Pernikahan Adat Bali di Griya Agung Bangkasa Pasangan Pengantin Frans William & Jodie.
Pasangan pengantin ini berasal dari Nederlandse. Mereka melaksanakan upacara perkawinan agama Hindu secara adat Bali di Griya Agung Bangkasa, pada tanggal 8 Pebruari 2024, dari pukul 11.00 wita sampai pukul 13.00.
Penyanggra (pemilik) Griya Agung Bangkasa, I Gede Sugata Yadnya Manuaba (dengan sebutan akrab Jro Mangku Gde Tu Baba), sekaligus sebagai pengatur acara pekalan-kalan pawiwahan tersebut, yang di puput oleh Ida Sinuhun Siwa Putri Prama Daksa Manuaba. Tu Baba, mengatakan permintaan perkawinan pasangan pengantin ini diterima secara alamiah. Sebab, pernikahan ini ada yang terbatas tempat, terbatas waktu hingga ada yang tidak punya kerabat di Bali. “Kami ingin membantu mereka yang menganggap agama Hindu itu susah, padahal sebenarnya tidak susah,” jelasnya.
Sudah sering, Griya Agung Bangkasa melaksanakan upacara seperti ini, baik sesama orang Hindu Bali, maupun orang asing, lanjut dia. Ketika itu, seorang bule asal Belanda meminta agar diupacarai sesuai dengan adat Agama Hindu. “Saat covid pernah 4 kali ada upacara nganten sederhana,” jelasnya. Griya Agung Bangkasa berupaya menyediakan konsumsi berupa nasi kotak atau prasmanan sesuai keinginan pasangan mempelai. “Segitu aja tamunya sudah senang, lalu posting di media sosial. Sejak itu mulai dikenal dan berkembang. Mulailah orang kawin ajak teman kesini,” ujarnya. Seiring berjalannya waktu, pasangan pengantin meminta agar dilengkapi fasilitas resepsi, namun saat itu pihaknya belum siap. Sejalan dengan waktu, perniakahan ngubeng seperti ini semakin diminati. Tentu dengan memenuhi beberapa persyaratan, seperti persetujuan dari keluarga kedua mempelai serta kebulatan tekad warga asing masuk Hindu. “Dalam setiap upacara Sudiwidani, kami juga menghadirkan PHDI,” jelasnya. Pernah juga Bule menikahi gadis Singaraja yang ingin melangsungkan upacara Sudiwidani.
Jro Mangku Tu Baba menambahkan, awal tidak terpikirkan akan melayani prosesi pawiwahan. Namun karena tuntutan umat, pihaknya berupaya memenuhi. Di Griya Agung Bangkasa ini pula, untuk meringankan beban krama dilakukan berbagai inovasi. Sebutlah untuk kegiatan ritual metatah, bayuh Tampekbolong secara massal, bebayuhan pawetuan hingga perkawinan adat. Diakuinya, dalam perkembangannya, Griya Agung Bangkasa kemudian melayani segala jenis ritual secara punia saha sidang (sesuai kemampuan).
Dari dulu Griya Agung Bangkasa ditujukan untuk keluarga ekonomi menengah ke bawah namun, dalam perjalanannya, banyak pejabat dan miliarder melangsungkan ritual di tempat itu. “Konsep kami pelayanan umat,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar