Rabu, 20 November 2024

Matahari

Jangan bangun saat matahari bersinar, tapi bangunlah lebih awal agar matahari melihatmu besinar. 

Senin, 18 November 2024

Sing Maan Susuk

Sing Maan Susuk
Oleh: A. A. Raka Sidan

Niki cerita dewek tiange
Ngalih gae di jalane
Dadi gae nyindengin tamu
Keme mai pang maan komisi
Uling semeng nganti ka peteng
Hidupe serasa telah di jalane

Tamune jani
Suba tusing cara tamu ane pidan
Suba celang ken ajin barang
Tusing ngidang ade ne mlegendaang
Unduk lacur dewek titiang
Ane jani lakar ketuturang

Ngaba tamu Prancis
Jenengne melengis
Kaden liu ngabe pipis
Ngaba tamu Jepang
Celepin ke art shop
Sepanan melaib ngedamplang

Ngaba tamu China
Ye lebian munyi
Cara negen bebek muani
Ngaba tamu Belanda
Buine tue-tue
Jeg pragat ajaka nyatwa

Hari libur muride
Mula sing masuk
Aduh lacur gaide
Sing man susuk

Ngaba tamu Prancis
Jenengne melengis
Kaden liu ngabe pipis
Ngaba tamu Jepang
Celepin ke art shop
Sepanan melaib ngedamplang

Ngaba tamu China
Ye lebian munyi
Cara negen bebek muani
Ngaba tamu Belanda
Buine tue-tue
Jeg pragat ajaka nyatwa

Hari libur muride
Mula sing masuk
Aduh lacur gaide
Sing man susuk

Hari libur muride
Mula sing masuk
Aduh lacur gaide
Sing man susuk

Hari libur muride
Mula sing masuk
Aduh lacur gaide
Sing man susuk

Menjaga Ucapan

Menjaga Ucapan 
Wacika Parisudha: Membangun Hita melalui Kata

Kalau ucapan kita selalu dijaga maka imej tentang diri kita juga akan terjaga. Tidak ada ketakutan dari orang lain terhadap kita. Orang lain akan mempercayai kita ketika akan berbicara atau bermusyawarah. Dimanapun kita berada orang lain akan merasa aman dan nyaman.

Sebaliknya kalau ucapan kita tidak terjaga, sering mengatakan hal hal yang buruk, sering menyakiti orang lain dengan ucapannya, maka orang akan menghindari kita apabila akan berbicara atau bermusyawarah. Dan kalau imej itu sudah melekat pada diri kita akan sulit untuk mengubahnya. 

Keutamaan Menjaga Ucapan

Menjaga ucapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari kita. 

Kesadaran diri untuk melakukan “filter” terhadap perkataan merupakan aspek mendasar yang perlu diupayakan. Perlu diketahui bahwa ketika berkecimpung dalam sebuah interaksi, atau pun menjalin sebuah proses komunikasi, kita harus mampu memilah perkataan yang akan kita lontarkan. Resapi kata-kata dari dalam diri, sebelum jatuh dan didengar oleh telinga orang lain. Kita harus mampu menghindari perkataan kasar, menghardik, jahat dan sebagainya. Sebab perkataan seperti demikian tidak sewajarnya diucapkan didalam membangun tutur kata maupun berkomunikasi dengan orang lain.

Hal tersebut sesuai dengan sebuah petikan dalam Kitab Sarasamuscaya Sloka 75 yang menyatakan bahwa: “Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya, ujar ahala, ujar aprgas, ujar picuna, ujar mithya, nahan tang pat singgahaning wak, tan ujarakena, tan angina-ngenan, kojarnya”.

Artinya: “Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya, yaitu perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan memfitnah, perkataan bohong (tak dapat di percaya); itulah keempatnya harus di singkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan di pikir-pikir akan di ucapkan”.

Oleh sebab itu, dalam Kitab Sarasamuscaya Sloka 120 perakataan jahat dianalogikan sebagai berikut: “Ikang ujar ahala-tan pahi lawan hru, songkabnya sakatempuhan denya juga alara, resep ri hati, tatankenengpanhan turu ring rahina wengi ikang wwang denya, matangnyat, tan inujaraken ika de sang dhira purusa, sang ahning maneb manah nira”.

Artinya: “Perkataan yang mengandung maksud jahat tiada beda dengan anak panah, yang di lepaskan; setiap yang di tempuhnya merasa sakit; perkataan itu meresap ke dalam hati, sehingga menyebabkan tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam hari, oleh sebab itu tidak di ucapkan perkataan itu oleh orang yang budiman dan wiraperkasa, pun oleh orang yang tetap suci hatinya”.

Analogi perkataan ibarat sebuah pedang atau senjata juga memiliki keterkaitan dengan salah satu petikan yang terdapat dalam Kakawin Nitisastra (V.3) yang berbunyi :

“Wasista nimittanta manemu laksmi. Wasista nimittanta pati kapangguh. Wasista nimittanta manemu duhka. Wasista nimittanta manemu mitra.”

Artinya: “Karena kata-kata engkau mendapat Bahagia. Karena kata-kata engkau akan mendapat kematian. Karena kata-kata engkau akan mendapat kesusahan. Karena kata-kata engkau akan mendapat sahabat”

Membiasakan diri berkata baik adalah aspek etika yang harus dibudayakan. Bangunlah kesadaran dalam benak masing-masing untuk selalu berlatih secara konsisten membangun perkataan atau berbicara yang selalu diselimuti oleh unsur kebaikan.

Terkait dengan hal tersebut Sarasamuscaya Sloka 118 kembali memberikan penegasan bahwa “Ika tang ujarakena, rahayu ta ya, haywa ta winistaraken haywa hyun-hyun kawarjana angucap, apan ikang ujar yan, jambat, hanang haras, hana ililik pinuharanya , tan rahayu tan ngaranika”.

Artinya: “Yang patut di katakan itu hendaklah sesuatu yang membawa kebaikan, hal itu janganlah di gembar-gemborkan; berkeinginan di sebut pandai bicara; sebebkata-kata itu jika berkepanjangan, ada yang menyebebkan senang ada yang menimbulkan kebencian; tak baik hal serupa itu”.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam wujudkan hita (kebahagiaan) melalui kata maka kita harus mampu mengevaluasi perkataan yang akan diucapkan. Hal ini bertujuan untuk menghindari perkataan jahat (negatif), sebagai tutur kata yang tidak bisa dilupakan dan mampu melahirkan dendam. Potensi munculnya perkataan jahat dapat dilebur, dengan konsisten membiasakan diri bertutur kata yang baik.

Kesadaran diri untuk membiasakan diri bertutur kata yang baik dalam setiap pergaulan dan perjalanan hidup, tentunya akan mampu menjadi salah satu aspek yang berkontribusi untuk mewujudkan kedamaian setiap saat. Ini sebagimana untaian Atharvaveda XIX.9.2 bahwa: “Santam bhutam ca bhavyam ca. Sarvam eva sam astu nah”

Artinya: “Semoga masa lalu, masa kini, dan masa datang penuh kedamaian dan amat ramah pada kami”

Diwawancarai oleh Alumni SMPN 3 Mengwi.

Untuk pertanyaannya niki bapak



1. Sudah berapa lama bapak mengajar?
Saya mengajar (honor) dari 2006 di SMP N 1 Kukuh Tabanan dan SMP N 4 Abiansemal, diangkat sebagai PNS di SMP N 3 Mengwi TMT 1 Maret 2008 dan pindah tugas ke SMP N 4 Abiansemal tahun 2018 sampai sekarang, memdapat tugas tambahan sebagai pembina ekstra nyurat Lontar dan kepala Perpustakaan serta wali kelas 8 F. 

2. Selama bapak mengajar apakah pernah mengalami kendala?
SUDAH PASTI PERNAH

Diantaranya:
Pada awal-awal sebagai guru, saya merasa sangat kurang persiapan dalam mengajar. Awal-awal nya saya merasa kurang terampil dalam mengelola kelas sesuai dengan karakteristik siswa. 

Saya sebagai guru sering kesulitan memahami setiap karakteristik siswa, karena ada banyak siswa yang saya temui di sekolah. 

Hal tersebut mennyebabkan menekuni profesi sebagai seorang GURU sangat meLELAHkan. 

Kenapa 
LELAH 
Jadi GURU? 

Guru itu bekerja menggunakan otak, tenaga dan perasaan secara bersamaan.
Menjadi guru BUKAN hanya soal mentransfer ilmu. 
Tetapi juga harus memahami karakter setiap siswa. 
Makanya setelah mengajar GURU itu merasa LELAH. 

#tubaba@spenfourab//guru#

3. Bagaimana perjalanan bapak dalam mengajar? Apakah mungkin ada kendala jarak sekolah dan rumah atau lainnya?
Sudah pasti ada kendalanya, maka dari itulah saya mengajukan untuk dapat pindah ke SMPN 4 Abiansemal, biar lebih dekat dengan Griya Agung Bangkasa (rumah), selain sebagai guru saya juga sebagai seorang Pinandita/pemangku serta sebagai penyanggra griya. 

4. Apa yang menjadi semangat bapak dalam mengajar?
Motifasi saya sebahai seorang guru cinta murid dan cinta ilmu. 
Motifasi saya dalam mengajar adalah melihat anak-anak dan masyarakat  (khususnya di desa Bongkasa) masih membutuhkan pelayanan baik secara formal maupun non formal. Jadi saya masih selalu merasa terpanggil untuk mengarahkan mereka. Membuat anak-anak mempunyai hati yang bermoral itulah inti dari pendidikan. Maka dari itu mulai tahun 2013 saya mendirikan yayasan widya daksa dharma bersama almarhum ayah saya dan sulinggih kapurusan. 


5. Bagimana bapak menyikapi kurikulum yang terus berubah?
Menurut saya:
Sejarah pendidikan mengingatkan kita bahwa belajar adalah perjalanan tanpa akhir. Kurikulum merupakan kendaraan yang membawa kita menuju tujuan itu, dan setiap perubahan didalamnya adalah usaha untuk menjawab kebutuhan jaman. 

Saya ingin memberikan pandangan mengenai peran guru dalam menyikapi perubahan kurikulum di sekolah.

Peran guru sangat penting dalam menyikapi perubahan kurikulum di sekolah. Sebagai tenaga pendidik, guru harus memahami dengan baik isi dan tujuan dari kurikulum baru tersebut, serta berupaya untuk mengimplementasikannya dengan baik dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut dan memperbarui metode pembelajaran agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Selain itu, guru juga harus mampu menjadi fasilitator yang baik bagi siswa dalam menghadapi perubahan kurikulum. Dalam proses pembelajaran, guru harus membantu siswa memahami konsep dan tujuan dari kurikulum baru tersebut, serta memberikan bimbingan dan dukungan agar siswa dapat mengimplementasikannya dengan baik dalam proses belajar-mengajar. Hal ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan.

Saya sendiri pernah mengalami perubahan kurikulum saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat itu, para guru kami sangat aktif dalam menyikapi perubahan tersebut dan memperbarui metode pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Mereka juga memberikan bimbingan dan dukungan agar kami dapat memahami kurikulum baru tersebut dengan baik dan mengimplementasikannya dengan baik dalam proses pembelajaran. Dalam waktu singkat, kami dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut dan mencapai hasil yang baik dalam proses pembelajaran.

Intinya dari setiap perubahan itu mengingatkan kita akan:

"Every single human being was born for learning"

Setiap manusia dilahirkan untuk belajar. 


6. Angkatan tahun berapa yang menurut bapak paling seru selama mengajar?
Angkatan tahun siswa-siswi bersama teman-temang Komang Adi. 

7. Apa harapan bapak untuk guru masa kini?
Agar kita selalu mampu memiliki keutamaan sebagai guru, bagi kita yang menjadi guru, jadilah guru yang profesional. 

8. Pesan bapak untuk guru masa kini
Guru bukanlah hanya sebatas profesi “pengajar” yang bertujuan untuk keuntungan berupa gaji atas jasanya mengajar di sekolah-sekolah namun lebih kepada orang-orang yang memiliki kualifikasi kerohanian yang mampu mengendalikan Tri Guna yaitu sifat sattwam, rajas dan tamas sehingga patut digugu dan ditiru.

Ingatlah di era digital yang penuh tantangan ini, peran guru semakin kompleks dan menantang. Tidak hanya dituntut untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus mampu membimbing siswa menghadapi arus informasi yang begitu deras. Guru adalah nahkoda yang mengarahkan generasi muda menuju masa depan yang lebih cerah.

Saat ini, guru bukan sekadar pengajar di kelas, tetapi juga menjadi inspirator, motivator, dan teladan bagi siswa-siswanya. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, sentuhan personal seorang guru tetap tidak tergantikan. Kehadiran guru yang penuh kasih sayang dan kesabaran menjadi kunci dalam membentuk karakter siswa yang tangguh dan berakhlak mulia."

Sebenarnya semuanya dimulai dari contoh atau teladan guru sehingga peserta didik dapat mencontoh tanpa harus mengkritisi. Hal ini relevan dengan konsep pendidikan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 3 Juli 1922; ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa dan Tut wuri handayani yang artinya di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan. Konsep pendidikan ini masih dipakai di dunia pendidikan sampai saat ini.

Intinya pesan saya tetap lah menjadi seorang guru. Kata “guru” dalam Bahasa Sansekerta terbagi atas suku kata “gu” yang berarti bayangan. Sesuai dengan sifatnya, bayangan pasti gelap. Jadi “gu” atau bayangan bisa diartikan juga sebagai gelap dan/atau kegelapan. Suku kata “ru” berarti (orang yang membawa) terang. (Orang yang) menghilangkan bayangan/gelap/kegelapan. Dengan harapan sebagai pelita bangsa, embun penyejuk, Pahlawan tanpa tanda Jasa.


Jumat, 15 November 2024

Bersyukur

Bersyukur merupakan pengusir kepenatan dan kelelahan. Bersyukur adalah sarana kita mendapatkan energy secara mental. Dengan bersyukur, kita akan mendapatkan udara segar dalam pikiran kita. Bersyukur adalah aktivitas berpikir positif. Kita berprasangka baik kepada Sang Pemberi Hidup. Kita berprasangka baik kepada Yang Maha Menentukan Segalanya.

Bersyukur adalah obat kuat yang paling baik. Jika kita tidak mampu mensyukuri apa yang kita dapatkan, maka kita tidak bisa melihat kesuksesan kita. Kita tidak akan pernah menikmati hasil jerih payah kita. Tanpa syukur kita akan gagal. Kita akan cepat lelah dan dalam keadaan yang rumit dan sulit, dan kita akan cepat menyerah.

Bersyukur adalah aktivitas rutin Sang pemenang. Bersyukur membuat kita sehat, sukses, dan panjang umur. Selalu berpikiran baik dan positif.
Apa pun hasilnya hari ini yang telah kita lalui, kita pantas bersyukur.
Kita telah melalui hari ini, kita telah berbuat sesuatu hari ini. Kita telah mengisi kehidupan kita dengan sesuatu yang memiliki nilai. Bagi kita sendiri , keluarga, saudara, dan sahabat.

Kamis, 14 November 2024

Makna Mantra

Makna Mantra Om Hrang Hring Sah Paramasiva aditya ya namah swaha

Hrang: Diksa Mantra untuk Akasa
Hring: Diksa Mantra untuk Pertiwi.
Sah: Diksa Mantra Untuk Planet-planet lainnya.
Om Hrang Hring Sah: Hormat kepada Akasa-Pertiwi dan Semesta Jagat Raya.
Dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Seha menjadi: Om Pakulun Paduka Bhatara Sanghyang Surya Chandra Lintang Tranggana, Hyang Akasa-Pertiwi pinaka Saksining Bhuana Agung mwang Bhuana Alit.
Itu sebabnya yang menjadi Saksi dalam Pemujaan adalah: Surya, Candra, Bintang (lintang), Planet-planet lain (tranggana), akasa (langit) dan pertiwi (bumi)

Selasa, 12 November 2024

Sloka Tingkat Pendidikan Hindu


Makna Anak Suputra, Pola Asuh Anak Menurut Ajaran Hindu

Anak suputra adalah anak yang berbudi pekerti luhur, cerdas, bijaksana, dan membanggakan keluarga. Anak suputra ini akan mengangkat harkat dan martabat orang tua.

Kata "putra" itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang pada mulanya berarti kecil atau yang disayang. Kelahiran anak suputra ini merupakan tujuan ideal dari setiap perkawinan dalam ajaran Hindu.

Kitab Nitisastra yang merupakan rujukan utama umat Hindu selain Kitab Veda, mengajarkan banyak hal bagaimana seharusnya mengasuh anak agar kelak bisa menjadi anak suputra. 

Nitisastra Sloka 3.18 menyebutkan: 

laalayet panca varsani, 
dasa varsani taadyet, 
praapte to sodase varse, 
putram mitravadaacaret. 

Artinya:
Asuhlah anak dengan memanjakannya sampai berumur lima tahun (kanak-kanak 5-11 tahun), 

Berikanlah hukuman (maksudnya pendidikan disiplin) selama sepuluh tahun berikutnya (remaja 12-25 tahun), 

Kalau ia sudah dewasa (maksudnya sejak 26-45 tahun) didiklah dia sebagai teman.

1. Berikan Kasih Sayang dalam Porsi yang Cukup (kanak-kanak 5-11 tahun). 

Seorang ibu harus mampu untuk dimanja dengan memberikan kasih sayang hingga Si Kecil berusia lima tahun. 

Bahkan di tengah kesibukan seperti ibu dan ayah yang bekerja, Moms harus menyempatkan untuk memberikan kasih sayang dengan taraf yang cukup sebagai pola asuh anak suputra.

Jika Si Kecil tidak dimanjakan dengan porsi yang tepat, anak akan menjadi terasingkan dengan lingkungannya, dan kelak ia akan tumbuh menjadi orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungannya.

2. Penting Memberikan Bentuk Disiplin (remaja 12-25 tahun)

Sebagai langkah pengasuhan anak suputra, Si Kecil juga perlu diberikan bentuk disiplin dari orang tuanya. Hal ini agar kelak ia tidak menjadi anak yang melawan, menjadi anak yang patuh dan melakukan kebaikan.

Anak yang terlalu dimanja saat balita menjadikan dirinya tidak mempan untuk dimarahi, apalagi dalam bentuk pemberian "hukuman". Ini karena anak cenderung bersifat melawan.

Hal sederhana seperti menegur dan memberitahu hal yang salah dan benar, taat pada aturan keluarga yang sudah dibuat, hormat kepada orang tua, dan mengamalkan ajaran Hindu dengan tepat.

3. Mendidik Anak Dewasa Sebagai Teman (maksudnya sejak 26-45 tahun)

Ketika anak menginjak dewasa, ia sudah memiliki berbagai keinginan yang mungkin tak selaras dengan keinginan orang tuanya. Ia mungkin telah punya minat yang bisa jadi tak sesuai dengan kehendak orang tuanya.

Kitab Nitisastra mengajarkan agar orang tua mengasuh anak dengan menjadikannya teman. Misalnya, lebih sering mengajaknya mengobrol, dan bukan menunjukkan status sebagai orang tua yang otoriter.

Berikan pandangan bahwa orang tua adalah sosok yang bisa diajak diskusi, dapat diandalkan. Hal ini akan mendorong anak untuk menjadi lebih terbuka dengan Moms dan Dads.

Itu dia Moms, makna dari anak suputra yang merupakan pola asuh dari ajaran Hindu. Ingin anak Moms tumbuh menjadi Hindu yang taat, tidak ada salahnya mengikuti pola asuh ini.

Oleh karena itu, ini adalah DHARMANING SANG MARAGA SISIA

“Nihan ta cilakramaning aguron-guron, Haywa tan bhakti ring guru, Haywa himaniman, Haywa tan cakti ring sang guru, Haywa tan sadhu tuhwa, Haywa  nekelana  sapatuduhing  sang  guru, Haywangideki  wayangan  sang  guru,  Haywa alungguhi palungguhaning sang guru” 

Terjemahannya :

Inilah tata-tertib dalam berguru (menuntut ilmu):

Janganlah tidak bhakti terhadap guru,  

Janganlah  mencaci  maki  guru,  

Jangan segan  kepada  guru, 

Jangan  tidak  tulus  kepada guru,  

Jangan  menentang  segala  perintah  guru, 

Jangan  menginjak  bayangan  guru,  

Jangan menduduki tempat duduk guru 


Dalam kitab silakrama tersebut masih  ada  ketentuan-ketentuan  yang diperuntukkan  bagi siswa  agar mereka  tumbuh menjadi orang-orang yang disiplin mental yang tangguh,  mengutip  Puniatmadja  (1970) ketentuan-ketentuan tersebut sebagai berikut : 

a. Seorang siswa tidak boleh duduk berhadap-hadapan dengan gurunya 

b. Seorang siswa  tidak boleh  memutus-mutus pembicaraan gurunya 

c. Seorang  siswa  harus  menurut  dengan  apa yang diucapkan oleh gurunya 

d. Apabila gurunya datang seorang siswa harus turun dari tempat duduknya 

e. Bila  melihat gurunya  berdiri  atau berjalan seorang  siswa  harus  mengikuti  di belakangnya 

f. Bila  bertanya  kepada  guru  seorang  siswa tidak boleh sambil  menoleh kesana-kemari agar perhatian tidak pudar 

g. Seorang  siswa  harus  selalu  menyambut dengan  ucapan  yang  menyenangkan  hati (Manohara). 


Sloka Guru Puja berikut ini:

“Om Gurur rupam gurur dewam, Gurur Purwam Gurur Madhyam,

Gurur pantaram dewam, Guru Dewa Sudhha- Atmakam”


Terjemahannya:

Om Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Gurunya alam semesta dan para dewa, Awal mula tercipta guru dan juga merupakan pusatnya para guru. Gurunya para dewata yang agung. Guru yang suci bersih cemerlang yang menjiwai alam semesta.

Pemerintahan yang berkuasa juga adalah guru yang dihormati atas hukum dan peraturan-peraturan yang membuat masyarakat hidup damai, sejahtera dan bahagia. Para guru disekolah dan pengajar dimanapun berada juga adalah guru yang dihormati seperti kutipan pada Kitab Nitisastra II.13 berbunyi:

“Haywa maninda ring dwija daridra dumaa atemu,

Sastra teninda denira kapataka tinemu magong,

Yan kita ninda ring guru patinta maparek atemu,

Lwirnika wangsa-patra tunibeng watu remek apasah.”


 Terjemahannya

“Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring yang jatuh hancur di batu”.