Jumat, 22 September 2023

Sekilas Tentang Om Swastiastu

Tulisan Aksara Bali Om Swastiastu
Mengutip buku Aksara-aksara di Nusantara: Seri Ensiklopedia, Ridwan Maulana, (2020:91), penulisan alfabet Om Swastiastu yang benar ternyata adalah Om Swastyastu, dengan tulisan aksara Bali sebagai berikut:

Makna Om Swastyastu
Om Swastyastu yang di dalam bahasa Sansekerta dipadukan dari tiga kata yakni: Om, swasti, dan astu.
Istilah Om berasal dari Tri Aksara, yakni: : Ang, Ung, dan Mang (AUM), yang kemudian digunakan sebagai Pranawa Om.

Getaran energi spiritual dari Tri Aksara itu sesungguhnya merupakan bagian dari aksara wijaksara yang diyakini memiliki kekuatan, kesucian, dan spiritual dari Sang Hyang Widhi di dalam wujud kesuciannya sebagai Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) dan pembinaan kehidupan spiritual (Tri Kona) seluruh umat manusia:

A: Ang (Utpatti)

U: Ung (Sthiti)

M: Mang (Pralina)

Sebagai Guna Awatara, Tuhan di dalam wujud Tri Murti menuntun umat manusia untuk mengendalikan Tri Gunanya. Kata Om diucapkan di dalam setiap mantra dengan tiga aksara suci Ang, Ung, dan Mang sebagai pranawa OM yang bersumber dari penyatuan Dasa Aksara, sebagai sumber kekuatan di dalam tubuh manusia (bhuana alit) maupun di dalam jagat raya ini (bhuana agung).

Om adalah istilah yang amat sakral yang digunakan sebagai sebutan untuk Tuhan yang Maha Esa. Di dalam Kitab Bhagawad Gita, kata Om dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa kepada Tuhan. Maka dari itu, dengan mengucapkan Om sepenuh hati, itu berarti kita memanjatkan doa dengan niat penuh kepada Tuhan yang Maha Esa.

Usai mengucapkan kata, Om, diucapkan kata Swasti, yang di dalam bahasa Sansekerta berarti swas=selamat, bahagia, atau sejahtera. Dari kata ini muncul istilah Swastika, yang merupakan simbol agama Hindu yang universal.

Kata Swastika sendiri bermakna sebagai keadaan bahagia atau keselamatan abadi, sebagai tujuan memeluk Hindu. Lambang Swastika merupakan visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan abadi.

Secara keseluruhan Swastyastu berasal dari kombinasi kata Su (baik) + asti (ada) + astu (semoga). Proses sandhi yang di dalam aturan tata bahasa Sanskerta membuat penulisannya berubah menjadi Svastyastu atau Swastyastu.

Untuk penyeragaman penulisan di bahasa Indonesia, Swastyastu digunakan untuk pernyataan umum, sementara Svastyastu digunakan untuk penulisan akademis saja, karena di dalam bahasa Sansekerta tidak ada huruf W, melainkan huruf V.

Jadi, tulisan aksara Bali Om Swastiastu yang benar adalah seperti gambar di atas dan penulisannya yang benar di dalam bahasa Indonesia adalah Om Swastyastu. 



OṀ & OṄĠ di BALI & INDIA

Baik di India dan Bali ditemukan pemakaian OṀ & OṄĠ.

Dalam pelajaran umum penulisan aksara Bali beda penulisan antara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧g bisa dilihat sebagai berikut:

᭚᭜᭚ᬒᬁᬅᬯᬶᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸ᭟

// • // 𝐨𝐦 awighnamāstu.

᭛᭜᭛ᬑᬁᬅᬯᬶ‌ᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸ᭞᭛᭜᭛

/// • /// 𝐨𝐧g awighnamāstu /// • ///

[Saya dengan sengaja memakai penulisan Latinnya dengan 𝐦 dan 𝐧𝐠 untuk membedakan keduanya, karena secara diakretik kadang keduanya ditulis sama sebagai 𝐦.

Mari kita perhatikan dua contoh perbedaan penulisan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 dalam LONTAR PANGANCING SANGHYANG TRINADI dan LONTAR PENGUJAN. Lontar aslinya tersimpan di Pusat Dokumentasi Bali, Jln Juanda No. 1 Renon, Denpasar.

Foto lontar terlampir hanyalah dua lontar contoh dari sekian dari berbagai lontar-lontar Bali lainnya yang membedakan penulisan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠.

Jika terbiasa membaca lontar-lontar Bali dan memperhatikan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

— Dalam penulisan aksara Bali, ulu ricem dan ulu candra keduanya tanda nasalisasi.

— Semua aksara yang diberikan Ardachandra, Windhu, dan Nada menjadi bijah mantra.

— Jika O kara yang bunyinya / o/ diberikan Ardachandra, Windhu dan Nada menjadi ᬑᬁ bersuara 𝐨𝐧𝐠.

— O kara dirgha bunyinya /aːu/ diberi Ardachandra, Windhu dan Nada menjadi ᬒᬁ bersuara 𝐨𝐦.

Bagaimana keduanya dibedakan?

Tradisi Mawirama dan Kakawin di Bali memberikan pedoman dasar dalam memahami aksara, salah satunya yang wajib dipahami adalah warga aksara, sehingga bisa membedakan aksara Kantia, Talawia, Murdanya, Dantia, dan Ostia, agar tidak kesulitan memahami pengucapan aksara lainnya, termasuk 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 bisa dibunyikan benar secara artikulasi bunyi. Karena keduanya ini bukan hanya sebatas perkara penulisan dan aksara tapi menyangkut pengucapan dalam bermantra.

Memang topik ini banyak dihindari, kebanyakan langsung ingin bermantra sebelum paham dasar-dasar artikulasi bunyi aksara Bali. Bahkan mahasiswa-mahasiswi yang mengambil mata kuliah fonologi Bali sekalipun jarang yang benar-benar paham urusan fonetik aksara Bali. Ini dianggap tidak penting. 

Untuk bisa membedakan secara teoritis suara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 harus dipahami Anusvāra (aksara dengan simbol untuk menandai jenis bunyi sengau) dan Anunāsika (sebuah aksara yang diucapkan melalui hidung dan mulut, berbeda dengan anusvāra yang hanya diucapkan melalui hidung).

Untuk menghasilkan suara Anunāsika, mulut bertindak sebagai ruang resonansi, kemudian mengarahkan suara yang dihasilkan melalui hidung.

Misalnya, silahkan dicoba: Bibir tertutup, ucapkan bunyi “ng” yang panjang dengan menutup bagian belakang mulut dengan pangkal lidah. Ini adalah posisi mulut VELAR. Suara ini melewati mulut sepenuhnya dan langsung masuk ke hidung.

Sekarang bisa dicoba perbedaanya. Caranya: Rilekskan seluruh lidah dan ucapkan suara “mmm” dengan panjang. Ini adalah posisi mulut LABIAL.

Dalam kedua kasus, semua suara melewati hidung, tetapi keduanya terdengar sangat berbeda. Suara velar “ng” tidak bergema di mulut sama sekali. Suara labial “mmm” bergema di seluruh mulut sebelum keluar dari hidung.

Demikianlah dalam praktek mantra bisa kita bedakan bagaimana terbentuknya suara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠. Baru membawa manfaat dan dampak batiniah dengan cara diucap latih dengan mulut dan alat artikulasi kita sendiri, dan menyuarakannya secara berulang.

OṄĠ 𝐝𝐢 𝐈𝐍𝐃𝐈𝐀

Penulisan OṀ dalam berbagai aksara di India dan Asia Tenggara. 
Siswa yang baru belajar bahasa Sanskerta biasanya diberikan contoh perbandingan penulisan OṀ dalam berbagai aksara. Di sana dijelaskan bahwa Sanskerta adalah bahasa, dan salah satu aksara Devanagari yang biasanya sebagai media rekamnya. Berbagai kitab suci atau teks suci berbahasa Sanskerta ditulis dalam berbagai aksara, seperti aksara Granta, Kawi, Pallava, Tamil, Bali, dll. Sehingga dalam berbagai aksara di Asia Tenggara ada varian penulisan OṀ, sesuai aksara yang dipakainya di daerah masing-masing.

Bija mantra OṄĠ tidak sekedar dipakai di Bali atau dalam tulisan Kawi, tapi dipakai di Tibet, Nepal, dan India, khususnya dalam praktek pembelajaran Kundalini atau Śakti.

Contoh mantra di bawah ini:

Ong namo guru dev namo (ओङ्ग्न मो गुरु देव् नमो)
Ong so hung (ओङ्ग् सो हुन्ग)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar