mengalahkan musuh-musuhnya, antara lain Jayadrata dan Karna yang dipenggal nya dengan panah ini.
Makna Pasupati
Upacara Pasupati bermakna pemujaan memohon berkah kepada Hyang Widhi (Sang Hyang Pasupati) untuk dapat menghidupkan dan memberikan kekuatan magis terhadap benda-benda tertentu yang akan dikeramatkan. Dalam kepercayaan umat Hindu (ajaran Sanatana Dharma) di Bali, upacara Pasupati merupakan bagian dan upacara Dewa Yadnya. Proses pasupati bisa dengan hanya mengisi energi atau kekuatan tuhan atau menstanakan sumber kekuatan tertentu di dalam benda tersebut. Tergantung kemampuan orang yang melakukan upacara pasupati tersebut. dalam Bhagavadgita IV.33, disebutkan bahwa:
srayan dravyamayad yajnaj
jnanayajnah paramtapa
sarvam karma 'khilam partha
jnane perimsamapyate
artinya:
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, Parantapa lebih bermutu daripada persembahan materi dalam keseluruhannya semua kerja iniberpusat pada ilmu-pengetahuan, Oh Parta…
Salah satu hari suci agama Hindu yang cukup istimewa adalah Tumpek Landep yang jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada setiap hari Saniscara Kliwon wuku Landep.
Secara umum untuk merayakannya, masyarakat Hindu menggelar kegiatan ritual yangkhusus dipersembahkan untuk benda-benda dan teknologi, yang berkat jasanya telah mampu memberikan kemudahan bagi umat dalam mencapai tujuan hidup. Utamanya adalah benda-benda pusaka, semisal keris, tombak, sampai kepada kendaraan bermotor, komputer, dan sebagainya.
Disamping hal tersebut, sesungguhnya hari suci Tumpek Landep merupakan hari Rerahinan gumi dimana umat Hindu bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi yang telah memberikan kecerdasan, pikiran tajam serta kemampuan yang tinggi kepada umat manusia (Viveka dan Vinaya), sehingga mampu menciptakan berbagai benda yang dapat memudahkan hidup termasuk teknologi. Mesti disadari, dalam konteks itu umat bukanlah memuja benda-benda tersebut, tetapi memuja kebesaran Tuhan.
Upacara pasupati merupakan bagian dan upacara Dewa Yadnya, upacara ini ditata dalam suatu keyakinan yang terkait dengan Tri Rna. Upacara pasupati yang diyakini oleh manusia sejak dulu kala sampai kini hidup dalam proses budaya dan budaya tradisi kecil ke tradisi besar dan hidup sampai tradisi modern. Upacara ini bertujuan untuk menghidupkan serta memohon kekuatan magis terhadap benda-benda tertentu yang akan dikeramatkan. Menurut keyakinan Hindu khususnya di Bali segala sesuatu yang diciptakan oleh Ida Hyang Widhi mempunyai jiwa, termasuk yang diciptakan oleh manusia mempunyai jiwa/kekuatan magis dengan cara memohon kehadapan Sang Pencipta menggunakan upacara Pasupati. Seperti contohnya yaitu benda yang disakralkan berupa Pratima, keris, barong, rangda, dan lain-lain. Hal itu dapat dibuktikan dalam beberapa sloka dalam kitab suci agama Hindu yang berbunyi, sebagai berikut:
Bhurita Indra Wiryam tawa smaya
Sya stoturma dhawan kamana prna
Anu tedyavabhahah wiryani nama
Iyam ca te prthiwi nama ojase
Artinya:
Keselamatan-Mu sungguh hebat, Dewa Indra. Kami adalah milik-Mu, kabulkanlah Madhawan. Permohonan pemuja-Mu, langit yang megah seperti engkau. Kepada-Mu dan untuk kesaktian-Mu bumi mengabdi (Reg Weda).
Pemikiran di atas mengandung makna, penggambaran hubungan manusia dengan Tuhannya dapat melalui permohonan doa, kesucian pikiran ada kekuatan magic yang diyakini berkah Ida Hyang Widhi Wasa yang dilimpahkan pada umatnya. Secara simbolik upacara Pasupati berarti memberkahi jiwa (kekuatan magic) pada benda-benda budaya yang mempunyai nilai luhur dan memberikan kesejahteraan pada umatnya.
Dalam rangka sakralisasi maupun penyucian suatu benda seperti keris, barong, arca, pratime, pis bolong dan lain-lain harus melalui upacara prayascita dulu yang bermakna menghilangkan noda/kotoran yang melekat karena proses pembuatan benda tersebut. Secara niskala selanjutnya diadakan proses upacara “Dewa Prayascita”. Ada juga menyebut dibuat upacara Pasupati yang bermakna memberkahi kekuatan sinar suci Ida Hyang Widhi Wasa pada benda-benda tersebut. Ada pula mengatakan bahwa khusus upacara Pasupati bagi arca, Dewa-Dewa dilengkapi penulisan huruf magic. Mengacu pada pemikiran diatas upacara Pasupati di Bali masih ditradisikan di Bali, dimana benda seperti arca, barong, keris, Pis Bolong dan lain-lain setelah dipasupati, amat diyakini oleh masyarakat, bahwa benda tersebut memiliki roh atau jiwatman dan terkandung kekuatan suci Ida Hyang Widhi/Ida Hyang Pasupati dan juga menjadi sungsungan masyarakat.
Keyakinan Upacara diatas juga dibenarkan pula oleh pendapat tokoh antropologi yang mengatakan bahwa sistem kepercayaan masyarakat mengandung keyakinan dengan dunia gaib. Dewa - dewa, mahiuk halus, kekuatan sakti serta kehidupan yang akan datang pada wujud dunia dan alam semesta. Pemikiran diatas dikaitkan dengan upacara Pasupati membenarkan bahwa keyakinan yang tebal pada masyarakat setelah benda tersebut diupacarai pasupati akan diberkahi kekuatan sakti para dewa sebagai manifestasi Ida Hyang Widhi Wasa. Penulis juga pernah membaca pada lontar Tutur pasupati yang menggambarkan bahwa dengan memohon para dewa untuk memusnahkan segala kotoran untuk menemukan kesucian pada bhuwana alit dan bhuwana agung dengan berbagai mantra dan upakara, maka dari itu upacara pasupati tergolong upacara dewa yadnya. Upacara pasupati sebagai media sakralisasi, seperti telah dijelaskan di atas pelaksanaan upacara pasupati bervariasi menurut desa, kala dan patra masing-masing desa di Bali.
Sarana Upacara Banten Pasupati
Dalam setiap upacara; maka keberadaan upakara tentu tidak dapat dikesampingkan, demikian pula halnya ketika umat Hindu melaksanakan upacara Tumpek Landep ini.
Adapun sarana/upakara yang dibutuhkan dalam Tumpek Landep, yang paling sederhana adalah canang sari, Dupa Pasupati dan tirtha pasupati. Yang lebih besar dapat menggunakan upakara Banten Peras, Daksina atau Pejati. Dan yang lebih besar biasanya dapat dilengkapi dengan jenis upakara yang tergolong sesayut, yaitu Sesayut Pasupati dengan kelengkapan banten prayascita, sorohan alit, banten durmanggala dan pejati.
Cara penyusunannya, dari bawah ke atas
Tebasan pasupati
Kulit sayut
Tumpeng barak
Raka – raka dan jaja
Kojong balung/prangkatan (5 kojong jadi 1) yang berisi kacang, saur, Gerang, telur dan tuung (terong)
Sampian nagasari, penyeneng, sampian kembang (terbuat dari don andong)
Pejati dan peras dengan sampian dari don andong, canangnya menggunakan bunga merah
Lis/buu alit (dari don andong)
dupa 9 batang
ayam biying mepanggang
segehan bang
banten prayascita untuk Pasupati
tumpeng mepekir, 5 buah
tulung, 5 buah
siwer 1, dengan tanceb cerawis
tipat pendawa
kwangen dan don dadap 5, masing 2 ditancapkan di tumpeng
raka-raka dan kacang saur
sampian nagasari
dapetan tumpeng 7, alas ngiu (ngiru)
taledan 2 – masing -masing di isi : taledan pertama: tumpeng 2, raka-raka kacang saur dan sampian nagasari. taledan ke dua: tumpeng 3, tulung, bantal, tipat penyeneng, raka2 kacang saur dan sampian pusung
sayut 2 – masing -masing di isi : sayut pertama; gibungan lempeh 1, raka2 kacang saur dan sampian nagasari dan sayut berikutnya; gibungan lanying 4, raka2 kacang saur dan sampian nagasari
di tengah2 isi cawan, isi base tampin, beras, benang tebus, pis bolong 3, penyenyeng
sorohan alit untuk Pasupati
taledan mesibeh/mesrebeng
kulit sayut 2 , di sampingnya
kulit peras di tengah2 antara sayut
ujung peras isi katak-kituk, sesisir pisang, sedikit jajan, nasi dan saur, isi plaus kecil, smua dsb nasi sasah, sidampingnya isi pisang tebu raka-raka
belakang nasi sasah isi tumpeng, 11 buah
kulit sayut isi nasi pulungan 4
kulit sayut lagi satu, sisi gibungan alit 1
di kulit peras isi tulung, 3 buah
isi kacang saur raka-raka
sampian pusung 2, di taruh bagian depan
di atas sayut sampian naga sari, 2 buah
atas kulit sayut sampian nagasari 1
penyeneng, tatakan celemih, isi base tampin, beras, benang tebus
lis / buu alit
banten bersihan
banten durmanggala dengan klungah nyuh mulung (gadang)
Banten Pejati untuk melengkapi Banten Pasupati sebagai hulu upacara pasupati tersebut.
Dari berbagai jenis upakara tersebut yang terpenting barangkali adalah Tirtha Pasupati; karena umat Hindu masih meyakini betapa pentingnya keberadaan tirtha ini. Tirtha Pasupati biasanya didapat melalui Pandita atau Pinandita melalui tatacara pemujaan tertentu. Tapi bagaimana halnya dengan individu-individu umat Hindu, apa yang mesti dilakukan jika ingin mendapatkan Tirtha Pasupati? Bisakah memohonnya seorang diri tanpa perantara Pinandita dan atau Pandita? Jawabannya tentu saja boleh...!
Cukup menyiapkan sarana seperti di atas (seuaikan dengan desa-kala-patra). Misalnya dengan sarana canang sari, dupa dan air (toya anyar), setelah melakukan pembersihan badan (mandi dsb). Letakkan sarana/ upakara tersebut di pelinggih/ altar/ pelangkiran. Kemudian melaksanakan asuci laksana (asana, pranayama, karasudhana) dan matur piuning (permakluman) sedapatnya baik kepada leluhur, para dewa dan Hyang Widhi, ucapkan mantra berikut ini dengan sikap Deva Pratista atau Amusti Karana sambil memegang dupa dan bunga.
Sebenarnya siapapun dapat “menghidupkan / me-pasupati” Rerajahan / barang setelah melalui beberapa ritual tertentu, seperti membacakan “mantra pangurip”. Namun hendaknya sebelum mantra ini diucapkan sebaiknya pahami benar maksud gambar Rerajahan yang akan di “pasupati” agar tidak menjadi bumerang dikemudian hari.
Pedanda (karena Brahmana adalah sebutan untuk klan/keluarga pendeta Hindu, namun tidak selalu menjadi atau memiliki kemampuan menjadi pedanda) dan Pemangku juga Balian (paranormal) adalah praktisi-praktisi yang mendalami pembuatan Rerajahan, tentu saja mereka mampu menginisiasi rerajahan.
Mantra Pasupati:
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip........
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang
Ang-Ung-Mang,
Om Brahma pasupati,
Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha
Kemudian masukkan bunga ke dalam air yang telah disiapkan
Dengan demikian maka air tadi sudah menjadi Tirtha Pasupati, dan siap digunakan untuk mempasupati diri sendiri dan benda-benda lainnya.
Catatan:
……………………….Titik-titik pada mantra di atas adalah sesuatu yang mau dipasupati)-dalam hal ini adalah air untuk tirtha pasupati. Dalam hal tertentu dapat dipakai mempasupati yang lainnya..tergantung kebutuhan (tapi tetap saya sarankan hanya untuk Dharma, karena jika akan dipakai untuk hal-hal negatif maka mantra tersebut tidak akan berguna bahkan akan mencederai yang mengucapkannya)!!
Mantra di atas bersumber dari lontar Sulayang Gni Pura Luhur Lempuyang, koleksi pribadi.
Mantra Pasupati berikut juga bias digunakan, yang di Kontribusi dari Jro Mangku Wayan Natia, Pinandita Loka Palaya Seraya di Kecamatan Banjit, Way Kanan-Lampung.
Om ang ung pasupati badjra yuda agni raksa rupaya purwa muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati pasa yuda agni raksa rupaya pascine muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati cakra yuda agni raksa rupaya utara muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati padma yuda agni raksa rupaya madya muka desa tanaya pasupatnya ong pat
Om ang ung pasupati para mantra pasupatnya ong pat
Om ang brahma urip
Om ung wisnu urip
Om mang iswara urip
Urip (3x) Tang rerajahan
Om dewa urip, manusia urip, sing teka pada urip
Om kedep sidhi mandi mantra sakti
Atau dapat juga menggunakan mantra Pasupati berikut, yang dikontribusikan oleh jro manggih, salah satu orang yang disegani di daerah sebatu, gianyar..
Ong ang ung,
teka ater (3x)
ang ah, teka mandi (3x) ang.
(jeda sesaat)
Ong betare indra turun saking suargan,
angater puja mantranku,
mantranku sakti,
sing pasanganku teka pangan,
rumasuk ring jadma menusa,
jeneng betara pasupati.
Ong ater pujanku, kedep sidi mandi mantranku, pome.
(jeda sesaat)
Om bayu sabda idep, urip bayu, urip sabda, urip sarana, uriping urip, ya nama swaha. Om aku sakti, urip hyang tunggal, lamun urip sang hyang tunggal, urip sang hyang wisesa, teka urip 3x
Atau menggunakan mantra Pasupati berikut
MENYUCIKAN BAHAN
ong sameton tasira matemahan ongkara
Malecat ring angkasa tumiba ring pertiwi
Matemahan sarwe maletik
Mabayu, masabda, maidep
Bayunta pinake sabdan I ngulun
Pejah kita ring brahma
Urip kita ring wisnu
Begawan ciwakrama mengawas-ngawasi sarwa waletik
MANTRA NGERAJAH
ong saraswati sudha sudha ya namah swaha
PENGURIP RERAJAHAN
ong ang ung mang
Ang betara brahma pangurip bayu
Ung betara wisnu pangurip sabda
Mang betara iswara pangurip idep
Ong sanghyang wisesa pengurip saluiring rerajahan
Teke urip (3x) ang ung mang ong
PENGURIP SERANA
ong urip bayu sabda idep
Bayu teke bayu urip
Sabda teke sabda urip
Idep teke idep urip
Uriping urip teke urip (3x)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar