Kebahagian didapatnya walau melepaskan kekuasaan, kekayaan, dan ketenaran karena bahagia itu soal rasa bukan keadaan/status.
Rasa senang dan susah tidak ada yang abadi, hanya sementara dan datang silih berganti. Tidak ada kesenangan yang selamanya seperti tidak mungkin susah terus dan kepuasan itu tidak ada habisnya.
Kepuasan bisa terus mengembang bisa mengecil, tergantung keinginan dan rasa kecukupan, adalah semu untuk menganggap bisa bahagia selamanya jika mencapai yang diinginkan atau menderita terus menerus kalau tidak mendapatkan keinginan atau menghindari situasi yang ingin ditolak.
Tidak ada di dunia ini yang layak untuk dikejar sampai mengorbankan segalanya atau sesuatu harus dijauhi tidak boleh terkena sama sekali, itu tak perlu dirisaukan.
Janganlah khawatir dengan masa depan, merancang boleh, cemas jangan. Dan jangan menyesali yang sudah terjadi, percuma kecewa oleh masa lalu, jadikan kenangan atau pelajaran namun harus ‘move on’.
Juga tak perlu iri karena kita tidaklah kalah secara absolut pada siapapun serta tidak ada menang mutlak jadi tak usah sombong.
Jadilah orang yang serba kecukupan, menerima dan bersyukur akan yang ada di masa sekarang, saat ini, bagaimanapun kondisinya dijalankan dengan ikhlas.
Pasrah itu bukan berarti tidak berusaha, justru terus berusaha mencari kebenaran, khususnya dengan mengolah rasa dengan memperdalam lapisan diri ini, melewati beragam catatan/memori/program yang sudah menjadi ciri/karakter sampai tiba pada satu diri sejati yang tanpa ciri.
Diri yang menjadi pengamat, pemerhati abadi dari perilaku sehari-hari, pemikiran ego yang dipengaruhi keinginan-keinginan tanpa henti.
Berkarya atau bekerja bisa lebih rasional, dengan keyakinan yang kuat karena sudah mengetahui yang kekal, jadi tidak mudah goyah dengan hasrat atau emosi sesaat.
Cobalah belajar olah rasa dengan mengamati jiwa binatang, lalu berlatih dengan memperhatikan anak-anak, hingga lawan bicara orang dewasa siapapun itu.
Pada akhirnya, bisa memiliki jarak untuk melihat kejiwaan diri sendiri secara jernih, secara obyektif dapat kuat berdiri tegak, tabah menghadapi apapun di dunia fana ini.
Tidak masuk ke neraka dunia, kegelisahan sampai depresi, tapi bisa merasa tenteram bebas dari ketakutan dan kegalauan akibat terombang ambing dari gelombang kejadian yang jadi pengalaman pribadi, tetap tenang.
#tubaba#griyangbang//etelah ketenangan, muncullah pilihan untuk selalu bahagia// Itulah Kawruh Ikang Urip yang sempurna#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar