Senin, 14 Juli 2025

PENABEAN GRIYA AGUNG BANGKASA


16. Guru Waktra wajib menyampaikan laporan tertulis perkembangan Sisya-binaannya kepada Ida Nabe Senior/Ida Nabe masing-masing sesuai jadual atau minimal dalam setahun sekali.
17. Guru Waktra selalu aktif berkoordinasi dengan Guru Saksi dari Sisya yang sama.
18. Guru Waktra wajib mendorong dan membangkitkan seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAuntuk berupaya mengungkap Jati Diri


Pasal 21.
Tugas Guru Saksi
1. Mengetahui dan memahami Materi atau mata ajaran yang patut disampaikan kepada Sisya menurut Jenjang; sesuai yang telah ditetapkan oleh Ida Nabe Senior/Penabean
2. Merancang waktu pengawasan dan evaluasi mata ajaran Sisya sesuai tahapan atau jenjang kepanditaan bersangkutan.
3. Guru Saksi bertugas mengawasi dan mengendalikan Sisya agar tidak keluar dari pakem/ ketentuan yang ada atau telah ditetapkan oleh Penabean; sesuai dengan jenjangnya
4. Sejak menyatakan bersedia menjadi Guru Saksi dari Calon Sisya, telah menyiapkan sistem pengawasan/evaluasi terhadap Sisya sesuai Jenjang kepanditaan termasuk saat menyongsong dan pada saat Acara Anugrah Diksa dari Ida Nabe/ Ida Nabe Senior.
5. Di dalam proses Aguron-guron bertugas Mengawasi, meluruskan, membimbing dan membina sikap dan wacana Ida SulinggihSisya didalam lingkungan Penabean dan didalam memberi Pelayanan kepada umat agar sesuai petunjuk Ida Nabe dan hasil keputusan Sabha Agung yang telah ditetapkan menjadi Bhisama.


6. Mengawasi dan mengendalikan Sisya agar tidak keluar dari ketentuan yang ada atau telah ditetapkan oleh Ida Nabe Senior/Penabean; sesuai dengan jenjangnya
7. Mengawasi dan mengevaluasi pelajaran Sisya sesuai petunjuk Ida Nabe Senior atau Penabean dan hasil keputusan Sabha Agung yang telah ditetapkan.
8. Mengawasi dan mengevaluasi secara bertahap sejak awal sambil mendorong agar Sisya melaksanakan brata dengan tekun, sesuai tahapan demi mendukung latihan Kepanditaan atau Abhedaya Jnana (Ajaran Kerohanian).
9. Mengawasi dan mendorong Sisya agar senantiasa memanfaatkan setiap waktu luang dalam keseharian, menghindari melamun/menghayal atau membicarakan hal yang tidak perlu dengan selalu “Eling” kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa melalui berbagai cara termasuk berjapa dan atau pranayama.
10. Mengawasi dan mendorong Sisya agar memanfaatkan setiap kesempatan bertemu muka dengan Ida Nabe Senior/ Ida Nabe untuk memperoleh petunjuk/ pewarah-warah tanpa mengabaikan etika/susila atau tata susila berhadapan dengan Ida Nabe.


11. Mengawasi dan mendorong Sisya untuk melaksanakan semua petunjuk, pewarah-warah Ida Nabe dengan taat, tertib, tekun dan tepat waktu sesuai jadual yang telah ditetapkan.
12. Siap mengevaluai dan memberi saran kepada Sisya setiap ada kesempatan bertemu, sehingga mendorong Sisya untuk rajin bertanya dan tekun melaksanakan ajaran, petunjuk maupun tugas yang telah dilimpahkan.
13. Guru Saksi bertugas sebagai Nara Sumber dan tetap dalam fungsi sebagai Pembina dan Pengawas pada saat Ida Nabe Senior dibantu oleh Ida Nabe melakukan penilaian terhadap Sisya; terutama pada saat kenaikan jenjang.
14. Guru Saksi wajib mendorong dan membangkitkan seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAuntuk berupaya mengungkap Jati Diri
15. Guru Saksi wajib menyampaikan laporan tertulis perekembangan Sisya-Sisya yang berada dibawah pembinaannya kepada Ida Nabe Senior/Ida Nabe masing-masing sesuai jadual atau minimal dalam setahun sekali. Ditembuskan ke Tata Usaha.


16. Ida Sulinggihyang bertindak sebagai Guru Saksi di dalam proses Aguron-guron bertugas Mengawasi, meluruskan, membimbing dan membina sikap dan wacana Ida SulinggihSisya didalam lingkungan Penabean dan didalam memberi Pelayanan kepada umat agar sesuai petunjuk Ida Ida Nabe melalui ‘Koordinator Guru Saksi’ dan hasil keputusan Sabha Agung yang telah ditetapkan
17. Guru Saksi selalu aktif berkoordinasi dengan Guru Waktra dari Sisya yang sama.
18. Guru Saksi wajib mendorong dan membangkitkan seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAuntuk berupaya mengungkap Jati Diri
19. Guru saksi bertanggung-jawab terhadap kemajuan Sisya sesuai jenjangnya.


Pasal 22.
Syarat Menjadi Guru Pembina
1. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASALanang atau Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAIstri.
2. Telah mencapai sulinggih Nabe; telah 6 (enam) tahun atau lebih menerima anugrah diksa dan telah 3 (tiga) tahun atau lebih mapulang Lingga dan telah menerima Piagem
3. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang telah mendalami Weda atau Intisari Agama Hindu dan terutama Ajaran agama.
4. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsehat secara fisik dan mental.
5. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASASauca dan Santosa; selalu meningkatkan kesucian lahir dan batin sehingga teruji serta mampu menerima dengan tenang segala bentuk cemohan maupun pujian dengan tenang dan damai; tidak marah.


6. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang secara sadar dan tulus untuk ikut membangun dan mengembangkan Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
7. Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang secara sadar dan tulus untuk menanamkan dan memaknai Ajaran Ida Bhatara Kawitanbagi Umat Hindu


Pasal 23. .
Bidang Penelitian dan Pengembangan
1. Bidang Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) adalah perangkat pembantu Ida Nabe Senior dan Ida Nabe didalam upaya meneliti Ajaran Kewaisnawan, dan hasilnya untuk dikembangkan ke masyarakat sebagai pedoman mejalani kehidupan menuju Jagadhita
2. Bidang Litbang dipimpin oleh seorang sulinggih nabe yang telah 6 (enam) tahun atau lebih mendapat anugrah Diksa; sebagai Kepala LITBANG. Dan dipilih didalam Sabha Agung.
3. Kepala Bidang LITBANG membawahi Bagian Tatwa, Bagian Susila dan Bagian Acara.
4. Masing-masing Bagian ditangani oleh sulinggih yang berbakat di dalam penelitan dan pengembangan.
5. Masing-masing Bagian memiliki pembantu Walaka sebagai petugas Administrasi


6. Penghentian dan pengangkatan atau penggantian Anggota LITBANG diusulkan oleh Kepala Bidang Litbang dan penetapannya oleh Ida Nabe Senior
7. Bidang Litbang bertujuan mengambil keputasan penting dan prisip di Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA , dan terutama upaya mengungkap Jati Diri Sulinggih Waisnawa.
8. Hasil Penelitian yang telah matang akan diajukan kepada Ida Nabe Senior/Ida Nabe untuk diperiksa dan didalami. Dan bila dianggap memenuhi syarat dan disahkan akan dsebarkan kepada Guru Pembina melalui Kepala Bidang Tata Usaha, untuk dikembangkan melalui para Sisya (para Sulinggih).
9. Bidang Litbang memberi telaahan terhadap ajaran yang sedang atau telah dilaksanakan didalam aguron-guron selama ini atau ajaran yang baru datang; apakah merupakan bagian dari Ajaran Ida Bhatara Kawitan atau bukan; atau bahkan bertentangan dengan Ajaran Ida Bhatara Kawitan.
10. Hasil telaahan diajukan kepada Ida Nabe Senior, sebagai bahan pembahasan didalam Sabha Madya dan atau Sabha Agung Ida Sulinggih kapurusan Se-Bali


Pasal 24.
Bidang Tata Usaha
1. Bidang Tata Usaha adalah perangkat pembantu Ida Nabe Senior selaku Pimpinan Penabean didalam meng-administrasi-kan semua kegiatan Penabean
2. Bidang Tata Usaha dipimpin oleh seorang Sulinggih Guru yang telah 6 (enam) tahun atau lebih mendapat anugrah Diksa; sebagai Kepala Bidang Tata Usaha.
3. Kepala Bidang Tata Usaha dipilih dan ditetapkan didalam Sabha Agung.
4. Kepala Bidang Tata Usaha memiliki beberapa petugas Administrasi dari para Walaka.
5. Semua surat-menyurat, administrasi ketata-usahaan Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAditangani oleh Bidang Tata-Usaha.
6. Demi lancarnya Penabean penggantian Kepala Bidang Tata Usaha dan Kepala Bidang Tata Usaha akibat yang bersangkutan berhalangan permanen, lebar atau sakit dan tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik; dapat dilakukan oleh Ida Nabe Senior selaku penanggungjawab Penabean. 


Pasal 25.
Sabha Agung
1. Paruman seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdikenal dengan Sabha Agung Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASASe-Bali.
2. Sabha Agung merupakan forum seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdemi terciptanya hubungan harmonis diantara seluruh anggota Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
3. Sabha Agung merupakan Forum Tertinggi Ida SulinggihSulinggih Waisnawa; dihadiri oleh Ida Ida Sinuhun Nabe, Ida Nabe Senior, Ida Nabe, Guru Pembina (Guru Waktra dan Guru Saksi), Kepala Tata Usaha (Kepala Bidang Tata Usaha), Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan Para Sulinggih yang terdiri dari Sulinggih Utama, Sulinggih Madya, Sulinggih Anom
4. Sangat diharapkan Sabha Agung mengahsilkan keputusan yang dapat mengungkap Ajaran Ida Bhatara Kawitanatau Jati Diri Sulinggih kapurusan
5. Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsangat mendorong munculnya temuan, idea atau pendapat baik lisan dan terutama tertulis tentang ajaran Ke-Waisnawan yang dapat mengungkap Jati Diri Sulinggih kapurusan


6. Keputusan Hasil Sabha Agung merupakan Bhisama Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang mengikat
7. Sabha Agung dilaksanakan minimal dalam 5 tahun sekali
8. Pelaksanaan Sabha Agung difasilitasi oleh Pemucuk Pusat KAPURUSAN


Pasal 26.
Sabha Madya
1. Paruman Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsecara terbatas;
o antara Ida Nabe, Litbang, Kepala Tata-Usaha dengan para Guru Pembina atau
o antara Gr. Pembina dengan Para Sulinggih, tanpa atau dengan Ka TU dan Litbang
2. Sabha Madya dilaksanakan terutama untuk mematangkan suatu hasil temuan Litbang atau demi kebutuhan pengelola Penabean dan kebutuhan lain yang mendesak.
3. Sabha Madya dapat dilakasanakan untuk membahas berbagai kebutuhan demi perkembangan Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA
4. Sabha Madya dilaksanakan untuk membahas berbagai permasalahan yang ada untuk menemukan solusi demi suksesnya Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .


Pasal 27.
Sabha Alit
1. Paruman terbatas yang hanya dihadiri para Sulinggih, seluruhnya atau sebagian; dan cenderung bersifat Dharma Tula untuk saling bertukar pengalaman demi saling menambah dan meningkatkan pemahaman tentang Ajaran agama
2. Sabha Alit dapat juga dilaksanakan untuk mempersiapkan pelaksanaan Sabha madya atau Sabha Agung Agung dan atau kebutuhan pengelolaan Penabean dan kebutuhan lain yang mendesak.
3. Sabha Alit dapat dilaksanakan antara Ida Sulinggih Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAditiap Kabupaten atau beberapa Kabupaten atas Restu Ida Nabe Senior dan hasilnya segera dilaporkan kepada Ida Nabe Senior dan Litbang.
4. Diharapakan Sabha Alit dapat dilakukan minimal dalam 1 tahun sekali.


Pasal 28.
Fungsi Sabha
1. Sabha Agung berfungsi untuk mengambil keputusan penting atau Bhisama demi keajegan Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdan demi kenyamanan KAPURUSAN dan umat manusia pada umumnya
2. Sabha Agung mengambil keputusan prinsipil dan sangat penting atau Bhisama yang berlaku dan harus ditaati oleh Seluruh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdan seluruh Sulinggih.
3. Sabha Agung mengambil keputusan prinsipil dan sangat penting atau Bhisama demi kenyamanan dan kesejahteraan umat Manusia.
4. Sabha Agung sebagai Forum tertinggi di lingkungan Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAadalah wadah Musyawarah diantara sesama Ida SulinggihSulinggih Wainawa didalam upaya tetap menjaga, menjunjung dan menghormati semua Petunjuk atau Bhisama Ida Nabe.
5. Sabha Agung adalah wadah untuk membahas segala permasalahan yang muncul demi melestarikan Aguron-guron di Lingkungan Maha Warga Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang merupakan Warisan Adi Luhung.
6. Sabha Agung membahas hal-hal penting yang berkaitan dengan Tattwa, Susila dan atau Acara demi mengungkap Jati Diri.
7. Sabha Ida Sulinggihmembahas dan mencari solusi semua permasalahan yang muncul dilingkunan Maha Warga Sulinggih yang berkaitan dengan Agama dan terutama hal-hal yang berkaiatan dengan Keberadaan Ida Sulinggih.
Semua Keputusan Sabha Agung merupakan Keputusan Suci atau Bhisama yang mengikat dan harus ditaati oleh semua Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdan seluruh lintas pasemetonan.



BAB. V.
SISTEM PENABEAAN
Pasal 29.
Materi Penabean
1. Pada Tahap Pembinaan Calon Diksa materi ditekankan kepada materi Pendidikan Agama menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dimasyarakat.
2. Materinya terbagi dalam Klompok Dasar; Klompok Inti dan Klompok Penunjang
3. Pada Tahap Aguron-guron materinya khusus tentang Ke-Sulinggih-an dan Ke- Waisnawa-an yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Ida Nabe.


Pasal 30.
Penyiapan Materi
1. Penyiapan Materi Pembinaan Calon Diksa dilakukan oleh Pemucuk kapurusan.
2. Penyiapan Materi Pembinaan dan penyampaian Materi Pembinaan di dalam proses Aguron-guron menjadi tanggung-jawab Ida Nabe
3. Didalam menyiapkan Materi Pembinaan baik di bidang Tattwa, Susila dan atau Acara, Ida Nabe dibantu oleh Bidang Litbang.
4. Didalam penyampaian Materi untuk upaya pembinaan terhadap Sisya, Ida Nabe dibantu oleh Pembina yang dipilih oleh Ida SulinggihSisya sendiri, baik sebagai Guru Waktra maupun sebagai Guru Saksi.
5. Guru Pembina berkewajiban membantu Ida Nabe didalan membina Ida SulinggihSisya.
6. Ikatan pembinaan antara Guru Pembina dengan Ida SulinggihSisya adalah hubungan kerohaniaan atau hubungan spiritual.
7. Guru Waktra dan atau Guru Saksi mendorong Sisya binaannya untuk melakukan diskusi / Dharma-Tula dengan Sesama Anggota Sulinggih setara atau jenjang yang lebih tinggi
8. Pada prinsipnya kemajuan hasil pembinaan para Sisya melalui teknik penyampaian Materi Aguron-guron adalah menjadi tanggung-jawab Ida Nabe


Pasal 31.
Bentuk Sistem
1. Dalam upaya mencapai Tujuan sesuai Pasal 7 diatas maka sistem belajar-mengajar (Aguron-guron) di Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdilakukan penyempurnaan dengan menggabungkan Sistem Pendidikan Agama yang berlaku saat ini dengan Tradisi Aguron-guron di Lingkungan KAPURUSAN
2. Untuk itu secara Garis besar Sistem Penabean ini dibagi menjadi 2 (dua) langkah; yaitu Pembinaan Calon Diksa dan Aguron-guron.
3. Sesuai Hasil Sabha Agung ke-2 18 Februari 2007 di Tonja Pembinaan Calon Diksa dilakukan oleh Walaka; dalam hal ini oleh Pemucuk Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdibawah Pengawasan Penabeaan; dimana dimasukkan unsur Agama sesuai perkembangan terakhir dimasyarakat.
4. Proses belajar-mengajar tetap memanfaatkan tradisi Aguron-guron Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang sepenuhnya dibawah kendali dan tanggung jawab Ida Nabe Senior.
5. Pembinaan Calon Diksa dilakukan melalui pendidikan atau pelaksanaan Diklat-Diklat dengan maksud sebelum memasuki Aguron-guron Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASApara calon Sisya didorong untuk menyerap Ilmu Pengetahuan sebanyak-banyaknya; terutama yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Agama
6. Setelah melalui Pembinaan Calon Diksa dilanjutkan dengan Sistem Aguron-guron yang telah ada dan berlangsung sampai saat ini.
7. Sejak pelaksanaan Aguron-guron berlaku ketentuan yang sepenuhnya dikendalikan oleh Ida Nabe Senior; dalam arti ilmu-ilmu pengetahuan yang sejalan dengan yang ada dalam Aguron-guron diharapkan dapat mampu menumbuh-kembangan ajaran kebenaran; sedangkan yang bertentangan ditolak.
8. Dengan menerapkan Sistem Pembinaan Calon Diksa diatas dan menggabungkannya dengan Tradisi Aguron-guron di Lingkungan Ida SulinggihSulinggih Waisnawa, berarti KAPURUSAN telah memilih sitem Pendidikan sesuai Hasil Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV, No. 45 tentang Sistem dan Materi Pendidikan Kesulinggihan. Namun demikian; terhadap Tradisi Aguron-guron yang ada juga diadakan penyempurnaan-penyempurnaan.


Pasal 32.
Pelaksanaan
Secara umum Aguron-guron dilaksanakan sebagai berikut
1. Pediksaan sebagai tanda seorang Wana Prasta Asrama mulai menginjakan kaki pada tahap Bhiksuka Asrama; melaksanakan Aguron-guron.
2. Didalam hal ini ‘diksa’ disamping berarti sebagai inisiasi atau pembukaan mata batin sehingga berada di“Jalan Tuhan”, juga dimaknai sebagai ‘penerimaan secara resmi menjadi Sisya seumur hidup’ di Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
3. Dengan resminya seorang Sisya memasuki Aguron-guron seperti diatas, bermakna bahwa Sisya telah secara mantap, tulus-iklas menerima hubungan spiritual seumur hidup dengan Ida Nabe Senior/Ida Nabe.


Pasal 33.
Aguron-guron
1. Aguron-guron atau proses belajar-mengajar diantara Guru dan Sisya adalah ikatan rohani antara Ida Nabe dan Sisya yang berlangsung seumur hidup.
2. Seseorang Sah menjadi Calon Diksa bila dia telah menjalani tahap Pembinaan Calon Diksa dan telah mendapat Rekomendasi dari Pemucuk Pusat KAPURUSAN
3. Dan Permohonan penabeannya telah di terima secara resmi oleh Ida Nabe ditandai dengan penetapan Hari dan Tanggal Rencana Pediksaan secara tertulis.
4. Aguron-guron diawali dengan upacara Pediksaan; yang pada hakekatnya merupakan tanda seseorang telah diterima menjadi Sisya dan menjadi bagian dari proses Belajar-mengajar atau Aguron-gurun di dalam Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
5. Perjalanan Sisya didalam Aguron-guron akan dilaksanakan secara bertahap atau berjenjang.
6. Setiap jenjang dilakukan selama 3 (tiga) tahun; mulai dari jenjang atau Tahap Sulinggih Anom, Sulinggih Madya dan Sulinggih Utama atau Sulinggih Guru



Pasal 34.
Metode
1. Metoda atau cara Aguron-guron pada prinsipnya sama dengan Aguron-guron atau belajar mengajar yang telah ada yaitu berupa pembinaan tentang Tattwa, Susila dan petunjuk-petunjuk tentang muput upacara melalui tatap-muka langsung.
2. Bentuk Tatap muka dapat dengan memberi ajah-ajahan, petunjuk-petunjuk atau pewarah-warah dan diskusi atau Dharmatula. Hasilnya dicamkan dan diterapkan.
3. Penekanannya adalah pada lebih meningkatkan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) pertemuan dengan memanfaatkan Struktur Penabean yang ada.
4. Belajar mengajar dan Dharmatula dapat dilakukan antara Ida Nabe dengan Sulinggih, Pembina dengan Sulinggih, Sulinggih se-jenjang, antara Sulinggih berbeda jenjang.
5. Atas kehendak sendiri para Sulinggih dapat meminta petunjuk atau pertimbangan dan berdharmatula dengan Sesama Sulinggih se-jenjang atau Sulinggih yang lebih tinggi.


Pasal 35.
Pentahapan dan Waktu
1. Untuk memudahkan pembinaan Sisya demi pencapaian mutu yang masimal dan menuju hasil yang seragam, maka terhadap para Sisya dilakukan penjenjangan.
2. Penjenjangan atau kenaikan jenjang dilakukan setiap 3 (tiga) tahun atas evaluasi dan penilaian terhadap prestasi dan kemajuan spiritual kepada masing-masing Sisya; terhitung sejak hari Pediksan atau sejak penerimaan Piagem sebelumnya.
3. Dengan adanya penjenjang terhadap Sisya maka proses belajar-mengajar dan dharma tula antara sesama Sisya; dapat dilakukan dengan Sisya yang lebih tinggi jenjangnya dan antara sesama Sisya satu jenjang.
4. Masing-masing jenjang ditandai dengan penganugrahan Piagem oleh Ida Nabe Senior:
a. Piagem-1
o Piagem ini dianugrahkan kepada Sisya-Anyar oleh Ida Nabe Senior atau yang ditugaskan, bersamaan dengan penyerahan Bhiseka Sisya bersangkutan
o Piagem ini sebagai tanda Sisya bersangkutan mulai memasuki Bhiksuka Asrama dan menjadi Anggota Sulinggih Anom
o Anggota Sulinggih Anom adalah Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA(Sisya) yang baru mendapat diksa sampai sehari menjelang melaksanakan upacara mepulang lingga. Mepulang Lingga dilaksanakan 3tahun setelah diksa.
b. Piagem-2
o Piagem ini dianugrahkan kepada Sisya oleh Ida Nabe Senior atau yang ditugaskan, bagi yang telah berhasil melaksanakan upacara Mepulang Lingga.
o Piagem ini sebagai tanda Sisya menjadi Anggota Sulinggih Madya
o Anggota Sulinggih Madya adalah Sisya yang telah melaksanakan upacara Mepulang Lingga sampai sehari menjelang menerima Piagem-3.
c. Piagem-3
o Piagem ini dianugrahkan oleh Ida Nabe Senior atau yang ditugaskan; kepada Sisya yang telah 6 tahun memperoleh anugrah diksa dan telah 3 tahun melaksanakan upacara Mepulang Lingga serta dinilai proses Aguron-guron-nya sebagai Anggota Sulinggih Madya berlangsung dengan baik.
o Piagem ini sebagai tanda Sisya bersangkutan menjadi Anggota Sulinggih Utama
o Anggota Sulinggih Utama-1 adalah Sisya yang baru lepas sebagai Sulinggih Madya sampai sehari menjelang berhak menerima Piagem
d. Piagem dan selanjutnya; Ida Ida Nabe akan berkenan menganugrahkan Piagem kepada Ida SulinggihSisya yang dinilai patut menerima kenaikan jenjang.
5. Setiap Sisya atau Sulinggih mengajukan permohonan Penilaian kepada Ida Nabe Senior melalui Ida Nabe yang bersangkutan, minimal sebulan sebelum waktu penjenjangan tiba.
6. Sekema Tingkatan atau Penjenjang dihitung sejak saat menerima anugrah Diksa; sebagai berikut:
1. (0 tahun<Sulinggih Anom<3 tahun )
2. (3 tahun<Sulinggih Madya<6tahun )
3. (6 tahun<Sulinggih Utama-1<9 tahun)
4. (9 tahun<Sulinggih Utama-2<12 tahun)
5. (12 th <Sulinggih Utama-3 <15 tahun)
6. (15 th <Sulinggih Utama-4 <18 tahun)
dan seterusnya
7. Sulinggih Utama juga disebut sebagai Sulinggih Guru; karena sejak saat menginjakan kaki di Jejang Sulinggih Utama beliau telah berhak dipilih sebagai Guru Pembina


Pasal 36.
Makna Penjenjangan
1. Penjenjangan Sulinggih ini pada hakekatnya bermakna menjaga dan mengikat hubungan spiritual/kerohanian yang penuh dengan Susila atau kesantunan diantara sesama Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAdi lingkungan Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
2. Ikatan persaudaraan atau hubungan spiritual ini dilandasi niat tulus-iklas untuk bersama-sama belajar menekuni dan melaksanakan Ajaran agama.
3. Ikatan persaudaraan atau hubungan spiritual ini merupakan lanjutan pelaksanaan Asuci-Laksana pada saat menjelang menerima Diksa atau Insiasi.
4. Asuci-Laksana pada intinya adalah selalu eling kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dengan cara selalu tekun bersembahyang, bermeditasi dan berjapa; melakukan perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
5. Asuci-Laksana juga adalah Tapa-Brata untuk menjaga, meningkatkan, memelihara Kesehatan Stula Sarira (Fisik) dan Mental dengan menerapkan Panca Yama Brata dan Panca Niyama Brata demi memperlancar pelaksanaan dan perkembangkan spiritual /rohani sehingga selalu meningkatkan kesucian lahir batin (sauca) sehingga tetap tenang -damai, tanpa gejolak emosi (sentosa) dan sejahtera menjalani kehidupan ini.
6. Sulinggih Utama tetap berjenjang masing-masing selama 3 (tiga) tahun; mulai dari Sulinggih Utama-1penerima Piagem dan seterusnya.



BAB. VI.
PEMBINAAN CALON DIKSA
Pasal 37.
Wewenang dan Tugas
1. Wewenang Pembinaan Calon Diksa dilimpahkan kepada Pemucuk KAPURUSAN didalam Sabha Agung Ida Sulinggih.
2. Didalam Aguron-guron tugas Pemucuk terutama memfasilitasi Pelaksanaan Pediksan dan Sabha Agung Ida Sulinggih.
3. Ida Nabe Senior berkenan untuk meminta kepada Pemucuk Pusat KAPURUSAN agar segera memfasilitasi pelaksanaan Sabha; terutama pelaksanaan Sabha Agung.
4. Bila tiba maktunya Pemucuk Pusat KAPURUSAN bertugas mempertimbangkan untuk memfasilitasi pelaksanaan Sabha Ida Sulinggih



Pasal 38.
Program Pembinaan
Secara Garis besar Pembinaan Calon Diksa dilaksanakan bertahap sebagai berikut.
1. Diklat Calon Pemangku (Pinandita wiwa) dilakukan oleh Pemucuk Kabupaten/Kota.
2. Magang menjadi Pemangku dibawah bimbingan dan pengawasan oleh seorang Ida Sulinggih yang telah pada jenjang Sulinggih Guru.
3. Diklat Calon Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita dilakukan oleh Pemucuk Pusat KAPURUSAN.
4. Pemantapan Calon diksa dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Pemucuk Pusat KAPURUSAN dan didalamnya telah berperanan unsur Penabean, Bidang Kepanditaan di KePemucukan, unsur cendikiawan dan unsur KePemucukan Kabupaten/Kota



