Senin, 29 April 2024

JALUR SULINGGIH

Jalur Sulinggih Antara Nyambung Rah, Nyambung Griya dan Nglimbakan Griya

(Mari belajar mematuhi aturan
Agar tidak menjadi bagian perusak tatanan) 
OLEH: 
IDA SINUHUN SIWA PUTRI PRAMA DAKSA MANUABA



[…] yadin pagata ni wangsanya ikang kapangguh, phalanya nana, witan ikang suka kagawe de mami makadi niyama warabrata […]

Jika putus keturunannya itu, segala pahala [tapanya] tidak didapat, awalnya kesenanganlah yang saya perbuat seperti Niyama Warabrata [band. Zoetmulder, 2005: 44].8

Seseorang dituntut agar memiliki keturunan sehingga pahala dari tapanya berhasil dinikmati. Jika tidak, konon orang itu tidak berhak menikmati hasilnya.


Setiap agama pasti memiliki orang suci sebagai penuntun dan pencerah dalam pendakian spiritual masing-masing umat. Tidak terkecuali umat Hindu, yang juga memiliki orang suci dan biasa disebut sebagai sulinggih. Seseorang yang menjadi sulinggih telah melewati proses dwijati atau diksa yakni lahir untuk kedua kalinya. Lahir pertama secara biologis, dan lahir kedua secara spiritual.

Meski semua orang berhak menjadi seorang sulinggih, namun ternyata itu tidak mudah seperti yang dibayangkan. Mereka yang ditempatkan mulia di antara umat itu, memiliki tanggung jawab berat sebagai orang suci. Banyak pantangan yang harus diikuti, serta harus menjauhkan diri dari ikatan, nafsu dan duniawi.



Untuk dapat didiksa menjadi seorang sulinggih, umat yang telah melalui proses tingkatan kawikon harus masuk ke dalam pasemetonan, maksimal selama tiga tahun. Hal ini dikecualikan untuk calon sulinggih yang nyambung rah (keturunan darah langsung) putra seorang sulinggih yang menggantikan tugas orang tuanya semasih beliau nyeneng. 


Nyambung Rah, ada nyambung rah masih utuh atau sekantun nyeneng, jika Nabe Lanang atau Nabe Istri masih ada, tetapi sudah ada pengganti karena merasa sudah tidak mampu melayani umat setiap hari. Ada juga disebut nyambung rah saat salah satu Nabe masih ada/nyeneng serta ada juga nyambung rah ketapak antuk daksina lingga sewaktu layon Sang Nabe masih di Bale Cemanggen, yang proses penapakannya di diambil alih atau dibantu oleh para sulinggih yang selevel dengan Nabenya. 

Istilah Nyambung Griya disebutkan ketika Nabe Lanang dan Istri dalam garis keturunan darah langsung sudah tidak ada lagi atau garis kasulinggihan pernah putung. Jadi nyambung griya itu melanjutkan keberlangsungan griya dengan nunas penabean yang baru terhadap sulinggih atau nabe yang masih nyeneng.

Sedangkan istilah nglimbakang atau ngembangan griya disebutkan bagi sulinggih yang baru dan menempati pasraman atau griya baru serta memilih nabe baru.

#Sulinggih adalah orang yang diberikan kedudukan mulia karena kesucian diri dan perilaku luhurnya.

Sulinggih merupakan orang suci yang kedudukannya dimuliakan oleh umat Hindu. Jika ditilik berdasarkan arti katanya, Su berarti baik, mulia atau utama. Sedangkan linggih berarti tempat atau kedudukan. Sehingga sulinggih bermakna mendapat kedudukan mulia di masyarakat.

Mereka dimuliakan karena telah melalui proses upacara diksa atau dwijati, yakni lahir sebanyak dua kali. Lahir pertama adalah lahir secara biologis dari rahim ibu. Sedangkan lahir kedua adalah lahir dari proses spiritual. Lahir kedua ini dianggap sebagai penyucian lahir bathin, agar sulinggih disebut sebagai orang suci.

Sulinggih sebenarnya seorang Brahmana (Salah satu golongan dari Catur Warna yang memiliki kecerdasan ilmu pengetahuan maupun pengetahuan Ketuhanan untuk mencerahkan spiritual umat Hindu). Nama sulinggih ada banyak. Seperti Ida Pedanda, Ida Pandita, Ida Dukuh, Ida Sri Mpu, Ida Rsi, Ida Bhagawan, dan sebagainya. Nama kesulinggihannya biasanya berkaitan dengan nama keluarga besar.


#Sulinggih memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang berat


Apabila seorang walaka (Manusia biasa) ingin meningkatkan diri menjadi sulinggih, harus menyadari betul tahap yang akan ditempuh dan kewajiban-kewajibannya setelah dikukuhkan menjadi seorang Brahmana. Hanya dengan kesadaran dan kedisiplinan yang tinggi pada dirinya, maka sulinggih bisa menjadi seorang Brahmana sejati.

Adapun beberapa kewajiban sulinggih, mengutip dari buku berjudul “Pedoman Calon Pandita dan Dharmaning Sulinggih (Wiku Sesana)” karya Gede Sara Sastra, yaitu:

Arcana: memuja Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa setiap hari, seperti Surya Sewana (Pemujaan setiap pagi saat matahari terbit)

Adhyaya: tekun belajar, mendalami Kitab Suci Weda, Tattwa, tutur-tutur dan sebagainya

Adhyapaka: mengajarkan tentang kesucian, kerohanian, keagamaan, kesusastraan, serta bimbingan rohani lainnya

Swadhyaya: rajin belajar sendiri mengulangi pelajaran-pelajaran terutama yang diberikan oleh Nabe-nya

Dhyana: merenungkan Brahman (Tuhan) dan hakikat yang dipuja.

Sulinggih memiliki beberapa tugas, di antaranya:

Surya Sewana, yaitu pemujaan kepada Sang Hyang Widhi setiap pagi (Saat matahari terbit)

Memimpin upacara Yadnya
Ngelokapalaraya, yakni membina dan menuntun umat di bidang agama dan spiritual

Melayani umat yang memerlukan tuntunan
Menerima punia dari umat

Memberi teladan dan contoh kepada umat.

#Sulinggih memiliki banyak pantangan. Mulai dari tidak boleh memamerkan kepandaian, mengadakan hubungan seks apabila bukan istrinya, hingga tidak boleh makan daging babi peliharaan

Sulinggih memiliki banyak pantangan atau larangan perilaku dalam kehidupan sehari-harinya. Yaitu:

Tidak membunuh
Tidak berdusta dan memfitnah
Tidak bertengkar
Tidak memamerkan kepandaian
Tidak mencuri atau memperkosa hak milik orang lain bila tidak mendapat persetujuann dari kedua belah pihak

Tidak berkata-kata yang tidak selayaknya, kotor, dan pedas hingga menyakiti telinga

Tidak boleh berkata-kata sambil memaki sumpah serapah

Tidak boleh berhasrat jahat pada orang lain

Tidak boleh mengadakan hubungan seks apabila bukan istrinya

Tidak boleh mengadakan pertemuan dengan istrinya pada hari-hari terlarang

Tidak boleh melakukan jual beli atau berdagang

Tidak boleh terlibat hutang piutang
Tidak boleh segala usaha mencari keuntungan

Tidak boleh mengambil hak milik orang lain dengan memaksa

Tidak boleh mementingkan diri sendiri
Tidak boleh marah atau bersifat pemarah
Tidak boleh ingkar dan mengabaikan kewajiban

Tidak berzina (Selingkuh)
Tidak boleh memerintahkan mencuri
Tidak bersahabat dengan pencuri, tidak memberikan tempat pada pencuri, termasuk tidak memberikan makan dan minum, memberi pertolongan dan tidak menerima hasil pencurian

Tidak boleh mengendarai sepeda motor atau mobil (Pegang setir sendiri)

Tidak boleh makan daging babi peliharaan (Celengwanwa)

Tidak boleh makan ayam di desa (Ayamwanwa)

Tidak boleh makan daging binatang buas, binatang berkuku satu, dan binatang berjari lima

Tidak boleh makan ikan yang terlalu besar dan ikan yang buas

Tidak boleh makan sisa-sisa makanan yang telah dimakan, makanan yang disentuh atau diletakkan di bawah benda-benda yang tidak suci

Tidak boleh minum minuman keras, semua jenis susu dari binatang buas, serta susu kental sisa sapi yang habis menyusui

Dilarang menempati tempat atau tanah terlarang

Tidak boleh mengadakan perjudian
Tidak boleh mengunjungi tempat perjudian, rumah tukang potong, tempat pelacuran, dan tempat sejenis.

Serta pantangan lainnya yang jauh dari kebenaran dan kesucian.



#Syarat-syarat menjadi sulinggih berdasarkan Ketetapan Sabha Parisadha Hindu Dharma Indonesia II Nomor V/Kep/PHDIP/68, dan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu ke-14 Tahun 1986/1987 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa:


Seseorang yang ingin menjadi sulinggih harus melalui proses berguru (Aguron-guron) lebih dulu. Ia berguru pada seorang nabe (Guru) yang sudah berstatus sulinggih. Biasanya sulinggih yang dijadikan nabe adalah sulinggih senior, pengetahuan agama dan Ketuhanannya sudah dalam, paham Weda, serta teguh melaksanakan Dharma Sadhana (Jasa, amal, dan kebajikan).

Namun nabe juga tidak akan sembarangan dalam menerima murid, karena tanggung jawabnya juga berat. Dalam Ketetapan Sabha Parisadha Hindu Dharma Indonesia II Nomor V/Kep/PHDIP/68, dan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu ke-14 Tahun 1986/1987 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa, adapun syarat-syarat mediksa yang diputuskan oleh PHDI, sekaligus juga berdasarkan Lontar Siwa Sasana adalah umat Hindu yang telah memenuhi syarat-syarat seperti di bawah ini:

Laki-laki yang sudah menikah dan yang tidak menikah (Sukla Bramhacari)
Perempuan yang sudah menikah dan yang tidak menikah (Kanya)
Pasangan suami istri
Minimal usia 40 tahun
Paham dengan Bahasa Kawi, Sansekerta, Indonesia, memiliki pengetahuan umum, dan pendalaman intisari ajaran-ajaran agama
Sehat lahir bathin dan berbudi luhur
Berkelakuan baik, tidak tersangkut perkara pidana
Tidak terikat pekerjaan sebagai pegawai negeri maupun swasta, kecuali bertugas untuk hal keagamaan
Mendapat tanda kesediaan dari calon nabenya yang akan menyucikan.
Baca Juga: 12 Pepatah Bahasa Bali Tentang Kehidupan, Jangan Dilupakan Ya


*Tambahan :*

1. Calon Diksita Taat dan Bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa lan Kawitan, baik secara Dharma Agama dan Negara.

2. Tidak tersangkut Hutang - Piutang secara Formal, In Formal, Non Formal.

3. Tidak tersangkut Pidana baik secara Hukum Negara, Adat dan Agama.


#Dalam beberapa kasus ada juga sulinggih yang didiksa di usia muda

Meskipun dalam syarat-syarat tersebut menyebutkan minimal berusia 40 tahun, namun pada beberapa kasus ada juga sulinggih yang didiksa di usia muda.

Itu tergantung keberanian nabenya. Apabila nabe memandang bahwa itu sudah cukup, maka siswa akan dilahirkan melalui upacara diksa atau dwijati. Kalau belum, akan sampai lama. Di sini nabe yang punya kewenangan.

Menurutnya, dalam Kitab Manawa Dharmasastra, proses siswa berguru pada nabenya paling lama 10 tahun. Namun paling cepat ada yang setahun atau dua tahun. Di sini, faktor nabe juga sangat menentukan. Itu sebabnya peran dan tanggung jawab nabe juga sangatlah berat.

Nabe tidak mau menerima sembarang murid karena tanggung jawabnya berat. Apa yang menjadi kesalahan murid, kemudian berbagai hal yang berkaitan dengan tanggung jawabnya sebagai murid, nabe yang paling pertama bertanggung jawab bila murid melakukan kesalahan. Tanggung jawabnya adalah dengan membina atau mencabut kesulinggihannya. Itu nabe yang punya wewenang.

#Jika dirasa sudah cukup, maka sang guru akan mengajukan muridnya untuk dilakukan upacara diksa menjadi sulinggih, dengan persetujuan dari keluarganya

Setelah proses bergurunya dianggap layak menjadi sulinggih, maka calon diksa mengajukan permohonan untuk melakukan upacara diksa. Prosedur administrasi untuk melakukan diksa ini ditujukan kepada PHDI setempat. Selambatnya tiga bulan sebelum melakukan upacara diksa. Syarat yang perlu dilengkapi harus sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh PHDI.

Pertama harus ada persetujuan keluarga. Keluarga kecil dulu, setelah itu keluarga besar. Lalu syarat lainnya ada kelakuan baik, tidak pernah dihukum, tidak cacat. Tidak dalam status perkara atau masih ada status perkara. Paham tentang sastra, kitab suci dan teknologi. Wajib bisa baca tulis karena beliau nantinya harus nyastra.

Setelah mendaftar, calon sulinggih wajib memiliki tiga nabe. Yakni Nabe Napak, Nabe Waktra, dan Nabe Saksi. Nabe Napak sebagai nabe yang melahirkan, Nabe Waktra yang memberi wejangan, dan Nabe Saksi yang mengamati serta menyaksikan proses kelahiran siswanya menjadi seorang sulinggih.

Waktu mendaftar ke PHDI, calon diksa baru memiliki Nabe Napak saja. Setelah mengajukan permohonan ke PHDI, Nabe Napak selanjutnya menentukan dua nabe lainnya yang dikehendaki. Setelah permohonan diterima PHDI, kemudian PHDI yang koordinasi ke panitia untuk melaksanakan diksa pariksa. Semacam uji lisan baik dari sisi integritas, komitmen, kesungguhan, kesucian, perilaku, psikologi, semuanya dites.

Dari proses diksa pariksa dan jawaban yang diberikan oleh calon diksa, ketiga nabe kemudian rembug untuk memutuskan apakah calon diksa layak didiksa atau ditunda karena kemampuannya dipandang belum cukup. Jika nabe memutuskan calon diksa layak untuk dilakukan upacara diksa, maka selanjutnya proses madiksa bisa dilakukan pada hari baik yang telah ditentukan.

Jika misalnya calon diksa masih dinilai belum layak, maka untuk sementara ditunda sampai beliau bisa memenuhi syarat kembali. Berikutnya laksanakan lagi ulang diksa pariksa. Bila nabe berani memutuskan, maka hasilnya diumumkan kepada umat yang menyaksikan bahwa calon sulinggih sekarang ini bisa dilanjutkan untuk pelaksanaan upacara madiksa.


#Setelah didiksa, akan diberikan SK oleh PHDI. Namanya kemudian diganti (abhiseka) dengan nama kesulinggihan yang diberikan oleh sang nabe

Setelah lulus diksa pariksa, kemudian calon diksa menjalani upacara pada hari baik yang telah ditentukan. Secara umum, pelaksanaannya dimulai dari berkunjung ke rumah nabe (Mapinton) dengan membawa upakara-upakara sebagaimana mestinya. Dilanjutkan dengan pamitan pada keluarga, serta melakukan pembersihan diri.

Pada upacara puncak, calon diksa akan menjalani proses seda raga (Mati raga) yang berlangsung sehari sebelum upacara diksa. Pada dinihari setelah menjalani amati raga, calon diksa kemudian dimandikan dan diberikan pakaian serba putih. Selanjutnya melakukan pemujaan yang dipimpin oleh nabe.

Begitu upacara diksa selesai, barulah diberikan Surat Keputusan (SK) bahwa benar yang bersangkutan telah menjalani proses diksa atau dwijati dan namanya terdaftar di PHDI. Sejak saat didiksa, namanya sudah berubah dari nama walaka (Nama sewaktu menjadi manusia biasa) menjadi nama sulinggih yang diberikan oleh nabenya.

“SK ini dibacakan oleh PHDI sekaligus memberikan dharma wacana. Setelah dibacakan keputusan itu, ada tembusannya kepada PHDI Kabupaten/Kota, Bali, dan Pusat, Kanwil Agama, Gubernur Bali, dan Bupati/Walikota se-Bali. SK itu dikirim dan nanti tercatat di bagian Kesra Kabupaten/Kota dan ditembuskan ke Provinsi,” kata Sudiana.

#Sulinggih melakukan diksa wajib diketahui oleh PHDI. Jika tidak, maka prosesnya dianggap melalui jalur di luar formal

Secara formal, lembaga yang berwenang hanya PHDI. Bila ada lembaga lain yang melakukan, ya tidak formal itu. Proses diksa wajib melalui PHDI. 

#Jika melakukan pelanggaran hukum dan pantangan, sang nabe berwenang untuk mencabut status kesulinggihannya

Menjadi sulinggih sangatlah berat. Karena sulinggih dianggap mewakili Tuhan dalam wujud sebagai orang suci. Sulinggih sudah menjauhi ikatan, nafsu, dan duniawi. Apabila tidak memiliki jiwa seperti itu, mungkin akan sangat berat.

Bila ada kasus yang melibatkan sulinggih, itu sangat sensitif. Apalagi kasusnya berat, kita khawatir nanti masyarakat tidak respect kepada sulinggih. Beliau adalah rohaniawan yang sangat dihormati. Jika masyarakatnya cerdas, tentu bisa memilah, tidak menggeneralisir (Menggeneralisasi).


Dengan Iptek/logika hidup jadi mudah,  
Dengan Agama/dharmika hidup jadi terarah,  
Dengan Seni Budaya Spiritual/adhyatmika hidup jadi indah. 
Ketiga aktivitas ini selalu ada di Grya Agung Bangkasa,... Astungkara, Swaha

#tubaba@griyangbang//jalursulinggih//nyambungrah//nyambunggriya//menghindariwikupegatwangsa#

Dewasa Pawiwahan

DEWASA PAWIWAHAN (HARI BAIK PERNIKAHAN)
 


DEWASA AYU PAWIWAHAN
HARI BAIK PERNIKAHAN

 SASIH AYU PAWIWAHAN :
 Katiga , Kapat, Kalima, Kapitu, Kadasa

SASIH- BAIK
Katiga- Banyak anak/keturunan
Kapat -Banyak harta & sahabat
Kalima -Banyak Rejeki
Kapitu -Mendapatkan Keselametan
Kadasa -Amat Baik, Bahagia, Rukun

SASIH -KURANG BAIK
Kasa- Keturunan sengsara
Karo -Miskin
Kanem -Janda/Duda
Kawulu -Kurang rejeki
Kasanga -Sengsara, lara, pati
Jyesta -Mendapatkan mali
Sadha -Kesakitan

 PENANGGAL AYU:
 1, 2, 3, 5, 7, 10, 13,

PANANGGAL -BAIK
1- Selamat, sentosa, bahagia
2- Disayang Sanak keluarga
3 -Banyak keturunan
5- Selamat sentosa, bahagia
7 -Hidup bahagia, rukun
10- Kaya & disegani
13- Hidup senang, mewah

PANANGGAL- KURANG BAIK
4- Janda/duda
6- Susah & sengsara
8 -Mendapatkan halangan
11- Kesulitan, celaka
12 -Hidup sengsara
14 -Bertengkar/cerai
15- Hidup sengsara

 SAPTAWARA AYU:
 Soma, Buda, Wrspati, Sukra
SAPTAWARA -Keterangan
Soma -Menemukan kebahagiaan
Buda- Sangat baik
Wraspati -Disayang masyarakat, kaya
Sukra -Bahagia, mewah

 WUKU (yang direkomendasikan) :
 Landep, Ukir, Kulantir, Julungwangi, Merakih, Matal, Uye, Ugu

 PANTANGAN:
 INGKEL : wong,
 PRTITIi: jati, widana, awidya,
 PANTANGAN WUKU :
• (rangda tiga): Wariga, Warigadean, Pujut , Pahang, Menail, Prangbakat, [tempat selatan& BD]
• (Tanpa guru): Gumbreg, kuningan, medangkungan, klawu
• waspenganten (Minggu Kliwon dan Jumat Pon Tolu, Minggu Wage dan Sabtu Kliwon Dungulan, Minggu Umanis dan Sabtu Pahing Menail serta Minggu Pon dan Sabtu Wage Dukut.)
• Hindari uncal balung (Buda Pon Sungsang – Buda Kliwon Pahang)
• Hindari panglong (Kresna Paksa)

 WUKU ketadah kala Rau, ten wenang ngambil karya, nganten, pindah rumah, saluiring karya ayu:

WUKU -SAPTAWARA
UKIR -Anggara
KULANTIR -Saniscara
DUKUT- Saniscara
TAULU- Sukra, buda
JULUNGWANGI- Redite
PUJUT -Wraspati
PAHANG- Soma
KLURUT -Anggara
MATAL -Sukra
PERANGBAKAT- Soma
BALA -Anggara
UGU -Sukra
KELAU- Saniscara

 

DEWASA AYU RAHINA (sapta wara + panca wara )
Urip rahina kepala keluarga keluarga + urip rahina Hari H : 4
Sisa :

1= paling baik

2= baik

3= kawon

4= pati

 

 

 

PATEMUAN LANANG ISTRI (sapta wara + panca wara )
(Urip Kelahiran lanang + Urip kelahiran istri = dibagi 4)
Sisa :

1= paling baik

2= baik

3= kawon

4= pati


Minggu, 28 April 2024

DOA PEMBUKA DAN PENUTUP MENURUT HINDU

Doa Pembuka

Om Sam Gacchadwam Samwadadwam Sam Wo Manamsi Janatam Dewa Bhagam Yatha Purwe Samjanana Upasate.

Om Samani Wa Akutih Samana Hrdayani Wah Samanam Astu Wo Mano Yatha Wah Susahasati.
Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wistawah.

Artinya:

Ya Tuhan, Hamba Berkumpul Di Tempat Ini Hendak Bicara Satu Dengan Yang Lain Untuk Menyatukan Pikiran Sebagaimana Halnya Para Dewa Selalu Bersatu.

Ya Tuhan, Tuntunlah Kami Agar Sama Dalam Tujuan, Sama Dalam Hati, Bersatu Dalam Pikiran Hingga Dapat Hidup bersama Dalam Sejahtera Dan Bahagia.

Ya Tuhan, Semoga Pikiran Yang Baik Datang Dari Segala Penjuru

Om Shri Ganeshaya Namah.

Om Shri Matre Namah.

Om Shri Vishnuve Namah.

Om Shri Shivaya Namah.

Ya Tuhan Yang Maha Agung, kami ber doa di hadapan-Mu pada kesempatan Hari Ulang Tahun.......... 

Kami bersyukur karena Engkau telah memberi kami .......... dan dengan rahmat-Mu, membimbing ......ini menuju kemakmuran dan kehormatan.

Kami datang di hadapan-Mu, mengikuti jalan ajaran dan agama kami, ber doa untuk kebaikan dan kemakmuran ....... ini. 

Ya Tuhan, satukanlah persatuan dan persaudaraan di hati setiap ........

Kami memohon berkat dan bimbingan-Mu bagi para ......... kami, agar mereka selalu bijaksana dalam melayani.......

Ya Tuhan, kami ber doa agar Engkau senantiasa memberi kemakmuran, pembangunan, dan kebahagiaan bagi ...... kami. Berikanlah kekuatan kepada kami untuk selalu mengikuti jalan sosialisme, kedamaian, dan kasih-Mu.

Ya Dewi ibu, kami bersyukur karena Engkau telah membawa ......... kami ke arah kemakmuran dan kebahagiaan. 

Kami tundukkan hati dan jiwa kami di kaki-Mu dengan penuh bhakti dan cinta.

Semoga kedamaian senantiasa hadir dalam hidup kami.





Doa Penutup

Om Mantrahinam Kriyahinam Bhaktihinam Maheswara, Yad Pujitan Mahadewa Paripurnam Tad Astu Me.

Ayuwrdhir Yasowridhih Wridhih Pradnyasukhasriyam Dharma Santana Wrdhisca Santu Te Sapta Wrdhayah.

Om Dirghayur Nirwighna Sukha Wridhi Nugrahakam.

Artinya:

Oh Iswara Yang Agung, Mantra Kami Tiada Sempurna, Perbuatan Kami Tiada Sempurna Pula.

Karena Itu Kami Memujamu, Oh Iswara Yang Agung, Semoga Kami Dikaruniai Kesempurnaan (Di Dalam Melakukan Tugas)

Oh Sanghyang Widhi Wasa, Berkahilah Kami Dengan Tujuh Perpanjangan:  Hidup Lama, Nama Harum, Ilmu Pengetahuan, Kebahagiaan, Kesejahteraan, Kepercayaan, Dan Putera-Putera Utama (Sebagai Generasi Perjuangan Bangsa)


Sabtu, 27 April 2024

Kematian dan Takdir


Kematian adalah Takdir Ida Sanghyang Widhi Wasa, Dimana Peran Doa dan Usaha Manusia?
Dalam hidup, bayang-bayang akan kematian pasti selalu menghinggap di setiap pikiran dan langkah kaki seorang manusia. Hal demikian sudah menjadi sesuatu yang lumrah untuk selalu diingat dan dipikirkan, karena sejatinya manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara saja. Sehingga selain urusan duniawi, kematian menjadi urusan yang paling dekat dan senantiasa untuk dipikirkan oleh manusia.

Kematian Pada Manusia
Sejatinya manusia dalam hidup ini, ibarat seorang musafir yang beristirahat sejenak. Entah, di bawah pohon yang rindang ataukah di kolong langit di bawah teriknya panas dan curahan hujan, namun yang pasti perjalanannya akan terus berlanjut. Detik demi detik terus berganti, suka tidak suka detik hidup kita di dunia ini akan berakhir. 

Kematian pada manusia bukanlah akhir dari segalanya, ini adalah sebuah perpindahan tempat saja. Sebagai seorang yang beragama Hindu kita percaya bahwasannya akan ada hari di mana manusia akan dihidupkan kembali. Tidak hanya sebatas dihidupkan, dirinya akan diminta pertanggungjawaban atas segala perbuatannya ketika di dunia.

Konsep ini tidak hanya berlaku dalam ranah agama saja, melainkan sebagian keyakinan para filosof dan ilmuwan juga mempercayai akan adanya keabadian bagi jiwa. Manusia terdiri dari dua elemen penyusun, yaitu badan yang bersifat materi dan jiwa yang bersifat non materi. Sehingga pada diri jiwa, ia tidak mengenal yang namanya kehancuran. 

Terlepas dari bagaimana kemudian kita menyikapi kematian, entah dengan rasa was-was, takut bahkan berubah menjadi sesuatu yang dinanti-nantikan kedatangannya.

Sejatinya, kita sebagai seorang manusia harus tetap bekerja keras, menjaga kesehatan, beribadah dan beramal sebanyak-banyaknya adalah perbuatan yang dianjurkan.

Carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Ida Sanghyang Widhi Wasa telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Ida Sanghyang Widhi Wasa tidak menyukai orang yang berbuat dosa.

Pada ulasan di atas, bahwasannya mengandung sebuah perintah kepada manusia untuk mencari pahala akhirat sebanyak-banyaknya. Tanpa melupakan bagian duniawi, pahala bisa diperoleh dengan berbagai macam perbuatan baik di dunia.

Misalnya, taat sembah bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, berbuat baik kepada sesama manusia, merawat segala sesuatu yang ada di bumi dan dilarang melakukan kerusakan.

Hidup ini ibarat sebuah ladang yang sangat lah luas, di dalamnya manusia menanamkan berbagai macam tanaman. Seperti padi, jagung, sayur-sayuran dan lain-lain, yang hasilnya nanti akan dipetik ketika waktu panennya telah tiba.

Begitupun dengan kehidupan manusia di dunia, dirinya dianjurkan untuk beribadah dan beramal semaksimal mungkin. Kemudian hasilnya akan didapatkan di akhirat kelak.

Kematian adalah Takdir, Tapi Bisakah Manusia Menundanya?

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Ida Sanghyang Widhi Wasa akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada-Nya.

Pada ulasan tersebut, Ida Sanghyang Widhi Wasa tidak menyebutkan secara jelas kapan dan dimana kematian seseorang akan terjadi. Sehingga waktu dan tempat inilah yang kemudian menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat diketahui manusia.

Akibatnya timbul berbagai bentuk ekspresi perasaan pada diri seseorang. Misalnya, gelisah, khawatir, bahkan takut akan kematian.

Peristiwa kematian itu sangat menakutkan, manusia hanya bisa berusaha, bekerja keras, berikhtiar dan berdoa untuk menunda kedatangannya, tetapi tidak bisa bersembunyi atau menghindar darinya. Sehingga kemudian banyak orang yang eggan bahkan tidak mau memikirkan kematian, karena ia adalah sebuah ketetapan yang pasti terjadi. 

Seiring berkebambangnya zaman sampai ke modern, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tentunya telah melahirkan banyak ahli-ahli di bidangnya. Sebut saja bidang kesehatan, kedokteran, psikologi, matematika, sains, fisika dan masih banyak lagi. Sehingga tidak menjadi suatu yang aneh, apabila sesuatu yang mustahil di kala dulu, bisa benar-benar terjadi pada zaman moden ini.

Pandemi Covid-19 dan Kematian Manusia
Pandemi Covid-19 yang menjalar di Indonesia, bahkan hampir seluruh dunia menjadi bukti akan majunya ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi serta adanya para ahli di dalamnya. Walaupun banyak yang kemudian berasumsi, bahwa virus corona semata-mata adalah takdir Ida Sanghyang Widhi Wasa.

Mungkin kalau ditinjau dari segi agama, hal tersebut bisa menjadi suatu pendapat yang benar. Dengan dalil bahwa segala yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan dan ditetapkan oleh-Nya. Namun, pada hari ini kita butuh sebuah bukti yang nyata dalam membuktikan sebuah kebenaran pendapat. Dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh manusia dengan cara menggunakan sains dan teknologi.

Lahirnya para ilmuwan, saintis, psikolog, fisikawan, dan lain sebagainya. Ini menjadi bukti bahwa mereka berhasil kemudian melakukan sebuah eksperimen dan memberikan hasil yang nyata bagi banyak orang. Sehingga akhirnya mereka diakui sebagai ahli di bidangnya.

Siapa yang hari ini bisa membuktikan, bahwa virus corona ini benar-benar datangnya dari Ida Sanghyang Widhi Wasa? Siapa yang kemudian menjamin, bahwa tidak ada campur tangan manusia dalam maraknya wabah ini? Lantas siapa yang bertanggung jawab atas meningkatnya angka kematian?

Maraknya virus corona dan segala upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh para tenaga medis, tenaga kedokteran, tenaga kesehatan dalam menangani pasien yang terjangkit Covid-19. Ini menjadi bukti nyata, bahwasannya di satu sisi adanya virus, namun di sisi lain para tenaga kesehatan dan kawan-kawannya tak berhenti berusaha dalam mencegah dan membuat obat penawarnya.

Salah satu bukti konkritnya adalah terciptalah vaksinasi. Tentu tujuannya adalah mencegah, menyembuhkan pasien dan lebih-lebih bisa menunda kematiannya.

Selain peran dari para dokter dan kawan-kawan, angka kematian akibat Covid-19 bisa saja mereda apabila upaya, ikhtiar pencegahannya terus kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, menjaga kebersihan lingkungan, merawat alam, memakai masker, mencuci tangan dan lain sebagainya.

Kesimpulan
Memang kita tidak sepenuhnya mengetahui batas ruang takdir yang ditetapkan oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa bagi kita. Karena itu lah kita dituntut untuk berusaha dan berusaha. Di sini kita dapat berhasil dan gagal. Namun, kalau kita telah berusaha semaksimal mungkin lalu gagal, maka ketika itulah kita berkata ini takdir yang dipilihkan oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa.

Kematian pada manusia adalah takdir Ida Sanghyang Widhi Wasa dan karena manusia tidak akan bisa lepas dan bersembunyi dari yang namanya kematian. Namun, kematian bisa ditunda kapan waktunya dan di mana tempatnya. Ini tergantung pada usaha, ikhtiar dan doa.


Jumat, 26 April 2024

KEKUATAN AKSARA

MELALUI KEKUATAN AKSARA SUCI DALAM RITUAL SEDARAGA (UPACARA YOGANIDRA) IDA BHAWATI Irjen. Pol. Drs. I Ketut Untung Yoga Ana AKAN DIMURNIKAN MUNGGAH DWIJATI
Sabtu, 6 Juli 2024
Luang, Pepet, Beteng, Sri, Wage, Was, Saniscara, Sri, Jangur, Duka | Tilem, Mala Sadha, Widnyana | Wong, Buta, Uler, Urip = 9 + 4, Laku Bintang, Puwuh Atarung, Satria Wirang, Sida Kasobagian | Dukut, Taru, Baruna, Lanus, Was Penganten, Kala Pati

Penggunaan berbagai aksara Bali dalam ritual sedaraga akan mampu membakar segala papa mala leteh ring kahuripan. 
Penggunaan Aksara Suci Dalam Ritual Upacara Seda Raga merupakan proses Pembakaran (pemurnian jiwa) 

Manut baos Ida Hyang Raja Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba (Griya Agung Bangkasa), sastrane dadwa.., ANG AH…, Panelasnire Ne Meuttama, sing ade lewihan..,
Unduk ceninge idup, apang dadi cening lantang tuwuh, apang cening kapah sakit, yen cening misadya mati, apang cening nemu swargan, nah ene Pelajahin Sastrane mati di idupe.. (Lontar Tatwa Padma Bhuwana)

Nanak sang kawisuda hendaknya melakukan Meditasi Ang AH disaat sedaraga… 

Sinekep Bape Akase Sinangge Ibu Pertiwi….

Dengan teknik mengolah getaran suci aksara ANG AH…,yang memberikan efek sangat besar disaat sedaraga (melakukan kontemplasi) sehingga dapat untuk memelihara kesehatan, penyembuhan berbagai penyakit, ngeseng energy negative (emosi berlebih, stress, kebiasaan buruk atau bahkan black mejik) 
Mantra A : 
ONG ANG SURYA GNI UJWALA YA NAMAH SWAHA
Mantra B : 
ONG AH CANDRA WINDU AMRETHA SARIRA SUDHA YA NAMAH SWAHA.

Lakukan penyucian diri/ mehening hening, kemudian rapalkan mantram diatas..
Petunjuk dalam proses sedara :
• Baca mantram gayatri 11 – 21 x untuk memurnikan badan, hati & pikiran
• Kemudian berdoa, kepada Hyang Widhi agar diberikan kekuatan, tuntunan keberhasilan dalam berlatih menggunakan kekuatan aksara diatas.
• Saat sedaraga: Tempelkan tangan dipusar/nabhistana, dalam hati Bacalah Mantra A..,sambil membayangkan api suci Brahma hidup ( Murub ikang gni ring nabhi )
• Kemudian niatkan segala jenis penyakit, energy negative badan pikiran, hati ( segala keluhan buruk lainnya ), visualisasikan energy negative itu lemparlah kedalam api Brahma tadi ( 4 )
• Lakukan nomor 4 secara berulang ulang, sampai terasa jelas visualisasi semua energy negative itu hangus terbakar..
• Setelah merangi, tempatkan tangan dilutut, lalu bacalah mantra B dalam hati, berulang ulang, seperti meditasi ( manasika japha ), Visualisasikan/imajinasikan Bulan yang sinarnya menyejukkan di atas ubun ubun ( siwadwara ),.. bayangkan dari Bulan ini mengalir Air penyembuh yg menghanyutkan segala kotoran, badan, hati & pikiran,
• Lakukan rangkaian nomer 5 berulang ulang, apabila sudah dirasa cukup,akhiri dengan Mengucap Syukur Kepada Hyang Widhi…, Ritual yang dilakukan telah selesai
• Selamat atas proses sedaraga dan madwijati kepada ida bhawati parwata menjadi seorang sulinggih dg abhiseka ida pandita mpu bang buruan manuaba…, Semoga semuanya hidup sehat, berbahagia, damai & Sejahtera

MITUUT BAOS IDA SINUHUN SIWA PUTRA PRAMA DAKSA MANUABA, maosang upacara seda raga/mati saat hidup yang juga dikenal sebagai Yoga Nidra adalah yoga ketika kita tidur atau bisa juga “cara tidur seorang yogi” dengan tetap menjaga kesadaran dan melaksanakan dharma walaupun dalam keadaan tidur. Ajaran ini disebutkan dalam Lontar Ngeleng Patitis Pati, Yoga Nidra bersumber dari : Upanisad, Yoga Vasistha dan 
Shiva Tantra. Yoga Nidra diperuntukkan bagi sadhaka yang serius. Yang dalam keseharian melaksanakan disiplin spiritual. Pengendalian dirinya sudah mulai bagus, bathinnya cukup tenang-seimbang dan welas asih.

Yoga Nidra berarti tidak hanya dalam keadaan terjaga (jagrut) saja kita menjaga kesadaran, tapi dalam keadaan tidur kita juga menjaga kesadaran. Biasanya kita hanya dalam keadaan terjaga saja menjaga kesadaran bathin kita. 
Tapi dalam Yoga Nidra, kita meninggalkan keadaan terjaga (jagrut) ini dan memasuki keadaan mimpi (svapna) ataupun tidur lelap tanpa mimpi (sushupti), tapi tetap menjaga kesadaran seperti halnya ketika kita terjaga.
Salah satu tujuan dari Yoga Nidra ini disebutkan, seperti halnya keadaan terjaga dalam keadaan tidur, bathin kita juga dipenuhi oleh riak-riak emosi, hawa nafsu, keinginan duniawi, dan lain-lain. Dengan tetap menjaga kesadaran, dalam mimpi sekalipun, 
kita dapat dengan cepat memasuki evolusi bathin yang halus. Karena Yoga Nidra, memurnikan samsara kita, membuat emosi kita stabil dan bathin kita tenang-seimbang dalam keadaan terjaga. Dan hal ini sangat membantu evolusi bathin kita.