Jumat, 13 September 2024

Etika Orang Bali

"Etika Orang Bali sangat berfokus pada prinsip harmoni atau rukun (kerukunan). Etika ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hubungan sosial, serta menghindari konflik atau pertentangan terbuka. Menurut Magnis-Suseno, prinsip dasar dari etika Bali adalah menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain, lingkungan, dan diri sendiri melalui sikap sopan, rendah hati, serta menghormati hierarki sosial. Etika Bali juga sangat terkait dengan konsep ngalah (mengalah) dan tanggap ing sasmita (kepekaan terhadap tanda-tanda sosial), di mana seseorang diharapkan untuk bisa menempatkan diri dengan bijaksana dalam berbagai situasi."

Kamis, 12 September 2024

Salam Sapa di Spenfourab

Membangun Kebiasaan Senyum, Salam, dan Sapa: Menyemai Kesan Positif di Lingkungan Sekolah

Sambutlah setiap hari dengan senyuman, salam, dan sapaan hangat, karena kebaikan akan selalu menjadi benih kebahagiaan di setiap hati.

Hari ini, kita berada di tengah-tengah kegiatan Upacara Bendera, di mana semangat nasionalisme berkobar di antara para siswa dan guru. Namun, ada satu hal yang sering kali dianggap sepele namun memiliki dampak besar dalam menciptakan lingkungan yang positif di sekolah: senyum, salam, dan sapaan.

Senyum: Bahasa Universal Kebaikan

Senyum adalah bahasa universal kebaikan yang dapat mengubah suasana hati siapa pun yang menerimanya. Pagi-pagi, sebelum bel berbunyi, guru sudah standby di depan gerbang sekolah. Senyuman hangat mereka menyinari setiap siswa yang datang, memberikan sinyal bahwa hari itu adalah kesempatan baru untuk tumbuh, belajar, dan berbagi kebahagiaan.

Senyum bukan hanya ekspresi wajah semata, tetapi juga cermin dari kebaikan hati yang ingin dibagikan kepada orang lain. Melihat senyuman di pagi hari di lingkungan sekolah bukan hanya menyenangkan, tetapi juga membangkitkan semangat positif untuk memulai kegiatan belajar.

Salam: Menghubungkan Hati

Salam adalah tanda penghargaan dan pengakuan terhadap keberadaan setiap individu. Guru yang menyapa setiap siswa dengan ramah bukan hanya menciptakan ikatan personal, tetapi juga membantu menciptakan rasa keamanan dan keterlibatan di lingkungan sekolah.

Dalam sapaan sederhana terkandung makna besar. "Selamat pagi" tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi juga pesan bahwa setiap siswa dihargai dan diakui. Salam yang tulus menjadi fondasi untuk membangun hubungan yang positif di antara anggota komunitas sekolah.

Sapa: Jembatan Komunikasi

Sapaan pribadi, lebih dari sekadar menyapa, membuka jendela komunikasi yang lebih dalam. Guru yang mengenal siswanya lebih dari sekadar nama dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung. Sapaan yang pribadi menciptakan ruang untuk pertanyaan, percakapan, dan dukungan antaranggota sekolah.

Sapaan pribadi juga memberikan contoh bahwa setiap individu di sekolah memiliki peran penting dalam menciptakan kebersamaan. Ini bukan hanya sekedar rutinitas, tetapi suatu bentuk investasi dalam membangun fondasi komunitas sekolah yang kuat.

Menciptakan Perubahan Positif

Dalam upaya menciptakan perubahan positif di lingkungan sekolah, senyum, salam, dan sapaan memiliki peran penting. Inisiatif ini bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menciptakan atmosfer yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan.

Mari bersama-sama menanamkan kebiasaan senyum, salam, dan sapaan di setiap sudut sekolah kita. Dengan begitu, kita tidak hanya menjadi bagian dari sebuah institusi pendidikan, tetapi juga komunitas yang saling mendukung dan menginspirasi.

Sebagai penutup, ingatlah bahwa kecilnya tindakan dapat memiliki dampak besar. Dengan senyuman, salam, dan sapaan, kita tidak hanya merangkul rasa nasionalisme, tetapi juga membentuk fondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih baik.

Selamat pagi, selamat beraktivitas, dan mari bersama membangun lingkungan sekolah yang penuh kebaikan!

Selasa, 10 September 2024

Caru Manca Kelud

Panca Kelud


Panca Kelud (atau manca kelud) adalah jenis caru yang dipergunakan sebagai dasar dalam upacara-upacara mepedanan, ngenteg linggih dan lain sebagainya.
 Caru panca kelud atau disebut sebagai caru panca rupa yang juga digunakan saat upacara “Ngalinggihang Dewa ring Parhyangan, agung alit, upacara pamungkahpakiyisan agung/alit, mapadudusan agung/alit/madya. 
Dalam tata cara pengaturan bebantenan disebutkan :
a. Dasarnya menggunakan caru panca sata selengkapnya
b. Runtutannya :
  • Tenggara : bebek bulu sikep melayang-layang, dagingnya olah ketengan menjadi 88 tanding karangan 1 sami pada ngawa suci dandanan
  • Barat daya : asu bang bungkem melayang-layang, dagingnya olah ketengan dadi 33 tanding, karangan 1
  • Barat laut : kambing melayang-layang, dagingnya olah ketengan dadi 11 tanding, karangan 1
  • Timur laut : angsa melayang-layang dagingnya olah dadi 66 tanding, karangan 1
  • Tengah : itik belang kalung melayang-layang, dagingnya olah dadi ketengan 88 tanding, karangan 1
c. Banten ring sanggar :
d. Tanahnya merajah Yamaraja, diatas rerajahan letakkan kain kasa putih lalu isi tepung putih marajah yamaraja kemudian isi banten seperti caru-caru lainnya.
 Dengan menggunakan Rajahan Yamaraja ini juga disebutkan sebagai penghormatan warga setelah dibantu oleh Bhatara Yamaraja dalam bidang pertanian

Minggu, 08 September 2024

MANFAAT Air Bambu

MANFAAT AIR BAMBU

Bambu dapat menyimpan air karena memiliki sistem akar yang rumit dan batang berongga yang berfungsi sebagai reservoir alami. Berikut beberapa hal yang perlu diketahui tentang air di dalam bambu: 

1. Bambu dapat menyerap hingga 90% air hujan yang turun. 

2. kar rimpang bambu yang kuat memungkinkan bambu untuk mengikat tanah dan air dengan baik. 
 
3. Satu rumpun bambu dapat menyimpan hingga 5.000 liter air. 
 
4. Bambu dapat menjadi tanaman pengatur tata air. 
 
5. Di beberapa kasus, keberadaan bambu dapat memunculkan mata air baru. 
 
6. Air yang didapat dari bambu dapat diminum langsung dari sumbernya. Batang bambu berfungsi sebagai penyaring alami sehingga airnya sangat bersih. 
 
7. Minum air bambu dapat membantu sistem pencernaan dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. 
 
8. Air bambu merupakan sumber antioksidan yang baik. 
 
Bambu merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Selain untuk keperluan pembangunan, bambu ternyata memiliki banyak manfaat ketika dikonsumsi. Salah satunya adalah air yang ada pada rongganya. Lalu, apa manfaat air bambu?

Menurut penelitian yang sudah dilakukan, ada beberapa manfaat dari air bambu. Selain air, bagian lain yang biasa dimanfaatkan manusia adalah bambu muda atau biasa dikenal dengan rebung.

5 Manfaat Air Bambu

Jangan heran jika bambu bisa mengeluarkan air dalam rongga batangnya, dikutip dari buku Klinik Rumah Sehat, Mahditia Paramita, (Carirtra) dijelaskan bahwa bambu merupakan tanaman yang bisa menyerap air hujan dengan sangat baik.

Bambu bisa menyerap 90 persen air hujan yang turun, sehingga dalam batangnya kaya akan kandungan air. Air bambu sendiri memiliki warna yang bening seperti air pada umumnya.

Yang membedakan hanya sumbernya berasal dari dalam bambu. Air bambu memiliki kandungan mineral dan oksigen yang cukup tinggi. Sehingga air ini memiliki banyak manfaat, berikut adalah lima manfaat air bambu.

1. Memperlambat Proses Penuaan

Manfaat air bambu yang pertama adalah memperlambat proses penuaan karena air bambu mengandung antioksidan yang tinggi. Mengonsumsi air bambu juga bisa mendukung perbaikan dan pencegahan kerusakan DNA karena radikal bebas.

2. Menjaga Kesehatan Rambut

Manfaat selanjutnya dari ari bambu adalah menjaga kesehatan rambut. Hal ini karena di dalam air bambu ada kandungan mineral yang bisa membantu meningkatkan produksi kolagen.

3. Menjaga Kesehatan Tulang

Kandungan silika dalam air bambu juga bisa membantu kesehatan tulang. Dengan memiliki kesehatan tulang yang baik, maka akan terhindar dari berbagai gangguan tulang, seperti osteoporosis dan lain sebagainya.

4. Menurunkan Kolesterol

Manfaat lain dari air bambu adalah membantu menurunkan kolesterol sehingga dapat mencegah seseorang terserang penyakit mematikan, seperti stroke dan kardiovaskular.

5. Anti Inflamasi

Manfaat terakhir dari air bambu adalah anti inflamasi, karena air bambu memiliki kandungan mineral dan oksigen yang tinggi. Sehingga air bambu cocok untuk digunakan membasuh muka yang memiliki kulit sensitif.


Sabtu, 07 September 2024

Puja Surya

Doa Pagi Untuk Memuja Dewa Surya

Om Swastyastu

Om Pratha smarami khalu tat savitur varenyam,
Rupam hi mandala mrcodha thanur yajjomsi,
Samani yasya kirana prabhavadi hetum,
Brahma haratma kamalaksya macinthya rupam.,(1)
Ya Tuhan, pagi ini Hamba bermeditasi pada PerwujudanMu sebagai Dewa Surya,
Yang berkendaraan Rg Veda, Yang berbadan Yajur Veda, Sama Veda adalah SinarMu, Yang merupakan sumber semua cahaya, Yang Tak Terbayangkan dan Yang merupakan pengejawantahan Tri Tunggal.
Om Prathar namami tarinam tanuvag manobhi, Brahmendra purvaka surairnatha marchitam ca, Vrshti promachana vinigraha hethu bhutham, Trilokya palana param,
trigunathmakam ca., (2)

Ya Tuhan, di pagi hari ini hamba memujaMu dalam prabhawa sebagai Dewa Surya yang menyala terang benderang
Engkaulah Dewata yang dipuja oleh Brahma dan Dewata lainnya.
Engkaulah mengendalikan hujan dan juga terang,
Engkaulah penguasa ketiga dunia dan ketiga guna (sattwam, rajas, tamas,
Melalui badan, perkataan, dan pikiran hamba bersujud padaMu,

Om Prathar Bhajami savitara manantha shaktim, Papogha satru bhaya roga haram param ca, Tam sarva lokha kalanatmaka kala murtim, Go khanda bandhana vimocanamadhi devam., (3)

Ya Tuhan, hamba lantunkan pujian padaMu sebagai Dewa Surya dengan segala kemahakuasaanMu.
Engkau Yang Abadi dan penghancur semua dosa, musuh, penyakit dan kegelepan bathin,
Engkau adalah sumber segalanya dan penanda waktu dunia.
Sujud Bhakti hamba persembahkan kepadaMu Dewata Utama yang mengendalikan semua mahluk.

Om Slokathrayamidham, Bhano Pratha kale padethu ya, Sa sarva vyadhi nirmukta prama sukhamavapnuyat., (4)

Ya Tuhan Hamba kidungkan ketiga mantram di atas untuk dewa Surya setiap pagi, semogalah Engkau memusnahkan semua penyakit yang hamba derita, dan menganugerahkan kesejahteraan dan kebahagiaan dunia bagi semuanya.

Om Utedanim bhagavantah syamota, prapitva uta madhye ahnam, utodinau madhvantan tsuryasya vayam, devanam sumantausyama. (5)

Ya Tuhan Yang Maha Pemurah! Jadikanlah kami selalu bernasib baik pada pagi hari ini, menjelang tengah hari, apalagi matahari tepat di tengah-tengah dan seterusnya. Semoga para Dewa berkenaan menganugrahkan rahmat-Nya kepada kami. 

Om Santih Santih Santih Om


Wangsuhpada

Wangsuhpada

Wangsuhpada artinya waranugraha untuk kemakmuran dan kadirghayusaan yang dimohonkan kepada Ida Sanghyang Widhi dalam bentuk air suci yang disebut tirtha wangsuhpada.

Di Bali, kita bisa lihat di dalam setiap pelaksanaan yadnya, tirta wangsuh pada dicampur dengan tirta upasaksi dari seluruh pelinggih, dicampur lagi dengan tirtha pelukatan dan pebersihan, baru setelah itu bisa dibagikan ke seluruh umat.

Sesungguhnya Tirtha adalah benda materi yang sakral, yang mampu menumbuhkan perasaan dan pikiran yang suci.

Jadi Tirtha bukanlah air biasa semata namun dalam upacara yadnya memiliki makna tersendiri yaitu merupakan lambang karunia / wara nugraha Ida Bhatara kepada umat yang memuja berupa Amrta (kehidupan yang sejahtera). 
Makna tirtha dalam tradisi Hindu Bali ini disebutkan dipergunakan ketika persembahyangan selesai.

Jadi fungsi tirtha dalam persembahyangan adalah sebagai pembuka dan penutup persembahyangan.
Demikian pula makna yang terkandung dalam sungkeman bagi Hindu di Bali yang dilaksanakan oleh sulinggih kepada Nabenya yang jika dilihat dari suku katanya tirtha wangsuhpada berasal dari kata :
Tirta = air suci
Wangsuh = cucian
Pada = kaki
Jadi air suci yang didapat dari cucian kaki Ida Batara Siwa, dalam kontek sebagai Purusha atau sebagai guru jagat.

Sebagai wujud nyata dari pelaksanaan tersebut, 

Ida yang meraga Siwa (sulinggih) didalam memohon ajaran kepada nabenya untuk ditanamkan kedalam diri beliau agar menjadi Siwa yang nanti berhak mengajarkan kembali kepada umat (kawi swara) dan boleh nyurya sevana setiap pagi menjelang matahari terbit.
Mengapa disebut cucian kaki ??
Didalam petualangan mencari ilmu dari pengalaman-pengalaman, kakilah yang mengantarkan kita untuk mencapai tujuan. 

Sehingga pengalaman yang telah dilalui tersurat di dalam jejak kaki. 

Tanpa adanya kaki, maka pengalaman yang menjadi sumber pengetahuan tidaklah di dapat. 
Dan pengalaman gurulah yang paling utama. 
Logikanya kan seperti itu ?
Ilmu dari pengalaman itulah yang di mohon sebagai wujud bakti sang murid kepada gurunya.
Demikian juga kepada Ida Batara Siwa guru, pengetahuan itulah yang dimohon sebagai anugrah agar ditunjukkan jalan didalam mengarungi kehidupan ini. 

Dengan jalan mengikuti tapak kaki beliau yang berupa sastra-sastra weda. Pengetahuan weda itulah yang nantinga dianugrahkan kepada umatnya melalui wangsuh pada.

Jumat, 06 September 2024

Abiseka Ida Kelating


Abiseka Lanang : Ida Pandita Mpu Acarya Daksa Manik Mas

Abiseka Istri : Ida Pandita Mpu Prami Daksa Manik Mas

Nama Griya : GRIYA PURISHA MANIK MAS 


Kata "lautan" dalam bahasa Sansekerta adalah "jaladri". Selain itu, beberapa istilah Sansekerta lain yang memiliki makna serupa dengan "laut" adalah: Salila, Arnas, Apas, Purisha. 
 
Nama Varuna yang berasal dari bahasa Sansekerta berarti "Dewa Laut". 
 

Eda Ngaden Awak bisa

Pupuh Ginada buah karya Ki Dalang Tangsub adalah anutan dalam etika kehidupan sehari-hari yang disusun sangat pendek namun memiliki makna yang amat bermanfaat dimana:

Tidak menjadi sombong dengan sifat mardhawa yang dimiliki dan selalu mempelajari diri adalah makna inti dari pupuh ini.

Pupuh ginada ini juga biasanya dilantunkan dalam acara kekeluargaan untuk mengisi waktu luang sambil membuat tape banten seperti pupuh ginada dalam artikel nak Bali dilantunkan sebagi berikut :

Eda ngaden awak bisa depang anake ngadanin; Geginane buka nyampat. Anak sai tumbuh lulu; Ilang lulu ebuk katah. Yadin ririh; Enu liu peplajahan.

Namun kalimat “eda ngaden awak bisa” dan “depang anake ngadanin” disebutkan : 
Hendaknya jangan dijadikan tameng untuk berlindung dari rasa rendah diri dan minder. Kadang ada orang yang sudah belajar banyak namun masih enggan menunjukkan kemampuannya karena takut dia belum cukup mampu,diapun berkilah dengan mengatakan “depang anake ngadanin”. Masalahnya, jika anda bahkan tidak pernah menunjukkan apa yang anda bisa lakukan, bagaimana orang lain bisa menilai anda?

Tentu saja di titik ini anda perlu menilai diri secara objektif, menakar kemampuan anda secara jelas bukan malah bias. Penilaian secara objektif inilah yang akan menyelamatkan kita dari jebakan keangkuhan merasa sudah serba bisa.
“Sudah merasa bisa”. Merasa puas dengan kemampuan yang telah dicapai kadang memang diperlukana sebagai cara untuk mengapresiasi diri, namun rasa puas berlebih sampai menimbulkan keenganan untuk belajar lebih jauh bisa jadi sangat merugikan. 

Apa lagi jika apa yang telah dibisai membuat anda merasa kalau anda berhak sombong.
Jika kiranya kita sedang berada di titik ini, maka lanjutan kedua kutipan kalimat yang menjadi judul artikel inipun kiranya perlu direnungkan, “depang anake ngadanin” atau biarkan orang lain yang memberi penilaian. 

Jangan sampai sebagaimana dinasehatkan para leluhur kita, kita menjadi “care goak ngadanin dewek”, seperti burung gagak yang bersuara untuk “menamai dirinya”.
Dalam Kitab Niti Sataka telah ditulisakan, 

Jika seseorang bodoh dan merasa dirinya bodoh, maka dia bisa belajar lalu setelahnya akan menjadi bisa. Namun jika seseorang bodoh namun merasa dirinya pintar maka meski Dewa Brahma sekalipun tidak akan bisa mengajarinya.”
Belajar secara terus menerus diperlukan di jaman yang terus berkembang dan berubah, apa lagi jika kita sedang mengusahakan keberhasilan dalam beberapa bidang kehidupan kita. 

Dan penilaian atas hasil belajar tersebut biarlah dilakukan oleh “orang sekeliling” yang memahami dan memakai hasil pembelajaran kita tersebut.

Jadi Pupuh Ginada Ki Dalang Tangsub ini mengandung pesan moral dan petuah yang berguna dalam kehidupan masyarakat, di antaranya: 
 
Jangan berlaku sombong kepada siapapun 
 
Walaupun sudah pintar dalam segala hal, masih banyak yang perlu dipelajari di hidup ini 
 
Jangan mengira dirimu sudah pintar, biarlah orang lain yang menilai diri kita 

Filosofi "eda ngaden awak bisa" yang populer di masyarakat Bali, memiliki makna bahwa kita bisa menonjolkan diri, tetapi jangan pernah merasa diri lebih dari segalanya. Artinya, kita tetap harus berada dalam proses belajar. 
 
Orang yang terlahir dari "eda ngaden awak bisa" bukanlah pemalas, melainkan mereka yang menjalani kehidupan dengan spontanitas dan penuh perayaan. Mereka menyadari bahwa hidup penuh kesia-siaan, dan bekerja bukan untuk tujuan apapun selain dari perayaan itu sendiri.

Kamis, 05 September 2024

KEPALA DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA KABUPATEN BADUNG

I GUSTI MADE DWIPAYANA, SH., M.Si

Festival BHS Ibu

DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA KABUPATEN BADUNG GELAR FESTIVAL  TUNAS BAHASA IBU 2024

5 September 2024 08:30 Witta

Sejumlah peserta berfoto bersama saat acara Pembukaan Festival Tunas Bahasa Ibu tahun 2023 yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali di Denpasar, Bali, Selasa (14/11/2023). ANTARA/Ida Ayu Alit Srilaksmi/wsj.
Denpasar (ANTARA) - Balai Bahasa Provinsi Bali, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggelar ajang Festival Tunas Bahasa Ibu 2023 tingkat SD dan SMP se-Bali dalam rangka mendukung revitalisasi bahasa daerah.

"Ajang Festival Tunas Bahasa Ibu ini merupakan salah satu program yang diselenggarakan secara rutin oleh Balai Bahasa Provinsi Bali dalam rangka mendukung program revitalisasi bahasa daerah," kata Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Valentina Lovina Tanate saat acara pembukaan di Denpasar, Selasa.

Festival Tunas Bahasa Ibu tahun ini yang digelar di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Denpasar Bali itu berlangsung selama dua hari mulai hari Selasa (14/11) hingga Rabu (15/11), kemudian istirahat satu hari dan akan ditutup pada 17 November 2023 mendatang.

Pada hari pertama, perlombaan diperuntukkan bagi seluruh peserta dengan kategori sekolah dasar. Sementara itu, pada hari kedua perlombaan kembali dilanjutkan untuk peserta dengan kategori sekolah menengah pertama.

KEPALA DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA KABUPATEN BADUNG, I GUSTI MADE DWIPAYANA, SH., M.Si menerangkan, festival ini menjadi ajang perlombaan dalam bidang sastra dan bahasa Bali dengan jumlah peserta sebanyak 252 yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi Bali.

“Ajang Festival Tunas Bahasa Ibu ini diikuti oleh 252 peserta, dengan rincian 126 peserta dari kategori SD dan 126 peserta lainnya dari kategori SMP,” katanya.

Festival Tunas Bahasa Ibu tahun ini, kata dia, bertujuan untuk memupuk rasa bangga dari para penutur aktif dalam melestarikan bahasa dan sastra Bali sebagai bahasa ibu masyarakat Bali.

Adapun cabang perlombaan dalam Festival Tunas Bahasa Ibu ini meliputi tujuh kategori, yakni lomba mesatua, matembang sekar alit, nyurat aksara Bali, ngawi lan ngwacen puisi Bali anyar, ngawi cerpen berbahasa Bali, pidarta, dan bebanyolan (stand up comedy).

Selain itu, indikator penilaian dari perlombaan Festival Bahasa Tunas Bahasa Ibu ini mencakup wiraga (olah gerak), wirama (olah suara), dan wirasa (olah rasa) dari tiap-tiap peserta.

“Saya harap ajang Festival Tunas Bahasa Ibu dapat menumbuhkan rasa suka cita terutama dalam ranah kebahasaan dan sastra Bali pada generasi muda” kata Ni Nyoman Tanjung Turaeni.



Selasa, 03 September 2024

DUDONAN MLASPAS

EEDAN PENGAYABAN, PEMARGI UPACARA MELASPAS PELINGGIH/WEWANGUNAN


1. RING SURYA
Om Aditya sya paramjyotir, rakta teja namastute,
sweta pangkaja madyaste, baskara ya namastute
Om prenamya baskara dewam, sarwa klesa winasanam,
Prenamnya aditya siwartam, bukti mukti warapradam
Om hrang hring sah parama Aditya ya namah swaha

2. RING IBU PERTIWI
Om pretiwi sariram dewi, Catur dewi Mahadewi
Catur asrama betari, Siwa bumi maha sidhi
Om ring purwa ksihti bahsundari, Siwa patni putrayoni,
Uma Durga Gangga dewi, Brahma Betari Wisnawi
Om Maheswari Hyang komari, Gayatri Bherawi Ghauri,
Arsa sidhi Maheswari, Indrani camundi dewi
Om Akasa Siwa tatwa ya namah swaha
Om Pretiwi dewi tatwa ya namah swaha.

3. UPASAKSI SAMI (TRI KAHYANGAN)
Om Giripati dewa-dewa. Loka natha Jagatpati
Sakti mantam mahawiryam. Adnyana wantu siwet makam
Mahedewa dibya caksu. Maha padma namo namah
Gora-gora adi suksma. Adi dewa ya namo namah
Paramasta paramesti. Para marta namo namah
Adi karana isanca. Nakaraya namo namah

4. MECARU
 PENGENTER CARU (DURGA STAWA)
Om Durgha murti panca griwem, kalika wahana dewiwem,
Krura rupam agni jualem, kala murti Rudratmakam,
Om Durgha Dewi ya namah swaha

 NEDUNAN BHUTA (BHUTA STAWA)
Om Krura raksasa rupanca, Baibatsyam yo caya punah,
Somya rupam awapnopati, twam wande waradam amun
Om sweta Maheswara rupam, Brahma bang kala warna sya,
Pitha Mahadewa kala, Wisnu kresna warna kala,
Siwa panca warna kala, Durgha bhuta warna sya,
Tumwana karata hityam, panca ma kala warna sya,
Om Bhuta Kala pratistha ya namah swaha.

 PECARUAN
M a d y a (Ayam Brumbun) :
Om indah ta kita Sang Bhuta Pancawarna, Sang Bhuta Tigasakti aran sira,
Madya desanca, Siwa Dewatanya, Kliwon Pancawaranya,
888 akehnya, tumedun kapwasira sedaya,
Manusanira angaturaken caru ayam brumbun,
Winolah winangun urip rinancana kadi nguni,
Ajaken roang sanak putunira kinabehan, amangan anginum amuktisari,
Wus sira amuktisari, pamantuka ta sira ring Dang Kahyangan nira soang-soang,
Aywa sira amilara manusanira, wehana dirgahayu dirghayusa.

 NYOMYA CARU (TIRTA CARU)
Om bhuktyantu Durgha Katara, bhuktyantu Kala Mewaca,
bhuktyantu Sarwa Bhutanam, bhuktyantu Pisaca Sanggyam,
Om Ang Durgha Bhucari byonamah swaha,
Om Ang Kala Bhucari byonamah swaha,
Om Ang Bhuta Bhucari byonamah swaha

 NGAYAB CARU SAMI
Pakulun kaki batara kala, paduka batara durga. Rikaki batara gana,sang Hyang panca muka. aje sira anyengkalen karyane hyang pun.... ,apaan sampun angaturaken caru bhaya kalam, amukti sira, sama suka sira ring sang adrue caru, teka waras 3x

 METABUH ARAK BEREM
Ong ibek segara,ibuk danu,ibuk bayu parameningulun

 PEMALI
Om sarwa Dewi brok swaha, Om sarwa Dewa brok swaha,
Bhuta yaksa bhuta yaksi swaha,
Pemala-pemali, bhuta-bhuti, kala-kali, bhuta dengen, patuh kangin, patuh kauh, Patuh kaja, patuh kelod, patuh tengah, pada patuh, pada ingkup.

 NGELUARAN CARU/NGELEBAR/PRALINA
“Sarana : prakpak geni, tulud, kul-kul, pengeplogan, sampat, tektekan caru, tirta maingkup jangkep, ideran ngider kiwa/prasawya ping tiga.”

M a n t r a m :
Om Sang Hyang Purusangkara sira ta guruning Bhuta,
atuntunta wangsulakna, den adoh Kala Bhuta nira soang-soang,
Om Bhuta Sangkara ya namah swaha.

Lanturang antuk mantra sampat, pangeplugan, tulud, kulkul :
Om Kreta Bhuwana Hyang atinggal Bhuta Kala,
hulun anyapuh kuru awum Bhuta Kala kabeh,
mulih ring wewaludan nira soang-soang,
teka dirghayusa sang adruwe karya ayu.

5. MENDEM DASAR PELINGGIH WEWANGUNAN
Om Sang Hyang Pertiwijati,
Mekadi Sang Hyang Akasa, Sang Hyang Candra Lintang Tranggana, mekadi Sang Hyang Panca Dewata, hulun aneda kreta nugraha ring pada nira pakulun, manusanira angawe arca meru arcana, apan hyang-hyang ira Sang Hyang Tri Sandya, maka huluning jana pada. Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang.

6. NGAYAB BANTEN MEMAKUH
Ong Ung Ung Ong, anerawang aneruwung ring akasa, tiba ring pertiwi, mentik dadi taru, mecanggah megodong makembang mewoh, ya ta kumakuh kita kadi nguni, weh urip dening Surya Candra Lintang Tranggana, angina, teka sidi maguna. Dewa asih, manusa asih, butha kala Dengen pada asih.Ang Ung Mang Ong asih jeng.

7. PENGURIP PASUPATI
Ih sang Hyang Indra angreka,
Saluwiring ginawe rerajahan,
Ong Ang Mang Brahma Wisnu Iswara, angadakaen bayu sabda idep, Siwa sada siwa Perama siwa, anguripaken saluwiring sarwa ginawe, dumanis cayane sarwa wijaya, Ah Ah Ah.
Ong Sang Yang Perama Wisesa,
Siwa-Sadasiwa Peramasiwa,
anguripana sarwa tumuwuh,
anguripana buana kabeh, purwa,
genian daksina, neruti, pancima, wiyabya,
utara, ersania, masya, sor luwur,
pada kaurip denira Sang Hyang Perama Wisesa, mamupul dadi sawiji,
matemahan sang Hyang Ayu Narawati asri
apasang amereta, bumiwana urip, jeng,
Ong seri bagia namah swaha.

8. PEMLASPAS (PUJA SAE : BHEGAWAN WISWAKARMA)
Om Sang Hyang Surya Candra Lintang Tranggana, Pertiwi Apah Teja Bayu Akasa, Sang Hyang Siwa Sadasiwa Paramasiwa, Paduka Bhatara lumingga ring Khayangan Tiga, Hyang Brahma Wisnu Iswara, Hyang Nukurat, inaskara dening manusanira, puniki pedekan manusanira sarining kukus harum, canang banten pangulapan pangambean, maulu daksina jangkep pras panyeneng canang tapakan pras palinggih, pebersihan, pangeresikan, meduluran tegteg panyeneng, nerdah Paduka Bhatara tumurun ring Madya Pada melingga ring Pengayengan, kairing Widyadara-widyadari, muang para Bhagawan, sira Bhagawan Swakarma guruning undagi, ngewijilaken tirtha pemarisudhaning wewangunan ….

Pakulun sira Bhagawan Swakarma, inghulun angulap-ambe wewangunan …., turun sira Kaki Citra Gotra Nini Citra Gotri, Kaki Panyeneng Nini Panyeneneng, sampun kajenengan denira Sang Hyang Tiga Wisesa, sira Sang Hyang Besa Warna, Sang Hyang Panca Rsi, Sapta Dewata, iki tadah sajinira pangulapan pangambean maulu daksina jangkep, pras panyeneng maduluran pebersihan, tegteg panyeneng, muang saruntutan ipun, seredah paduka Bhatara ngemijilaken tirtha pemarisudha, tirtha amerta pangenteg bayu pangenteg urip. Om Ang Ksama sampurna ya namah swaha.

9. AYABAN BANTEN PEMLASPAS
 TEBASAN PASUPATI/ TEBASAN SAMI
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip……..
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang
Ang-Ung-Mang,
Om Brahma pasupati,
Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha

 BANTEN SUCI MELASPAS
Om Agni madya rawis siwa, Rawi madya tu candraman,
candra madya rawis suklah, sukla madya stitah siwah
Om suci rwa suci rwpi, sarwa gangga gata piwam,
cintya ya dewa isanam, sarwa abyantara suci.

 PENGULAPAN & PENGAMBEAN
Pengulapan :
Om pakulun sanghyang sapta patala,
sira sanghyang sapta dewata, sira sanghyang beda warna,
sira sanghyang tri nadi panca kosika, sira sanghyang premana,
mekadi ta sira saghyang urip, sira apageha ri sariraning rahayu,
anada urip waras dirghaayu paripurna sang angaturaken pangulapan
Om pretiwi dewa sampurna ya namah swaha
Om apah teja jiwatam bayu akasa pramanam,
dirghaayu jagad amertam, sarwa mrana ya wi citram.

Pengambean :
Om pakulun Kaki Pengambe Nini Pengambe,
Ingsun angambe sang sinayutan,
Sampun katangab katerima denira kaki pangambe nini pengambe,
Kajenengan denira Bhagawan Panyarikan,
Kaki Citra Gotra Nini Citra Gotri,
Sami kajenengan sang sinadiyan kasengguh,
Om sidhirastu ya namah swaha.

 UPAKARA MELASPAS/NGAMBE PELINGGIH/WEWANGUNAN
Om Pakulun Bagawan Sri Dwipayana Sura Sakti, manusanira angaturaken sarining pemelaspas, mekadi pemangun urip, kayu pring ginawe wewangunan …, kajenengan denira Sang Hyang Tri Purusa, kasaksi denira Sang Hyang Trio Dasa Saksi, sampun ana kalaning akarya mekadi sang akarya, asungana urip waras dirghayusa, Ang Ah 3X, Urip 3X, Om Ung Pat Astra ya namah.
Om Pakulun Sang Hyang Surya Parama Siwa, manusanira angaturaken serajakaryaning ulun, pada ta sira tan pamiruda ring awak sariraning ulun,.
Om Kaki Bhagawan Panyarikan, nini Penyeneng, sampun kajenengan denira Bhatara Surya Parama Siwa. Ang Ah 3X.
Om Ayu Wredhi Yasa Wredhi … dst

 UPAKARA SAMI (PENGAYAB KE LUHUR)
Om Dewa mukti maha sukam, bhojanam prama amertam,
Dewa mukti maha tustham, bhoktra pala ksata ya namah.
Om bukyantu Dewa maha punyam, buktyantu dewanca,
Buktyantu sarwata dewa dewanam, buktyantu tri loka natha,
Sagnah sapariwarah swarga sadha sidhisca.
Om Dewa bhoktya laksana ya namah,
Om bhukti trepti sarwa banten ya namah swaha.
Om Eka wara, Dwi wara, Tri wara, Catur wara, Panca wara,
purwa pras prasida sidhi rahayu ya namah swaha.

10. PEMENDAK
Om pranamya dewa sang linggam, Dewa linggam Mahesora, sarwa dewata-dewati dewanam, tasme lingga ya namah,

11. NGELINGIHAN IDA BETARA (DAKSINA LINGGIH)

12. NGATURAN PESUCIAN DEWA
Pasucian :
Om hyastu Dewa Maha punyam, hyastu Dewas ca, hyastu Dewan ca, hyastu Sarwata Dewa dewanam,hyastu Dewa maha punyam.

Tigasan :
Om Tigastu Dewa maha punyam, tigastu Dewas ca, tigastu Dewan ca, tigastu sarwata Dewa dewanam, tigastu Dewa maha punyam.

Puspa :
Om Puspantu Dewa maha punyam, puspantu Dewas ca, puspantu Dewan ca, puspantu sarwata Dewa dewanam, puspantu Dewa maha punyam.

Tirta :
Om Ang Gangga ya namah, Om Ang Saraswati ya namah,
Om Ang Sindhuwe ya namah, Om Ang Narmada ya namah,
Om Ang Wipasa ya namah, Om Ang Kosika ya namah, Om Ang Yamuna ya namah.

13. BANTEN AYABAN RIWUS MELINGGIH
 SODA RAYUNAN, PRANGKATAN, ATURAN SAKA SIDAN
Om bukyantu Dewa maha punyam, buktyantu dewanca,
Buktyantu sarwata dewa dewanam, buktyantu tri loka natha,
Sagnah sapariwarah swarga sadha sidhisca.
Om Dewa bhoktya laksana ya namah,
Om bhukti trepti sarwa banten ya namah swaha.

 PERAS PENYENENG
Om Eka wara, Dwi wara, Tri wara, Catur wara, Panca wara,
purwa pras prasida sidhi rahayu ya namah swaha.
Om Kaki Penyeneng, Nini Penyeneng,
Kajenengan den nira Betara Brahma, Wisnu, Iswara,
Sang Hyang Surya, Candra Lintang Tranggana.

14. BAKTI PENGRAMPED (SEKIRANG LUPUT SAMI BAKTI RING LUHUR)
Om prenamya baskara dewam, sarwa klesa winasanam,
Prenamnya aditya siwartam, bukti mukti warapradam,
Om Jala siddhye maha sakti, Sarwa siddhye siwa tirthah,
siwa amertha manggala ya, sri dewi sarwa mukta ya.

15. SEGAN LAN METABUH
Om Bhatari Durga anugraha ring sang bhuta dengen,
Sanghyang Purusangkara anugraha ring Sang Kala Sakti,
muang pakulun geng-geng ira hyang sinuhun makabehan,
muang Sang Bhuta Bhuti kala kali makabehan,
puniki manusanira angaturaken segehan ……………..,
katur ring Sang Kala Kali sedaya,
pada kenak ta sira pada amangan anginum,
wus ta sira pada amangan-anginum,
pamantuka ta sira ring parahyangan nira suang-suang
Om Ang Kang Khasolkaya swasti-swasti sarwa bhuta kala predana pususha
bhoktya ya namah swaha.

PEMUSPAN
1. PUYUNG
2. RING SURYA (UPASAKSI)
3. RING IBU PERTIWI (UPASAKSI)
4. RING AYUN
5. MUSPA PEMLASPAS
6. SAMA DAYA (NUNAS PENUGRAN)
7. PUYUNG

MELUKAT

SUKSEMANING MELUKAT

OLEH : I GEDE SUGATA YADNYA MANUABA, S.S., M.PD

Ring jagat sekadi mangkin akeh pisan manusiane ngerasayang manah sane nenten becik sekadi rasa kebus, rasa dingin, rasa inguh, rasa paling tur sane tiosan. Nike je wenten tios minawite ring angga sarira ide iratu wenten keletehan – keletehan sane mawinan ide iratu ngerasayang manah asapunike. Ring Reg Veda irike kasurat ide iratu dados jatma iriki ring jagatte patut ngelaksanayang Melukat.

Melukat asal kata nyane lukat (Bahasa Kawi - Bali) madue arti  bersihin minawite ngicalin. Ring kamus bahasa Indonesia artinyane melepaskan, Kadagingin awalan me, dados nyane melukat sane madue arti Melakukan sesuatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu. Melukat punike nenten je wenten tios ngilangin sahananing keletehan - keletehan sane wenten ring angga sarira ide iratu melarapan antuk energi - energi positip sane wenten ring alam.

Ring pustaka suci Manawa dharma sastra Bab V Sloka 105 irika kasurat :

Abdhir gatrani wddyanti

Manah satyena

Cuddhyti, cidyata pobhyam

Buddhir jnanena cuddhyatir

 

Sane madue arti : Tubuh dibersihkan dengan air, Pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. Apa bila makna dan arti sloka tuntunan ini dihayati, maka melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan.

Melukat punike wenten 3 Soroh (3 Tahapan) Mine kadi :

  1. Genah sane becik antuk melukat
  2. Tehnik Melukat
  3. Dauh utawi galah melukat

1. Genah sane becik antuk melukat, punike wenten tiga mine kadi :

a. Melukat ring ajeng Ida Sulinggih. Penglukatan pinih utama

b. Ngelaksanayang melukat ring kelepusan (Sumber mata air), sekadi ring pancoran sudamala, pancoran solas, pancoran tirta empul tur sane tiosan. Mantra sane kaanggen melukat ring pancaoran , Om sarira parisudhamam swaha (smoga badan fisik dan badan pikiran menjadi suci).

c. Ngelaksanayang melukat ring campuhan (Pertemuan dua sumber mata air atau lebih). Matrane pateh sekadi ring Kelepusan (Pancaoran).

d.  Ngelaksanayang melukat ring Segara (Pantai). Mantrane pateh sekadi ring pancaoran.

Ring ketige genah puniki ngelaksanayang pengelukatan ring segara sane paling becik, napi mawinan asapunike, ring segara energi - energi positif akeh pisan ring alam.

2. Tehnik melukat, punike wenten kalih mine kadi :

a. Sadurung melukat ide iratu sareng sami patut ngaturang bhakti melarapan antuk banten mina wite canang sari medaging sari asebit sari, dupa tur sane liyanan, ide iratu sareng sami nunas ring Hyang  Acintya lan Dewa Dewi sane berstana irika, Mangde angga sarira ide iratu lan pikayunan ide ratu bersih saking energi - energi negatif. Di Segara ide iratu nunas ring Hyang Acintya (Hyang Baruna).

Mantra sedurung ide iratu nunas pengelukatan niki kasurat ring Reg Veda x.17.10

Apo asman matarah sud ndhayantu

Ghrtena no ghrtapuah punantu

Visvam hi ripram pravahanh devir

Ud id abhyah sucir a puta emi

 

Sane maarti, Semoga air suci berkah alam semesta ini menyucikan diri kami sehingga kami bercahaya gemerlapan, semoga diri kami di bersihkan oleh air suci ini. Smoga air suci ini melenyapkan segala kekotoran kami. Kami akan bangkit dari kegelapan dan memproleh kesucian darinya. Usan melukat ide iratu patut ngaturan parama suksama.

b. Ritatkala melukat ide iratu sareng sami nenten dados ngangge busana, napi mawinan asapunike, yen ide ratu melukat ngangge busana keletehan - keletehan sane wenten ring angga sarira ide iratu nenten keluar dengan sempurna semalihe energi - energi positif sane wenten ring alam nenten masuk dengan sempurna ke angga sarira ide iratu.

3. Dauh utawi galah sane becik antuk melukat

Sami rahine punike becik, sakewanten ring rahine punike wenten rahine sane medue kekuatan sane luar biasa, nike sane becik antuk melukat sekadi purnama, purwani (satu hari sebelum dan sesudah purnama), ngembak geni, bayu pinaruh, tilem (bulan mati) tur rerainan sane liyanan. Ring Veda irike kasurat matahari mempengaruhi kehidupan pribadi lan bulan mempengaruhi pikiran.

        Sane mangkin akeh ide iratu ngelaksanayang pengelukatan ring puri, ring griya ide iratu. Ngelaksanayang pengelukatan ring puri , ring griya patut ide iratu ngangge bungkak gading. Napi mawinan asapunike,

1.      Bungkak gading punike simbol ide bhatara surya, ide bhatara surya sane nerangin kehidupan ide iratu iriki ring jagate

2.      Bungkak gading punike simbol kekuatan Toya (air) Dewa Wisnu

3.      Bungkak Gading punike simbol antuk nyomya kekuatan sadripu.

4.       Bungkak Gading punike simbol kekuatan Tirtha maha merta (Tirta Dewa Siwa)

5.       Bungkak Gading punike Lambang Tri Loka

6.      Bungkak Gading punike pinaka jalaran ngembalian panca maha butha ke asalnya

Nike mawinan ritatkala melukat ring puri patut ngangge bungkak gading.

Inggih ide iratu titiang sinareng sami Tetujon melukat nenten je wenten tiyos ngilangin sehananing keletehan - keletehan sane wenten ring angga sarira ide iratu melarapaan antuk energi - energi positif sane wenten ring alam, domogi ide iratu sareng sami ngemolihan kerahayuan lan kerahajengan.

Senin, 02 September 2024

Tenung Pamijilan Rare

Kelahiran 2 September 2024

NAMA : I GEDE KAIVAN JANARDANA PUTRA

I GEDE = nama depan orang Bali 
KAIVAN = tampan
JANARDANA = suka menolong
PUTRA = anak laki-laki 

Jadi Urip namanya: 9 sudah meruwat kelahiran saptawara pahing.

1. Eka Wara: Luang/Sunyi, Lapang.
2. Dwi Wara: Pepet /Tertutup.
3. Tri Wara: Kajeng/Senang bicara. Boros sehingga sering mendapat kesulitan.
4. Catur Wara: Jaya/Pendiriannya teguh, tetapi suka iri hati sehingga sulit mendapat kesenangan.
5. Panca Wara: Paing/Rajin, tetapi sering bengong-bengong/melamun. Namun demikian kemauannya serius.
6. Sad Wara: Urukung/Sering lupa. Baik/cocok menjadi pemburu, tetapi jangan sampai merusak hutan.
7. Sapta Wara: Soma/Pekerjaan yang cocok adalah bercocok tanam. Tidak jahat (sabar), setia, dikasihi orang. Tetapi kurang cerdas sehingga sering sedih.
8. Asta Wara: Guru/Berpikiran terang. Dikasihani orang. Petuah dan nasehatnya dibutuhkan orang.
9. Sanga Wara: Gigis/Senang merendah atau rendah hati. Dapat menerima sesuatu apa adanya. Lambangnya Pertiwi/Bumi.
10. Dasa Wara: Duka/Sering mendapatkan kesusahan atau sedih.

Wuku: Warigadean/Dewa Maharesi, Pendiriannya tegas dan kuat, bertanggung jawab terhadap segala yang dilaksanakan, bersifat ramah tamah, tutur katanya sopan, perintahnya selalu dituruti orang, rejekinya pas-pasan, kurang suka beramal.

Lintang: Dupa/Berbudi luhur, jujur dan setia terhadap teman. Gerak-gerik serta penampilannya cukup menarik, serta senang terhadap ragam jenis pekerjaan. Giat bekerja dan taat pada janji, namun sering pikirannya bingung.

Purnama-Tilem: Pangelong 14
Agak angkuh, kebahagiannya besar, namun jika tidak berhasil tidak akan menjadi apa.

Eka Jala Resi: Suka pinanggih/Mendapat senang.

Pararasan: Laku bintang/Pendiam, lemah lembut hatinya, tak tahan melek, bicaranya berharga, kehendaknya sukar dicegah, tidak mempunyai saudara, mempunyai gagasan berdagang.

Panca Suda: Bumi kepetak/Malas bepergian, bertahan pada prinsip, rajin sembarang kerja, teguh/mantap melakukan tugasnya, punya keinginan bertapa.

Pratiti Samut Pada: Separsa
Suka bertukar pikiran, pandai bicaranya akan kaya, besar angkaranya, kadang kala iri hatinya, banyak kepandaiannya. Berbahaya pada umur 2 hari, 5 hari, 9 bulan, dan 9 tahun. Meninggal pada pratiti Wedana. Sebagai pedewasaan sangat buruk karena menimbulkan pertengkaran, kesulitan, tidak menemukan kebahagiaan.

Ramalan Jodoh Kelahiran 2 September 2024
Anda lahir pada Soma Paing Warigadean, jumlah urip Anda adalah 18. Sedangkan pasangan Anda pada Buda Umanis Kulantir dan jumlah uripnya adalah 19. Berdasarkan ramalan perjodohan dari Lontar Tri Pramana, pasangan ini akan amat baik, rukun dan bahagia.


Kelahiran 2 September 2024, Garis Hidup 1
Misi hidupnya adalah untuk bisa selalu independen. Ada dua bagian dalam proses mencapai hal ini: pertama, Anda harus belajar untuk berdiri di atas kedua kaki dan tidak tergantung pada orang lain. Kemudian setelah Anda benar-benar bebas dan independen, belajarlah untuk menjadi pemimpin. Banyak jenderal, pemimpin perusahaan, dan politikus mempunyai angka "Garis Hidup" 1. Orang-orang yang mempunyai angka garis hidup satu ini selalu mempunyai potensi yang hebat untuk menjadi pemimpin, tapi mereka bisa gagal bila menjadi pengikut. Banyak dari mereka yang menghabiskan sebagian besar berusaha melepaskan ketergantungan mereka pada orang lain, tapi ini justru menyisakan sedikit waktu bagi mereka untuk memperoleh kesenangan yang didapat dari keindependenan. Orang dengan garis hidup 1 harus keluar dari lingkungan yang membuat mereka mudah untuk tergantung, dan sulit untuk independen. Mereka yang mempunyai angka garis hidup 1 penuh dengan inspirasi kreatif, dan memiliki antusiasme dan doro... dan seterusnya


Ramalan Bintang Virgo
Otaknya cemerlang, mudah memahami pelajaran, setia pada keluarga, sopan santun, suka berpakaian rapi dan bagus. Suka mengalah, tidak mudah memutuskan hubungan. Riang gembira, mukanya berseri-seri, awet muda, dan suka pada anak-anak. Kelemahannya, bilamana kurang pendidikan dapat berbuat sewenang-wenang, sombong akan kekayaan dan kedudukanya. Suka merusak barang-barang bila marah. Tidak mau mengaku salah, suka berhutang, tidak dapat dipercaya. Tetapi kalau berpendidikan baik, orang Virgo paling mudah dipercaya.

Otaknya cemerlang, mudah memahami pelajaran, setia pada keluarga, sopan santun, suka berpakaian rapi dan bagus. Suka mengalah, tidak mudah memutuskan hubungan. Riang gembira, mukanya berseri-seri, awet muda, dan suka pada anak-anak. Kelemahannya, bilamana kurang pendidikan dapat berbuat sewenang-wenang, sombong akan kekayaan dan kedudukanya. Suka merusak barang-barang bila marah. Tidak mau mengaku salah, suka berhutang, tidak dapat dipercaya. Tetapi kalau berpendidikan baik, orang Virgo paling mudah dipercaya.... dan seterusnya.

Larung Ari-ari

Tradisi Larung Ari-ari, Rayakan Kelahiran Bayi Di Era Moderenisasi 

Bongkasa, memiliki banyak tradisi dan budaya yang unik. Salah satu tradisi yang menarik untuk dipelajari adalah tradisi larung ari-ari, sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Bongkasa untuk merayakan kelahiran bayi.

Tradisi ini sudah ada sejak lama dan masih terus dilestarikan hingga saat ini. Larung Ari-ari dilakukan dengan melemparkan ari-ari dan bunga ke sungai atau laut sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas kelahiran bayi.

Larung Ari-ari biasanya dilakukan oleh keluarga, teman, dan kerabat dekat bayi yang baru lahir. Tradisi ini dilakukan pada hari pertama setelah kelahiran bayi. Pada hari tersebut, keluarga dan kerabat dekat bayi akan berkumpul di tepi sungai atau laut untuk melaksanakan tradisi Larung Ari-ari.

Sebelum tradisi dimulai, mereka akan mempersiapkan upakara dapetan, soda, segehan hitam, dan bunga-bunga yang akan dilemparkan/dipersembahkan ke dewa Wisnu/Sanghyang Baruna di sungai atau laut. Bunga-bunga tersebut biasanya berwarna-warni dan indah, sebagai simbol keindahan dan kebahagiaan atas kelahiran bayi. Setelah persiapan selesai, mereka akan membaca doa dan mengumandangkan OM NAMA SIWA YA sebanyak 9 kali sebagai tanda dimulainya tradisi Larung Ari-ari. Kemudian dilakukan persembahyangan ke dewa Wisnu/Sanghyang Baruna.

Setelah itu, keluarga dan kerabat dekat bayi akan memasuki perahu yang telah disiapkan. Perahu tersebut biasanya dihias dengan bunga-bunga sebagai bentuk penghormatan kepada bayi yang baru lahir. Setelah itu, mereka akan memasuki sungai atau laut dan mulai melemparkan bunga ke air sebagai simbol rasa syukur atas kelahiran bayi.

Setelah tiga kali gulungan ombak, Rantasan putih kuning yang berisi canang dan wewangian diletakan diatas air laut sebanyak 3 kali, kemudian diangkat Amet Malih Sang Catur Sanak si Bayi tuntun ajak pulang di letakan di dekat tempat tidur, diisi nyala api 🔥/lilin selama tali pusar belum putus dan selalu dihaturkan sesajen semampunya.



Simbol Tradisi Larung Ari-ari

Larung Ari-ari bukan hanya sekedar tradisi yang dilakukan sebagai bentuk perayaan kelahiran bayi, namun juga memiliki makna dan simbol yang mendalam. Beberapa makna dan simbol dari Larung Ari-ari antara lain:

Simbol Kebahagiaan dan Rasa Syukur

Larung Ari-ari merupakan simbol kebahagiaan dan rasa syukur atas kelahiran bayi. Melemparkan bunga ke sungai atau laut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah kelahiran bayi.

Simbol Keindahan dan Kesejukan Alam

Larung Ari-ari juga merupakan simbol keindahan dan kesejukan alam. Melemparkan bunga ke sungai atau laut merupakan bentuk penghormatan kepada alam dan juga sebagai bentuk penghargaan atas keindahan alam yang telah diberikan oleh Tuhan.

Simbol Keharmonisan dan Persatuan

Larung Ari-ari juga merupakan simbol keharmonisan dan persatuan. Tradisi ini dilakukan bersama-sama oleh keluarga dan kerabat dekat bayi sebagai bentuk persatuan dan keharmonisan dalam keluarga.

Simbol Pengorbanan dan Kesabaran

Larung Ari-ari juga merupakan simbol pengorbanan dan kesabaran. Proses persiapan dan pelaksanaan tradisi ini memerlukan pengorbanan waktu dan tenaga, serta kesabaran dalam menyiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Dalam keseluruhannya, Larung Ari-ari merupakan tradisi yang sangat unik dan memiliki nilai-nilai yang sangat penting bagi masyarakat di jaman modern.



Prosesesi Larung Ari-ari

Larung ari-ari biasanya dilakukan di tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral, seperti di muara sungai atau di tengah laut. Sebelum melaksanakan tradisi ini, orang tua atau keluarga dekat biasanya mengundang seorang yang dituakan dirumah atau boleh pemangku adat untuk melakukan doa dan ritual khusus.

Prosesi Larung Ari-ari dimulai dengan membersihkan ari-ari, memercikan wewangian dan ditambahkan rempah-rempah serta persiapan upakara seperti diatas dan bunga-bunga yang akan dilemparkan ke sungai atau laut. Bunga-bunga yang digunakan biasanya adalah bunga-bunga segar, seperti bunga mawar, melati, anggrek, dan bunga-bunga lainnya yang indah. Bunga-bunga tersebut kemudian diikat dengan tali dan dibentuk menjadi karangan bunga.

Setelah bunga-bunga selesai dipersiapkan, keluarga dan kerabat dekat bayi yang baru lahir akan berkumpul di tepi sungai atau laut pada hari pertama setelah kelahiran bayi. Mereka biasanya mengenakan pakaian yang sopan dan memakai baju adat, serta membawa karangan bunga yang sudah disiapkan sebelumnya.



Prosesi Larung Ari-ari ini merupakan tradisi yang sangat kental dengan unsur keagamaan dan budaya masyarakat di era modernisasi. Tradisi ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga keharmonisan dan persatuan antar keluarga, serta sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan atas kelahiran bayi.

Sebagai bentuk pelestarian budaya, prosesi Larung Ari-ari harus tetap dilestarikan dan dijaga keberlangsungan tradisinya. Masyarakat harus terus mengajarkan dan memperkenalkan tradisi ini kepada generasi muda agar nilai-nilai yang terkandung dalam prosesi ini tidak hilang dan terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Sabtu, 31 Agustus 2024

Doa Makan

Doa Sebelum Makan
"Om, Anugraha Amrtadi Sanjiwani Ya Namah Swaha."

Artinya:
"Om Hyang Widhi, semoga makanan ini dapat memberikan kehidupan lahir dan batin yang suci pada hamba."


Doa Sesudah Makan
"Om, Dirghayu astu, awighnam astu, subham astu, Om, Sriyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu, ksama sampurna ya namah swaha. Om santih, santih, santih, Om.

Artinya:
Om Hyang Widhi, semoga makanan yang sudah hamba makan dapat memberikan kekuatan dan keselamatan, umur panjang, dan tidak mendapatkan halangan. Om Hyang Widhi, semoga damai, damai, damai, selamanya.


Atma Wedana

PITRA YADNYA DUDONAN ATMA WEDANA (NYEKAH) HANYA UNTUK SANG PANDITA. 

 1. Mpungku, glaraken argha-patra (asurya sewana), jangkep saparikramanya, saha akarya tirtha pangresikan sami, mwah tirtha manut sakabuatan ring yadnya, abhusana jengkep saparikramaning sang Pandita amuja.

2. SURYA STAWA:
 Saptongkara-mantra, Anantasana, Catur-iswrya, Padmasana, Utpeti, Sthiti, Pungu dening Catur-sandhya, Ksipta-puja, Siwi karana, Tri-tattwa, Udakanjali, Asta-puja, Aditya-stawa, Toya tarpana, Catur-tarpana, Siwa-amrtha-mantra, Sembah Kuta-mantra, Stawa Bhatara Surya.

 3. LINGGA-STAWA:
 Om, Pranamya sirase Lingam, Dewya-linggam Maheswaram,
 Sarwa Dewati-dewanam, Tasmai linggam ya wai namah.

 Om, Om, Atma-lingga ya namah.
 Om, Om, Siwa-lingga yanamah.
 Om, Hrang-Hring-Sah, ParamaSiwa-lingga-dipataye namah
 swaha.

4. AKASA-STAWA. PRETHIWI-STAWA.

5. GIRIPATI-STAWA.
 Om Giripati Dewa-dewi, Loka natha jagat-pati
 Sakti manta maha-wiryam, Jñana-manta Siwãtmakam.

 Om, Iswara dibya-caksu, maha-padma namo namah,
 Ghora-ghore maha-suksma, adhi-dewa namo namah.
 Om, Paramestha-paramesthi, Paramartha namo namah,
 Adhi-karanam ewanca, Nang-karane namo namah.
 Om, Maha-rodhram maha-suddham, sarwa wighna winasanam,
 Maha-kruram maha-tattwam, Adhi-dewa ya namo namah.

 Om, Mahadewa Sangkarasca, Siwa Sambhu bhawastute,
 Maheswara Brahma Rudrasca, Siwa Isana ya wai namah.

 Om, Namaste bhagawan Agni, Namaste bhagawan Hari,
 Namaste bhagawan Isa, Sarwa bhaksa Uttasanam.

 Om, Tri-warna bhagawan Agni, Brahma Wisnua Maheswaram,
 Saktikam postikan caiwa, Raksanañca bhicarukam.

 Om, Anujñanam kretta-lokam, So-bhagyam priya-dharsanam,
 Yat-kancit sarwa karyani, Siddhir ewa ca samsayah.

 Om, Brahma Prajapati sresthah, Swayambhu waradam guruh,
 Padma-yoni catur-waktram, Brahma sakayam ucyate.

 Om, Iswara Uma-dewisca, Mahesora Laksmi-dewi,
 Brahma Saraswati-dewi, Rudra Santani-dewi.

 Mahadewa Saci-dewi, Sangkara Warahi-dewi,
 Wisnu-dewi Sri-dewi, Sambhu-dewa Uma-dewi.

 Siwa-aditya Candra-dewi, Sunya-Siwa ta pujitam,
 ArdhanareSwari-arcanaya namo namah swaha.


6.      PRENAMYA-DEWA. UPAHREDAYA, UDAKANJALI.
MATUR PIUNING RING ATMA WEDANA.
AGLAR PECARUAN; Jangkep saparikramaning pecaruan.

10. NGILI-ATMA:
Adegakna ring Puspa lingga;
Saptongkara-atma.
Padmasana, Anantasana. Utpeti, Sthiti,
Dewa pratistha, Siwi-karana, Tri-tattwa.
Upahredaya, Udakanjali.

 11. Kunapa-bhiseka
OM, Ah-Khah-Ang-Ah, OM-Ang. OM, Brahmane namah.
OM, Ang-Khah-Ang-Ah, OM-Ung. OM, Waisnawe namah.
OM, Ang-Khah-Ang-Ah, OM-Mang. OM, Iswara ya namah.
OM, Pitra bhyah swadah. OM, Matra bhyah swadah.
OM, Pitamahe bhyah swadah. OM, Matamahe bhyah swadah.
OM, Prapitamahe bhyah sadah. OM, Pramata mahe bhyah swadah.

 12. Catur-Dewa-Atma.
OM, Namowah Pitara Ghana ya namah swadah.
 (Ring Murdhi/sirah).
OM, Namowah Pitaro Pita ya namah swadah.
 (Ring Mukha/rahi).
OM, Namowah Pitaro Wasa ya namah swadah.
 (Ring Hredaya/hati).
OM, Namowah Pitaro Sukla ya namahswadah.
 (Ring Sarwa-angga).

Tibani tang sekar ping tiga maring adegan sawa.
OM. Prajapati ya namah swadah. (Ring Hulu/sirah).
OM. Pitamahe bhyo namah swadah. (Ring Bhrumadhya/lelata).
OM. Mata-mata mahe bhyo namah swadah. (Ring hati/hredaya).

(Sangkepi) (Patanganan).

13. Brahma-rahasya.
OM, Ang, Brahma-dewani wretaya, Sarwa-atma sarwa pãpa-klesa,
 Catus pataka winasa ya namah swadah. (Ring Sukukiwa).
OM, Ang, Wisnu-dewa pratisthaya, Sarwa-atma sarwa pãpa-klesa,
 Catus pataka winasa ya namah swadah. (Ring Suku tengen).
OM, Ang, Iswara-dewa widya ya, Sarwa-atma sarwa pãpa-klesa,
 Catus pataka winasa ya namah swadah (Ring Sarwa -angga).
OM, Ang, Sakti Rudra-dewata ya, Sarwa-atma sarwa pãpa-klesa,
 Catus pataka winasa ya namah swadah. (Ring Sirah tengen).
OM, Ang, Mahadewa satyatitha ya, Sarwa-atma sarwa pãpa-klesa,
 Catus pataka winasa ya namah swadah. (Ring Sirah kiwa).
OM, Ang, Param-tejo sa-niskala-atmanam, Kewala pada samsthita ya,
 Nila-anjanya namah swadah.

 (Sangkepi) (Patanganan).

14. Pungu Pitra.
(Ayan. Bag, Jag, Pit, Swa, Tis).
 OM, Ayantu Pitaro-dewam, Ayantu-pitaro Ghanam,
 Ayantu Pitaro sarwam, Saganah sapari warah,
 waradah bhawantu swadah.

 OM, Bagyantu Pitaro-dewam, Bagyantu pitaro-Ghanam,
 Bagyantu Pitaro sarwam, Saganah sapari warah,
 waradah bhawantu swadah.

OM, Jagrantu Pitaro-dewam, Jagrantu pitaro-Ghanam,
 Jagrantu Pitaro sarwam, Saganah sapari warah,
 waradah bhawantu swadah.

 OM, Pitantu Pitaro-dewam, Pitantu Pitaro-Ghanam,
 Pitantu Pitaro-sarwam, Saganah sapariwarah,
 waradah bhawantu swadah.

 OM, Swagancantu Pitaro-dewam, Swagacantu Pitaro-Ghanam,
 Swagacantu pitaro sarwam, Saganah sapariwarah,
 waradah bhawantu swadah.

 OM, Tistantu Pitaro-dewam, Tistant Pitaro-Ghanam,
 Tisthantu Pitaro sarwam, Saganah sapariwarah,
 waradah bhawantu swadah.

(Sangkepi). (Patanganan).

 15. Pitra-stawa.
OM, Swaha swadah ca pujas ca, Tri-widah Pitaras-tatha,
 Pita-pita mahaś caiwa, Tatasca Prapita mahah.

 OM, Mata-mata mahas ca pi, Prapita maha samjñakah,
 Pitaras tarpanyaste, Hyapa- sawyodaka-dibhih.

 OM, Śiwam-api Pitra-rupam, Pitra-kanam hitartham,
 Trinayana rwesabangkam, Loke samhara-kale.

 OM, Tam-ajam-atulam-ekam, Wiswa samraksa-nartham,
 Bhuwana sraja-manam, Tam Bahma rupam-namami.

 OM, Namah Pitra watsalaya, Sarwa wira kara satawelaya,
 Sarwa wira phala kaya, Siddhi predhana ya namah swadah.

 OM, Somapah nama wiprani, Ksatriya hawir bhujah,
 Waisyanam madhyapah nama, Sudrantu sukha linah ya namah swadah.

 ( Sangkepi). ( Patanganan ).

16. Sang Pitra, Mapetik, Anglukat Pitra, Dyuskamaligi ring Pitra, Abhasma mwang karowistani, Maweh pajaya-jayan mwang pawisik ring Pitra.
Mantrani Dyuskamaligi; OM, SangHyang Yati-pegat, pegat rampung sarining wisesa, Tepung tawar hangilangaken sebel kandel, trimala, panca mala, dasa-mala, satus pãpa patakaning sarwa atma winasa ya namah swadah.

17. Sang Pitra muspa ring Bhatara Lingga.

18. Ida Bhatara Lingga tedun, mapurwa daksina :
Om, Swetambara-dharam dewam, Swetan ca-pi- pita mahah,
 Pitram-api ri treptyanam, Iswara dewa namamy-aham.
 Om, Raktambara-dharam dewam, Raktan ca- pi- pita-mahah.
 Pitram api ri treptyanam, Brahma-dewam namamy-aham.
 Om, Pitambara-dharam-dewam, Pitan ca- pi -pita mahah,
 Pitram-api ri treptyanam, Mahadewa namamya-aham.
 Om, Wiswambara-dharam-dewam, Wiswanca-pi-pita mahah,
 Pitram api ri treptyanam, Dharma-dewa namamy-aham.
 Om, Panca-pita-mahe bhyo namah swaha.
 Om, Pitra-samanta-anugata-wara-wisunya swaha.
 Om, Dewa Pitara pratistha ya namah swaha.

19.     Guru-stawa, saha Kawitan- stwa.
20.     Dewa-Pitara-stawa.
Om-kara-aksara wijatam, Dipta pawakam-mandhalam,
 Pitra guhya Prajapati, Brahma Pitara namamy-aham.

Hung-kara-aksara wijatam, Saracchandra su-nirmalam,
 Pitra usnisa Siwa twam, Wisnu Pitara namamy-aham.

Ah-kara-aksara wijatam, Naksatra-dewa mandhalam,
 Pitra maha-suksma-jñanam, Taya Pitara namamy-aham.

 Om, Om, Pitra-ksama sukha ya namah swaha.
 Hung, Hung, Pitra-ksama purna ya namah swaha.
   Ah, Ah, Pitra-sunya ya namah swaha.

21.     Catur-weda-stawa.
22.     Amanah Toya, akarya tirtha padudusan;
Mantra-tirtha padudusan;
 Om, Salilam wimalam toyam, atoya tirthasya bhojanam,
Subhiksaya samataya, Dewanam lisa nasanam,

Om, Pawitram Gangga tirthasya, maha-bhuta maho-dadhi,
Wajrapani maha-tirtham, papa-nasanam kali-nadhi.

Om, Pomyana priya sa-nityam, Adadhi-tire priyam tatha,
Sarwa Dewati-dewaya namaste ya namo namah.

Pajayan-jayan tirtha Padudusan;
Om, Tirthayam tirtha-pawitram, Gangga-ranu toya-ghanam,
 Purusam naga-wasukim, Agni-hredaya toyanam.

 Om, Ya warnam tejo-toyanam, Na-sthiti ma-rupa-taya,
 Nirmalam Nama Siwaya, Taya-karanam asinam.

 Om, Gandhari tejo pawitram, Karanam wajro bhiksukam,
 Jaladhi tasik ghorayam, Toya nirmalam pawitram.

Ri kala ngemargian Padudusan, enter antuk pangastawan ”Wai Camani-stawa”:   
Om, Dewarcanam sarwa-dewam, Arghyantu camanam-dewam,
 Ahyastu Dewati-dewah, Sarwa mala suddha-nityam.

Om, Dewa-dewai maha-siddhi, Suddha-pratisthanam-diwyam,
 Pawitram tirtha-amrthanca, Sarwa-dewa pratisthanam.

Om, Dewarcanam Utpattis tu, Asthiti trepti-karanam,
 Bhojanam laksanam-yuktam, Ong-kara-dewa tarpanam.

Om, Bhuktyantu suksma-karanam, Antyesti purusa-mantram,
 Siwãmretha anugrahakam, Sangkara Dharma-laksanam.

Om, Hrang, Puspa ya namah.
Om, Hrèng, Gandha ya namah.
Om, Hrung, Wausad widyayai namah.
Om, Hreng, Hung, Dhupebhyo namah.
Om, Hrong, Wausad Dipèbhyo namah.
Om, Rah-phat-astra Siwãnggaya namah swaha.
Om, Hrang, Hring, Hrung, Hrèng, Hrong, Brahmãnggaya namah.

23.     Ngonèk banten ring Panyekahan.
24.     Ngastawayang banten Catur;
 Om, Ang, Brahma catur mukha gopta, Rakta warna catur-bhujam,
 Rakta-bhuktam Brahma raktam, Raktãsana Brahma rupam.

 Om, Ung, Wisnu catur bhuja gopta, Kresna warnam catur-bhujam, Kresna-bhuktam
Wisnu-rupam, Kresnãsanam kresna rupam.

 Om, Mang, Iswara catur-bhujam, Tri-nayana sweta-warnam,
 Sweta-bhuktam sweta-warnam, Swetãsanam Iswara-rupam.

 Om, Ong, Mahadewa pita warnam, Catur-bhuja Rudra-rupam,
              Mahadewa pita-bhuktam, Pitãsanam Mahadewa.

25.     Ngastawayang Pulagembal;
Om, Prathamantu mahadewi, Dwiyantu mahadewi,
 Trityantu Sangkara-dewi, Caturti wresabha dwajam,
 Panca misula pinica, Saktinca Kala manam,
 Nawami Dewa-dewasah, dasa-parwa yeka-priyah,
 Dwi-dasa-sewa murtyante ya namah swaha.

26.     Ngastawayang Sekar-taman;
Om, Ghana-ghana-pati sweta warnam uma dewi,
 Rakta warnam Saraswati, Pita warnam Saci-dewi,
 Kresna warnam Sri-dewi ya namah swaha.

27.     Ngastawayang Bebangkit:
Om, Aryãdhika maha-siddhi, sarwa karya maha nirmalam ya namah swaha.
Om, Pukulun Bhatari Durga, Bhatara Ghana, Bhatara Brahma, Bhatara Yamaraja, Sang Wudugbasur, sang Had, sang Wil, sang Detya, sang Dengen, sang Raksasa, sang Bhuta Kala Ngadang ring marga agung, sang Bhuta Kala Drembhamoha ring pajagalan, sang Bhuta Kala Wingsaya ring pajuden, sang Bhuta Kala katung ring pasar agung, mapupul ta sira kabeh, tingali bhaktininghulun, padha kenak ta sira alungguha, anutaken lungguhnya soang-soang, padha amukti saturan manusan nira, hangaturaken sorohan Bebangkit saha saruntutan nya kabeh ……

28.     Upasaksi ring sang Hyang Triyo-dasa-saksi.
29.     Ngayab ring Surya. Saha ring sor sanggar Surya.
30.     Ngayab ka luhur. ring Sangge, Saha ring Damar kurung.
Catur pamuktyan:
Om, Dewa-dewi maha-siddhyan, Yadnyikanam phalam-idam,
 Laksmi siddhisca dirghayur, Nirwighna tu sukha wredhi.

Om, Adyame saphalam bhuktam, adyame saphalam tapah,
 Adyame sa-phalam jnanam, Tatah-punyam sureswaram.

Om, Pujitam parama-diwyam, Dhupa-dipa niwedyanca,
 Sarwa phalam pahyasanam, Mudgalam tambulanca-pi.

Om, Bhojayet Dewati-dewah, Seswari ca warapradah,
                Prayojanam na-samsayet, Maraneka twam-murtibhih,

Om, Bhuktyantu Dewanca, Bhuktyantu Dewasca,
 Bhuktyantu sarwa to Dewa-dewanca.
 Bhuktyantu Sri-Lokanatha,
saganah sapari warah,
 Sawarga sadasi-dasah.
Om, Bhukti trepti-laksana ya namah swaha.
Om, Ksama sampurna ya namah swaha.

31.     Ngayab ring Dewa Pitara:
Om, Bhojyantu Pitaro-dewam, Bhojyantu ca-pi-pita-mahah,
 Bhojyantu Prapita mahah, Saganah sapariwarah,
 sawarga sadasi-dasah.

Om, Bhuktyantu Pitaro-dewam, Bhuktyantu ca-pi-pita-mahah
 Bhuktyantu Prapita mahah, Saganah sapari warah,
 Sawarga sadasi-dasah.

Om, Treptyantu Pitaro-dewam, Treptyantu ca-pi-pita-mahah,
 Treptyantu Prapita mahah, Saganah sapariwarah,
 Sawarga sadasi-dasah.

Om, Ksamantu Pitaro-dewam, Ksmantu ca-pi-pita mahah,
 Ksmanantu prapita mahah, Saganah sapariwarah,
 Sawarga sadasi-dasah.

Om, Bhukti trepti-paripurna ya namah swaha.
Om, Anmg, Ksama-sampurna ya namah swaha.

32.     MUSPA;
Sembah puyung.
Muspa ka Surya.
Muspa ka Giripati.
Muspa ring Tiga-Guru (Kawitan).
Muspa Ring Sang Dewa Pitara.
Muspa ring Bhatara Samodaya.
Sembah Puyung.

33.    Ksama swa mam jagat-natha.

 Esuknya atetangi mwang maweh Pralina.
34.           Mpungku, abhusana jangkep, glarakena saparikramaning sang Pandita amuja.
35.          Puja Pitra/Dewa-Pitara-Stawa:
Om-kara-aksara wijatam, Dipta pawakam-mandhalam,
 Pitra guhya Prajapati, Brahma Pitara namamy-aham.

Hung-kara-aksara wijatam, Saracchandra su-nirmalam,
 Pitra usnisa Siwa twam, Wisnu Pitara namamy-aham.

Ah-kara-aksara wijatam, Naksatra-dewa mandhalam,
 Pitra maha-suksma-jñanam, Taya Pitara namamy-aham.

 Om, Om, Pitra-ksama sukha ya namah swaha.
 Hung, Hung, Pitra-ksama purna ya namah swaha.
 Ah, Ah, Pitra-sunya ya namah swaha.

36.     Pamuntul Marga;
 Om, Tulup pundu manik muncar, Les-ser, Ah-Ang.
Om, Hrang, Hring, Sah, Parama Siwãditya ya namah.
Trinayana, catur bhuja, Brahma-rupa ya.
             Om, Lingga murti ya namah.
             Om, Ayantu Pitaro-dewam, Ayantu ca-pi-pita mahah,
                        Ayantu Prapita mahah, Saganah sapariwarah,
                        Sawarga sadasi-dasah ya namah swaha.

             Om, Margantu Pitaro Dewam, Margantu ca-pi-pita mahah,
                        Margantu Prapita mahah, saganah sapariwarah,
                        Sawarga sadasi-dasah ya namah swaha.

             Om, Swargantu Pitaro-dewam, Swargantu ca-pi-pita mahah,
                        Swargantu Prapita mahah, Saganah sapriwarah,
                        Sawarga sadasi-dasah ya namah swaha.

             Om, Moksantu Pitaro-dewam, Moksantu ca-pi-pita mahah,
                        Moksantu Prapita mahah, Saganah sapariwarah,
                        Sawarga sadasi-dasah ya namah swaha.

             Om, Sunyantu pitaro-dewam, Sunyantu ca-pi-pita-mahah,
                        Sunyantu Prapita mahah, Saganah sapariwarah,
                        Sawarga sadasi-dasah ya namah swaha.

            (Sangkepi). (Patanganan).

37.     Panglepas Atma;
Om, Sunya-nirmalam moksanam, Wyoma-akaSa Siwalayam,
 Swarga dipam-mani swetam, Dewa Pitara Pratistham.

Om, Rawi soma hutas endrah, Kesawo Brahma ewa ca,
Iswara-dewah sarwete, Pada-sthah sapta-bhedakah.

Om, Paran sang Dewa Pitara amilihana swarga nira,
 Ring swarga loka, Surya loka, Candraloka, Agniloka,
 Ring Brahmaloka, Wisnuloka, Iswaraloka.

38.     Pamralinan;
 Om, Dwa-dasãnggula-samsthanat, Wimuktah Paramam-Siwah,
             Sunyam-ewam param-kyati, Jñatawyo moksah ity-atah.
             Om. Ang, Ati-sunya ya namah.
             Om, Ang, Parama-sunya ya namah.
             Om, Ang, Parama-nirbhana-sunya ya namah.
             Om, A, Ta, Sa, Ba, I, Wa, Si, Ma, Na, Ya, Ung-Ang-Mang, Ah-Ang

39.     Amangolih sang agawe hayu :
 Om, Amangolih sang agawe hayu, lawan sira sang amilepas,
 Ama amangguhaken sukha rahayu, luputing ila-ila upadrawa sekala-niskala, padha amangguhaken dirghayusa paripurna yowana aweta urip.
 Om, Sri ya wai namah swaha.

40.    Ksama swa mam Jagat-natha.

PUPUT.

Jumat, 30 Agustus 2024

SESAPAN TUMPEK WARIGA

Makna Sesapan Tumpek WARIGA


Dalam perayaan Tumpek wariga terdapat ungkapan sesapaan :

“Kaki-kaki, dadong jumah, tiyang mepengarah buin selae dina galungan apang mebuah nged....nged...nged.....”. 

Rupanya, sesapa tersebut sarat akan makna.

Dikatakan Jro Mangku Gede Istri Erny Mahayuni Adhi, ungkapan tersebut bermakna bahwa tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai kaki (kakek) yang berarti bahwa tumbuh-tumbuhan pertama kali diciptakan oleh Tuhan sehingga dianggap sebagai saudara yang lebih tua dari manusia.
Puja tersebut merupakan bahasa sederhana dari masyarakat Hindu untuk mengutarakan permohonannya memanfaatkan hasil alam untuk sarana upacara yajña maupun untuk dikonsumsi.

“Tumbuh-tumbuhan dipanggil dengan sebutan kaki (kakek) dan dadong (nenek) sebagai bentuk penghormatan karena tumbuhan dianggap sebagai sosok tetua yang mengayomi kehidupan umat manusia,” kata Jro Mangku Gede Istri Erny Mahayuni Adhi.

Penggunaan sarana bubur sebagai bahan banten juga berkaitan dengan penggambaran tumbuh-tumbuhan sebagai sosok tetua tersebut. Orang tua yang sudah usia lanjut, akan kembali menjadikan bubur sebagai makanan utamanya. Bubur adalah sari makanan yang bertekstur lembut sehingga mudah dicerna.

Kemudian penggunaan bubur yang di buat serta dihaturkan saat Tumpek bubuh berwujud warna merah serta putih. Bubuh bercorak merah ialah lambang purusa (maskulin) sebaliknya bubur bercorak putih ialah lambang pradana (feminim). Penyatuan kedua hal inilah menimbulkan lahirnya kehidupan.

“Itulah sebabnya, alasan jika sarana bubur saat tumpek wariga tak bisa diganti dengan sarana lain. Misalnya diganti dengan ayam goreng atau bebek presto, tentu memiliki makna yang berbeda,” paparnya.

Dalam pelaksanaan upacara Tumpek Wariga, umat Hindu disarankan untuk memotong pohon, memetik bunga, buah dan daun. Melainkan sebagai bentuk penghormatan agar senantiasa menjaga kelestariannya.

“Makanya, saat mesesapa, ada permohonan yang tertuang dalam kalimat mabuah nged-nged menjadi ungkapan permohoan kepada alam agar tersedia berbagai kebutuhan yang digunakan sebagai pelengkap atau persembahan dalam menyambut hari Galungan,” tutupnya. 

Dharma Wacana Suputra

Oleh: Ida Sinuhun Siwa Putri Pramadaksa Manuaba

Om Swastyastu. 

Sahabat Dharma yang berbahagia. 
Mimbar Hindu kali ini akan berbagi pesan dharma dengan tema “ Generasi Hindu yang Suputra Sadhu Gunawan”. Tema yang sederhana ini dikutip dari Kitab Niti Sastra sargah IV. 1 sebagai berikut:

Sanghyang Chandra Tranggana Pinaka Dipa Memadangi Rikalaning Wengi. Sanghyang Surya Sedeng Prabhasa Maka dipa Memadangi ri Bhumi Mandala. Widya-Sastra Sudharma Dipanikanangtribhuana Sumeno Prabhaswara. Yaning Putra Suputra Sadhu Gunawan Memadangi Kula Wadu Wandana”. (Niti Sastra IV.1)

(Bulan dan Bintang-bintang diangkasa itu sebagai Lampu Menyinari Malam. Matahari yang bersinar Terang gemilang itu merupakan Lampu disiang hari. Pengetahuan dan Kesusastraan, serta ajaran-ajaran Suci merupakan Lampu Ketiga Dunia ini. Putra yang Baik dan Bijaksana itu membericahaya pada keluarga dan handa taulan)

Sahabat Dharma yang berbahagia. Generasi Hindu itu tidak hanya baik hatinya akan tetapi menjadi generasi Hindu yang Sadhu (berpengetahuan yang bijaksana) dan Gunawan (cerdas dan unggul). Seperti yang telah dinyatakan dalam Sloka di atas bahwa penting membekali diri sejak dini dengan Ilmu pengetahuan, mempelajari Sussastra Hindu atau ajaran-ajaran suci. Sebab, dengan bekal pengetahuan itu, generasi Hindu tidak hanya ibarat bulan atau bintang yang menyinari malam, tidak hanya ibarat matahari yang menyinari bumi, begitu juga tidak hanya sebagai pelita dalam keluarga, akan tetapi menjadi lampu yang menyinari ketiga dunia ini. 

Pertama, Lampu alam Bhur. Artinya  menjadi Cahaya dalam kehidupan ini baik menjadi pelita keluarga, bangsa maupun negara. Kedua, Lampu di Alam Bhvah. Artinya, cahaya sang diri ini akan selalu bersinar seperti halnya sinar Suci Dewa yang kita kenal dengan alam Sorga. Ketiga, menjadi Lampu di Alam Svah. Artinya dapat menyatunya  Cahaya Sang Diri dengan Cahaya  yang maha suci atau Mokhsa.

Sahabat Dharma. Berbicara tentang Pengetahuan, belum lama ini kita telah merayakan hari suci Saraswati, sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan. Itu adalah hari yang ditunggu-tunggu umat Hindu, khususnya bagi generasi Hindu yang masih dalam proses Brahmacari. Namun, hari Suci Saraswati tidak hanya diperingati dan dirayakan begitu saja. Lebih penting lagi adalah bagaimana kita bener-benar dapat mengahadirkan sang dewi Sarawati atau pengetahuan itu dalam diri. Sebab, pengetahuan itu tidak serta merta turun begitu saja dihadapan kita, tanpa ada usaha untuk menggapainya.

Sahabat Dharma. Untuk menghadirkan Sang Dewi Saraswati atau pengetahuan, ada tiga hal yang penting kita pahami. Pertama, lihat atau pandanglah atau pahamilah pengetahuan itu yang telah disimbolkan dengan Dewi Saraswati. Artinya, pengetahuan itu indah menyejukkan, bercahaya, serta bermanfaat seperti hal nya wajah Dewi yang cantik. 

Kedua, segera gapailah atau ambilah pengetahuan dalam berbagai sumber yang disimbolkan dengan Keropak. Ketiga, dengan mempelajari pengetahuan dengan tiada batasnya. Hal ini disimbolkan dalam sebuah genitri. Dengan demikian generasi hindu akan menjadi generasi yang sadhu atau bijaksana karena dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk yang merupakan simbol dari angsa, serta menjadi generasi yang cerdas unggul atau gunawan atau disimbolkan dengan burung merak.

Pesan dharma ditutup dengan kutipan pesan bagi generasi Muda Hindu. “Wahai Generasi Hindu yang Suputra Sadhu Gunawan, selalulah kepakan sayap-sayap Dharmamu dalam mengarungi samudra kehidupan ini demi kemajuan Hindu dan kejayaan Bangsa ini.” 

Om santi santi santi om