Pasal 39.
Peranan Pemucuk
Peranan Pemucuk KAPURUSAN Pada Pembinaan Calon Diksa
1. Pembinaan Calon Diksa menjadi bagian upaya mendorong seluruh KAPURUSAN agar sadar, bangkit penuh semangat serta niat tulus-iklas berupaya mencapai Moksa; Tujuan Agama Hindu.
2. Merencanakan secara cermat Program Pembinaan Calon Diksa
3. Demi keseragaman Kurikulum dan Silabus Pendidikan baik untuk Diklat Pinandita wiwa maupun Diklat Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita disiapkan oleh Pemucuk Pusat
4. Pemucuk Kabupaten/Kota melaksanakan Diklat Calon Pinandita Wiwa minimal sekali dalam 18 kali pertemuan dalam 3 bulan.
5. Pemucuk KAPURUSAN Pusat melaksanakan Diklat Calon Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita minimal 18 kali dalam 3 bulan dan dilanjutkan ke nunas tuntunan ke para Nabe minimal 6 bulan dan maksimal selama 5 tahun.
6. Masing-masing Pemucuk menyiapkan segala materi penunjang Pelaksanaan Diklat diatas
7. Melakukan seleksi akhir sesuai Tugas Pemantapan Calon Diksa dengan petunjuk Ida Nabe Senior atau melibatkan Ida Sulinggih kapurusan dan atau sulinggih lain yang beliau tugaskan
8. Ikut memfasilitasi untuk medharma suaka.
9. Memfasilitasi dan memperlancar pelaksanaan Diksa pariksa dan Padiksan



Pasal 40.
Penerimaan Sisya
1. Memperhatikan bahwa menjalani Bhiksuka Asrama adalah hak setiap umat Hindu demi mencapai Tujuan Agama Hindu, maka setiap anggota KAPURUSAN yang dengan sepenuhnya bertujuan semata-mata untuk menyucikan diri demi mencapai Tujuan Agama Hindu; berhak menjadi Calon Sisya.
2. Namun bila diantara mereka dibutuhkan untuk memberi pelayanan oleh Umat atau masyarakat umum, baik sebagai pemuput yadnya (Nglokapala Sraya) atau Pedarma-Wacana (Dang Acarya); ijinnya ditetapkan oleh Ida Nabe.
3. Dengan demikian Secara Umum Penerimaan Calon Diksa diatur sebagai berikut:
a. Calon Diksa atau Calon Sisya adalah setiap Maha Warga Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang telah sadar dan berniat secara tulus-iklas dan sepenuh hati untuk menjalani Bhiksuka Asrama.
b. Angga Griya maupun bukan Angga Griya; yang belum menjadi Pemangku maupun yang sudah menjadi Pemangku.
c. Sangat diharapkan Calon Diksa telah mengikuti Pendidikan di Perguruan Tinggi (S1, S2 dan seterusnya); apalagi Sarjana Agama Hindu
d. Calon Sisya adalah sepasang Suami-istri; perorangan laki-laki maupun perempuan.
e. Calon Sisya adalah laki-laki maupun perempuan yang telah cerai dari perkawinannya; yang telah berketetapan hati dan memiliki niat serius, tulus dan iklas untuk memasuki Bhiksuka Asrama
4. Dalam Jangka Pendek sangat diutamakan kepada Kabupaten dan atau Kecamatannya masih belum ada Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAuntuk menjadi Sisya
5. Bagi Sisya yang memilih ingin nglokapala sraya disyaratkan minimal telah berumur 40 tahun.
6. Pada usia lebih dari 40 tahun seorang Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAbaru ditetapkan untuk mendapat Ijin Nglokapalasraya dari Ida Nabe Senior.


Pasal 41.
Diklat Calon Pinandita Wiwa
1. Diklat Calon Pinandita diselenggarakan Pemucuk KAPURUSAN Kabupaten/Kota
2. Bagi Kabupaten yang jumlah Ida Sulinggih terbatas atau bahkan nihil atau belum/ tidak merata di tiap Kecamatan, Pemucuk KAPURUSAN Kabupaten setempat patut menyiapkan rencana yang matang untuk mendorong Warga mengikuti Program ini, serta menggalakan pelaksanaan Diklat Calon Pinandita.
3. Calon Peserta Diklat wajib mendaftarkan diri pada Pemucuk Kabupaten/Kota atau Panitya Pelaksana Diklat Calon Pinandita yang telah ditunjuk
2. Waktu atau saat Pelaksanaan Diklat disesuaikan dengan keadaan setempat.
3. Lama/waktu Pelaksanaan Diklat diikat oleh jumlah jam pertemuan dan panjang waktu pertemuan/ tatap muka belajar-mengajar, sesuai dengan ketentuan dalam Kurikulum Deaplearning.
4. Peserta Diklat Calon Pinandita yang mengikuti Diklat dengan baik sesuai ketentuan Panitia; akan diberikan Sertifikat tanda telah Lulus mengikuti Diklat Pinandita Wiwa.


Pasal 42.
Ekajati
1. Setelah menyelesaikan Diklat Calon Pinandita dengan baik, memperoleh Sertifikat Wiwa, Peserta Pembinaan Calon Diksa patut melanjutkan untuk (magang) menjadi Pemangku dibawah bimbingan dan Pengawasan oleh seorang Sulinggih Guru
2. Pawintenan Eka Jati dilaksanakan oleh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA/Sulinggih Guru bersangkutan atau yang ditunjuk.
3. Lama menjalani magang sebagai Pemangku ini minimal selama 6 (enam) bulan.
4. Penyelesaian Magang sebagai Pemangku dibawah bimbingan dan Pengawasan oleh seorang Sulinggih Guru ditandai dengan Penyerahan sebuah Karya Tulis Tentang Yadnya di Lingkungan KAPURUSAN.
5. Karya Tulis sangat diharapkan dan dapat dibahas didalam Diklat Calon Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita
6. Karya Tulis yang berkaiatan dengan upaya mengungkap Jati Diri Sulinggih Waisnwa, sangat berpeluang untuk dibahas didalam Sabha Madya dan bila Rumusannya memadai lanjut menjadi Bahan Bahasan di dalam Sabha Agung Ida SulinggihSeluruh Bali.


Pasal 43.
Diklat Calon Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita.
1. Diklat Calon Pandita diselenggarakan Pemucuk KAPURUSAN Pusat/Provinsi.
2. Calon Peserta Diklat wajib mendaftarkan diri pada Pemucuk KAPURUSAN Pusat/Provinsi atau Panitya Pelaksana Diklat Calon Pandita yang telah ditunjuk dengan menunjukan Sertifikat Tanda telah mengikuti Diklat Pinandita Wiwadan surat keterangan sedang menjalani atau Sertifikat telah selesai menjalani Magang sebagai Pemangku.
3. Waktu atau saat Pelaksanaan Diklat disesuaikan dengan keadaan setempat.
4. Lama waktu Pelaksanaan Diklat diikat oleh jumlah jam pertemuan dan jumlah waktu pertemuan/tatap muka belajar-mengajar, sesuai dengan ketentuan dalam Kurikulum.
5. Materi Pendidikan pada prinsipnya terdiri dari Materi Klompok Dasar; Klompok Inti; Klompok Penunjang.
6. Diminta atau tidak diminta Ida Nabe Senior langsung atau melalui petugas yang ditunjuk oleh beliau dapat menyempurnakan Materi Pendidikan dan menugaskan beberapa Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsebagai Guru/Tutor[6].
7. Peserta Diklat Calon Pandita yang mengikuti Diklat secara baik sesuai ketentuan yang ditetapkan Penyelenggara; akan diberikan Sertifikat tanda telah lulus mengikuti Diklat Calon Ida Bhawati/Ida Gde/Ida Diksita.


Pasal 44.
Pemantapan Calon Diksa
1. Pemantapan Calon Diksa ini merupakan tahap terakhir dari Pembinaan Calon Diksa.
2. Bila saatnya tiba, sesuai yang telah diprogramkan; 7,5 (tujuh setengah) bulan sebelum Rencana Pediksan, Calon Diksa harus telah melapor kepada Pemucuk Pusat KAPURUSAN, untuk dapat melaksanakan Pemantapan Calon Diksa.
3. Pada prinsipnya lokasi pemantapan adalah di Griya Calon Diksa dan pada keadaan tertentu dapat dilakukan menurut kesepakatan dan sesuai Desa-Kala-Patra.
4. Dalam Pemantapan Calon Diksa ini dilaksanakan pembinaan Fisik dan Administrasi berkait dengan upaya Calon Diksa menerima diksa; terutama kesehatan dan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, finansial, kekerabatan, dan adat. Antara lain:
                a. Pengecekan dan upaya untuk menjaga kesehatan fisik dan mental Calon Diksa
               b. Pengecekan Hubungan Keluarga, Pengalaman Pendidikan, Pekerjaan dll (cv?)
                c. Juga terhadap kewajiban sesuai Rama Rena, Putra Sesana dan Pitra Rena.
               d. Keterikatan pada hal yang bersifat financial, seperti kontrak, utang-piutang, perjanjian/ kesepakatan dan atau kewajiban lain.
                e. Ikatan dengan Banjar Pekraman seperti “ayahan Banjar” dan lain-lain, baik terhadap Desa Pekraman maupun Pura
                f. Dukungan didalam melaksanakan Bhisuka Asrama dari keluarga terdekat (tegak Griya), sampai lingkungan keluarga yang lebih luas atau masyarakat lainnya.
               g. Sebaiknya Calon Diksa telah memiliki jaminan atau dukungan finansial dalam menjalani tahap Bhisuka Asrama, seperti ‘dana pensiun’, secutak tanah yang menghasilkan (Sengker Kendeng) atau bentuk yang lainnya.
               h. Sepatutnya Calon Diksa mempunyai rencana Medharma-Suaka kepada Keluarga terdekat sampai keluarga terluar dan atau masyarakat sekitar Griya
5. Demi upaya pengungkapan Jati Diri Sulinggih Waisnawa, peserta Pemantapan Calon Diksa menyusun sebuah Karya Tulis yang berciri-khas Waisnawa.
6. Karena disusun didalam upaya memupuk semangat untuk menyucikan diri, Karya Tulis diharapkan berbobot dan pantas dibahas pada Sabha Agung Ida Sulinggih.
7. Karya Tulis ini dapat menjadi kelanjutan atau penyempurnaan dari karya tulis sebelum-nya. Dan bagi Calon Sisya yang tidak magang menjadi Pemangku karena telah lama dan berpengalaman menjadi Pemangku; karya Tulisnya menjadi sangat diharapkan untuk mengungkap Jati Diri Sulinggih Waisnawa.
8. Karya Tulis diserahkan kepada Tim Pemantapan Calon Diksa untuk disampaikan kepada Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA cq Bidang Litbang dan Bidang Tata Usaha.
9. Sebagai tanda keberhasilan menjalani Pemantapan Calon Diksa ini Pemucuk Pusat KAPURUSAN akan mengeluarkan Rekomendasi untuk mengajukan Permohonan Penabean.
10. Permohonan Penabean sudah dapat diajukan setelah Rekomendasi Pemucuk Pusat KAPURUSAN diterbitkan


Pasal 45.
Petugas atau Tim Pemantapan Calon Diksa
1. Tim Pemantapan Calon Diksa beranggotakan Bidang Kesulinggihan Pemucuk Pusat dan Cendikiawan KAPURUSAN dibawah koordinasi Ketua Pemucuk bersangkutan (Atasan Bidang Kesulinggihan) dan Ida SulinggihSulinggih Wisnawa yang ditunjuk atau ditugaskan oleh Ida Nabe Senior.
2. Tim ini juga menjadi nara sumber didalam Ida Nabe Senior melakukan seleksi terhadap Calon Diksa; menuju Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASANgraga; Nglokapala Sraya atau Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAAcarya
3. Waktu 7,5 bulan untuk Pembinaan Calon Diksa mempertimbangkan:
a. Persiapan pembentukan Tim Pemantapan Calon Diksa;
b. Pembinaan fisik-Administrasi selama 3 bulan;
c. Pendaftaran ke PHDI minimal 3 bulan sebelum Pediksan dan
d. Persiapan (mental) untuk menerima diksa selama 3 bulan


BAB. VII.
PERSIAPAN PEDIKSAN
Pasal 46.
Permohonan dan persetujuan Pediksan
1. Permohonan jadi Sisya, dapat segera diajukan kepada Ida Nabe Senior selaku Pemimpin Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsetelah menjalani Pemantapan Calon Diksa dan mendapat Rekomendasi dari Pemucuk Pusat Sulinggih Kapurusan.
2. Penerimaan atau perkenan beliau menjadi Nabe; memenuhi permohonan Calon Diksa; disampaikan secara tertulis.


Pasal 47.
Memilih Nabe
1. Mereka yang telah mendapat Rekomendasi Pemucuk KAPURUSAN Pusat tanda telah menjalani Pemantapan Calon Diksa dengan baik, dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
2. Calon Sisya dapat memilih Ida Nabe Senior atau Ida Nabe lainnya untuk berkenan dimohonkan sebagai Nabe; namun persetujuan tertulis dikeluarkan Penabean Kapurusan
3. Pada prinsipnya Calon Sisya dapat memilih Ida Nabe sesuai dengan keyakinannya. Namun Calon Sisya patut mencermati berbagai ketentuan dan dewasa yang ada, termasuk:
a. menghindari agar Ida Nabe bersangkutan tidak melaksanakan diksa lebih dari 1(satu) kali dalam 1 (satu) ‘Sasih Linggih Dewasa’
b. mengajukan permohonan agar berkenan menjadi Nabe; minimal 3 (tiga) bulan sebelum Pediksan.
c. mempertimbangkan pula bahwa permohonan Diksa Pariksa kepada PHDI harus diajukan 3(tiga) bulan sebelum Padiksan
4. Dengan mengedepankan “susila”, santun, penuh rasa hormat dan bhakti; Calon Sisya mengadakan pendekatan kepada Ida Nabe Senior atau Ida Nabe pilihannya, memohon agar beliau berkenan menjadi Nabe/ berkenan menerima dirinya sebagai Sisya beliau.
5. Ida Nabe yang berkenan menjadi Calon Nabe seorang Calon Sisya segera melapor ke Ida Nabe Senior dan tembusannya disampaikan kepada Kepala Tata Usaha Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA , untuk dibuatkan tanda penerimaan sebagai Sisya
6. Penetapan Penerimaan secara resmi seseorang menjadi Calon Sisya Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAhanya dilakukan Ida Nabe Senior sebagai penanggung-jawab Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA .
7. Persetujuan Pediksan dan yang melaksanakan Diksa atau inisiasi; tanda diterimanya seseorang sebagai peserta Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAsecara Resmi ada di tangan Ida Nabe Senior.
8. Bhiseka setelah diksa adalah “Ida Sulinggih”; selengkapnya sesuai anugrah Ida Nabe.
9. Dalam keadaan Ida Nabe berhalangan atau sakit terutama pada saat Upacara Pediksan, beliau berkenan memohon /menunjuk satu diantara Ida Nabe lainnya.
10. Penilaian dan penetapan perubahan setatus, penghargaan/apresiasi terhadap kemampuan setiap Sisya Penabean seperti Ngalinggihang Weda, Mapulang Lingga dan seterusnya ada di tangan Ida Nabe bersangkutan; Piagem dikeluarkan oleh Ida Nabe Senior.


Pasal 48.
Memilihan Guru Pembina
1. Pemilihan Guru Pembina oleh Sisya atas persetujuan Ida Nabe; minimal 3 (tiga) bulan menjelang menerima inisiasi atau upacara Pediksan
2. Pemilihan Guru Pembina baik Guru Waktra maupun Guru Saksi dilakukan oleh Calon Sisya setelah yang bersangkutan mendapat persetujuan tertulis dari Ida Nabe yang berkenan menjadi Guru Nabenya.
3. Calon Sisya dapat memilih sendiri Guru Pembina atas pertimbangan kemudahan Calon Sisya didalam menerima dan menyerap materi Aguron-guron selanjutnya.
4. Penetapan Guru Pembina dilakukan oleh Ida Nabe Senior atas berbagai pertimbangan termasuk keberadaan Calon Guru Waktra dan Calon Guru Saksi; melalui persetujuan tertulis.
5. Pembina Sisya adalah Sulinggih Guru yang dipilih oleh Sisya sendiri secara bebas untuk menjadi Guru Waktra atau Guru Saksi dengan tetap mempertimbangkan kemudahan pembinaan dan pengawasan didalam belajar dan memahami Ajaran Ida Bhatara Kawitanyang menjadi keyakinan sekaligus ciri dari KAPURUSAN.
6. Bagi Sisya yang memilih Guru Pembina agar memperhatikan pula Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22


Pasal 49.
Penetapan Jadual /Dewasa Padiksan
1. Selanjutnya atas permohonan Calon Diksa Ida SulinggihSulinggih Nabe segera berkenan memberi Dewasa Pediksan (Hari-H) setelah jawaban tertulis sebagai Calon Sisya Penabean Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAditerbitkan.
2. Berikutnya Beliau berkenan menyampaikan Garis Besar Jadual Rangkaian Upacara Pediksan atau Bantang Dewasa
3. Bantang Dewasa meliputi langkah-langkah Utama (pokok) dalam pediksan, seperti Mapajati ke Griya Nabe; Ngawit Asuci Laksana; Macaru di (calon) Griya; Padiksan. (Ngalinggihang Weda; Mapulang Lingga).
4. Jadual lebih rinci sangat berkait dengan keberadaan Calon Diksa disusun dan diajukan oleh Panitya Pelaksana Pediksan kepada Ida Nabe Senior untuk mendapat persetujuan.
5. Penetapan tempat, Bantang Dewasa (waktu) dan rangkaian upacara Pediksan sepenuhnya ada di tangan Ida Nabe Senior
6. Beliau juga akan memberi petunjuk dan menetapkan urutan prosesi yang harus dilakukan Calon Diksa sebelum dan sesudah upacara Pediksan.


Pasal 50.
Mapejati Ke Mrajan Griya Ida Sinuhun Nabe
1. Mapejati atau menghaturkan pejati sebagai pernyataan dengan ‘niat tulus-iklas’ untuk menjadi Sisya secara sekala dan terutama niskala di Merajan Griya Ida Nabe (Werdha).
2. Mapejati atau menghaturkan pejati ke Griya Ida Sinuhun Nabe diantar oleh Ida Nabe Senior dan atau Ida Nabe[7]
3. Mapejati ke Griya Guru Waktra dan juga Griya Guru Saksi.
4. Waktu mapejati ini adalah merupakan kesempatan Calon Diksa untuk memohon Pewarah-warah (petunjuk) lebih lanjut dari Ida Nabe dan atau Guru Pembina


Pasal 51.
Asuci Laksana
Disamping Desa-Kla-Patra ada 3 faktor utama lainnya yang menentukan keberhasilan Padiksan, antara lain Kemampuan (Kesucian) Ida Nabe, Kesiapan (kesucian) Sisya dan Metoda Inisiasi (Pediksaan). Menurut Astangga Yoga pondasi bagi mereka akan menjalankannya Diksa adalah Panca Yama Brata. Setiap orang yang menjalani Kepanditaan/ Bhiksuka Asrama patut menyucikan diri melalui brata/pengendalian diri; baik pikiran, ucapan dan laksana; sebagai berikut:
1. Ahimsa, Pantang melakukan kekerasan; melatih diri secara bertahap tapi pasti untuk tidak melakukan kekerasan; sejak dari berpikir, berucap dan bertindak, agar pada saatnya nanti mampu bersikap menghidari kekerasan bahkan anti kekerasan.
2. Satyam, Pantang Berbohong.; melatih diri secara bertahap; sejak dari berpikir, berucap dan bertindak, untuk melenyapkan kebiasaan berbohong dan selalu berpegang kepada Kebenaran.
3. Asteya, Pantang Mencuri; melatih diri secara bertahap; sejak dari berpikir, berucap dan bertindak; untuk tidak menginginkan milik orang lain dengan cara tidak benar, termasuk mengambil milik orang lain tanpa ijin pemilikinya.
4. Brahmacarya, Pantang Selingkuh; pada tahap mencari Brahman ini patut melatih diri secara bertahap; sejak dari berpikir, berucap dan bertindak; untuk mengendalikan nafsu, terutama nafsu birahi; menghindari penyimpangan seks termasuk selingkuh.
5. Ahara Lagawa; melatih diri secara bertahap; sejak dari berpikir, berucap dan bertindak; untuk iklas hanya mengkonsumsi makanan sederhana. Pantang mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat merusak fisik/tubuh maupun mental/ pikiran seperti alkohol, rokok apalagi obat-obatan terlarang seperti Narkoba.


Pasal 52.
Waktu dan Sasaran
1. Asuci Laksana patut sudah dimulai atau dilakukan minimal 3(tiga) bulan sebelum Diksa; sejak awal berniat untuk melaksanakan Diksa, sehingga pada saatnya telah siap menerima Diksa.
2. Asuci Laksana bertujuan untuk mempersiapkan diri secara Fisik, Mental dan Spiritual agar dapat menerima diksa dengan baik.
3. Penyucian Angga/Fisik (Stula Sarira); menjaga kebersihan dan atau menjaga Kesehatan Tubuh, serta mengkonsumsi makanan sehat dan Satwika
4. Penyucian Mental (Lingga Sarira); melalui tapa-brata, temasuk menerapkan Panca Yama Brata
5. Penyucian Batin/Rohani (Karena Sarira), lebih tepatnya upaya pengungkapan Jati Diri melalui membiasakan diri untuk hening (bermeditasi) secara rutin. Bermeditasi sekitar 30 menit dalam sehari; terutama pada waktu tiga atau trisandya dan berjapa memanfaat-kan setiap waktu lenggang atau istirahat/jeda.


Pasal 53.
Puncak Asuci Laksana
1. Diawali dengan ‘madewasa’ masuci ring Suranadi; mandi di sumber air yang suci atau sungai yang tidak dicemari oleh kegiatan manusia maupun binatang; seperti tidak dikotori limbah air buangan sawah (yeh pengutangan uma) dan kegiatan lainnya.
2. Meyasa Ring Pertiwi; berupa ‘turu ring lemah’ atau tidur dilantai yang datar tanpa bantal selama 3 (tiga) hari, disertai upawasa dan mona brata.
o Penganut patut menghormati Pertiwi sebagai wahana kehidupan semua makhluk, berkait dengan manifestasi Tuhan sebagai pemelihara.
o Turu ring lemah; bermakna membiasakan diri berlatih ‘sawa asana’, tidur tertelentang dengan posisi tulang belakang lurus; salah satu sikap fisik dalam melaksanakan meditasi. Mempersiapkan diri menghadapi pelaksanaan ‘amati raga’ menjelang pediksan.
o Upawasa dan mona-brata adalah upaya pengendalian lidah untuk memperoleh makanan satwika demi kesehatan dan kebijaksanaan serta pengendalian dalam berwacana. (Lidah mempunyai fungsi ganda; sebagai pengecap dan bicara.)


Pasal 54.
Mecaru
1. Penyucian tidak saja dilakukan pada diri Calon Diksa tetapi juga terhadap Pekarangan Rumah/Griya sehingga dengan demikian diperoleh wadah kehidupan suci atau Griya Suci-nirmala didalam menjalani kehidupan Suci yang akan datang, dengan Caru.
2. Caru umumnya ditujukan untuk penyucian seluruh Pekarangan Griya dan penyucian tempat melaksanakan Amati raga. (Termasuk penyucian badan Wadah/stula Sarira?)
3. Mengenai waktu/padewasan dan tempat pecaruan ditentukan oleh Ida Nabe Senior/Ida Nabe; berkait dengan jadual Pediksan


Pasal 55.
Tirta Yatra
1. Tirta Yatra, perjalanan suci ke Pura-Pura Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAmapakeling dan mohon wara nugraha ring Para Leluhur.
2. Sepatutnya dikaitkan dengan napak tilas; menyelusuri perjalanan suci para Leluhur Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAyang ditandai dengan ‘nunas kakuluh’
3. Tirta Yatra juga dapat bermakna berlatih diri untuk mampu menikmati keagungan Alam Semesta; belajar dari Alam Semesta.
4. Walaupun diyakini beliau berada dimana-mana; namun mendatangi Linggan Ida Para Leluhur akan membawa Calon Diksa kesuasana tenang, nyaman jauh dari kebisingan.
5. Semua patut dilakukan dengan tulus-iklas tanpa ada rasa tertekan atau keterpaksaan sehingga tujuan melaksanakan Tirtayatra tercapai
Pasal 56.


Diksa Pariksa
1. Sesuai Ketentuan Parisada Hindu Dharma Indonesia, bahwa pengajuan permohonan Diksa Pariksa kepada PHDI paling lambat 3 Bulan sebelum Rencana Pediksan.
2. Permohonan ke PHDI dilengkapi dengan Rekomendasi dari Pemucuk Pusat KAPURUSAN
3. Pada Prinsipnya Pediksan adalah wewenang Nabe;
4. PHDI lebih bersifat membina dan mengayomi sehingga didalam Diksa Pariksa PHDI lebih menekankan kepada hal yang bersifat administrasi dan hal-hal yang berkait dengan pelayanan umat, antara lain meliputi:
             a. Wawasan menuju pelayanan umat yang lebih luas dan pergaulan antar umat beragama (termasuk dengan Umat diluar Hindu)
            b. Kesiapan dan dukungan Keluarga dari lingkungan terkecil menuju yang lebih luas.
             c. Dukungan Banjar Pekraman sampai dukungan Desa Pekraman.
            d. Kondisi Griya, termasuk tata-letak Bagunan berkait dengan pelayanan umat
5. Calon Diksa patut menyiapkan diri dan belajar dari pengalaman atau tradisi yang dilaksanakan PHDI pada masing-masing Kabupaten/Kotta (Desa Kala Patra)


Pasal 57.
Mapamit
1. Mepamit bermakna bahwa Sang Calon Diksa menyadari akan berusaha melepaskan diri dari segala ikatan duniawi, termasuk ikatan sanak-keluarga, sebagai anak, saudara, ayah-ibu di dalam keluarga dan bahkan di lingkungan Banjar dan Desa selama ini, karena akan memasuki Bhiksuka Asrama; melaksanakan kehidupan suci sebagai Ida Sulinggih.
2. Mepamit secara resmi ini dilakukan kehadapan Ayah-Ibu, paman-bibi, saudara, anak-anak dan keluarga dekat lainnya. Sepatutnyalah pamitan dan sungkeman dilakukan dengan tulus-iklas, terutama kepada ayah-ibu, paman dan bibi serta kepada saudara tua.
3. Mapamit juga kepada anggota Banjar melalui Kelihan dan Prajuru; merajan Banjar.
4. Mepamit kepada seluruh Warga Desa umumnya dilakukan melaui Bendesa dan atau mepamit ke Kahyangan Tiga Desa setempat.


BAB. VIII.
PADIKSAN
Pasal 58.
Amati Raga
1. Amati raga merupakan persyaratan pokok dan persiapan akhir bagi Calon Diksa untuk menerima Diksa
2. Pada hari pelaksanaan Amati Raga, sejak pagi hari sang Calon Diksa berdua patut melaksanakan upawasa dan mona-brata untuk dapat lebih focus pada Amati-raga
3. Galah atau dauh pelaksanaan Amati Raga ditentukan oleh Ida Nabe
4. Tempat pelaksaan Amati raga diupayakan agar betul-betul bebas dari kesibukan lainnya, senyap dan aman dari segala gangguan termasuk ganguan suara.
5. Prosesnya dilaksanakan dan diawasi oleh seorang Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAatau lebih; baik bimbingan di dalam mengawali (turu), pelaksanaan dan mengakhiri (tangi).
6. Sang Amati Raga mabusana sarwa petak/putih, agak longgar agar dapat bersikap sawa-asana dengan bebas dan baik.
7. Pelaksanaannya bermakna menyucikan diri, melepaskan semua mala yang ada.
8. Istilah Amati Raga dapat juga bermakna Sang Atman keluar dari ‘werangka’ atau Stula Sarira. Paling tepat bila Sang Amati Raga sudah larut dalam kesadaran rohani, mencapai Samadhi; puncak dari Astangga Yoga.


Pasal 59.
Pasucian
1. Sebelum diksa; setelah ‘metangi dari Amati Raga’ dilanjutkan dengan Mesuci; dimandikan oleh orang-rang yang telah suci pula.
2. Penyucian Calon Diksa Lanang dan Istri masing-masing dipimpin oleh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASALanang dibantu Pemangku Lanang; dan Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAIstri dibantu Pemangku Istri.


Pasal 60.
Padiksan
Selanjutnya rangkaian upacara sakral padiksan dilakukan pada dini hari, sebagai berikut
1. Puja; Sang Calon Diksa melakukan persembahyangan, menyampaikan puji sukur Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dan Para Leluhur atas perlindungan beliau sehingga sukses melaksanakan Amati Raga di pimpin oleh Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASANabe. Dan memohon Wara-Nugraha untuk pelaksanaan diksa.
2. Paguruyagan; pernyataan dan sikap (sembah) Sang Calon Diksa dengan hati tulus-iklas dan penuh keyakinan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ida Nabe didalam menerima Diksa dan bimbingan Kabujanggan selanjutnya
3. Pemberian Pecatu dan Tongkat; ditandai dengan menyentuhkan Pecatu dan Tongkat oleh Sang Ida Nabe di tengah-tengah dahi kedua Calon Diksa sebagai upaya membuka mata batin Sang Calon Diksa. Saat Sang Diniksa dinyatakan lahir untuk kedua kalinya; Dwijati.[8]
4. Siwa Dwara; upacara napak, menurunkan Ilmu Ida Nabe kepada Sang Diniksa yang dilakukan dengan menyentuhkan “Tapakan Ida Bhatara Kawitan” ke ubun-ubun Sang Diniksa.[9]
5. Sikka; upacara mewujudkan prucut, gelung rambut di puncak kepala Sang Diniksa; diawali dengan pemotongan ujung rambut mapetik sebagai simbul penyucian.
6. Amari Aran; mengganti nama saat walaka dengan Bhiseka, nama suci panugrahan Ida Nabe. Amari Aran adalah satu dari Catur Bandanda Dharma; empat kewajiban pokok didalam menjalani Aguron-guron, kehidupan rohani sebagai Sisya seumur hidup.
Catur Bandana Dharma itu adalah:
a. Amari Aran; melepaskan dan mengganti nama Walaka dengan Bhiseka, nama suci panugrahan Ida Nabe, sebagai tanda telah memasuki kehidupan Bhiksuka Asrama
b. Amari Wesa; menggantikan cara berpakaian walaka dengan berpakaian atau berpenampilan Ida SulinggihSulinggih Waisnwa, untuk seterusnya.
c. Amari Wesaya; melepaskan sikap dan tingkah laku welaka dan memasuki kehidupan Ida SulinggihSulinggih Waisnwa yang sarat dengan Tata-Susila
d. Angulahaken Kaguru Susrusa; melaksanakan aguron-guron dengan sepenuh hati, tertib, menghormati dan taat kepada petunjuk Ida Nabe
7. Pasobyah
Sebagai akhir dari rangkaian upacara Pediksan ditutup dengan acara resmi (ceremonial) yang pada intinya sebagai perkenalan “Ida Sulinggih Kapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASA Anyar” lengkap dengan Bhiseka beliau. Hal ini ditandai dengan “pasobyah”, pengumuman oleh PHDI.


BAB. IX. .
PASCA PEDIKSAN
Pasal 61.
Tapa dan Brata
1. Setelah menerima anugrah Diksa Sang Diniksa patut melaksanakan Tapa-Brata selama 42 hari atau abulan pitung dina.
2. Dalam waktu paling lambat selama 42 hari Sang Sulinggih Anom diharapkan sudah berhasil menemukan, memelihara dan menumbuh kembangkan apa yang ditemukan saat dianugrahkan Diksa oleh Ida Nabe; sehingga pada diri Sang Sulinggih Anom telah tertanam (power) kesucian yang memadai dan telah siap serta mampu menenuaikan tugas Kepanditaan dengan sukses (Sidaningdon)
3. Ibarat seorang Anak menerima bibit bunga, dia harus menanam, menjaga dan memelihara bibit itu dengan cermat penuh perhatian dan kesabaran agar bibit itu tumbuh menjadi tunas muda yg dapat tumbuh-berkembang segar. Bila tidak dipelihara dengan telaten pasti dia akan tidak tumbuh dan bahkan akan mati; tak bermakna.
4. Saat itulah Ida SulinggihAnyar patut melaksanakan tapa dengan teguh dan tekun, ibarat Ayam mengerami telurnya yang sedang membutuh suhu yang terukur dan berlanjut sehingga menetas dengan sempurna.
5. Tapa ini patut didukung oleh penerapan brata lanjutan yaitu Panca Niyama Brata:
a. Akroda; Sang Sulinggih Anom patut berlatih mengendalikan emosi sehingga tetap tenang dan tidak mudah marah, tidak mudah terpancing emosi sehingga akhirnya terbiasa tidak marah walau menghadapi tantangan yang berat.
b. Santosa; Sang Sulinggih Anom patut berlatih mengendalikan ego sehingga mampu tenang walaupun menerima berbagai cemooh, caci-maki dan fitnah atau sebaliknya bila pujian menerpa dirinya; agar hati tetap tenang dibarengi senyum kedamaian.
c. Sauca; Sang Sulinggih Anom selalu teguh dan tekun untuk senantiasa meningkat-kan kesucian diri lahir maupun batin
d. Apramada; Sang Sulinggih Anom hendaknya belajar untuk tidak ingkar akan kewajiban yang telah digariskan oleh Ida Nabe. Sikap ini patut diawali dengan selalu yakin sepenuhnya atau tidak (angkuh) meragukan Ida Nabe dan atau harus yakin terhadap apa yang digariskan Ida Nabe; dengan selalu berupaya mengusir dan menyingkirkan dengan tuntas setiap muncul rasa ragu terhadap Guru.
e. Guru Susrusa; Sang Sulinggih Anom patut selalu serius, tulus-iklas dan tekun mengikuti seluruh petunjuk dan apapun yang diajarkan oleh Guru.
6. Keberhasilan sesuai ayat 1 Pasal ini akan ditandai dengan anugrah “Ngalinggihang Weda oleh Ida Nabe”
7. Keberhasilan mencapai tujuan Tapa Brata ini ibarat Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASAtelah berhasil menyalakan lentera demi menerangi Griya dan sekitarnya.
8. Power penerang ini patut dipelihara dengan tekun dan berlanjut sehingga yang awalnya hanya secercah cahaya, dari hari-kehari terus makin terang dan makin terang sehingga mampu menerangi kehidupan masyarakat sekitar makin lama makin luas.


Pasal 62.
Ngalinggihang Weda
1. Dengan anugrah “Ngalinggihang Weda” Sang Sulinggih Anom telah mendapat anugrah ijin resmi untuk melanjutkan mengenal, memahami dan menguasai Weda dengan sepenuh hati.
2. Memperdalam Weda baik unsur Tatwa; Susila dan Acara, meliputi Upcara dan Upakara.
3. Dengan anugrah “Ngalinggihang Weda” Sang Sulinggih Anom telah mendapat anugrah ijin resmi dari Ida SulinggihSulinggih Nabe untuk mulai melayani masyarakat dalam melaksanakan “Yadnya Dangan”
4. Dengan Ngalinggihang Weda Sang Sulinggih Anom telah memperoleh kesempatan untuk atau bahkan ditantang untuk dapat menumbuh-kembangkan kesucian, sehingga Stula Sarira dan Griya Sang Diksita memancarkan vibrasi kesucian yang makin hari makin kuat.
5. Hal ini akan sangat mungkin apabila Sulinggih Anom mampu menjadi suri tauladan kehidupan suci minimal bagi lingkungan Griya Anyar, sehingga terwujud kehidupan penuh etika di Griya; melalui menjalani kehidupan satya brata atau berpola hidup yang menyatu dengan brata yang telah dijalani.
6. Kemampuan memenuhi tuntutan Catur Bandana Dharma otomatis akan berpengaruh juga kepada penghuni Griya, berupa kesadaran untuk melakoni kehidupan sebagai Sulinggih (penekun kerohanian) sejak awal (remaja); minimal hidup penuh etika.
7. Akan menjadi sempurna apabila Sulinggih Anom mampu terus menularkan kehidupan penuh etika dan berkesadaran untuk menjalani kebujanggan itu tidak saja di lingkungan Griya, tetapi makin lama makin meluas dirasakan oleh masyarakat sekitar Griya Atau minimal masyarakat sekitar berpandangan makin positif sejak nyenengnya Ida SulinggihSulinggih Waisnawa.
8. Hal ini akan tumbuh terus apabila Sulinggih Anom telah memiliki tingkat kesucian tertentu sehingga mampu menarik umat/masyarakat sekitar untuk datang dan Sulinggih Anom sendiri berkenan membuka diri dan pintu Griya selebar-lebarnya.


Pasal 63.
Mapulang Lingga
tan hana Wiku tan Satya Brata,
yan hana Wiku tan Satya Brata,
satsat Satriya ajrihing Yudha
(Rsi Sesana Catur Yuga)
tidak ada Orang Bijaksana yang tidak taat melaksanakan brata
bila ada Orang Bijaksana tidak taat melaksanakan brata
bagaikan seorang ksatria lari dari kancah peperangan
1. Dengan telah dianugrahkan Sang Sulinggih Anom “ngalinggihang Weda” bermakna Sang Sulinggih Anom telah lengkap mendapat pawarah-warah mengenai brataning Sang Wiku; yaitu Panca Yama Brata dan Panca Niyama Brata
2. Dengan dilaluinya Pelaksanaan Diksa dan Ngalinggihang Weda bermakna Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASANabe telah menanamkan Pondasi yang kokoh didalam upaya Sang Sulinggih Anom untuk terus meningkatkan KeSulinggihn.
3. Dengan berbekal ketekunan dan ketulusan melaksanakan kedua Brata Utama Kewaisnawan ini cepat atau lambat Sang Sulinggih Anom akan mencapai Satya Brata; pola hidup baru yang penuh kedamaian.
4. Bila Sang Sulinggih Anom dengan kondisi Satya Brata tetap meningkatkan KaSulinggihn; astungkara dalam 3 tahun sang Sulinggih Anom telah mencapai tingkat tertentu didalam Kabujanggan yang patut dianugrahi “Mapulang Lingga” oleh Ida Nabe.
5. Sulinggih Anom mengajukan permohonan kehadapan Ida Nabe untuk memperoleh Anugrah “Mapulang Lingga”.
6. Anugrah Mapulang Lingga sebagai penghargaan/apresiasi atas ketekunan Sang Sulinggih Anom dan berhak menerima Piagem BhM, seperti diatur Pasal 35 diatas.
7. Apresiasi atau penghargaan terhadap kemajuan KeSulinggihn selanjutnya diatur secara berjenjang dalam kurun waktu 3 tahun


BAB. X.
PENGGANTIAN PEMBINA
Pasal 64.
1. Pada dasarnya Ikatan Ida Nabe termasuk Guru Waktra dan Guru Saksi adalah ikatan seumur hidup antara Sisya dengan Gurunya.
2. Pergantian Guru Pembina dilakukan karena alasan Guru Pembina tidak dapat memenuhi tugasnya sebagai mana mestinya karena berhalangan tetap, Sungkan atau lebar.
3. Atas alasan yang wajar dan bertujuan mulia, Ida SulinggihSisya dapat mengusulkan penggantian Guru Pembina, baik Guru Waktra maupun Guru Saksi kepada Ida Nabe.
4. Ida SulinggihSisya dapat memilih Ida Sulinggihanggota Sulinggih Utama/Sulinggih Guru sebagai Guru Pembinanya untuk mendapat persetujuan Ida Nabe Senior (Penabean).
5. Guru Pembina, baik Guru Waktra maupun Guru Saksi dinyatakan telah terganti; bila Ida SulinggihSisya berhasil memilih Sulinggih Guru yang berkenan menjadi Guru Pembina dan mendapat persetujuan Ida Nabe Senior dalam suatu upacara.
6. Demi peningkatan hasil yang lebih baik dan kemuliaan, Ida Nabe Senior mempunyai hak penuh dan mutlak untuk mengganti Guru Pembina; baik Guru Waktra dan atau Guru saksi.


BAB. XI.
PENILAIAN HASIL PEMBINAAN
Pasal 65.
1. Secara umum kenaikan penjenjangan Ida SulinggihSisya dilakukan 3 (tiga) tahun setelah hari Pediksan atau setelah menerima kenaikan jenjang sebelumnya; yang ditandai dengan penganugrahan Piagem oleh Ida SulinggihNabe/ Ida Nabe
2. Penilaian terhadap Sulinggih dilakukan setelah ada permohonan dari Sulinggih bersangkutan kepada Ida Nabe Senior/Ida Nabe.
3. Permohonan Penilaian dapat difasilitasi oleh Guru Waktra dan atau Guru Saksi yang bersangkutan.
4. Permohonan Penilaian diajukan kepada Ida SulinggihNabe/Ida Nabe minimal 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan Penilaian.
5. Penilaian dilakukan oleh Ida Nabe didampingi Kepala Bidang Tata Usaha dan Kepala Litbang; namun keputusan ada ditangan Ida Nabe Senior.
6. Sebelum Penilaian dimulai Penilai menetapkan program penilaian yang disetujui oleh Ida Nabe Senior.
7. Program dimaksud paling tidak meliputi metoda dan waktu penilaian dan minimal dihadiri/dilaksanakan oleh 3 (tiga) Ida SulinggihBW Anggota Penilai.
8. Didalam Penilaian; Sulinggih didampingi oleh Guru Pembina (Guru Waktra dan Guru Saksi) sebagai Nara Sumber.
9. Hasil Penilaian adalah wewenang mutlak dari Ida Nabe Senior yang tidak dapat diganggu-gugat.
10. Bagi Ida SulinggihSisya yang dianggap berhasil atau pantas naik jenjang akan mendapat anugrah Piagem dari Penabean.


BAB. XII.
PENUTUP
Pasal 66.
Masa Berlaku
1. Cilakramaning Sulinggih ini adalah hasil atau Keputusan dari Sabha Agung Seluruh Ida SulinggihSulinggih Waisnwa yang dipimpin oleh Ida SulinggihSulinggih Waisnwa Nabe/ Ida Nabe Senior
2. Ketentuan dalam Cilakramaning Sulinggih ini berlaku selama 5 (lima) Tahun.
3. Dalam keadaan normal Sabha Agung untuk membahas kembali Cilakramaning Sulinggih ini diadakan 5 (lima) Tahun setelah dinyatakan resmi berlaku.
4. Penyimpangan terhadap “Cilakramaning Sulinggih hasil Sabha Agung” tidak sah dan tidak merupakan bagian dari kegiaatan Penabeaan Sulinggih Waisnawa.
5. Dalam Keadaan Darurat dan atau dalam keadaan tertentu yang sangat mendesak Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASANabe/Ida Nabe Senior dapat menyelenggarakan Sabha Agung untuk meninjau sebagaian atau seluruh dari Cilakramaning Sulinggih ini.
6. Sabha Agung dianggap Korum dan dapat dilanjutkan apa bila dihadiri oleh 75% Anggota Sulinggih Utama dan dihadiri paling tidak oleh 50% ditambah 1 orang Anggota Sulinggih.


PUPUT
 ASTANGGA YOGA
Astangga Yoga adalah bahasa Sansekerta dan terdiri dari: Asta, Angga dan Yoga
- Asta berarti 8 (delapan)
- Angga berarti badan; tingkatan, tahapan, langkah
- Yoga adalah disiplin rohani untuk menggabungkan diri kita dengan Yang Maha Kuasa
Jadi Astangga Yoga[10] adalah 8 (delapan) tingkatan atau tahapan atau langkah didalam mempraktekan disiplin rohani untuk menggabungkan diri kita dengan Yang Maha Kuasa
1. Panca Yama Brata; sesuai penjelasan
Pasal 51
2. Panca Niyama Brata; sesuai penjelasan Pasal 61
3. Asana; memilih sikap duduk atau sikap tubuh lain yang cocok dengan kondisi tubuh agar mamapu bertahan melaksanakan meditasi
4. Pranayama; pengaturan Pernafasan
5. Pratyahara; mengendalikan/menarik Panca Indra agar tidak terganggu oleh obyeknya
6. Dharana; pengendalian pikiran
7. Dhyana; kesadaran Material, tidak tertidur dan pkiran selalu mengalir ke Tuhan
8. Samadhi;mencapai kesadaran Rohani
[1] Nama Baku sesuai Surat Keputusan
[2] Hanya beliau sendirilah yang mampu menilai diri beliau sendiri. Atau hanya belaiu sendiri menyadari keberadaan beliau ada dimana.
[3] Kedepan pelayanan juga cenderung menjengkau Wilayah Luar Bali
[4] Dalam keadaan darurat persyaratan ini dapat diabaikan; namun begitu beliau ditetapkan sebagai Ida SulinggihKapurusan garis PARAMPARA griya Agung BANGKASANabe; serentak beliau hrs menjalani Panca Yama-Niyama Brata menuju Satya Brata
[5] Piagem dan seterusnya diserahkan oleh Guru Nabe bagi mereka yg dinilai telah melaksanakan Aguron-guron dengan baik, masing-masing selama 3 tahun.
[6] Secara garis besar poin ini berlaku atau bermakna sama dengan Materi Diklat Calon Pinandita
[7] Mapejati yang telah berjalan dilanjutkan dengan Mapejati ke Merajan Griya Nabe; Griya Ida Abra Sinuhun Nabe Siksa.
[8] Tengah-tengah dahi atau Ring telenging Lalata= diantara kedua alis.
[9] Pada upacara pediksaan lain, napak dilakukan dengan menginjakan telapak kaki di ubun-ubun sang Diniksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar