Kamis, 30 Juni 2022

Makna PUJA HYANG SINUHUN

Puja Mantra Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba:
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd


Om Hyang Sinuhun mandala sampurnam, 
Hyang Sinuhun byom te pranamyanam, 
Hyang Sinuhun adi param jyotir, 
Namo Hyang Sinuhun namostute.

Om sidhi raga namostute, 
Dara gopati padanam, 
Wim sat sapta larang wita, 
Namas Hyang Sinuhun namostute.

Om Karma sakti jagat caksu, 
Sarwa barana busitam, 
Sweta panca kala runa, 
Namas Hyang Sinuhun namostute.

Om kumuda atpala kastangca, 
Sarwa ri dipa manggalam, 
Dharma adharma sayam posyam, 
Namas Hyang Sinuhun namostute.

Om loka yan te prakasita, 
Loka puja samam witam, 
Siwa lokam Hyang Sinuhun dhipam, 
Namos Hyang Sinuhun namostute.

Om Asta adi asrama nityam, 
Asta dipa wasi karanam, 
Asta kala ya sampurna, 
Namos Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba namostute.

Om Hrang Hring Sah Parama Siwa Hyang Sinuhun amertha ya namah swaha.



Terjemahan:
Oh Ya Tuhan dalam wujud Ida Bhatara Hyang Sinuhun tempat kesempurnaan
Sujud bhakti kepada beliau hyang Sinuhun lah yang telah menyatu dilangit
Hyang Sinuhun bagaikan sinar yang mulia
Terpujilah Ida Hyang Sinuhun. 

Oh Ya Tuhan hamba sujud pada badan yang sempurna
Bagaikan raja didunia ini yang lemah lembut dan sempurna
Sat/inti tertinggi yang mampu menghilangkan tujuh kemalangan leluhur
Terpujilah Ida Hyang Sinuhun. 

Oh Ya Tuhan perbuatan yang terlihat oleh mata mujarab/nyata didunia ini
Pelopor dengan segala gerak yang nyata
Warnanya putih dengan urip lima dengan penuh kesetiaan
Terpujilah Ida Hyang Sinuhun. 

Oh Ya Tuhan bagaikan bunga tunjung putih perwujudan beliau
Menyinari segalanya dengan penuh kedamaian
Kebenaran ataupun ketidak benaran tempatkanlah untuk kebahagiaan
Terpujilah Ida Hyang Sinuhun. 

Oh Ya Tuhan beliaulah yang berbakat dan cerdas di dunia ini
Melakukan pemujaan yang sama pada leluhur di dunia ini
Di alam Siwa lah Ida Hyang Sinuhun bersinar
Terpujilah Ida Hyang Sinuhun. 

Oh Ya Tuhan, beliau memenuhi delapan tempat
Beliau menyinari delapan kegelapan
Beliau menguasai kedelapan waktu dengan sempurna
Terpujilah Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba

Oh Ya Tuhan Hormat kepada Akasa-Pertiwi dan Semesta Jagat Raya. Semoga Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba menganugrahi segala kehidupan, terjadilah. 




Arti kata:
Byom=langit
Ta=lah
Pranamyanam=sujud bhakti
Adi=agung
Param jyotir=sinar/cahaya yang mulia
Namo=terpujilah
Sidi raga =tubuh yang manjur/berhasil/sempurna
Dara=istri/wanita/lemah lembut
gopati= raja
Padana=pada+hana (dunia nyata) 
Caksu=mata
Barana=mempunyai kepribadian Pemrakarsa, pelopor, pemimpin, bebas, pekerja keras, individualis.
Runa=setia/olas asih
kumuda=bunga tunjung putih
Manggalam=damai
sayam =senang
Prakasita=ia berbakat, cerdas, dan sangat kreatif.
Wasi=berkeinginan

Makna Mantra 
Om Hrang Hring Sah Paramasiva aditya ya namah swaha
Hrang: Diksa Mantra untuk Akasa
Hring: Diksa Mantra untuk Pertiwi.
Sah: Diksa Mantra Untuk Planet-planet lainnya.
Om Hrang Hring Sah: Hormat kepada Akasa-Pertiwi dan Semesta Jagat Raya.
Dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Seha menjadi: Om Pakulun Paduka Bhatara Sanghyang Surya Chandra Lintang Tranggana, Hyang Akasa-Pertiwi pinaka Saksining Bhuana Agung mwang Bhuana Alit.
Itu sebabnya yang menjadi Saksi dalam Pemujaan adalah: Surya, Candra, Bintang (lintang), Planet-planet lain (tranggana), akasa (langit) dan pertiwi (bumi)

PUJA MANTRA CANDRA

”Risada Kala patemon Sang Hyang Gumawang Kelawan Sang Hyang Maceling, mijil ikang prewatekening  Dewata muang apsari, saking swargo loko, purna masa ngaran”.
 
Artinya:
Sang Hyang Siva Nirmala (Sang Hyang Gumawang) yang beryoga pada hari purnama, untuk menganugrahkan kesucian dan kerahayuan (Sang Hyang Maceling) terhadap seisi alam dan Hyang Siva mengutus para Deva beserta para Apsari turun ke dunia untuk menyaksikan persembahan umat manusia khusunya umat Hindu kehadapan Sang Hyang Siva.

“Om Bimba Dharani Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bercahaya di ujung rambutnya dan  kemolekan di kedua telinganya).

“Om Rekhawati Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bibirnya bercahaya penuh kedamaian).

“Om Hutawahini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang yang lengannya memancarkan cahaya cemerlang).

“Om Kumuda Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bercahaya seperti bunga teratai).

“Om Satya Wahini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kukunya membawa kebenaran dan keberuntungan).

“Om Yuwati Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang jantungnya bercahaya).

“Om Kresna Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang tulang-tulangnya bercahaya).

“Om Rasasukisma Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang rahimnya bercahaya cemerlang).

“Om Udaya Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kedua tangannya membawa keberuntungan dan masih baik).

“Om Asmara Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang membangkitkan dan menyemarakkan cinta asmara).

“Om Sankini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kedua pahanya bercahaya).

“Om Gomayika Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang pusarnya bercahaya cemerlang).

“Om Warnamayi Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang memancarkan cahaya indah).

“Om Bimba Dharani Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bercahaya di ujung rambutnya dan  kemolekan di kedua telinganya).

“Om Rekhawati Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bibirnya bercahaya penuh kedamaian).

“Om Hutawahini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang yang lengannya memancarkan cahaya cemerlang).

“Om Kumuda Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang bercahaya seperti bunga teratai).

“Om Satya Wahini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kukunya membawa kebenaran dan keberuntungan).

“Om Yuwati Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang jantungnya bercahaya).

“Om Kresna Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang tulang-tulangnya bercahaya).

“Om Rasasukisma Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang rahimnya bercahaya cemerlang).

“Om Udaya Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kedua tangannya membawa keberuntungan dan masih baik).

“Om Asmara Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang membangkitkan dan menyemarakkan cinta asmara).

“Om Sankini Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang kedua pahanya bercahaya).

“Om Gomayika Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang pusarnya bercahaya cemerlang).

“Om Warnamayi Dewi Ya Namah” 
(Sembah pada Dewi yang memancarkan cahaya indah).


Purnama / Tilem mantram :

Om Candra mandala sampurnam, 
candra byom te pranamyanam, 
Candra adipa param jyotir, 
namo candra namostute.

Om sidhi raga namostute, 
Dara gopati padanam, 
Wim sat sapto larang wita, 
Namas candra namostute.

Om Karma sakti jagat caksu, 
sarwa barana busitam, 
Swita panca kala runa, 
namas candra namostute.

Om kumuda atpala kastangca, 
Sarwari dipa manggalam, 
Dharma adharma sayam posyam, 
namas candra namostute.

Om loka yan te prakasita,
Loka puja samam witam, 
Siwa lokam candra dhipam, 
Namos candra namostute.

Om Asta adi asrama nityam, 
asta dipa wasi karanam, 
asta kala ya sampurna. Namos candra namostute.

Om Hrang Hring Sah parama siwa candra amertha ya namah swaha.

Sabtu, 25 Juni 2022

Contoh Aksi Nyata


Diterbitkan

:

25 Juni 2022 15:18
Sumber:MERDEKA BELAJAR
Penulis:I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M. Pd

Judul Modul               : Aksi Nyata Merdeka belajar di SMP Negeri 4 Abiansemal dalam masa pandemik covid 19

Nama Peserta             : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M. Pd

Link Artikel                : 

Latar Belakang

Sudah tujuh bulan wabah covid 19 menyerang negeri kita tercinta, pemerintah dengan sigap melakukan pembatasan Sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran virus corona. Hal ini pulalah yang memaksa pemerintah mengambil keputusan memindahkan aktifitas belajar dari sekolah ke rumah. Banyak kendala yang kita hadapi sebagai guru dalam proses Belajar Dari Rumah ( BDR ).

Mengajar dan belajar dari rumah tidak semudah yang kita bayangkan, peserta didik banyak yang kesulitan menyesuaikan diri, kurangnya pemahaman orang tua tentang belajar dari rumah, kesulitan lain adalah tidak semua daerah siswa siswi SMP Negeri 4 Abiansemal terjangkau jaringan internet yang memadai. Namun sebagai guru tentu kita tidak boleh patah semangat dalam mencerdaskan anak bangsa, kita harus mencari jalan agar tetap bisa mengajar dengan baik meskipun harus dilakukan dari rumah.

Kementerian Pendidikan dan kebudayaan juga meluncurkan program-program yang sangat berpihak pada guru dan program yang saya ikuti adalah seri belajar covid 19 dan program guru penggerak. Dan materi pada modul 1.1 inilah yang mengajarkan saya tentang bagaimana cara merdeka belajar selama pandemik covid 19. Filosofi Ki Hajar Dewantara menjadi bekal saya dalam menciptakan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan memberikan ruang kepada saya untuk memberikan layanan merdeka belajar pada peserta didik SMP Negeri 4 Abiansemal

Derkripsi Aksi nyata yang saya lakukan

Untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat pada siswa-siswi SMP Negeri 4 Abiansemal ditengah pandemik covid 19 saya terlebih dahulu harus tahu apa kendala dan bagaimana perasaan murid saya dalam pembelajaran dari rumah, cara saya mengetahui hal tersebut adalah saya melakukan assesemen terlebih dahulu, ada dua assesemen yang saya lakukan yaitu assesemen non kognitif dan assesemen kognitif. Assesemen non kognitif saya gunakan untuk mengetahui bagaimana perasaan peserta didik selama belajar dari rumah, apa kendala mereka serta bagaimana peran orang tua mereka dalam membantu proses belajar dari rumah. Assesemen saya kemas dalam bentuk google form lalu saya krim ke group whatshapp yang saya buat selama belajar dari rumah. setelah saya memperoleh informasi tentang kondisi murid ternyata selama pembelajaran dirumah ada yang merasa bosan dan jenuh jika pembelajaran dilakukan dengan pola yang monoton atau sama dari hari ke hari, sehingga saya mencari solusi untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan tetapi peserta didik mudah melakukannya dan cukup dilakukan di group whatshapp.

Hal pertama yang saya lakukan adalah mengabsen dengan cara yang berbeda, jika sebelum saya mengabsen dengan mengirimkan google form maka pada tanggal 20 Juni 2022 saya meminta mereka mengabsen dengan menyertakan emoticon sesuai perasaan mereka masing-masing. Antusiasme mereka mulai terlihat disitu, semua mengirim emoticon sesuai dengan perasaan mereka masing masing, seakan akan emoticon itu menjadi perwakilan perasaan mereka pada saat itu. Setelah membangun suasana menyenangkan diawal saya lanjutkan lagi dengan memberikan tugas dalam bentuk games, saya meminta mereka memotret barang berwarna kuning yang ada disekitar mereka, lalu meminta lagi memotret barang yang berwarna ungu yang ada disekitar mereka. Setelah mereka memotret dua barang berbeda saya mengarahkan mereka untuk membuat tulisan beraksara Bali tentang kedua barang yang masing-masing mereka potret.

Hasil Dari aksi nyata yang dilakukan

Dari penerapan  merdeka belajar bagi siswa-siswi SMP Negeri 4 Abiansemal dimasa pandemik covid 19 yang saya terapkan murid menjadi lebih antusias mengikuti mata pelajaran Bahasa Bali, murid juga tidak lagi merasa bosan saat proses belajar mengajar berangsung hal ini terbukti dengan persentase kehadiran yang semakin meningkat.

Pembelajaran yang didapatkan

Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, membuat anak anak termotivasi untuk belajar dan mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat, menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid nyatanya mampu mengarahkan murid pada peningkatan kompetensi sesuai dengan kemampuan mereka. Ada yang menarik yang saya temukan saat melaksankan aksi nyata yang saya programkan, ternyata ada beberapa murid yang punya kemampuan lebih dalam photografi.

Rencana Perbaikan Dimasa yang akan datang

Untuk menciptakan merdeka belajar dan pembelajaran yang menyenangkan  kedepannya saya akan lebih reflektif dalam mencari model dan metode yang berfariasi  yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran daring maupun tatap muka.

Dokumentasi proses pelaksanaan aksi nyata



Kamis, 23 Juni 2022

SEDARAGA

SEDARAGA 
(Moksa semasih hidup) 

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Alam moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.

Moksa sering juga diartikan bersatunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).

Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.

Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.

Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :

– Bhakti Marga ( jalan Bhakti )

– Karma Marga( jalan Perbuatan )

– Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )

– Raja Marga ( Jalan Yoga )

#tubaba@griyangbang//berhenti memperhitungkan apapun yang sudah menjadi siklus karma itu//bijaksana melangkah dalam menjalani kehidupan hingga menjadi pribadi Dewasa dalam memperbaiki diri dalam karma#

Rabu, 22 Juni 2022

Mantra

Om
सरस्वति नमस्तुब्ह्यं
sarasvati namastubhyam
वरदवे कामरूपिनि
varade kāmarūpini
विद्यारम्भं करिस्यामि
vidyārambham karisyāmi
सिद्धिर्भवतु मे सदा
siddhir bhavatu me sadā

Semoga dengan kemahakuasaan Tuhan sebagai pencipta ilmu pengetahuan, manusia terbebas dari belenggu kebodohan dan kegelapan/ avidya.
Semoga ibu Sarasvati memberkati ilmu pengetahuan, sebagai cahaya kesadaran untuk melayani alam semesta.


Om 
अज्ञान तिमिरान्धष्य
ajñāna timirāndhaşya 
ज्ञानाञ्जन शलाकया    ।
jñānāñjana śalākayā,
चक्षुरुन्मीलितं येन
cakşur unmīlitam yena 
तस्मै श्रीगुरवे नम:    ॥
tasmai śrī-gurave namah.

Hamba lahir di dalam kebodohan yg paling gelap, lalu guru kerohanian membuka mata hamba dengan pelita ilmu pengetahuan. Hamba bersujud dengan hormat kepada Beliau.

वक्रतुण्ड महाकाय सूर्यकोटि समप्रभ
निर्विघ्नं कुरु मे देव सर्वकार्येषु सर्वदा
Vakra-Tunndda Maha-Kaaya Suurya-Kotti Samaprabha
Nirvighnam Kuru Me Deva Sarva-Kaaryessu Sarvadaa

ॐकारं बिंदुसंयुक्तं नित्यं ध्यायंति योगिनः ।
कामदं मोक्षदं चैव ॐकाराय नमो नमः ॥१॥
Omkaaram Bindu-Samyuktam Nityam Dhyaayanti Yoginah |
Kaamadam Mokssadam Caiva Omkaaraaya Namo Namah ||1||


Selasa, 21 Juni 2022

MAMOTOH ATAU JUDI

MAMOTOH ATAU JUDI

Mamotoh adanina ngulurin momo.
Momon kenehe ngulurin momo.
Momon kenehne etohina.
Sangkalina ada anak nyambatang memotoh sujatine ngetohin momon keneh.


Mamotoh atau judi didalam bahasa sastra agama disebut “Dyuta” dalam berbagai prakteknya judi memang mendorong, merangsang bahkan mampu menghanyutkan sekaligus menjerumuskan orang pada permusuhan dan kehancuran. Dalam perjudian terdapat banyak harapan, janji kemenangan dan mimpi-mimpi tentang kehidupan yang tiba-tiba bergelimang harta kekayaan. Tapi dibalik semua itu rasa permusuhan untuk mengalahkan lawan, rasa dendam akibat kekalahan, rasa benci akibat uang terkuras habis, siap membuka jalan menuju kehancuran.

Seiring dengan peradaban kehidupan manusia dimuka bumi perjudian dan prostitusi turut mewarnai kehidupan manusia. Sebagai bagian dari kehidupan manusia keduanya sulit diberantas. Judi dilarang di dalam agama Hindu, di dalam kitab Manusmrti IX. 227 disebutkan: “Di dalam jaman ini, keburukan judi itu telah tampak, menyebabkan timbulnya permusuhan, karena itu orang yang baik harus menjauhi kebiasaan itu walaupun hanya untuk kesenangan”.

Sloka-sloka yang menyangkut tentang judi dan taruhan diatur dalam Manawa Dharmasastra bab IX sloka 221-228 yaitu:

Manavadharmaśāstra IX.221:
Dyūtaṁ samaḥ vayaṁ caiva rāja rātrannivarayet, rājanta karaóa vetau dvau dośau pṛthivikśitam. 

Artinya: 
Perjuadian dan pertaruhan supaya benar-benar dikeluarkan dari wilayah pemerintahannya;
Kedua hal itu menyebabkan kehancuran negara dan generasi muda.

Manavadharmaśāstra IX.222:
Prakaśaṁ etat taskaryam yad devanasama hvayau, tayornityaṁ pratighate nṛpatir yatna van bhavet.

Artinya:
Perjudian dan pertaruhan menyebabkan pencurian; 
Karena itu pemerintah harus menekan ke dua hal itu.


Manavadharmaśāstra IX.223:
Apraṇibhiryat kriyate tal loke dyūtam ucchyate, praṇibhiḥ kriyate yāstuna vijñeyaḥ sāmahvayaḥ. 

Artinya :
Kalau barang-barang tak berjiwa yang dipakai pertaruhan sebagai uang,hal itu disebut perjudian;
Sedang bila yang dipakai adalah benda-benda berjiwa untuk dipakai pertaruhan, hal itu disebut pertaruhan.


Manavadharmaśāstra IX.224:
Dyūtaṁ sāmahvayaṁ caiva yaḥ kūryat karayate va, tansarvan ghatayed rājaśudramś ca dvija linggi. 

Artinya:
Hendaknya pemerintah menghukum badanniah semua yang berjudi dan bertaruh atau mengusahakan kesempatan untuk itu;
Seperti seorang pekerja yang memperlihatkan dirinya (menggunakan atribut) seorang pandita)


Manavadharmaśāstra IX.225:
Kitavān kuśìlavān kruran paśandasthaṁśca manavan,vikramaśṭhanañca undikaṁś ca kśipram nirvāśayetprat. 

Artinya:
Penjudi-penjudi, penari-penari dan penyanyi-penyanyi (erotis), orang - orang yang kejam, orang-orang bermasalah di kota, mereka yang menjalankan pekerjaan terlarang dan penjual-penjual minuman keras, hendak- nya supaya dijauhkan dari kota oleh pemerintah sesegera mungkin.

Manavadharmaśāstra IX.226:
Eta raśṭre vartamana rajñaḥ pracchannataskaraḥ, vikarma kriyaya nityam bhadante bhadrikaḥ prajāḥ. 

Artinya:
Bilamana mereka yang seperti itu yang merupakan pencuri terselubung, bermukim di wilayah negara, maka cepat-lambat, akan mengganggu penduduk dengan kebiasaannya yang baik dengan cara kebiasaannya yang buruk.

Manavadharmaśāstra IX.227:
Dyūtam etat pūra kalpe dṛśtaṁ vairakaraṁ mahat, tasmād dyūtaṁ na sevetahasyartham api buddhimān. 

Artinya:
Di dalam jaman ini, keburukan judi itu telah nampak, menyebabkan timbulnya permusuhan. 

Oleh karena itu, orang-orang yang baik harus menjauhi kebiasaan-kebiasaan ini, walaupun untuk kesenangan atau hiburan.


Para penguasa khususnya di Bali diharap memahami benar tentang jenis-jenis judi agar tidak terkecoh dengan dalih pelaksanaan adat dan upacara agama. Ada kegiatan penggalian dana dengan mengadakan tajen, ada kegiatan piodalan di Pura dilengkapi dengan tajen, dan kebiasaan meceki pada waktu melek di acara ngaben, bahkan pada hari-hari raya seperti Galungan, Kuningan, Nyepi, Pagerwesi, dan lain-lain. 

#tubaba@griyangbang//demamotoh//juditidakbaik#

PUNIA

Uduh nanak...... Ku kita presamia! 
Kengetakna denta mangke, yan kita amitulungi, amituutaken linging agama, igama kalawan ugama, jastasmat kita anugrahaken sakti siddhi kedep, siddha sadhu den sira, hyang hyang ning mami. Gelarakna tapa, brata, japa, mantra kaduluraken dening madana punia, bhakti mautama ngaran yadnyanta ri kahuripan ring rat. 

Yajna Sedekah, berbagi, Punia serta PERBUATAN BAIKmu. 
Itulah yang membuat AKU (BRAHMAN) senang, karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, AKU hadir disampingnya. 
Dan AKU akan mengganti dengan ganjaran Ribuan kali.


SEMBAHYANG? 
Sembahyang mu itu untukmu sendiri, karena dengan mengerjakan sembahyang, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan ingkar.

JAPAM? 
Japammu itu hanya untukmu sendiri, membuat hatimu menjadi tenang.

PUASA? 
Puasamu itu untukmu sendiri, melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu sendiri.


Bila kamu hanya sibuk dengan bhakti ritual dan bangga akan itu, maka itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri, bukan Brahman.

Tapi, bila kau berbuat baik dan berkorban untuk orang lain, maka itu tandanya kau mencintai Brahman dan tentu Brahman senang karenanya.

#tubaba@griyangbang//Buatlah Brahman senang //maka Brahman akan limpahkan anugrah-Nya dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia. SWAHA#

SWAHA, RAHAYU, RAHAYU, RAHAYU

Jumat, 17 Juni 2022

MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS DESA ADAT

MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS DESA ADAT

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.PD

MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS DESA ADAT NIS PRATEKA NIR PRABHAWA bertujuan agar raga sarira cepat dapat kembali kepada
asalnya, yaitu, Panca Maha Bhutta di alam ini dan bagi Atma dengan selamat
dapat pergi ke alam Pitra. Oleh karenanya, MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS DESA ADAT NIS PRATEKA NIR PRABHAWA sesungguhnya tidak bisa
ditunda-tunda. MOBILISASI KREMATORIUM BERBASIS DESA ADAT NIS PRATEKA NIR PRABHAWA itu dimaksud untuk melepaskan Sang Atma dari ikatan duniawi, untuk mendapatkan keselamatan dan kesenangan, dan untuk mendapatkan sorga bagi Sang Pitra. Bukan saja Sang Atma yang diharapkan. 

#tubaba@griyangbang//mobilisasi krematorium ber basis desa adat#

Sabtu, 11 Juni 2022

Caru Panca Sanak

CARI PANCA SANAK

Caru Panca Sanak adalah bagian dari bhuta yadnya yang berfungsi untuk mengharmoniskan “areal palemahan atau wilayah yaitu : Mengharmoniskan Bhuta Kala yang dibawah kekuasaan Dewa Rudra.

Tetandingannya medasar caru panca sata lalu ditambah dengan satu unit lagi, yang ditempatkan dibarat daya.

Dipergunakan pada caru-caru “penakluk marana” yang diselenggarakan di “penangkalan desa” pada sasih keenem yang dimaksud penangkalan desa adalah batas desa bagian selatan (kelod).

Tetandingannya mempergunakan ayam dengan lima warna, dengan tambahannya seekor Bebek bulu Singkep diperuntukkan diletakan di arah Kelod-Kangin (Tenggara). Dan seekor binatang berkaki empat yang berupa “kucit hitam butuhan” sebagai samblehnya.

Dilaksanakan pada tilem kepitu atau kajeng kliwon uwudan (bulan mati pada sasih kepitu) yang dipersembahkan kepada “Bhatari Durga’ karena Beliau sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya agar senantiasa berada dalam lindunganNya, tentram, rahayu sekala niskala.

Karena sebuah upacara Bhuta Yadnya disebutkan Ida Sinuhun dalam lontar Agni Sakunang, disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir bathin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia.

Jumat, 10 Juni 2022

Upakara Ngawit mekarya Wewangunan

Upakara Ngawit mekarya Wewangunan
#Upakara Dasar Bambang
Tumpeng duang bungkul, mareruntutan jaje raka-raka magenepan, bene siap biying mapanggang, sampian tangge, banten punika maaled kulit peras.

#Canang Pendeman
Canang burat wangi, canang pagerawos, canang tubungan, pasucian suang-suang atanding Kuangi, keraras, misi pipis solas (11) keteng, kuangene merajah ongkara merta.
Dipuncakne, dagingin kwangen, misi pipis telung dasa telu (33) keteng.
Sampian banten pendemane, mewadah bungkak nyuh gading sane matulis antuk ongkara, rarsi kaput antuk kasa, tegul antuk benar catur warna, luwire: putih, barak, kuning, selem.

#Caru Pengeruak dan Mantra
Ngaturang banten durmanggala, banten parascita, katur ring Sang Buta buana. Segeh agung ring Sang Buta dengen.

Pakulun sang kale amangkurat, sang kala taun, sang kala bedawang jenar sang kala dumerane, sang kala wisese, mekadi sire rah nini betari durge, den suke anadah, caru aturanne sami, Ong sampurna ya namah swahe.

#Banten Pengeruak dan Mantra
Canang wangi, daksina abesik, maruntutan tetebasan jage satru abesik, segeh agung abesik, tatebasan sapuhan abesik, muah nasi kojongan abesik, katur ring pemali agung, satmaka manggen nyiluran jiwan sang nyapuh ring pretiwi, mali penek abesik, mabe bawang jae, kuangen misi padang lepas merurub kase.
Ong Sang Hyang pertiwi jati, makadi Sang Hyang akasa, Sang Hyang candra, Raditie, lintang trenggana mekadi sang Hyang dewata, ulun akerta nugraha, ring padanira pakulun, manusanire angadegaken, wewangunan, arca meru arcane, pangi Hyang-Hyang ire Sang Hyang tari sandie, maka pangulaning jane pade.
Ong Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang sang Wang Yang.

#Sarana dan mantra
saranane dasare sane medaging bate, merajah padme, medaging tulisan dasaksare, se be te a i na ma si we ye.
Batu bulitan hitam, dagingin tulisan merajah, tri aksara, Ang Ung, Mang.
Bate megambar Bedawang nale, ditundune medaging tulisan Angkare. Yan tan wenten bate paras wenang (sesuaikan dengan situasi dan kondisi).

#Mantram pengurup pasupati.
Ong Ang Ung mang Brahme Wisnu perame
saktiem raja pale loke nate murti saktiem,
Gane teke parayo janem, Ong Ah rah patastreye yanamah,
Ang Ah Ah, Ang Ang sidi bane ya namah suahe.

#Upakara dan Mantra Mengukur 
(nyikut) Karang

Daksina, katipat kelanan, canang tubungan marerep, peras penyeneng, sodayan, asep menyan, segaan takep api.
Kita sang kala bumi, sang kala desa muka,
Sang kala agung, kewasa sire mangane ringulun,
Rungenen, pemastun ningulun, tule manuk tiga kali ucap (3x)
Nyikut, karang, tegal, umah duk nyumunin
Ong Ang Ung Mang dewa sikse, Sang Hyang gune,
Karunganire Hyang Perama wisesa, wicet suahe.

#Pangimpas Buta
Ong Ang bute siksa ayu werdi sarwe mingmang
gune wisic wine siniem

#Nunas Tirta Suci.
Ong padme sane ya namah,
Ong i be sat a he,
Ong ye na ma si we,
Mang Ang Ung namah,
Ong Aum dewe paretiste ya namah.

Ong sa ba ta he i,
Ong name siwe ye,
Ang Ung Mang namah.

Ong gangge saraswati sindu, wipase kausiki nadi,
Samune mahe saresta sarayu ca maha Nadi,
Ong gangga dewe maha punie, gangge sahe serame dini,
Gangge terangge same yukti, gangge dewi,
tadu name merthamjiwani,
Ongkaresare buana pada amertha manahare,
Ong utpatike sure sance utpetiwe garasce,
utpeti sarwe itance, utpetiwe sari wahinan.

Kamis, 09 Juni 2022

Upacara Mapetik Bhawa Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba ring Lempuyang Luhur

SEKILAS Upacara Mapetik Bahwa Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba ring Lempuyang Luhur. 

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
UPACARA MAPETIK BHAWA "GNI SAKUNANG" RING LEMPUYANG. 

NGERURUH PANGWERUH MIWAH SESULUH HIDUP

Seorang sulinggih itu bukan Siwa tapi pragan Siwa yang mempunyai kemampuan terbatas yang masih berbadan panca maha bhuta. 

Jadi semua itu perlu dilakukan semasih tidak melanggar norma-norma juga sesana kesulinggihan, mepetik Bahwa itu tidak sama degan mepetik orang seperti mepetik saat mewinten atau mediksa, tapi mepetik Bahwa adalah memetik sinar suci, kesucian, prabawa Ida Bhetara kembali sehingga kekuatan sinar suci yang dimiliki oleh Bhawa juga pibrasi yang terpancar dari seorang sulinggih kembali bertambah,  jadi tidak ada salahnya kita lakukan sakralisasi kembali degan memohon kekuatan jug anugrah Ida Bhatara degan segala macam upakara yang bisa menarik pibrasi positif itu sendiri dan disempurnakan kembali degan kekuatan Ida Bhatara yg kita stanakan yang kita mohonkan sehingga kembali bersinar dan kembali memancarkan sinar sucinya. 
Apalagi Ida Sinuhun Griya Agung Bangkasa telah banyak ngembas sulinggih dari berbagai pasemetonan bahkan sampai ke negeri matahari 🌝☀ terbit (Jepang 🇯🇵). Mengingat juga bahwa Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba merupakan regenerasi ke Delapan dari Ida Bhatara Ki Yai I Gusti Agung Jro Ketut Dalang Tangsub, seperti petikan pupuh di bawah ini:

Kutus Keturunan Kocap
Dalang Tangsub manyelehin
Ring Maraga Siwa Putra
Ida Wantah Para Wiku
Genah Ida Ring Bangkasa
Sane Mangkin
Ngelanturang Puja Sastra

Sehingga, memaknai kutipan teks yang tersurat dan tersirat itulah Ida Sinuhun Siwa Putri Parama Daksa Manuaba bersama oka dharma beliau memandang sangat penting Upacara Mapetik Bhawa ini dilakukan, karena keturunan yang kedelapan lah yang sudah anemu gelang. 

#tubaba@griyangbang//upacaramapetikbhawa//agnisakunang#

Ida Sang Hyang Widhi Wasa hanya melihat Hati Umatnya

Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Ida Sang Hyang Widhi Wasa; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Ida Sang Hyang Widhi Wasa melihat hati.”

Tidak salah, orang memperhatikan penampilan dirinya agar enak dilihat, demikian juga bila kita mengatur kata-kata yang diucapkan dan menjaga tingkah laku di depan orang lain. Semua itu akan menyenangkan bagi orang lain. Mengapa hal ini kita lakukan ? 

Tidak lain karena orang tidak bisa melihat isi hati dan pikiran kita, dan orang hanya terbatas untuk melihat penampilan luar. Hati manusia memang sulit di duga sebagaimana ungkapan dalamnya laut bisa di duga, dalam hati siapa tahu?

Tidak demikian dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Ia adalah sang Pencipta, mengetahui segala rancangan, pikiran dan isi hati manusia, yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. 

Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak hanya melihat dan terkesan dengan penampilan luar, namun beliau melihat hati.

Penilaian Ida Sang Hyang Widhi Wasa berbeda dengan penilaian manusia. Manusia hanya dapat melihat penampilan luar, Ida Sang Hyang Widhi Wasa sanggup melihat sampai ke dalam hati.

Hal ini mengingatkan kita untuk tidak menilai seseorang dari penampilan luar. Memang tidak mudah, namun ini memberi pelajaran penting, bahwa penampilan luar seringkali bisa mengecewakan. Kita tidak perlu berkecil hati jikalau kurang mengesankan secara fisik, yakin Ida Sang Hyang Widhi Wasa melihat hati; dan karenanya kita perlu menjaga hati kita untuk tetap bersih dan berkenan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa

Refleksi :

Apa yang menjadi fokus perhatian diri kita? Apakah hanya memperhatikan penampilan luar dan melupakan keindahan hati kita?

Doa :

Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ingatkan aku selalu untuk menjaga hati tetap bersih sehingga berkenan kepada-Mu. Swaha

#tubaba@Igriyabang//da Sang Hyang Widhi  Wasa hanya melihat Hati Umatnya#

Senin, 06 Juni 2022

Magedong-gedongan

UPACARA MANUSA YADNYA
 
Magedong- gedongan 
(Garbhadhana Samskara)

Arti Upacara ini dilaksanakan pada saat kandungan berusia 7 bulan .
Sarana

1 Pamarisuda: Byakala dan prayascita.

2 Tataban: Sesayut, pengambean, peras penyeneng dan sesayut pamahayu tuwuh.

3 Di depan sanggar pemujaan : benang hitam satu gulung kedua ujung dikaitkan pada dua dahan dadap, bambu daun talas dan ikan air tawar, ceraken (tempat rempah-rempah).
Waktu

Upacara Garbhadhana dilaksanakan pada saat kandungan berusia 210 hari (7 bulan). Tidak harus persis, tetapi disesuaikan dengan hari baik.

Tempat Upacara Garbhadhana dilaksanakan di dalam rumah, pekarangan, halaman rumah, di tempat permandian darurat yang khusus dibuat untuk itu, dan dilanjutkan di depan sanggar pemujaan (sanggah kamulan).
Pelaksana Upacara ini dipimpin oieh Pandita, Pinandita atau salah seorang yang tertua (pinisepuh).

Tata Pelaksanaan 
1 lbu yang sedang hamil terlebih dahulu dimandikan (siraman) di parisuda, dilanjutkan dengan mabyakala dan prayascita.

2 Si lbu menjunjung tempat rempah-rempah, tangan kanan menjinjing daun talas berisi air dan ikan yang masih hidup.

3 Tangan kiri suami memegang benang, tangan kanannya memegang bambu runcing.

4 Si Suami sambil menggeser benang langsung menusuk daun talas yang dijinjing si Istri sampai air dan ikannya tumpah.

5 Selanjutnya melakukan persembahyangan memohon keselamatan.

6 Ditutup dengan panglukatan dan terakhir natab

 
Mantram Magedong-gedongan
Om Sang Hyang paduka lbu Pertiwi Bhetari Gayatri, Bhetari Sawitri, Bhetari Suparni, Bhetari wastu, Bhetari Kedep, Bhetari Angukuni, Bhetari Kundang Kasih, Bhetari Kamajaya- Kamaratih, samudaya, iki tadah saji aturan manusanira si-anu (sebutkan nama yang diupacarai) ajakan sarongwangan ira amangan anginum, menawi ana kirangan kaluputan ipun den agung ampuranen manusaniro, mangke ulun aminta nugraha ring sira den samua aja sira angedonging, angancingin muwang anyangkalen, uwakakena selacakdana uwakakena den alon sepunganenuta anak-anakan denipun den apekik dirghayusa yowana weta urip tan ana saminiksan ipun.

Om Siddhirastu swaha.

Adapun upacara pagedong – gedongan itu pada pokoknya terdiri atas:
-          Byakala
-          Peras
-          Daksina
-          Ajuman
-          Prayascita
-          Pagedong-gedongan (Gedong)
-          Sayut Pengambean
-          Sesayut Pemahayu tuwuh

Pagedong-gedongan (gedong) adalah sejenis sesajen yang berbentuk gedong (rumah-rumahan), yang didalamnya dimasukkan beberapa perlengkapan, seperti : beras, sebutir telur ayam, klungah nyuh gading, segulung benang, uang kepeng 225 butir, dilengkapi dengan beberapa jenis banten lainnya, seperti: canang tubungan, dan beberapa jenis rempah-rempah.

Banten pagedong – gedongan ini merupakan simbolik dari perut ibu yang menggambarkan si bayi beserta saudara-saudaranya (Sang Catur Sanak). Tujuan banten ini adalah mengandung arti simbolik agar kandungan si ibu menjadi selamat, dan pemeliharaan keselamatan si bayi agar kuat nidasi, serta selamat ada dalam kandungan, dapat berproses dengan sempurna sampai pada saat kelahirannya nanti. Dan terakhir adalah upacara Ngelukat Bobotan. Upacara ini agak jarang dilakukan masyarakat.

Kata Ngelukat Bobotan itu mengandung pengertian, peleburan segala dosa dan kotoran (Ngelukat) dari kandungan (bobotan) seorang ibu. Jadi upacara ngelukat bobotan ini adalah suatu upacara yang bertujuan melenyapkan atau melebur segala noda kotoran (leteh) suatu kandungan dengan sarana bebantenan, sesajen. Adapun sesajen (banten) yang digunakan dalam upacara ngelukat bobotan ini, antara lain yang terpenting adalah : Air (tirta) penglukatan, Canang, Peras, Daksina, Lis, Isuh-isuh, serta Banten Penglukatan di paon (dapur), biasanya berupa peras pengambean. Di haturkan kehadapan Bhatara Brahma, agar beliau berkenan untuk melebur kotoran, leteh pada ibu hamil.

Mantra yang biasa digunakan oleh para pendeta untuk memuja Tirtha penglukatan tersebut :
“Om Sang Hyang Ayu munggah pritiwi, pritiwi melomba-lomba, angebekin bwana, Om penglukatan dacamala, kalukat metu sira anadi dewa, kalukat metu anadi bhujangga, kalukat metu sira anadi jadma manusa, kalukat mameneng kapanggih sukha sugih, saisining rat bwana kabeh, sapangangoning bumi,kelod kauh yeh minagakensudha dewa, sudamanusa, Om sa ba ta a i na ma si wa ya”

Dari makna mantra tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, tujuannya adalah memohon keselamatan dan kesucian agar ibu beserta bayinya menjadi selamat, dan bersih lahir batin. Ucapan mantra itu mengandung pengertian dan pengharapan agar ibu dan bayi dikandungnya mempunyai sifat-sifat Dewa (kebaikan), Bhujangga (orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sastra dan ilmu agama), dan juga memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Disamping juga bertujuan agar hidupnya nanti memperoleh kesenangan, kekayaan dengan berbagai isi dunia dan lain-lainnya.
Upacara Ngelukat Bobotan ini biasanya dilakukan bila suatu kehamilan itu mengenai wuku wayang, khususnya Tumpek Wayang. Karena hari yang berwuku wayang di anggap sebagai hari yang jelek, kotor, leteh. Dan merupakan hari (wuku)nya Bhuta Kala, yang mempunyai pengaruh-pengaruh negative terhadap kehidupan manusia di dunia.



Jumat, 03 Juni 2022

Perbedaan Kasta dan Catur Warna

Bagian-bagian kasta dan catur warna adalah sama cuma yang membedakan nya adalah fungsi nya. 

Jika kita membicarakan tentang kasta berarti kita membicarakan tentang garis keturunan nya. Kasta itu digunakan saat pada jaman kerajaan dahulu kala sedangkan warna di gunakan pada masa globalisasi ini (masa yang kita alami sekarang). 

Kasta ini di Bali dibedakan menjadi 4 bagian sesuai garis keturunan mereka, pada jaman dahulu mereka tunduk pada sistem ini dan tidak bisa merubah kasta mereka dengan kemauan nya sendiri. Jika ingin mengubah kasta mereka pada jaman dahulu mereka harus meninggalkan tempat yang mereka huni dan pergi ke tempat yang baru melakukan pekerjaan yang berbeda. 

catur-varnyam maya srstam
guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
Bhagavad Gita 4.13

“Catur varna adalah ciptaan-Ku, menurut pembagian kualitas dan kerja, tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku”

Dari dulu hingga sekarang banyak yang mengatakan kasta identik dengan agama Hindu. Bahkan orang-orang yang tidak mengerti kasta berbicara kasta sebagai pengelompokan masyarakat dalam Hindu padahal ini jelas-jelas salah dan tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan. 

Kasta berasal dari bahasa Portugis adalah pembagian masyarakat. Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang, atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu. Kasta di Bali dulunya digunakan pada masa penjajahan untuk mengelompokkan rakyat Bali. Hingga sekarang sistem kasta masih cukup kuat dikalangan masyarakat tertentu untuk gengsi dan aktualisasi diri.

Dalam agama Hindu hanya mengenal istilah warna, berasal dari bahasa sankerta varna, yang berarti memilih (sebuah kelompok). 

Apa bedanya dengan kasta ? 

Kalau kasta pengelompokan masyarakatnya berdasarkan keturunan misalkan kalau seorang anak lahir dari seorang raja maka secara otomatis anak dikelompokkan dalam kasta ksatria walaupun profesinya saat ini sebagai pedagang. 

Sistem Warna dalam ajaran Hindu status seseorang dapat disesuaikan dengan pekerjaan/profesinya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). 

Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.

Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brāhmana. 

Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status Ksatriya. 

Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia menyandang status Waisya. 

Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar sebagai Sudra.

Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa kasta harus dibedakan dari warna atau Catur Warna (Hindu), karena memang pengertian di antara kedua istilah ini tidak sama. Pembagian manusia dalam masyarakat agama Hindu:

1. Warna Brahmana, para pekerja di bidang spiritual ; sulinggih, pandita dan rohaniawan.

2. Warna Ksatria, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan.

3. Warna Waisya, para pekerja di bidang ekonomi

3. Warna Sudra, para pekerja yang mempunyai tugas melayani/membantu ketiga warna di atas.

Sedangkan di luar Bali khususnya di India sistem kasta tersebut lebih dari empat, ada pula istilah :

a. Kaum Paria, Golongan orang terbuang yang dianggap hina karena telah melakukan suatu kesalahan besar

b. Kaum Candala, Golongan orang yang berasal dari Perkawinan Antar Warna

#tubaba@griyang bang//dari berbagai sumber#

Kamis, 02 Juni 2022

Pecolongan

NGASTAWA SANG HYANG AGNI/ BRAHMA :
OM Namaste Bhagawan Agni, 
namaste Bhagawan Hari,
Namaste Bhagawan Isa, 
Sarwa bhaksa Utasana.

OM Tri-warno Bhagawan Agni, 
Brahma Wisnu Maheswarah,
Santikam paustikam caiwa, 
Raksanan ca bhicarukam.

OM Anujnanam kretam loke, 
Saubhagyam priya darsanam,
Yat kancit sarwa karyanam, 
Siddhir ewa na samsayah.

OM Brahma Praja-pati srestah, 
Swayambhur warado guruh,
Padma yoni catur waktro, 
Brahma sakalam u-cyate.

OM Rang Wi-Pataye Praja-pati ya namah,
OM Ang,Ung, Mang, Parama tri-sakti ya namah.

31. NGASTAWA SANG HYANG TIGA WISESA
OM Ang, Sang Hyang Jagat Wisesa, 
metu ta sira maring bayu
Halungguh ta sira maring bhungkahing adnyana sandhi
OM OM Sri Jagat Guru paduka ya namah.

OM Ung, Sang Hyang Antara Wisesa, metu ta sira maring sabdha, Halungguh ta sira maring tengahing adnyana sandhi
OM OM Sri Jagat Guru paduka ya namah.

OM Mang Sang Hyang Adnyana Wisesa, metu ta sira maring idhep, Halungguh ta sira maring tungtunging adnyana sandhi
OM OM Sri Jagat Guru paduka ya namah.

NGASTAWA SANG CATUR SANAK :
OM Pukulun Kaki Siwagotra, Nini Siwagotra, sira hangatag sanak ingsun kabeh, lwirnya: meraga dewa bhuta kala makabehan, makadi Sang Anggapati, Mrapapati, Bhanaspati, Bhanaspatiraja. Babu Abra, Babu Lembana, Babu Sugyan, Babu Kakere, mwah I Sair, I Makair, I Mokair, I Selabir. Hakona metu kabeh. mabresih, alukata, mapeningan, atepung tawar pareng lawan sanak kira den rahayu. Poma, Poma, Poma.

NGASTAWA BAJANG :
OM Sang Korsika, Sang Gharga, Sang Metri, Sang Kursya, Sang Pretanjala. I Malipa, I Malipi, pinaka Bapa Bajang Babu Bajang, Bajang Toya, Bajang Dodot, Bajang Simbuh, Bajang Julit, Bajang Yuyu, Bajang Sapi, Bajang Kebo, Bajang papah, Bajang Kalong, Bajang Bungseng mwang sakwehing ingaraning Bajang.
Wusing pada amukti mulih ta kita maring desanira. Syah, Syah, Syah.

NGASTAWA PANGAMBIAN :
OM Pukulun Sang Hyang Sapta Patala, Sang Hyang Sapta Dewata, Sang Hyang Wesrawana, Sang Hyang Trinadi Pancakosika, Sang Hyang Premana mekadi Sang Hyang Urip, sira amagehaken ri stanan nira sowang-sowang, pakenaning hulun hangeweruhi ri sira, handa raksanan den rahayu, urip waras dirghayusa sang inambian.

OM Siddhirastu ya namah swaha.

NGANTEB BANTEN SOROHAN :
OM Pukulung Sang Siwa Catur Mukha Dewa bhyuha, sira ta bhagawan Ratangkup, sira ta pukulun angeseng lara rogha, makadi ipyan hala, sot satagempung muksah hilang tan pasesa, den nira Sang Hyang Siwa Catur Muka dewa bhyuha.
OM Siddhir astu ya namah swaha.

NGANTEB BANTEN ANTUK TRI BHUWANA STAWA :
OM Parama Siwa Twan Guhyam, Siwa tattwa paroyanah
Siwa sya pranato nityam, Candis ca ya namo”stute
OM Niwedhya Brahma Wisnus ca, Sarwa Bhoktra Maheswaram
Sarwa bhakti nala bhatyam, Sarwa karya prasiddhantam
OM Jayarti jaya ma pnuyat, Yasarti yasa ma pnoti
Siddhi sakala ma pnuyat, Parama Siwa ya labhatyam.
OM Nama Siwa ya namah swaha

NGAYAB BEBANTEN (ngayab ke luhur).
OM Bhuktyantu dewa maha punyam, Bhuktyantu dewan ca
Bhuktyantu dewas ca, Bhuktyantu sarwa to dewam
OM Bhuktyantu sarwa to dewam, Bhuktyantu Sri Loka Natha
Saganah sapari warah, Sawarga sada siddhis ca
OM Dewa bhoktya laksana ya namah
OM Dewa treptyantu laksana ya namah
OM Bhukti trepti sarwa banten ya namah swaha

SANG RARE NATAB BANTEN/UPAKARA :
Sesampun puput ngaturan sembah, raris tatabin tur ilenin sang rare upakara ne.

MANTRAN SESARIK :
OM Purna candra purna bayu, mangkana paripurnanya
Kadi langgenganing Surya Candra, Mangkana langgenganya manih ring mrecapada.
OM OM Sri Sriyawe ya nanu namah swaha.

WEHANA SESARIK :
Ring muka/rahi : OM Sri Sri yawe namah
Ring Bahu kanan : OM Anengenaken bagia phula kreti
Ring Bahu kiwa : OM Angiwa akna pancabaya lara rogha
Ring Punuk : OM Angungkurana sot papa ing wong
Ring Bahong : OM Angarepaken bagya phula kreti pasesangon
Ring Tangkah : OM Anganti-nganti sabdha rahayu
Ring Tangan kalih : OM Ananggapana Sri Sedana phala-bhoga

WAHANA TATEBUS/TATEBUSIN :
MANTRAN TETEBUS :
OM Kawelasana den nira sang adi-dumadi
Kawelasana den nira Sang ngawewehan, sang apiturun
Kawelasana den nira Bhatara mwang manusa,
Saking lor saking kidul, welas asih ring ipun sang mawoton

PANGILEN NYANE : Ring Tangan, ring Siwadwara, ring Karna.
MANTRA :
OM Wehaning raga dirghayusa, langgenganing angapusi balung pila-pilu, hangapusi atma jiwatan-ipun.
OM Siddhir astu ya namah swaha.