Senin, 25 September 2023

Bayuh Tampel Bolong

Peserta Bayuh Tampel Bolong 28 September 2023:

1. I Wayan Gunarta ( Sukra Kliwon Medangkungan )
2. Ni Kadek Ayu Yogi Lestari ( Meruat Melik ) ( Sukra Umanis Ukir )

3. Ni Nyoman Ariani, Redite Paing Pahang
4. I wayan suwitra (tiang) Redite paing gumbreg
5. Ni luh pande muriasih (istri) Redite paing sinta
6. 
7. 

8. I Putu Angga Wiguna(selasa wage dungulan)
9. Ni Kadek Ari Kinasih(kamis pon krulut)

10.ni Nengah mutiari, lahir Minggu Kliwon wuku tolu, malam hari (bayuh Tampel bolong?
11. Made Devi Citrayani (sukra kliwon medangkungan) bayuh tampel bolong
12.Ni Putu Trisna Amanda, Minggu Kliwon wuku tolu.,
13. Ni Nyoman Sumertini, Jumat Wage wuku Wayang
14. I Gede Warmadika Pasek, Jumat Paing wuku Gumbreg
15. Ni Wayan Radmin
16. I Kadek Mahardita Abicandra
17. Dhita Sulistya
18. Bintang
19. Dek Surya
20. Komang Aditya
21. I Nyoman Latra
22. Niluh Martini
23. Ni Made Deni
24. Kt Rita
25. I ketut suardika -saniscare landep
26. Ni ketut ari - redite tolu
27. Ni Ketut Rasmini
28.
29.
30.
dst......

gending

GENDING KECAK PUH GINADA

Om Swastiastu atur titiang
Majeng ring bapak bupati
Sane mangkin sampun ledang
Prasida meriki rauh
Macecingak ring spenfourab
Sida ugi
Mecikin genah spenfourab

Pawangunan kalanturang
Ledang kayun tan sipi
Raris mengaturang sembah
Bapak Bupati ke astu
Tuhu ratu lintang sweca
Titiang ngiring
Singgih Bapak Giriprasta






Sabtu, 23 September 2023

Gentha Dan Badjra

GENTHA DAN BADJA

Genta dan bajra juga menjadi salah satu perangkat penting yang digunakan oleh pandita dari golongan Bhuda. Genta dan bajra merupakan sarana yang selalu digunakan secara bersama-sama dalam pemujaan.

Saat digunakan bajra akan diputar sebagai simbol menimbulkan perputaran kedamaian di seluruh jagat raya seiring dengan mantra-mantra yang diucapkan oleh pandita Budha.

Bajra yang berfungsi sebagai senjata Dewa Indra dalam penggunaannya dipegang dengan tangan kanan setinggi pinggang. Penggunaan bajra bersama genta secara bersamaan, diyakini dapat menimbulkan kekuatan untuk membangkitkan Asta Dewata, sehingga upacara berjalan lancar.

Bajra yang berbentuk senjata perang mempunyai makna sebagai alat untuk melakukan konsentrasi dalam pemujaan, sehingga seorang pandita Budha dapat mengendalikan indra yang ada dalam dirinya. 

Perangkat selanjutnya adalah genitri. Benda ini memiliki fungsi sebagai simbol kekuatan Siwa maupun Bhatara Budha. Dimana asal genitri adalah biji dari tanaman genitri atau disebut juga rudhraksa.

Rudrahraksa diyakini sebagai tanaman yang magis. Bijinya yang sudah tua berwarna biru, bisa dijadikan sebagai pelengkap kepanditaan. Rudhraksa juga disebut Mata Dewa.

Genitri merupakan rangkaian buah genitri yang pada kedua ujungnya dipertemukan dan diikat dengan murdha, sehingga menjadi sebuah rangkaian.

Genitri adalah simbol yang mewakili Sarwa Buddhanam, Prajna Paramitadewi dan Sutranam Bodhisattwanam.

Jumlah biji genitri 108, berfungsi dan digunakan untuk membayangkan semua Budha dan Bodhisattwa yang dipuja selama proses pemujaan untuk membuat tirtha.

Di samping itu, genitri merupakan lambang dari kebajikan, yang diharapkan dapat mengubah malapetaka menjadi kebajikan. Penggunanya sangat berhubungan dengan pembersihan semua kotoran pada diri manusia dan benda-benda yang digunakan agar menjadi suci.

Genitri adalah simbol kesaktian (kawisesan), pengetahuan (kaweruhan), keahlian (kapradnyanan) bagi seorang pandita. Hal ini memberikan makna bahwa genitri membantu meningkatkan ke-sidhi-an bagi seorang pandita.

Perangkat lainnya adalah kereb. Secara fisik sebagai pelindung dari keseluruhan perangkat pemujaan Budha Pakarana. Kereb digunakan sebagai penutup perangkat pemujaan Budha Pakarana.

Perangkat pemujaan ini memiliki nilai-nilai kesucian, juga harus ditutup atau dilindungi mempergunakan alat penutup yang juga memiliki nilai kesucian. Kereb merupakan penutup, simbolis kegelapan dalam pikiran dan diri manusia. Biasanya juga dipakai untuk menutup atau melindungi benda-benda suci lainnya. 

Lanjut Purwa Sidemen, setelah pandita selesai memakai kain dan kampuh atau busana, dalam posisi menghadap membelakangi Budha Pakarana, kemudian pertama-tama membersihkan kaki, tangan dan mulut (berkumur). Air yang digunakan adalah air bersih yang terdapat di dalam penastan tersebut.

Canting juga digunakan oleh pandita Budha sebagai alat untuk mengambil tirtha selama proses pemujaan di dalam pamandyangan. Sarana ini kemudian dipakai memercikkan serta menuangkan tirtha tersebut kepada yang memohon.

Biasanya dalam sebuah proses pemujaan seperti surya sewana maupun upacara lainnya, banyak umat yang memohon air suci (tirtha) secara langsung kepada Sang Pandita. Pada saat menuangkan air suci (tirtha) tersebutlah mempergunakan Canting.

Kemudian lungka-lungka atau patarana. Tidak sekadar alas duduk, tapi bermakna sebagai alas dari sikap Budha Yogiswara. Sikap Budha Yogiswara ini bisa kita lihat pada seorang pandita pada saat Sang Pandita sedang mapuja (muput upacara), adalah sikap beryoga atau yogiswara. 

Gentha/Badjra

Genta dalam Fisiologi Jantung Manusia

Om Omkara Sadasiwa sthahjagatnatha hitangkara-habhiwada wadanyahghanta sabda prakasyate
Om Ghanta sabda maha srestah Omkara parikirtitah Chandra nada bhindu nadan-tam spulingga Siwa tattwan ca
Om Ghantayur pujyate dewahabhawya bhawya sadeyahwara siddhir nih sansayam

Demikian mantra pada saat sang pandita melakukan penyucian terhadap genta yang akan digunakan untuk memimpin upacara. Apa yang dapat kita pahami dari alat pemujaan tersebut? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti genta sendiri adalah alat bunyi-bunyian yang terbuat dari logam berbentuk cangkir terbalik dengan sebuah pemukul yang tergantung tepat di porosnya dalamnya, apabila pemukul itu mengenai dinding cangkir, cangkir tersebut akan menghasilkan bunyi-bunyian.

Genta dan bajra sudah lumrah kita temukan dalam upacara keagamaan, genta sebagai senjata Dewa Iswara memiliki keagungan yang sangat luar biasa dalam Lontar Kusuma Dewa disebutkan:

“Nihan pawekasing batara, ring pemangkun ida, yang rawuh patatoyan ida ring madia pada, kena pemangkun ida angasrening batara, angagem bajra patatoyan, maka weruh ikang mangku, kawit kertaning betara, yanora ngagem bajra, nora weruh ring kepemangkuan, anggo-raora, angiya-ngiya sira, angasa asa, nora kayum ida turun, apan sira tan meling ring kawit-kawitan kandaning pamangku”.

Genta menjadi penghantar persembahan kehadapan Hyang dan menjadi pertanda bahwa ditempat itu sedang dilakukan upacara, bahkan dapat mengundang para Dewa (Kukul Dewa). Tangan kiri yang menabuhkan genta memiliki makna agar genta selalu berada dekat dengan jantung manusia. Karena posisi jantung normal manusia berada dalam rongga dada sebelah kiri setinggi putting susu dan sebesar kepalan tangan kita. Benar saja disebutkan dalam Kidung Aji Kembang.

Ring purwa tunjunge putih, Hyang Iswara Dewa Tania, Ring papusuh pre-na-hira......

Dalam Puja Asta Mahabaya juga disebutkan:

Om Om Asta Maha Bhayaya, Purwa desaya, Iswara dewaya, sweta warnaya, Bajrahastraya, sarwa satru winasa ya ya namah.

Tentunya hal tersebut bukan hanya kebetulan belaka, jantung yang merupakan organ vital menusia berbentuk juga hamper menyerupai genta atau bajra. Ujung dari genta (palit) menyerupai ujung jantung yang disebut dengan ictus cordis. Terkadang pada tubuh yang kurus kita dapat lihat dan rasakan detakan ictus cordis pada bagian kiri dada tersebut.

Jantung secara sederhana dapat dibagi menjadi empat ruangan Atrium (serambi) kanan dan kiri serta Ventrikel (bilik) kanan dan kiri. Diantara ruangan tersebut akan dibatasi oleh septum atau penyekat. Darah yang masuk melalui pembuluh darah balik (Vena Cava Superior dan Inferior) akan masuk ke bagian serambi kiri kemudian bilik kiri dipompa ke paru-paru. Darah yang sudah mengalami pertukaran udara diparu-paru akan kembali ke jantung, masuk melalui serambi kiri diteruskan ke bilik kiri dan kemudian akan dipompa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah besar yang bernama Aorta.

Untuk melaksanakan tugasnya jantung manusia dilengkapi dengan sistem pengaturan yang memiliki otoritas sendiri. Otoritas tersebut berupa sitem persarafan otonom simpatis dan para simpatis serta system hormonal. Persarafan otonom simpatis akan membuat peningkatan detak jantung dan kontraktilitas otot-otot jantung, kejadian tersebut juga dipengaruhi oleh hormone adrenalin, lumrah disebut dengan reaksi fight or flight. Ketika tubuh menangkap respon ada stressor atau bahaya, tubuh segera mengaktifkan system simpatis. Begitu pula dengan system parasimpatis yang biasa disebut dengan respon rest and digest sangat khas sekali ketika tubuh kita beristirahat dan mencerna makanan akan terjadi penurunan detak jantung akibat aktivasi saraf parasimpastis Vagus.

Untuk berdetak otot jantung memiliki alat berupa pacu alamiah bernama Nodus Sinus atau Sino Atrial (SA) Nodus tempat impuls ritme normal dicetuskan, Nodus Atrio Ventrikular dimana impuls yang berasal dari Nodus SA mengalami perlambatan sebelum masuk ke bilik jantung. Cabang-cabang berkas serabut-serabut Purkinje kiri dan kanan akan menghantarkan impuls-impuls ke seluruh bilik jantung. Hal ini mengingatkan kita dengan senjata Genta Wairocana yang sangat identic dengan halilintar (kelistrikan).

Kelainan di jantung, ada yang disebabkan oleh kelainan bawaan (kongenital) dan dapatan. Kelainan kongenital salah satunya akbita bayi lahir kurang bulan, kelainan dapatan akhir-akhir ini juga sangat menjadi perhatian. Siapa yang tidak kenal dengan Heart Attack (serangan jantung), penyakit ini menjadi salah satu penyebab kematian mendadak tersering. Biasanya dikarenakan oleh sumbatan pada pembuluh darah coroner yang mengaliri jantung. Gaya hidup yang kurang baik dan kebiasaan merokok menjadi factor resiko yang sangat berperan dalam munculnya sumbatan pembuluh darah tersebut. Kelainan pada kelistrikan jantung dan anatomis kejadiannya sangat banyak belakangan ini, sehingga bila dikaitkan apakahkan kejadian tersebut menjadi salah satu pertanda kurang selarasnya kehidupan manusia dengan alam dan pencipta.

Mencermati trend yang berlangsung saat ini juga terdapat oknum-oknum yang mencoba menggunakan Bajra dan Genta lengkap dengan Swamba dan Siwa Upakarana untuk memimpin persembahyangan, padahal belum melakukan Dwijati, hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama bahwa bisa belum tentu boleh.

Dalam Lontar Usada Punggung Tiwas juga dijelaskan “....... Sangyang Dasaksara, kadi hiki genahnya ring jro, kawruhakena denira, sang mahulah Ralyan, Sang, ring pupusuh, Iswara Dewanyu, putih rupanya .......” dari beberapa naskah tersebut terang dijelaskan bahwa Dewa Iswara menampati arah Timur senjatanya Genta dan ketika di Bhuawana Alit atau dalam tubuh manusia beliau berstana di jantung. Hal tersebut menegaskan kembali bahwa tubuh manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta atau Bhuana Agung. Dengan demikian sudah menjadi kewajibannya kita menjaga kesucian dari simbol-simbol agama Hindu, dengan cara pola diet sehat, mengurangi konsumsi rokok dan rajin berolahraga secara langsung akan menjaga jantung kita. Kemudiaan kembali menegakkan sesana penggunaan Bajra dan Genta juga menjadi sarana menjaga kesucian Hindu.


Jumat, 22 September 2023

Mengintip kemeriahan HUT SMPN 4 Abiansemal

Mengintip kemeriahan HUT SMPN 4 Abiansemal ke-37

Rabu, 27 September 2023 SMPN 4 Abiansemal memiliki agenda kegiatan yang sangat penting, yaitu peringatan HUT Sekolah. Tahun ini sekolah kita sudah berusia 37 tahun. Warga sekolah menyambut dengan sukacita. Beragam kegiatan yang diagendakan diikuti dengan sukacita oleh semuanya. 

Acara pertama adalah jalan sehat pada rute yang telah ditentukan. Acara ini juga turut melibatkan .....  sebagai pengisi hadiah ataupun sebagai tamu.




Ada pula hiburan yang dipersembahkan oleh siswa-siswi secara berkelompok maupun individu, penampilan .......  dan juga ...... Acara panggung hiburan dipandu oleh MC .......



Di sela acara gebyar seni, ada penampilan dari ...... Yang lebih meriah adalah saat ibu Dewa Ayu.... memberikan kue ulang tahun dengan menyanyikan lagu Selamat Ulang tahun yang diterima oleh ...... 



 

OM atu ONG?


Om, Ong atau Wong?
(Ulasan Sugi Lanus) 

Banyak yang bertanya melalui WA atau pertanyaan langsung ketika berjumpa offline prihal pengucapan BIJA MANTRA utama dalam tradisi Hinduisme: OM atu ONG?

Perlu ditambahkan bahwa dalam masyarakat Hindu Bali sebelum kemerdekaan bukan hanya ada varian pelafalan OM dan ONG, variasi pengucapan WONG juga ada. Hasil riset Jane Belo tahun 1937-1938, diterbitkan dalam buku BALI: TEMPLE FESTIVAL (1953), puja pemangku Banjar Kutuh, Sayan-Ubud, pengucapannya adalah WONG. Yang mencatat pengucapan WONG ini adalah Goesti Made Soemeng, sekretaris peneliti Jane Belo.

Ada kecenderungan yang berkembang sekarang jika seseorang belajar mantra dari catatan mantra-mantra beraksara Latin tanpa pendampingan GURU yang mumpuni akan rentan, alih-alih menjadi mantap, berbalik mengundang keragu-raguan: OM, ONG atau WONG?

Siapapun yang bertanya-tanya ke saya secara pribadi perihal variasi pengucapan Om, Ong ataupun Wong, saya berharap untuk dipahami secara hati-hati, dengan hati terbuka membaca penjelasan saya di bawah ini. Saya tidak ada niat ingin mengurui. Saya hanya berbagi sebagai semeton sedharma dan saya tujukan jawaban ini ke semeton yang bertanya langsung ke saya. Karena saya tidak bisa satu persatu memberikan jawaban, maka saya ketik jawaban pribadi saya sebagai berikut:


.

Beragama Hindu Bali sebelum masa pendidikan modern, sebelum ada sekolah dan kurikulum modern Agama Hindu di Nusantara, proses belajar atau proses pemerolehan pengetahuan keagamaan diturunkan lewat tradisi guru-sisya (guru-murid). Prosesnya lisan. Mantra dan puja mengacu atau berpegangan pada pengucapan atau pelafalan GURU yang diajarkan langsung ke SISYA (siswa/murid). Jika ada ajaran tertulis maka huruf bukan huruf Latin tari AKSARA BALI atau AKSARA NUSANTARA lainnya.

Salah satu alasan kuat kenapa Hindu Bali masih bertahan ajarannya selama ribuan tahun karena tradisi GURU-SISYA. Jika tidak ada tradisi ini bisa dipastikan Hindu Bali bergoyang karena kekaburannya. Hindu Bali bukan tradisi jalanan. Diturunkan secara baik dan transmisinya dari sang guru bersambung ke sang sisya. Demikian secara sinambung.

Siapa SANG GURU?

Bisa saja orang tuanya yang memang memahami Agama Hindu Bali, atau jika orang tuanya tidak paham maka mereka masisya (berguru) ke griya Mpu, Rsi, Dukuh, Padanda, Bhagawan, dstnya. Anak-anak Padanda dan sulinggih lainnya termasuk kategori “sisya” dalam proses ini. Kalau kelak setelah matang dilantik dalam tradisi DIKSA. Baik putra kandung atau bukan putra kandung masing-masing SISYA dilahirkan kembali sebagai PUTRA. Putra dalam hal ini “kaputra diksa” — dijadikan anak secara garis gotra atau tradisi inisiasi kepanditaan.

Proses guru-sisya tingkat lanjut disebut relasi NABE dan calon DIKSITA. Semua “putra diksa” yang lahir dari Nabenya mutlak mengikuti pelafalan dan tradisi puja yang diberikan/diajarkan oleh Nabenya masing-masing. Jika yang bersangkutan merobah atau mereview kembali ajaran Nabenya wajib seijin Nabenya. Tanpa seijin Nabe, jika langsung merobah tradisi Puja dan Weda yang diberikan oleh Nabenya, maka yang bersangkutan keluar atau merintis sendiri secara ulang garis perguruannya sendiri.

Jika dalam tradisi guru-sisya (guru-murid) Anda diajarkan pengucapan Wong, silahkan lanjutkan tradisi itu. Jika guru Anda mengucapkan Ong, silahkan lanjutkan pelafalan itu.


.

Oleh karena garis-guru-sisya yang saya ikuti mengajari saya menguncarkan suara Oṃ dengan /o/ bulat dan ditutup /ṃ/ bibir atas dan bibir atas saling bertemu dan tertutup lembut, dan ini juga sejalan dengan yang diajarkan oleh I Gusti Bagus Sugriwa kepada murid-muridnya langsung di sekolah PGA Hindu, maka kami melanjutkan tradisi pengucapan ini. Saya belajar TRISANDHYA dari guru sekolah saya IDA BAGUS SUAMBA (nama walaka sebelum melinggih dalam tradisi Kamenuh) di usia 8-9 tahun dengan pengucapan Oṃ.

Selanjutnya di usia 17 tahun sampai 19 tahun saya secara privat mendapat transmisi langsung pengucapan Oṃ dari guru kami Guru Newata Mantra Kamenuh. Jadi saya tidak akan bergeming dengan pengajaran lain, sebab itulah yang saya terima dari garis guru-sisya saya. Kedua guru saya yang kebetulan bergaris silsilah tradisi Pandita Kamenuh Bali Utara. Sayapun setiap ditanya akan mengakui bahwa memasuki Hindu Bali dalam garis Pandita Kamenuh. Dari lahir, tiga bulanan, diberikan upakara wayang, belajar puja-mantra, dll., alirannya adalah tradisi Kamenuh Bali Utara.


.

Saya telah mengamati atau bersaksi bahwa banyak umat beragama Hindu Bali rentan jatuh dalam kekaburan jika tidak lagi menganut tradisi GURU-SISYA. Saya bahkan mendapat pengakuan keluarga Bali yang berpindah agama dipicu oleh persoalan ini. Saya mensinyalir beberapa teman yang ikut masuk dan belajar ajaran SAMPRADAYA pun karena alasan ini. Garis guru-sisya di keluarganya terputus. Ini bukan hanya terjadi di kalangan keluarga luar garis kepanditaan tradisional.

Bahkan di tengah keluarga yang semestinya secara tradisional adalah pewaris darah atau trah kepanditaan, akibat PUTUS-DIKSA atau PUTUS GURU-SISYA, mereka goyang dan memasuki kelompok belajar SAMPRADAYA untuk mencari penerang. Tumpukan kertas atau lontar-lontar yang berisi mantra dan ajaran tanpa dijamin tradisi suci garis guru-sisya secara historis membuka muncul interpretasi sangat luas dan bisa memancing gotak-gatik-gatuk, alias cocokologi. Alih-alih memberi penerangan, yang muncul kegelapan. Secara tradisional tidak akan ajeg tradisi Puja-Weda tanpa dimediasi oleh tradisi PARAM-PARAM atau GURU-SISYA.

Ibu kandung saya selalu menekankan saat saya mulai belajar agama sekitar kelas 3-4 SD bahwa agama Hindu Bali manut tradisi DHARMA-PARAMPARĀ. Istilah ini adalah istilah bahasa Kawi dan Sanskrit untuk garis Guru-Sisya. Ibu saya selalu mengulang-ulang cerita di masa kecil di griya Kemenuh tugasnya menimba air untuk TIRTA PEDANDA, dan mengajari saya untuk tegak lurus dengan PARAMPARĀ.

Dijelaskan bahwa garis guru dan sisya sinambung. Ajaran diturunkan dalam pembelajaran yang berkesinambungan, atau suksesi ajaran tidak boleh terputus untuk menjaga tradisi puja dan semua ajaran dharma. “TIDAK BOLEH TERPUTUS!”, papar ibu saya. Ini disebut sebagai dharmaparamparā. Ini sejalan dengan yang berkembang di pusat kerajaan. Di kalangan pewaris kerajaan sang raja akan mewariskan Puja Satria dan semua pedoman ajaran lontar etika dan dharmaning kasatria ke pelanjutnya agar tidak terputus keilmuan dan kemahiran ketatanegaraannya, tradisi ini disebut sebagai RAJĀ-PARAMPARĀ. 

Pokok-pokok ajaran dan DIKSA dalam DHARMA-PARAMPARĀ atau GURU-SISYA dijaga ketat dalam perguruan di masing-masing. Tradisi suci ini perpusat di PADUKUHAN, KARESIAN, KABHUJANGGAN, WANASRAMA, KADEWANGURUAN, GRIYA, dstnya.


.

Jika melihat buku PEDOMAN TRISANDHYA yang disebarkan pertama kali dan selanjutnya diajarkan secara lisan di sekolah semasa hidup ‘guru-suci’ I Gusti Bagus Sugriwa, sangat jelas pengucapan yang diajarkan adalah OM. Hal ini bisa ditanyakan langsung ke murid-murid yang mendapat pengajaran langsung oleh I Gusti Bagus Sugriwa, seperti dosen saya Ida Bagus Agastia, Mpu Prof Titib, dan mertua saya sendiri yang adalah siswa teladan yang diasuh langsung di bawah bimbingan I Gusti Bagus Sugriwa yang mengajarkan pelafalan OM dalam TRISANDHYA.

Pengajaran TRISANDHYA dengan pelafalan OM oleh I Gusti Bagus Sugriwa secara formal diterima di sekolah dan kalangan pandita dan pemangku semenjak tahun 1950-an.


.


.

Sebagai penutup saya tambahkan bahwa newata-almarhum IDA PEDANDA OKA PUNYATMADJA, intelektual dan ahli puja-mantra dan lontar-lontar suci kepanditaan yang ternama, yang menjadi salah satu dari dua penyusun TUNTUNAN KRAMANING MUSPA (lebih terkenal sekarang sebagai PANCA SEMBAH) mengajarkan dan menuliskan bahwa pengucapan PANCA SEMBAH dimulai dengan BIJA-MANTRA dengan pelafalan OM.

Pedoman PANCA SEMBAH secara aklamasi diterima dan dicetak serta disebarkan di kalangan pemangku, sulinggih, dan guru di seluruh Bali dan Indonesia semenjak tanggal 1 Pebruari 1970. Pedoman PANCA SEMBAH bersumber dari Weda Suci yang ditemukan dalam lontar-lontar Bali. Pengucapan dan penulisan dalam buku TUNTUNAN KRAMANING MUSPA (PANCA SEMBAH) adalah OM.


Sekilas Tentang Om Swastiastu

Tulisan Aksara Bali Om Swastiastu
Mengutip buku Aksara-aksara di Nusantara: Seri Ensiklopedia, Ridwan Maulana, (2020:91), penulisan alfabet Om Swastiastu yang benar ternyata adalah Om Swastyastu, dengan tulisan aksara Bali sebagai berikut:

Makna Om Swastyastu
Om Swastyastu yang di dalam bahasa Sansekerta dipadukan dari tiga kata yakni: Om, swasti, dan astu.
Istilah Om berasal dari Tri Aksara, yakni: : Ang, Ung, dan Mang (AUM), yang kemudian digunakan sebagai Pranawa Om.

Getaran energi spiritual dari Tri Aksara itu sesungguhnya merupakan bagian dari aksara wijaksara yang diyakini memiliki kekuatan, kesucian, dan spiritual dari Sang Hyang Widhi di dalam wujud kesuciannya sebagai Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) dan pembinaan kehidupan spiritual (Tri Kona) seluruh umat manusia:

A: Ang (Utpatti)

U: Ung (Sthiti)

M: Mang (Pralina)

Sebagai Guna Awatara, Tuhan di dalam wujud Tri Murti menuntun umat manusia untuk mengendalikan Tri Gunanya. Kata Om diucapkan di dalam setiap mantra dengan tiga aksara suci Ang, Ung, dan Mang sebagai pranawa OM yang bersumber dari penyatuan Dasa Aksara, sebagai sumber kekuatan di dalam tubuh manusia (bhuana alit) maupun di dalam jagat raya ini (bhuana agung).

Om adalah istilah yang amat sakral yang digunakan sebagai sebutan untuk Tuhan yang Maha Esa. Di dalam Kitab Bhagawad Gita, kata Om dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa kepada Tuhan. Maka dari itu, dengan mengucapkan Om sepenuh hati, itu berarti kita memanjatkan doa dengan niat penuh kepada Tuhan yang Maha Esa.

Usai mengucapkan kata, Om, diucapkan kata Swasti, yang di dalam bahasa Sansekerta berarti swas=selamat, bahagia, atau sejahtera. Dari kata ini muncul istilah Swastika, yang merupakan simbol agama Hindu yang universal.

Kata Swastika sendiri bermakna sebagai keadaan bahagia atau keselamatan abadi, sebagai tujuan memeluk Hindu. Lambang Swastika merupakan visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan abadi.

Secara keseluruhan Swastyastu berasal dari kombinasi kata Su (baik) + asti (ada) + astu (semoga). Proses sandhi yang di dalam aturan tata bahasa Sanskerta membuat penulisannya berubah menjadi Svastyastu atau Swastyastu.

Untuk penyeragaman penulisan di bahasa Indonesia, Swastyastu digunakan untuk pernyataan umum, sementara Svastyastu digunakan untuk penulisan akademis saja, karena di dalam bahasa Sansekerta tidak ada huruf W, melainkan huruf V.

Jadi, tulisan aksara Bali Om Swastiastu yang benar adalah seperti gambar di atas dan penulisannya yang benar di dalam bahasa Indonesia adalah Om Swastyastu. 



OṀ & OṄĠ di BALI & INDIA

Baik di India dan Bali ditemukan pemakaian OṀ & OṄĠ.

Dalam pelajaran umum penulisan aksara Bali beda penulisan antara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧g bisa dilihat sebagai berikut:

᭚᭜᭚ᬒᬁᬅᬯᬶᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸ᭟

// • // 𝐨𝐦 awighnamāstu.

᭛᭜᭛ᬑᬁᬅᬯᬶ‌ᬖ᭄ᬦᬫᬵᬲ᭄ᬢᬸ᭞᭛᭜᭛

/// • /// 𝐨𝐧g awighnamāstu /// • ///

[Saya dengan sengaja memakai penulisan Latinnya dengan 𝐦 dan 𝐧𝐠 untuk membedakan keduanya, karena secara diakretik kadang keduanya ditulis sama sebagai 𝐦.

Mari kita perhatikan dua contoh perbedaan penulisan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 dalam LONTAR PANGANCING SANGHYANG TRINADI dan LONTAR PENGUJAN. Lontar aslinya tersimpan di Pusat Dokumentasi Bali, Jln Juanda No. 1 Renon, Denpasar.

Foto lontar terlampir hanyalah dua lontar contoh dari sekian dari berbagai lontar-lontar Bali lainnya yang membedakan penulisan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠.

Jika terbiasa membaca lontar-lontar Bali dan memperhatikan 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

— Dalam penulisan aksara Bali, ulu ricem dan ulu candra keduanya tanda nasalisasi.

— Semua aksara yang diberikan Ardachandra, Windhu, dan Nada menjadi bijah mantra.

— Jika O kara yang bunyinya / o/ diberikan Ardachandra, Windhu dan Nada menjadi ᬑᬁ bersuara 𝐨𝐧𝐠.

— O kara dirgha bunyinya /aːu/ diberi Ardachandra, Windhu dan Nada menjadi ᬒᬁ bersuara 𝐨𝐦.

Bagaimana keduanya dibedakan?

Tradisi Mawirama dan Kakawin di Bali memberikan pedoman dasar dalam memahami aksara, salah satunya yang wajib dipahami adalah warga aksara, sehingga bisa membedakan aksara Kantia, Talawia, Murdanya, Dantia, dan Ostia, agar tidak kesulitan memahami pengucapan aksara lainnya, termasuk 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 bisa dibunyikan benar secara artikulasi bunyi. Karena keduanya ini bukan hanya sebatas perkara penulisan dan aksara tapi menyangkut pengucapan dalam bermantra.

Memang topik ini banyak dihindari, kebanyakan langsung ingin bermantra sebelum paham dasar-dasar artikulasi bunyi aksara Bali. Bahkan mahasiswa-mahasiswi yang mengambil mata kuliah fonologi Bali sekalipun jarang yang benar-benar paham urusan fonetik aksara Bali. Ini dianggap tidak penting. 

Untuk bisa membedakan secara teoritis suara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠 harus dipahami Anusvāra (aksara dengan simbol untuk menandai jenis bunyi sengau) dan Anunāsika (sebuah aksara yang diucapkan melalui hidung dan mulut, berbeda dengan anusvāra yang hanya diucapkan melalui hidung).

Untuk menghasilkan suara Anunāsika, mulut bertindak sebagai ruang resonansi, kemudian mengarahkan suara yang dihasilkan melalui hidung.

Misalnya, silahkan dicoba: Bibir tertutup, ucapkan bunyi “ng” yang panjang dengan menutup bagian belakang mulut dengan pangkal lidah. Ini adalah posisi mulut VELAR. Suara ini melewati mulut sepenuhnya dan langsung masuk ke hidung.

Sekarang bisa dicoba perbedaanya. Caranya: Rilekskan seluruh lidah dan ucapkan suara “mmm” dengan panjang. Ini adalah posisi mulut LABIAL.

Dalam kedua kasus, semua suara melewati hidung, tetapi keduanya terdengar sangat berbeda. Suara velar “ng” tidak bergema di mulut sama sekali. Suara labial “mmm” bergema di seluruh mulut sebelum keluar dari hidung.

Demikianlah dalam praktek mantra bisa kita bedakan bagaimana terbentuknya suara 𝐨𝐦 & 𝐨𝐧𝐠. Baru membawa manfaat dan dampak batiniah dengan cara diucap latih dengan mulut dan alat artikulasi kita sendiri, dan menyuarakannya secara berulang.

OṄĠ 𝐝𝐢 𝐈𝐍𝐃𝐈𝐀

Penulisan OṀ dalam berbagai aksara di India dan Asia Tenggara. 
Siswa yang baru belajar bahasa Sanskerta biasanya diberikan contoh perbandingan penulisan OṀ dalam berbagai aksara. Di sana dijelaskan bahwa Sanskerta adalah bahasa, dan salah satu aksara Devanagari yang biasanya sebagai media rekamnya. Berbagai kitab suci atau teks suci berbahasa Sanskerta ditulis dalam berbagai aksara, seperti aksara Granta, Kawi, Pallava, Tamil, Bali, dll. Sehingga dalam berbagai aksara di Asia Tenggara ada varian penulisan OṀ, sesuai aksara yang dipakainya di daerah masing-masing.

Bija mantra OṄĠ tidak sekedar dipakai di Bali atau dalam tulisan Kawi, tapi dipakai di Tibet, Nepal, dan India, khususnya dalam praktek pembelajaran Kundalini atau Śakti.

Contoh mantra di bawah ini:

Ong namo guru dev namo (ओङ्ग्न मो गुरु देव् नमो)
Ong so hung (ओङ्ग् सो हुन्ग)



Kamis, 14 September 2023

Kremasitorium Berbasis Desa Adat

KREMATORIUM Berbasis Desa Adat itu Bagus
Sebelumnya mari kita bahas apa itu KREMASI dan apa itu KREMATORIUM 

KREMASI adalah prosesi pembakaran jenazah atau di Bali dikenal dengan istilah NGABEN 

KREMATORIUM adalah tempat dimana kremasi atau prosesi pembakaran jenazah itu dilakukan .

Masyarakat Bali seperti yang kita kenal dari zaman dahulu bahwa fungsi KUBURAN/SEMA/SETRA tak hanya sebagai tempat penguburan jenazah tapi juga merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan prosesi NGABEN / KREMASI .

lalu bukankah fungsi SEMA/SETRA itu adalah bisa disebut sama dengan KREMATORIUM hanya cara melakuka KREMASINYA saja yang dari zaman dahulu masih bisa disebut dengan cara yang berbeda yaitu salah satunya pembakaran jenazah menggunakan KAYU BAKAR , lalu berangsur" beralih menggunakan KOMPOR , dan selain itu banyak sekali sekarang SEMA /SETRA yang membuat kotak khusus dan dikelilingi beton sebagai tempat yang digunakan khusus sebagai tempat pembakaran jenazah atau yang disebut dalam istilah Bali adalah PEMUUNAN 

Jadi sebenarnya dari dulu masyarakat Bali sudah memiliki KREMATORIUM dan itu ada di begitu banyak desa adat yang ada si Bali .

Sekarang mari kita masuk kepada GAGASAN KREMATORIUM yang ingin dibuat dimasing" desa adat .

KREMATORIUM ITU BAGUS 
yang artinya prosesi PENGABENAN Jenazah bisa lebih diperbaharui apakah dengan menggunakan metode yang lebih tertata kelola ataukah dengan metode yang dilengkapi alat yang lebih modern seperti misalnya ketersediaan oven agar jenazah lebih cepat menjadi abu , dan itu tergantung kemampuan dari masing" desa adat dalam menyediakan alat dan prasarananya .

BUDAYA BERMASYARAKAT TIDAK AKAN HILANG DENGAN ADANYA KREMATORIUM DI DESA ADAT .

contoh apabila ada salah seorang masyarakat setempat yang meninggal dunia maka masyarakat lainnya didaerah tersebut tetap dan wajib melakukan ugas dan kewajibannya melakukan tanggungjawabnya sebgai warga adat baik mulai dari MEDELOKAN , MEGEBAGAN , hingga sampai melakukan iring"an menggotong jenazah dari rumah duka menuju ke SEMA / SETRA yang mana jenazah tetap digotong menggunakan yg disebut dengan istilah WADAH sesuai dengan tingkatan prosesi Ngaben yang si keluarga pemilik duka jalani.

Di SEMA / SETRA daerah setempat apabila telah memiliki KREMATORIUM yang lebih bagus dan tertata kelola maka manfaat dari masyarakat tentu adalah prosesi Ngaben bisa lebih tertata kelola , lebih cepat , dan lain lain .

MANFAAT bagi Desa Adat pun bisa lebih bagus karena masing" desa adat yang memiliki KREMATORIUM yg telah tertata kelola akan menunjang pendapatan bagi desa adat itu sendiri ( catatannya asalka dikelola dengan benar tidak ada unsur KKN ) .

BAGAIMANA DENGAN MASYARAKAT MISKIN ?
Bagi masyarakat yang kurang mampu pun bisa diakomodir saat masyarakat yang lebih mampu menggunakan KREMATORIUM tentu ada nominal yang harus mereka bayar , dan nominal itulah yang harus dikelola oleh desa adat dan menyisihkan selain untuk pemeliharaan dan pengelolaan krematorium maka bia dipergunakan utk membantu masyarakat miskin yang tentunya ada syarat dan ketentuan berlaku .

TIDAK BISA KITA PUNGKIRI sekarang banyak masyarakat beralih ke KREMATORIUM SWASTA , lalu bukankah itu hanya menguntungkan pihak swasta , jadi ketika KREMATORIUM Berbasis Desa Adat diberlakukan maka sebenarnya itu sangat menunjang kemajuan dari desa adat itu sendiri.

INGAT walau Krematorium itu ada di masing" desa adat maka prosesi NGABEN yang sesuai dengan kepatutan AGAMA HINDU BALI dan yang telah kental dengan BUDAYA BALI tetap harus dijaga dan dipadu padankan dengan baik dan selaras dgn KREMATORIUM yang lebih tertata kelola dan modern dan keuntungannya harus dipergunakan sebaik"nya demi masyarakat dan desa adat itu sendiri .

Sehingga dg adanya Krematoriun berbasis desa adat diharapkan:
1. bisa menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat .
2. di area setra / kuburan / krematorium bisa juga didirikan lapak" atau warung" yang mana kuota pedagngnya ditentukan dan diisi oleh masyarakat setempat .
3. dan manfaat lainnya. 


Rabu, 13 September 2023

Meditasi Kesadaran

MEDITASI KESADARAN

Meditasi kesadaran tentang memperhatikan apa pun yang hadir tanpa berusaha mengubahnya. 

Di sisi lain, meditasi relaksasi umumnya melibatkan upaya sengaja untuk merilekskan tubuh dan pikiran yang biasanya berasal dari tradisi yoga Hindu.

Perbedaan lain tentang mediasi kesadaran adalah bagaimana hal itu dimasukkan ke dalam kehidupan sehari-hari seseorang atau proses meditasi tradisional. Umumnya, orang yang melakukan meditasi kesadaran didorong untuk membiarkan pikiran atau perasaan acak masuk ke dalam pikiran mereka, di mana mereka akan mengalami sepenuhnya, tanpa penilaian. 
Meditasi kesadaran adalah salah satu cara meningkatkan kemampuan berfokus, mengurangi stres, dan mengembangkan kreativitas. Walaupun membutuhkan waktu dan latihan, Anda bisa mempelajari sendiri cara bermeditasi kesadaran. Selain itu, meditasi ini bisa dilatih melalui kehidupan sehari-hari, misalnya saat Anda makan, berjalan, atau melakukan kegiatan rutin yang lain.

1. Tentukan tempat berlatih yang tepat. 

Carilah tempat yang bebas dari interupsi atau gangguan, misalnya ruang yang tenang di dalam rumah Anda atau di halaman belakang dekat pohon. Pilihlah tempat yang membuat Anda terbebas dari kesibukan sehari-hari.
Jika Anda ingin melakukan meditasi secara rutin, sediakan tempat khusus untuk bermeditasi. Letakkan benda-benda yang mampu memberikan inspirasi atau ketenangan di atas meja khusus, misalnya bunga atau lukisan tempat-tempat dengan pemandangan yang indah. Nyalakan lilin agar cahaya di dalam ruangan tidak terlalu terang.

2. Temukan rasa nyaman. 

Pertama-tama, Anda perlu berdiam diri selama beberapa menit, jadi, Anda harus merasa nyaman. Aturlah suhu ruangan yang tepat. Siapkan selimut di dekat Anda sebab suhu tubuh Anda mungkin akan turun. Duduklah di atas bantal agar terasa lebih nyaman.
Kenakan baju yang nyaman agar Anda tidak merasa terganggu atau terusik selama bermeditasi.

3. Sediakan waktu. 

Mulailah bermeditasi selama 10 menit dahulu sampai Anda terbiasa. Jangan langsung bermeditasi selama satu jam sebab Anda akan merasa terbebani. Alih-alih, mulailah dengan berlatih meditasi singkat lalu tambahkan waktunya sedikit demi sedikit.
Pasanglah pewaktu agar Anda tidak perlu sering-sering mencari tahu sudah berapa lama Anda bermeditasi. Aturlah bunyi pengingat yang akan menyala di akhir meditasi agar Anda tidak kaget karena dering alarm yang terlalu keras. Pilihlah bunyi denting bel atau musik piano yang lembut.

4. Pilihlah postur yang lain. 

Walaupun banyak orang yang menghubungkan meditasi dengan duduk bersila dalam postur teratai, ini bukan satu-satunya cara bermeditasi. Anda bisa duduk di lantai atau di kursi, berdiri, berjalan, atau berbaring. Cobalah berbagai postur, gerakan, duduk dengan atau tanpa bantal lalu tentukan yang paling sesuai untuk Anda. Ketahuilah bahwa tidak ada cara bermeditasi yang salah.
Walaupun bermeditasi sambil berbaring biasanya sangat nyaman, berusahalah agar Anda tidak tertidur! Banyak orang yang mulai bermeditasi, tetapi akhirnya tertidur.
 
5. Kendalikan pikiran Anda. 

Sediakan waktu untuk menenangkan pikiran dan berusahalah membebaskan diri dari hal-hal yang Anda alami sehari-hari. Jika Anda baru saja mengalami kejadian yang menimbulkan stres, pikiran Anda akan dipenuhi oleh hal-hal yang sudah terjadi atau apa yang akan terjadi nanti dan perasaan Anda kacau. Semua ini adalah hal yang biasa. Amati pikiran Anda yang sedang sibuk dan biarkan saja berlalu sambil terus Anda kendalikan.
Pada awalnya, mungkin Anda akan merasakan meditasi sebagai hal yang aneh dan ini adalah hal yang wajar. Kenali perasaan tersebut lalu alihkan perhatian kepada postur tubuh Anda sambil berusaha menemukan rasa nyaman.

6. Bernapaslah dalam-dalam beberapa kali. 

Arahkan kesadaran Anda pada napas sambil memperhatikan setiap tarikan dan embusan napas. Mulailah merasakan aliran napas yang masuk ke dalam tubuh, mengisi paru-paru Anda, dan keluar melalui mulut. Berusahalah bernapas lebih panjang dan lebih dalam. Tarikan napas panjang akan mengendalikan dan mengalirkan rasa nyaman ke seluruh tubuh dan pikiran Anda.
Mengamati napas adalah salah satu cara berlatih meditasi kesadaran. Anda bisa berlatih mengamati napas selama bermeditasi.

7. Sadarilah bahwa Anda bukanlah pikiran Anda. 

Selama bermeditasi, ingatkan diri sendiri bahwa Anda memegang kendali atas pikiran dan emosi yang ingin Anda libatkan.[6] Ketika muncul pikiran dan emosi yang tidak Anda inginkan, lepaskan saja dan jangan mengarahkan perhatian Anda ke sana.
Pemahaman ini bisa membantu Anda menyadari bahwa Anda bisa mengubah pikiran negatif dan melupakannya.
Jangan menyalahkan diri sendiri ketika Anda mengenali aliran pikiran Anda secara mental. Berlatihlah melepaskan pengalaman mental tersebut tanpa menilai.

8. Kembalikan perhatian Anda pada napas. 

Amati lagi tarikan dan embusan napas setiap kali perhatian Anda teralihkan oleh suara, pikiran, atau apa pun. Kembalikan lagi fokus Anda pada napas jika muncul pikiran dan emosi yang mengganggu.
Berusahalah memikirkan hal-hal yang netral saat Anda memusatkan perhatian pada napas. Apabila ada pikiran yang melintas selama Anda berfokus pada napas, hilangkan kebiasaan menilai pikiran Anda sendiri dan cara Anda bermeditasi. Menilai diri sendiri akan mengganggu sesi meditasi. Pikiran yang teralihkan atau munculnya pikiran tentang kehidupan sehari-hari adalah hal yang wajar dalam bermeditasi.
Ingatlah bahwa meditasi bukan untuk mencapai performa tertentu.

9. Berfokuslah pada kekinian. 
Salah satu tujuan berlatih meditasi kesadaran adalah membantu Anda berfokus pada kehidupan yang sedang berlangsung saat ini. Pikiran dan emosi Anda cenderung tertarik ke masa depan atau kembali ke masa lalu, tetapi tubuh Anda selalu berada dalam kekinian. Ini sebabnya meditasi kesadaran dilakukan dengan mengendalikan tubuh. Jika Anda menyadari bahwa pikiran Anda mudah mengembara, kembalikan lagi perhatian Anda pada tubuh, terutama pada napas. Berusahalah memfokuskan pikiran Anda hanya pada kekinian.

Anda bisa mempraktikkan kesadaran di mana pun Anda berada.  Kesadaran berarti benar-benar berada di sini dan saat ini, dan ini bisa membawa pemulihan. Kesadaran bisa sesederhana seperti Anda sedang mencuci piring dan berfokus menikmati air dan sabun yang mengenai kulit. Jika Anda sedang berjalan, Anda bisa memperhatikan pada apa yang dirasakan tubuh—kaki, telapak kaki, udara yang menerpa wajah, dan suara di sekeliling Anda.

10. Biasakan makan dengan tenang. 

Makan dengan tenang adalah salah satu cara menurunkan berat badan sebab Anda bisa makan sedikit demi sedikit sambil menikmati hidangan yang tersaji. Siapkan sepotong kecil buah kesukaan Anda, apel misalnya, untuk berlatih makan dengan tenang.
Peganglah potongan apel lalu perhatikan baik-baik, amati bentuknya, teksturnya, atau apa saja yang terlihat.
Kenali seperti apa rasanya menyentuh apel dengan tangan atau menggunakan bibir.
Dekatkan apel ke wajah Anda lalu ciumlah aromanya dengan menarik napas beberapa kali. Amati apakah tubuh Anda memberikan respons, misalnya mengeluarkan air liur atau muncul keinginan untuk mencicipinya.
Terakhir, gigitlah apel sambil mengamati rasanya, seperti apa rasanya, dan apakah Anda merasa senang saat mengunyah apel.

11. Lakukan meditasi kesadaran sambil berjalan kaki. 

Meditasi bisa dilakukan sambil berjalan kaki. Mulailah dengan berjalan kaki sambil memperhatikan apa yang Anda rasakan sewaktu berjalan, merasakan otot yang bergerak, mengencang, dan meregang. Langkahkan kaki dengan santai agar Anda bisa berfokus pada gerakan dan sensasi yang muncul saat telapak kaki Anda menyentuh dan terangkat dari lantai. Bermeditasi sambil berjalan tanpa alas kaki akan membantu Anda mengalami dan merasakan sensasi lebih, misalnya dengan mengamati tekstur dan temperatur lantai.

12. Berfokuslah pada sensasi yang Anda alami. 

Berlatih meditasi kesadaran sambil mengamati sensasi bisa Anda lakukan apabila ada rasa nyeri atau tubuh Anda sedang dalam proses pemulihan. Anda bisa meredakan nyeri dan ketegangan dengan cara ini. Berfokuslah pada bagian tubuh tertentu termasuk tubuh bagian dalam. Apakah Anda mengalami sensasi yang menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral? Buatlah catatan “rasanya menyenangkan saat ini” atau “ada rasa nyeri di bagian ini”. Amati interaksi yang terjadi antara pikiran dan tubuh Anda dengan perasaan tersebut.

Sama seperti kedua teknik meditasi yang berfokus pada tubuh sesuai penjelasan di atas, ada teknik lain yang dikenal dengan nama pemindaian tubuh. Teknik ini dilakukan dengan memindai tubuh dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah sambil mengamati sensasi yang muncul dan melepaskannya ke bagian tubuh yang lain atau sambil memperhatikan aliran energi.

Alih-alih memperhatikan hal-hal di sekeliling Anda, berfokuslah pada setiap sensasi yang muncul di tubuh Anda. Bukalah mata lalu pandanglah apa yang ada sekeliling Anda sambil mengamati setiap gerakan, warna, atau objek yang paling menarik. Kenali aroma udara yang Anda hirup. Dengarkan suara-suara di sekitar Anda, dengung peralatan elektronik, bunyi mobil yang melintas di depan rumah, atau kicauan burung di pohon.

13. Lakukan kegiatan hari-hari sebagai meditasi. 

Apa saja bisa menjadi kesempatan bermeditasi apabila dilakukan dengan penuh kesadaran. Mulailah bermeditasi kesadaran sewaktu Anda menyikat gigi dengan mengamati rasa pasta gigi di dalam mulut Anda, merasakan bulu-bulu sikat gigi, dan memperhatikan gerakan tangan Anda. Biasakan mandi dengan penuh kesadaran sambil memperhatikan perawatan tubuh yang Anda lakukan sampai selesai mandi. Menyetir mobil juga bisa menjadi kesempatan bermeditasi. Mulailah mengenali apa yang Anda rasakan di dalam mobil, postur tubuh Anda di tempat duduk, amati pikiran dan emosi yang Anda alami ketika menghadapi kondisi lalu lintas, dan sadari akibat yang sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan Anda.
Aspek terpenting yang perlu Anda ingat selama bermeditasi kesadaran adalah menyadari kekinian. Jika pikiran Anda teralihkan, arahkan lagi perhatian Anda pada napas sambil terus mengamati pikiran dan perasaan Anda tanpa terbawa atau menilainya.

Lakukan meditasi secara bertahap. Jangan memperhatikan terlalu banyak hal sekaligus. Anda hanya perlu melihat apa yang terlihat lalu perhatikan objek yang lain jika Anda sudah siap dan abaikan jika sudah berubah. Anda bisa meningkatkan kesadaran dengan terus berlatih.
Latihan meditasi kesadaran boleh dilakukan dalam berbagai postur. Dengan demikian, Anda akan mendapatkan pengalaman dan kesempatan terbaik untuk lebih memahami informasi yang dijelaskan dalam ulasan ini.
Dengarkan musik yang menenangkan, suara-suara alam, atau derau putih yang akan membantu Anda selama bermeditasi, terutama bagi para pemula.
#tubaba@griyangbang//melatihkesadara#

Rabu, 06 September 2023

atita, WARTAMANA nagata

ATITA, maksudnya adalah masa lampau di mana terdapat penyesuaian dengan karma (dengan yang terjadi di masa lampau)/Kemarin=Masa lalu adalah kenangan.

WARTAMANA, maksudnya adalah masa kini/Sekarang adalah kenyataan.

NAGATA, maksudnya adalah masa di hadapan yang akan datang di mana ada penyesuaian dengan karya (dengan yang akan terjadi di masa depan)/Besok=Masa depan adalah harapan.

Selamat tinggal kenangan, selamat datang harapan.