Tetap Bersyukur dalam Keberagaman Jalan Hidup: Telaah Filosofis Sloka Hindu tentang Penerimaan dan Keutuhan Diri
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak:
Dalam era digital dan media sosial, manusia semakin mudah membandingkan hidupnya dengan orang lain, yang sering kali menimbulkan rasa kurang, iri, atau ketidakpuasan. Ajaran Hindu mengajarkan pentingnya rasa syukur (kṛtajñatā) dan penerimaan atas jalan hidup masing-masing sebagai bentuk darma dan keharmonisan batin. Artikel ini menelaah nilai-nilai spiritual Hindu mengenai syukur dan keunikan hidup melalui kutipan sloka dalam Bhagavad Gītā dan pustaka Smṛti, disertai penafsiran filosofisnya dalam konteks kehidupan modern.
---
Kata Kunci:
Syukur, Hindu, sloka, keunikan hidup, kṛtajñatā, darma, Bhagavad Gītā
---
Pendahuluan:
Kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain telah menjadi sumber penderitaan yang tersembunyi di zaman modern. Dalam ajaran Hindu, hidup dianggap sebagai rangkaian darma yang unik bagi setiap individu (svadharma), dan rasa syukur merupakan kekuatan batin yang menjaga keseimbangan hidup. Daripada membandingkan jalan hidup, ajaran Hindu mengajak umat untuk menyadari potensi diri, menerima takdir, dan bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh Ida Sanghyang Widhi Wasa.
---
Sloka Hindu yang Relevan
1. Sloka dari Bhagavad Gītā 3.35
Sanskerta:
श्रेयान् स्वधर्मो विगुणः परधर्मात् स्वनुष्ठितात्।
स्वधर्मे निधनं श्रेयः परधर्मो भयावहः॥
Transliterasi:
śreyān svadharmo viguṇaḥ paradharmāt svanuṣṭhitāt
svadharme nidhanaṁ śreyaḥ paradharmo bhayāvahaḥ
Makna:
"Lebih baik menjalankan dharma (jalan hidup) sendiri dengan kekurangan, daripada menjalani dharma orang lain dengan sempurna. Mati dalam dharma sendiri lebih baik; dharma orang lain penuh bahaya."
Relevansi:
Sloka ini mengajarkan untuk tidak membandingkan hidup dengan milik orang lain. Setiap orang memiliki jalur spiritual dan duniawi yang berbeda sesuai karma dan dharma-nya. Dengan bersyukur dan menerima svadharma, seseorang akan mencapai kebahagiaan yang utuh.
---
2. Sloka dari Hitopadeśa (Nīti Śāstra):
Sanskerta:
यदृच्छालाभसन्तुष्टो द्वन्द्वातीतो विमत्सरः।
समः सिद्धावसिद्धौ च कृत्वापि न निबध्यते॥
Transliterasi:
yadṛcchā-lābha-santuṣṭo dvandvātīto vimatsaraḥ
samaḥ siddhāvasiddhau ca kṛtvāpi na nibadhyate
Makna:
"Orang yang puas dengan apa yang datang secara alami, melampaui dualitas, bebas dari iri hati, seimbang dalam keberhasilan maupun kegagalan, meskipun bertindak ia tetap tidak terikat."
Relevansi:
Sloka ini menekankan sikap santuṣṭi (kepuasan batin) dan bebas dari rasa iri (vimatsaraḥ) sebagai inti dari hidup spiritual. Tidak membandingkan dan tetap bersyukur menjadikan hidup tidak terikat dan penuh kedamaian.
---
Pembahasan Filosofis
Rasa syukur dalam Hindu tidak bersifat pasif, melainkan aktif—yaitu sebagai kekuatan sadar yang membantu manusia hidup selaras dengan dharma-nya. Membandingkan hidup dengan orang lain adalah bentuk ilusi ego (ahaṅkāra) yang membuat seseorang lupa pada keunikan perjalanannya. Bhagavad Gītā mendorong umat untuk memusatkan perhatian pada svadharma dan bukan paradharma, sebagai bentuk penghormatan terhadap kehendak ilahi yang bekerja dalam kehidupan setiap makhluk.
Keunikan hidup adalah manifestasi dari hukum karma dan rencana agung Sang Hyang Widhi. Maka, dengan menerima dan bersyukur, kita tidak hanya menghormati diri sendiri, tetapi juga seluruh tatanan kosmis (ṛta).
---
Kesimpulan
Syukur adalah kekuatan spiritual yang menjaga seseorang tetap utuh dan damai di tengah perbedaan. Sloka Hindu mengajarkan bahwa menjalani kehidupan sendiri dengan kesadaran dan penerimaan jauh lebih luhur daripada membandingkan dan meniru hidup orang lain. Dengan bersyukur, seseorang menyadari bahwa setiap jalan adalah unik, dan dari keunikan itulah lahir makna yang mendalam.