Minggu, 28 Mei 2023

Makna hari raya

Hari Raya Siwaratri Menuju Pencerahan

Oleh :

Ni Nyoman Gandu Ningsih 

(Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba)

Siwaratri yang jatuh pada purwaning tilem kapitu merupakan momen yang sangat tepat untuk sebuah perenungan dan mengendalikan diri. Hari yang penuh pengampunan, hawa nafsu dan keinginan yang bersifat duniawi.

Nilai-nilai yang dapat dipetik dalam konsep kekinian. Kita harus selalu berintrospeksi diri dalam kekawin Ramayana Sargah I disebutkan demekian : ‘Ragadi musuh maparo ri ati, ya tungguanya tan madoh ring awak’ bahwa nafsu ego musuh yang sangat besar dalam tubuh kita, di dalam hati letaknya yang tak jauh. 

Pesan moral yang ada dalam ajaran siwaratri tersebut adalah membangkitkan perjuangan umat Hindu untuk selalu sadar akan diri yang selalu mengancam berbagai hambatan.

Tujuan Siwaratri ini, memberikan pengetahuan kepada manusia agar menyadari dalam dirinya selalu ada pertarungan dalam diri, antara kebenaran dan keburukan. Sebaik-baiknya manusia pasti pernah berbuat dosa selama hidupnya, dan seburuk-buruknya manusia pernah pula berbuat yang baik. Hanya saja dapat mengambil sebuah hikmah didalamnya.

Selain itu siwaratri ini sebagai motivasi kepada umat Hindu untuk selalu sadar, menghindari perbuatan dosa, dan selalu mulat sarira dan lebih banyak berbuat dharma karena dosa itu tidak bisa ditebus hanya bisa mengimbangi.

Kontek malam perenungan yang disebut siwaratri sejatinya adalah Siwa mencari Siwa. Yaitu sebuah perenungan praktik religius tentang kehidupan.

Dalam ceritra Lubdaka, bahwa maburu sato atau memburu satwam adalah kebenaran. dalam kekawin yang diburu I Lubdaka adalah empat binatang tertuang dalam kekawinnya ‘aburu gajah wek mong warak’ empat binatang yang diburu adalah gajah, macan, badak, dan warak.

Gajah ngaran asti yang berarti astiti bakti kepada Tuhan Hyang Maha Esa dalam kontek tersebut agar manusia selalu taat dan berbakti. 

Mong berarti macan, mo disini berarti momo (serakah), manusia harus menghindari sifat diri dari keserakahan.

Warak lambang kesucian manusia ditekankan untuk menjaga kesucian diri sesuai konsep tri kaya parisudha. Serta maburu ‘wek’ atau celeng alasan (babi hutan) lambang kemalasan oleh karena itu jangan bermalas-malasan.

Hakekat dari siwaratri tersebut menyadari terhadap sang diri sejati sebagai wahana mawas diri, selalu waspada didalam menjalani lika- liku hidup ini, dalam perayaan siwaratri yang jatuh pada tilem kepitu supaya diharapkan hari raya suci yang dirayakan seluruh umat Hindu di Indonesia agar dihayati betul-betul penuh hikmat memohon agar dari kegelapan menuju ke penerangan.

Keruhnya air dalam gelas bila di tuangkan sepuluh gelas dapat diyakini keruh itu akan berkurang. Itu sebagai kontektasi antara perbuatan jelek diimbangi dengan perbuatan baik atau darma akan menjadikan lebih sedikit hukuman semacam konfensasi perbuatan.

Siwaratri sebagai motivasi untuk tidak putus asa kembali ke jalan darma bahwa pintu darma selalu terbuka lebar orang sadar akan perbuatan dosanya seperti I Lubdaka diberikan hukuman akan tetapi ketika ia tidak menyadari memburu keempat binatang tersebut astiti bakti, menjaga kesucian, keserakahan, dan bermalas-malasan sehingga ia mendapatkan siwaloka.

#idasinuhun@griyangbang//walaupun dirinya mendapat sedikit siksaan//tidak sempurna sekali bahwa manusia menjalani konsep rwa bhineda#


Tidak ada komentar:

Posting Komentar