Makna Mendalam Ungkapan "Nyilih Aluh Nguliang Aeng Kewehne" dalam Perspektif Sloka Hindu
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Pendahuluan
Dalam kehidupan masyarakat Bali, banyak ungkapan lokal yang sarat akan pesan moral dan etika. Salah satunya adalah “Nyilih aluh nguliang aeng kewehne”, yang jika diterjemahkan secara bebas berarti “meminjam itu memang mudah, tetapi mengembalikannya sangatlah sulit.” Ungkapan ini menyoroti sikap seseorang yang mudah menerima atau mengambil sesuatu dari orang lain, namun sering kali lalai atau enggan untuk bertanggung jawab mengembalikannya. Hal ini mencerminkan sifat tidak bertanggung jawab, lupa diri, dan kurangnya rasa malu (ajñāna/avidyā).
Sloka yang Relevan
Dalam teks-teks Hindu klasik, terdapat banyak sloka yang menekankan pentingnya tanggung jawab, kejujuran, dan kewajiban moral terhadap apa yang kita pinjam atau ambil. Berikut salah satu sloka yang sangat relevan:
> ऋणं क्रृत्वा घृतं पिबेत् यावज्जीवेत् सुखं जीवेत्।
ऋणस्य पातकं चित्तं न कुर्यात् पुनरागमम्॥
> Transliterasi:
Ṛṇaṁ kṛtvā ghṛtaṁ pibet yāvajjīvet sukhaṁ jīvet।
ṛṇasya pātakaṁ cittaṁ na kuryāt punarāgamam॥
> Makna:
"Pinjamlah bahkan untuk hidup senang, selama hidup nikmatilah;
tapi jangan sampai hati menjadi beban dosa karena lupa atau menolak mengembalikannya."
Meskipun sloka ini kadang dipandang secara satir, maknanya secara lebih dalam mengkritik gaya hidup konsumtif tanpa tanggung jawab. Nyilih atau meminjam bukanlah kesalahan, tetapi lupa niat untuk mengembalikan adalah akar dosa (pātaka). Ungkapan ini mengingatkan bahwa niat baik tanpa tindakan nyata hanyalah ilusi.
Sloka Tambahan yang Menekankan Etika Pengembalian dan Tanggung Jawab
> धर्मेण हि धनं लभ्यं धर्मात् सर्वं प्रवर्तते।
धर्मेण हि पथो नित्यं तस्माद्धर्मं न लङ्घयेत्॥
> Transliterasi:
Dharmeṇa hi dhanaṁ labhyaṁ dharmāt sarvaṁ pravartate।
dharmeṇa hi patho nityaṁ tasmāddharmaṁ na laṅghayet॥
> Makna:
"Dengan dharma-lah kekayaan didapat, dari dharma segala sesuatu bermula.
Jalan sejati adalah dharma; maka jangan pernah melanggar dharma."
Mengembalikan apa yang kita pinjam — baik itu barang, uang, waktu, bahkan kepercayaan — adalah bagian dari dharma. Jika kita meminjam dengan mudah tetapi tidak berniat mengembalikan, itu berarti melanggar dharma, dan akan menimbulkan akibat secara moral dan spiritual.
Refleksi Sosial dan Budaya
Ungkapan “nyilih aluh nguliang aeng kewehne” juga menjadi refleksi kehidupan sosial masyarakat:
Dalam pinjam-meminjam uang, banyak kasus orang enggan membayar kembali padahal sangat mudah saat meminta.
Dalam hubungan sosial, meminjam fasilitas, tenaga, bahkan nama baik orang lain tanpa niat memberi timbal balik adalah bentuk ketidaktulusan.
Dalam spiritualitas, manusia sering meminjam waktu dan hidup dari alam tanpa rasa syukur, apalagi pengembalian dalam bentuk perbuatan baik.
Penutup
Ungkapan tradisional Bali seperti ini adalah warisan moral yang selaras dengan ajaran Hindu melalui sloka-sloka Sansekerta. Meminjam memang mudah, tetapi mengembalikan adalah ujian integritas. Maka dari itu, hendaknya kita semua memiliki kesadaran untuk tidak hanya menerima, tapi juga memberi dan mengembalikan, sebagai bentuk keselarasan hidup dalam dharma.
> Sloka penutup:
यो हि दत्तं न स्मरति, न च दत्तं प्रतिगृह्णाति।
स पापी नरकं याति, धर्मात् च्युतो न जीवति॥
> Transliterasi:
Yo hi dattaṁ na smarati, na ca dattaṁ pratigṛhṇāti।
sa pāpī narakaṁ yāti, dharmāt cyuto na jīvati॥
> Makna:
"Barang siapa tidak mengingat apa yang diberi, dan tidak mengembalikan apa yang diterima,
dia jatuh ke dalam dosa, menyimpang dari dharma, dan tidak hidup dalam kebenaran."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar