Rabu, 31 Juli 2024

KATEMAH

ᬓᬢ᭄ᬫ‬᭪᭟
KUTUKAN BAGI PANDITHA (SULINGGIH).

Buku Shastra Wangsa mengupas 'Sesana' dari semua Wangsa, mendudukkan sistem Wangsa sebagaimana harusnya ( yaitu sebagai Tatanan, Tugas & Tanggung Jawab Sosial), bukan malah menjadi #Status_Sosial seperti yang kini membuat segelintir orang fanatik

Sulinggih berarti ia yang berkedudukan ( Linggih) , Mulia (Su), yang setiap ;

         #Perbuatannya, 
         #Perkataannya, 
         #Pemikirannya, 

Demikian ketat diatur dalam " SESANA" yang berlaku, Sulinggih juga memiliki Tugas yang sangat Berat secara " #NISKALA ", bukan sebatas menyelesaikan RITUAL . namun memastikan Ritual tersebut berhasil mendatangkan manfaat yang ingin dicapai. 

Karena tugas berat itulah maka masyarakat Bali sangat menghormati Sulinggih

Seorang Sulinggih tidak boleh lagi melakukan hal-hal selayaknya kebanyakan orang lakukan, dan jika Sulinggih bersangkutan melanggar maka ada beberapa #KUTUKAN , #TEMAH dan #PASTU yang ditujukan padanya. 

#WIKU_AMAYONG_MAYONG:

Wiku Amayong-Mayong pada saatnya akan mendapatkan NERAKA, karena benar benar tidak tahu bagaimana tingkah laku yang disebut " PUTUS " namun perilaku dirinya masih serba meraba- raba. Sungguh-sungguh Wiku jaman Kali, Wiku Amayong Mayong namanya Bukannya menyebabkan kerahayuan jagat, sebaliknya menyebabkan kehancuran karena ;
      Berat pada pamerih, 
     Weda mantra tanpa perhatian, 

Sebaiknya seorang wiku, la tidak terpengaruh oleh harta kekayaan Sebab lantaran terikat kesenangan, 
    • Mantra menjadi tidak berkekuatan , 
    • Pengetahuan tidak ada. 
    • Weda tidak menembus pada 
       kehalusan Tattwa

#WIKU_ANILIBAKEN_RAT

Wiku jenis ini mengharapkan #Balasan_Jasa (guru yaga) yang besar.

Jalan pikiran wiku jenis ini ; 
Menggampangkan WEDA dan SASTRA, karena diduga orang yang punya Yajna tidak akan mengetahui salah benarnya. 

Seperti itu jalan pikiran wiku jenis ini Apabila ada wiku sekelas ini, janganlah hendaknya dijadikan tempat penyucian , baik untuk ; 
     Upacara Mayat ( Sawa Wedana ),
     Upacara Abu Jenasah ( Asti Wedana), 

Karena tidak akan mampu wiku jenis ini membersihkan kekotoran mayat, Kalau untuk upacara abu jenasah, tidak akan bisa dientaskan kekotoran abu-abu jenasah itu.

#WIKU_ANYOLONG_SMARA

Wiku Anyolong Smara adalah sebutan untuk seorang Panditha yang melakukan hubungan badan dengan seorang atau beberapa orang perempuan yang bukan istrinya .
Menurut Shastra dan Sasana-nya, Wiku Anyolong Smara seperti itu harus segera dicatut status Kepandithaannya

Sebagaimana dikutip dari 
          #Lontar_Rajapati_Gondala 
(dalam Buku Shastra Wangsa) berikut;

#ASU_AMUNDUNG:

Asu Amundung adalah satu istilah yang ditujukan kepada seorang Panditha yang bertengkar di tengah pasar Menurut Shastranya, Panditha ini harus diupacarai #Prayascita_Ulang , Apabila ada Panditha yang bertengkar di depan rumah Guru Nabhenya, menurut shastranya jaman dahulu harus didenda sebesar lima ribu uang kepeng bolong Demikianlah seorang pendeta yang bertengkar disamakan derajatnya dengan ANJING atau ASU

ASU ANGLULU RING LONGAN:

Asu Anglulu ring Longan adalah istilah yang ditujukan kepada Panditha yang membantu seseorang melarikan seorang gadis .
Menurut shastranya jaman dulu, Panditha ini harus dihukum denda lima puluh kepeng, dan diupacaral Prayascita Ulang.

Demikianlah, seorang pendeta yang terlibat dalam melarikan gadis disamakan derajatnya dengan anjing di bawah kolong.

ASU MEREBUT TAI

Asu Marebut Tai adalah istilah yang ditujukan kepada seorang Panditha yang senang bertaruh di dalam arena perjudian Menurut shastranya, pendeta seperti ini harus di-Prayascila Ulang .
Demikianlah, pendeta penjudi disamakan derajatnya dengarı anjing pemakan kotoran. 

Berikut ini merupakan jenis-jenis Panditha yang diberi  " PASTU " karena sudah ingkar dengan sesana kePandithaannya. 

#WIKU_CACING:

Wiku Cacing disebutkan di dalam teks berjudul " Wiksu Pungu " adalah seorang Panditha  yang memperkarakan sepetak sawah yang tidak bisa lagi diperkarakan. 

#WIKU_KALICUN_KATAKA:

Istilah Wiku Kalicun Kataka disebutkan di dalam teks Tatakrama Ning Wiku Mayasa Dharma, adalah seorang wiku yang berjumpa dengan musuhnya, kemudian membuat pertengkaran. 
Wiku ini sangat beresiko bukan Wiku Dharma melainkan Kalicun Kataka namanya Wiku seperti ini tidak boleh melakukan Puja Parakkırama karena sudah salah jalan namanya

#WIKU_SISU_PALING:

Istilah Wiku Sisu Paling disebutkan di dalam teks Shastra Purwana Tattwa, adalah seorang Panditha yang dan sisi luarnya  kelihatan suci tapi di dalamnya DUSTA, LOBA, IRI HARI , dan sejenisnya. 

Wiku seperti itu akan menumbuhkan banyak masalah bagi lingkungan sekitarnya Karena Panditha seperti itu sudah bermasalah di dalam dirinya sendiri yakni beda di dalam lain di luar

Kaden Aluh..... ! !! 

Ong Rahayu 

®Warih Mula Keto

Sukses

"Sukses” itulah menjadikan diri kita tumbuh rasa percaya diri. Dan, setelah kita percaya diri, maka kita akan bisa melakukan sesuatu.

"SUKSES ITU GURU YANG Menjebak

Kesukesan akan menjerumuskan kita, kalau kita terlalu bangga.

ROBERT T. Kiyosaki dalam bukunya “ Cash Flow Quadrant ” berpendapat, bahwa sebenarnya sukses itu guru yang jelek. Tapi itu berlaku untuk diri kita sendiri. Artinya, sebagai entrepreneur, kita memang sebaiknya tidak berguru pada kesuksesan kita sendiri. Sebab, hal itu akan membuat kita menjadi kurang bersemangat, menjadi tidak kreatif, menjadikan kita lengah atau sombong, menjadikan kita lupa diri, bahkan tak menutup kemungkinan kesuksesan yang kita raih akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Sukses itu, menurut saya, bukan berarti “waktunya untuk menikmati”."

"SUKSES ITU MERUPAKAN REJEKI YANG BISA DIRENCANAKAN

Rejeki itu akan datang, sesuai pengambilan resiko bisnis kita

REJEKI itu sebenarnya sudah ada yang mengatur-Nya. Saya kira, itu memang benar. Dan, sebagian besar kita berpendapat demikian. Karena sejak lahir setiap orang itu membawa rejeki sendiri-sendiri. Tapi, apakah kita itu bisa meningkatkan rejeki kita sendiri? Dan, apakah kita tak bisa merencanakannya? Saya berpendapat, meski rejeki itu sudah ada yang mengatur-Nya, namun kita harus tetap aktif merencanakannya. Tanpa direncanakan, rejeki itu akan sulit kita raih. Saya kira, rejeki itu membutuhkan peluang untuk mendatanginya."

#tubaba@griyangbang//depanganakengadanin#

Senin, 29 Juli 2024

Prana Energi Cerdas

𝐁𝐄𝐑𝐒𝐈𝐀𝐏𝐋𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐑𝐔𝐁𝐀𝐇 𝐌𝐄𝐍𝐉𝐀𝐃I PENGETAHUAN 𝐏𝐄𝐍𝐀𝐑𝐈𝐊 𝐑𝐄𝐙𝐄𝐊𝐈

𝙈𝙚𝙣𝙜𝙚𝙟𝙖𝙧 𝙧𝙚𝙯𝙚𝙠𝙞 𝙞𝙩𝙪 𝙢𝙚𝙡𝙚𝙡𝙖𝙝𝙠𝙖𝙣. Sebab hal itu memang tidak sesuai dengan pola rezeki. Dimana TUHAN telah menjamin kecukupan rezeki untuk semua makhluk ciptaanNya. 

Beruntungnya, TUHAN telah menyematkan 𝘴𝘮𝘢𝘳𝘵 𝘦𝘯𝘦𝘳𝘨𝘺 atau energi cerdas pada tubuh manusia sejak lahir. Namun kebanyakan orang belum menyadari sehingga belum mampu mendayagunakannya untuk hidup berkelimpahan. 

𝘚𝘮𝘢𝘳𝘵 𝘦𝘯𝘦𝘳𝘨𝘺 ini mampu mengubah energi pikiran dan rasa atau emosi menjadi materi yang biasa disebut manifestasi atau materialisasi. Dalam ilmu fisika disebut transformasi energi. 

Melalui teknik PRANA ini, Anda dapat membenahi tubuh spiritual sehingga selaras dengan vibrasi semesta untuk 𝗺𝗲𝗻𝗮𝗿𝗶𝗸 𝗿𝗲𝘇𝗲𝗸𝗶.  

Hymne YWDD

HYMNE YAYASAN WIDYA DAKSHA DHARMA

Hymne YWDD merupakan lagu bernada sedang (bariton), bertempo lambat, berwibawa dan mengandung makna pujian. 

Cipt. I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd

Kejayaan bangsa di tangan pemuda di jalur pendidikan

Berjiwa Pancasila dan berdasarkan ajaran Agama serta mencerminkan cita-cita yayasan.

Tentukan kejayaan Yayasan Widya Daksha Dharma kan menuju keemasan

Tempat meraih seluruh cita generasi muda

Wirausaha menjadi asa karya yang mulia

Wahai pemuda harapan bangsa

Perbuatan baikmu kan mulia

Perbuatan baikmu kan mulia

Mars YWDD

Mars Yayasan Widya Daksha Dharma

Ciptaan : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S.,M.Pd

Majulah terus ke depan sana
capai cita luhur bersama
Marilah kita semua berjuang
Pantang menyerah rintangan menghalang

Derap seirama langkahkan kami
Seiring putaran waktu kini
Selagi mentari pancarkan cahaya
Terbitlah terang gelap pun sirna

Menuju masa keemasan

Dapatkan ilmu pengetahuan
Teguhkan rasa bhakti di dalam dada
Kembangkan Widya Daksha Dharma

Yayasan Pendidikan Hindu sejati
Nama nan elok Widya Daksha Dharma
Tempat menuntut ilmu agama
Cerdaskan generasi emas

Bela agama, nusa, dan bangsa
Untuk bahagia selamanya

Bela agama, nusa, dan bangsa
Untuk bahagia selamanya ...
 

Minggu, 28 Juli 2024

Suasana kebersamaan dan semangat belajar di SMP Negeri 4 Abiansemal semakin membara dengan peresmian komunitas belajar baru, tanggal 31 Juli 2024 oleh bapak I Made Antara, S.Pd. Nama kombel SMP Negeri 4 Abisemal yaitu "Ngopi MANTAP (Ngobrol Pintar Mandiri, Aktualisasi, Natural, Terukur, Anthusias, Profesional)".

Jumat, 26 Juli 2024

PARIKRAMANING UPACARA MANUSA YADNYA

PARIKRAMANING UPACARA MANUSA YADNYA

UPACARA MAGEDONG-GEDONGAN
Upacara ini ditujukan kehadapan si bayi yang ada di dalam kandungan dan merupakan upacara yang pertama kali dialami sejak terciptanya sebagai manusia. Oleh karenanya upacara ini dilakukan setelah kehamilan berumur 5 bulan ( 6 bulan kalender ) sebelum bayi itu lahir. Kehamilan yang berumur di bawah 5 bulan dianggap jasmani si bayi belum sempurna, dan tidak boleh diberi upacara manusa yadnya (menurut lontar kuno dresthi).
Tujuannya adalah untuk membersihkan dan mohon keselamatan jiwa raga si bayi, agar kelak menjadi orang yang berguna dimasyarakat (kalau laki-laki menjadi pahlawan pembela negara/titundung musuh dan kalau perempuan menjadi istri yang utama).
UPAKARA YANG KECIL
Untuk pembersihan : byakala dan prayascita                                                            
Untuk tataban : sesayut, pengambyan, peras, penyeneng, dan sesayut pemahayu tuwuh
UPAKARA YANG LEBIH BESAR :
Untuk pembersihan : byakala, prayascita, dan pengelukatan
Untuk tataban : seperti diatas dilengkapi dengan banten pegedongan matah
 TATA UPACARA :
Upacara dilakukan dipermandian (dirumah membuat permandian darurat) terlebih dahulu orang yang hamil mabyakala dan maprayascita. Di hadapan sanggah kemulan ditaruh perlengkapan upacara seperti benang hitam 1 (satu) tukel yang kedua ujungnya diikat pada cabang kayu dadap, bambu buluh runcing (gelanggang), daun kumbang diisi air dan ikan sawah yang hidup yaitu belut, nyalian, ketam, ceraken, dibungkus dengan kain yang baru.
Pelaksanaannya :
Kedua cabang kayu dadap yang terikat dengan benang hitam ditancapkan pada pintu gerbang (arah benang agar menuju pintu gerbang).
Si Perempuan mengusung ceraken tersebut, tangan kanan menjinjing daun kumbang yang berisi air dan ikan tadi.
Yang laki (suami) tangan kirinya memegang benang dan tangan kanannya memegang gelangang tersebut tadi.
Sudah itu sajen segehan diperciki untuk bhuta yang sering menggoda.
Setelah yang laki berjalan serta memegang benang sambil menusuk daun kumbang yang berisi air yang dijinjing oleh si perempuan sampai keluar ikan dan airnya.
Setelah itu suami istri bersembahyang agar selamat kandungannya, tidak tergoda oleh segala godaan sampai pada lahirnya selamat.
Upakara ini dilanjutkan dengan pengelukatan dan akhirnya natab.

MANTRA DARI PAGEDONGAN
Om Sanghyang paduka Ibu Pertiwi Betari Gayatri, Betari Sawitri, Betari Suparni, Betari Wastu, Batari Kedep, Betari Angukuhi, Betari Kundangkasih, Betari Kamajaya-Kamaratih, mekadi pakulun Hyang Widiadara-Widiadari, Hyang Kuranta-kuranti, sama daya iki tadah saji aturan manusa ira si anu ajakan sarowangan ira amangan anginum, manawi ana kirangan kaluputan ipun den agung ampura. Nen manusa nira, mangke ulun aminta nugraharing sira samua aja sira angedonging, angancinging muwang anyangkalen, uwakakena lawangira selacakdana uwakakena den alon sepungana nuta anak-anak andepun denapekik dirgayusayowana weta urif tan ane saminaksan ipun. Om siddhi rastu swaha.

 PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN :
    BANTEN PEGEDONGAN MENTAH
Sebuah bakul/paso yang berisi beras, kelapa, telur, benang putih, ketan, injin, pisang mentah, sudang (ikan teri), tingkih, pangi, bija ratus, palawa, peselan, base tampel dll seperti isi daksina masing-masing satu biji / butir.
   Sesayut pemahayu tuwuh
Alasnya disebut kulit sesayut, diatasnya diisi penek/tumpeng kuning, ikan ayam satu ekor, dilengkapi dengan buah-buahan, jajan, rerasmen, sampian nagasari, dan penyenang yang berisi tetebusan benang tridatu (hitam, merah dan putih).

 BRATA
Beberapa pantangan bagi orang yang sedang hamil adalah :
Wak capala
Wak Purusya
Tidak menyembah mayat (Cawa)
Tidak mendukung tirta pengentas
Sebaliknya sang suami tidak boleh membikin cemburu, terkejut. Usahakan agar selalu adanya ketenangan dengan membaca lontar dan ajaran-ajaran agama yang lainnya.

 BAYI LAHIR
Upacara ini tidak mempunyai arti yang istimewa, kecuali merupakan rasa gembira dan angayu bagia atas kelahiran si bayi kedunia. Upakaranya disebut dapetan dan terdiri dari :
Dalam tingkatan yang kecil
Nasi muncuk kuskusan, dilengkapi dengan buah-buahan (raka-raka), rerasmen (kacang saur, garam, sambel dan ikan), sampian jaet, dan canang sari / canang genten, serta sebuah penyeneng. Upakara ini dihaturkan kehadapan sang Dumadi.
Upakara yang lebih besar
Seperti diatas dilengkapi dengan jerimpen di wakul yaitu sebuah wakul berisi sebuah tumpeng lengkap dengan raka-raka, rerasmen, dan sampian jaet.

PERAWATAN terhadap ARI-ARI
Setelah ari-ari itu dibersihkan lalu dimasukkan kedalam sebuah kelapa yang dibelah dua (airnya dibuang). Bagian atas dari kepala itu diisi tulisan “Ongkara”, sedangkan bagian bawahnya diisi tulisan angkara.
Selain dari pada itu kedalam kelapa tadi dimasukkan pula beberapa jenis duri seperti duri terung, mawar dsbnya, sirih lekesan selengkapnya. Lalu kedua buah kelapa itu dicakupkan kembali, dibungkus dengan ijuk dan kain putih kemudian di pendam (kalau tidak ada hijuk, cukuplah dengan kain putih saja). Tempat memendam yaitu kalau si bayi laki-laki, maka arinya dipendam di sebelah kanan pintu balai, sedangkan kalau perempuan dipendam di sebelah kiri (lihat dari dalam rumah).
Ucapan waktu memendam ari-ari adalah sebagai berikut :
Ong Sang Ibu Pertiwi rumaga bayu, rumaga amerta, sanjiwani angemertanin sarwa tumuwuh (nama si bayi ……………), mangda dirgayusa nutugang tuwuh.
Sebenarnya masing-masing lontar berbeda ucapannya, tetapi disini dikemukakan yang agak sederhana dan mudah dihafalkan. Setelah selesai mengucapkan kata-kata tersebut barulah ari-ari itu ditimbuni, ditindihi batu hitam (batu bulitan) ditandai dengan pohon pandan yang berduri. Secara rokhaniah, bertujuan menolak gangguan oleh hewan, dan secara rokhaniah bertujuan untuk menolak gangguan rokh-rokh jahat. Upakara yang diturunkan kepada ari-ari itu adalah nasi kepel 4 kepel, ikannya bawang jahe, garam yang dicampur dengan areng, dan dilengkapi dengan canang genten / canang burat wangi.
Banten itu dihaturkan kehadapan sang Catur Sanak dari pada bayi.
Demikianlah perawatan terhadap ari-ari dianggap selesai dan setiap ada upacara yang ditujukan kepada si bayi, hendaknya ari-arinya tidak dilupakan. Disamping itu perlu kiranya dikemukakan bahwa bila keadaan tidak mengijinkan maka ada kalanya ari-ari itu (setelah dibungkus dengan kelapa seperti di atas) lalu dibuang kelaut.

 KEPUS PUSER
 URAIAN UPACARA
Apabila puser si bayi sudah lepas (kepus), dibuatkan suatu upakara yang bertujuan untuk membersihkan secara rokhaniah tempat-tempat suci, dan bangunan yang ada disekitarnya, seperti sanggah kamulan, sumur, dapur, bale dsbnya.
Puser di bayi dibungkus dengan secarik kain, lalu dimasukkan kedalam sebuah tipat (tipat kukur), disertai dengan anget-anget (sejenis rempah-rempah, seperti sintok, mesui, katik tengkeh, dsbnya), kemudian digantungkan di tempat tidur si bayi agak ke tebenan (hilir). Kepada si Ibu mulai diberi makan berjenis-jenis ikan/daging dan lauk pauk lainnya. Hal ini bertujuan agar si bayi terlatih terhadap berjenis-jenis ikan/daging. Seperti diketahui banyak orang yang tidak berani (tubuhnya tidak tahan terhadap ikan laut atau daging babi misalnya.
Selain dari pada itu mulai saat itu si bayi diasuh oleh Sang Hyang Kumara dan untuk beliau dibuatkanlah sebuah tempat di atas tempat tidur si bayi yang disebut Pelangkiran (kemara).
Menurut mithologi (lontar Siwa-gama) Sang Hyang Kumara adalah salah satu Putra Bhatara Siwa dan beliau dikutuk tetap berwujud anak-anak agar tidak termakan / terbunuh oleh kakaknya (Dewa Gana). Dan untuk selanjutnya Sang Hyang Kumara ditugaskan oleh ayahnya untuk mengasuh / untuk melindungi anak-anak yang belum maketus (lepas gigi).

UPAKARA YANG PALING KECIL
Banten penelahan, banten kumara, banten labaan di ibu dan banten ari-ari

UPAKARA YANG LEBIH BESAR
Seperti di atas dilengkapi dengan banten tataban seperti waktu lahir.
Penjelasan beberapa jenis banten :
Banten Penelahan
Alasnya adalah sebuah ceper yang isinya sebagai pasucian / pabersihan dilengkapi dengan beras kuning dialasi dengan daun dadap.
Banten Labaan si ibu
Sebuah ajuman yang berisi ikan / berjenis-jenis daging
Banten Kumara (Yang kecil)
Sebuah ajuman yang nasinya berwarna putih dan kuning, ikannya telur dadar, rakanya kekiping, pisang mas, geti-geti nyahnyah gula kelapa dan canang lengewangi-buratwangi / canang sari. Kumaranya dihiasi dengan bunga yang harum-harum dan sedapat mungkin berwarna putih dan kuning.
Banten Ari-ari
Di tempat menanam ari-ari menghaturkan banten : segehan kepel 4 tanding masing-masing berwarna merah, putih, kuning dan hitam, ikannya adalah bawang jahe dan garam. Ada pula yang menyebut bahwa ikannya adalah sebagai berikut : segehan kepel yang putih ikannya jae, segeghan kepel yang merah ikannya bawang merah, segehan yang kuning ikannya kunir dan segehan yang hitam ikannya garam yang dicampur dengan areng (uyah-areng). Masing-masing segehan itu dilengkapi dengan sebuah canang buratwangi canang genten.
Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Ante Preta. Dan kalau keadaan mengijinkan maka pada tempat menanam ari-ari itu didirikan sebuah sanggah cucuk bertudung upih yang disebut Sato-Yoni. Disamping sanggah cucuk ditaruh kayu api dan pada cabang dibawah sanggah itu diisi lampu (pelita). Tiap malam lampu dinyalakan dan kayu api dibakar. Sanggah cucuk diisi dengan banten kumara dan dihaturkan kehadapan Hyang Ning Ari-ari.

  UPACARA NGELEPAS HAWON
Upacara ini dilaksanakan setelah bayi berumur 12 (dua belas hari) dan disebut upakara ngelepas hawon. Upakara (banten) yang diperlukan pada saat ini sama dengan upacara pada waktu kepus udel.

UPACARA KAMBUHAN(SATU BULAN TUJUH HARI)
Uraian Upacara: Setelah si bayi berumur satu bulan tujuh hari (42 hari), diadakanlah upacara yang sering disebut “Upacara Macolongan”. Dalam upacara ini disamping pembersihan jiwa raga si bayi dari segala noda dan kotoran, juga bertujuan untuk mengembalikan Nyama Bajang si Bayi dan pembersihan si Ibu agar dapat memasuki tempat-tempat suci seperti Merajan, Pura dsbnya. Kiranya perlu dikemukakan perbedaan antara “Catur Sanak” dengan “Nyama Bajang”.
Catur sanak berarti saudara empat. Yang dimaksud dalam hal ini adalah empat unsur (benda beserta kekuatannya) yang dianggap sangat membantu pertumbuhan dan keselamatan si Bayi sejak mulai terciptanya di dalam kandungan sampai dia lahir. Wujud dari pada saudara empat itu adalah : Darah, Lamad, Yeh nyom, dan Ari-ari. Nama dari saudara empat ini akan berganti-ganti sesuai dengan pertumbuhan si bayi di dalam kandungan dan setelah lahir, sehingga akan dapat banyak nama untuk mereka. Oleh karean sang catur sanak itu dianggap sangat berjasa, maka diajurkan agar setiap orang tidak melupakan mereka baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka.
Kemudian yang dimaksud dengan Nyama Bajang adalah semua kekuatan-kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak di dalam kandungan, dalam proses pertumbuhan, penyempurnaan jasmani serta keselamatan si bayi.
Menurut penjelasan beberapa sulinggih banyak Nyama Bajang ini adalah 108 misalnya : bajang colong, bajang bukal, bajang yeh, bajang tukad, bajang ambengan, bajang papah, bajang lengis, bajang dodot, dllnya.
Setelah bayi itu lahir maka nyama bajang ini dianggap tidak mempunyai tugas lagi, bahkan kadang sering mengganggu si bayi. Oleh akrena itu pada waktu si bayi berumur 42 hari dianggap sudah waktunya untuk mengembalikan mereka ketempatnya masing-masing (keasalnya).
Disamping itu untuk pertama kalinya si bayi dimohonkan pengelukatan kehadapan Bhatara Brahma (di dapur), Bhatara Wisnu (permandian), dan Bhatara Siwa / Hyang Guru (disanggah kemulan).
Upakara yang kecil
Untuk Ibu byakaonan dan prayascita lengkap dengan tirta pengelukatan dan pebersihan. Untuk si bayi banten pasuwugan, banten kumara dan dapetan seadanya.
Upakara yang lebih besar
Untuk si ibu seperti diatas
Untuk si bayi banten pasuwugan, banten kumara, jejanganan, banten pacolongan (di dapur, di permandian dan di sanggah kamulan) serta tataban seadanya.

 TATA UPACARA
Terlebih dahulu si ibu dan si bayi mabyakaonan dan maprayascita lalu si bayi (beserta orang tuanya) diantar ke sanggah kamulan untuk natab / diupacarai dengan upakara-upakara yang tersebut di atas. Bila mengambil tingkatan upakara yang lebih besar, maka terlebih dahulu si bayi melukat di dapur, kemudian dipermandian dan akhirnya di Sanggah Kamulan / disertai dengan natab.
MANTERA-MANTERA / PUJA DALAM RANGKAIAN UPACARA TSB DIATAS

 MANTERA PENGELUKATAN DI DAPUR
Om Indah ta kita Sang Hyang Utasana sira mesarira sarwa baksa iki manusane sianu(sebut nama ibu/bapak), aneda nugraha widhi, angeseng lara rogo wigena, mala papa petakane sianu, wastu geseng dadi awu. Om Ang rigeni Rudra Ujuala niya namah.

 MANTERA PENGELUKATAN DIPERMANDIAN (SUMUR)
Om Ung Gangga Supta jiwa ya namah, Om Gangga Mili ya namah, pukulun ulun aminta atmane sianu, manwi ta atmane pun anu ketepuk ketengah olih sarwa Bhuta Kala, karem ring sumur agung daweg antukakena ring raga walunan ipun, ulun anebas ring sira Hyang Betari Gangga Pati. Om Sriyam bawantu, purnambawantu, sukanmbawantu swaha.

 Panebasan Pengelukatan ring Hyang Guru Kemulan
Om pakulun Sanghyang Guru Reka, Sang Hyang kawi swara, Sang Hyang Saraswati Suksma, Sang Hyang Brahma Wisnu Iswara, mekadi Sang Hyang Surya Candra lintang teranggang, ulun anede nugraha widhi, angalukat, dasamala, papa patakane sianu, Om sidhi rastu yanama swaha.

 Ring Sang Tinebasan
Om Dirgayusa awetaning raga langgeng, angapusing balung pila pilu. Angapusing atot pila pilu, angapusing atme juwitane sang tinebas-tebasan, tunggunen de nira sang Hyang Bayu Pramana, amuwuhana tuwuh ipun. Om Dirgayusa aweta urip sidhi rastu tatastu swaha.

 Mantram Bajang Colong
Om Sang Kosika, Sang Garga, Sang Metri, Sang Kurusia, Sang Pretanjala, Imalipa I Malipi, mekadi bapa bajang, babu Bajang, Bajang toya, Bajang Lenga (Lengis), Bajang Dodot, Bajang sembur, Bajang Deleg, Bajang Bejulit, Bajang Sapi, Bajang Kebo, Bajang papah, mwah sakwehing ingaranan sarwa bajang-bajang susila, si bajang weking, iki tadah sajin ira dena becik menawi wenten kakirangan ipun, iki pirak satak pitu likur, benang setukel nggenatuku ring pasar agung apan kita agawe ala ayu. Mangkin ulun aminta sih nugraha ring kita sedaya, turunan atmaning rare maring rega walunan nira-malih, aja sira munah-munih, wastu pukulan sida rahayu seger oger urip waras, embanen rahina wengi. Om, sidhi rastu yanamah swaha.
Om Sang Kosala, Sang Garga, Sang Metri, Sang Kurusia, Sang Patanjala, Sang Malipa, Sang Malipi, Pinaka Bapa Bajang, yan wus sira amukti, Pamuliha kita kedesanira sowing-sowang. Om Syah, syah, ayah poma.

 Mantram Jejanganan
Om Bapa Banglong, babu Benong, Babu Calungkup, Babu Gadonyah, Babu Suparni, Babu Dukut sabhumi, miwah sakwehing araning babu bajangan, iki tadah sajinira, sekul liwat, jangan kacang satingkeban, amuktia sari sira, aja sira nyumet, aja sira nyedut, asungana rare ning nghulun, anak amangan anak aturu, anak emang-emang, sahundan-hundan tekeng jejaka luputa ring lara roga, sahut bagya sangkalan ipun, asing kirang asing luput sampun ta agang sampura nira, amuktia, atuku sira ring pasar agung wus sira amuktia sarisun amintia sari sira, lan babekelan nira kabeh, iki ta pipis satak selata sih raksanen ta rare ning hulun amongan tasunu mangkana pangeraksanira ring bajang bayi, kadep sidhi pamastunku. Om sriyam ya nama namah.

PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN
 BANTEN PASUWUGAN
Banten ini berfungsi sebagai pembersihan terhadap jasmani si bayi, serta terdiri dari : peras, ajuman, daksina, suci, soroan alit, pengelukatan, pengambyan, penyeneng, nasi 6 ceper, masing-masing dengan ikan yang berbeda-beda yaitu ikan ayam, itik, telur, siput, daging babi, dan kacang-kacang. Kemudian dilengkapi dengan dua buah kungkang sejenis jejahitan yang berisi nasi, lauk-pauk dan ikannya sesate, kemudian keduanya dialasi dnegan sebuah bokor yang berisi beras, sirih-tampeh, benang, telur ayam yang mentah dan uang 25 kepeng.

 BANTEN PENGELUKATAN DI DAPUR
Peras dengan tumpengnya merah, ikannya ayam biying, dilengkapi dengan ajuman, daksina, pengulapan-pengambyan, penyeneng dan soroan alit, masing-masing sebuah, serta sebuah periuk yang berisi air dan bungan yang harum untuk mpengelukatan.

 BANTEN DI PERMANDIAN (SUMUR)
seperti diatas hanya tumpengnya hitam dan ikannya ayam hitam.

 BANTEN DI SANGGAH KEMULAN
Seperti diatas hanya tumpengnya putih, dan ikannya ayam putih dipanggang.

 BANTEN PACOLONGAN
Sebuah buki (periyuk tanah yang bagian bawahnya sudah pecah) diberi kalung tapis kemudian kedalamnya dimasukkan sebuah pusuh biyu (jantung pisang) dan pelapah kelapa yang berlubang (papah nyuh bolong), pusuh biyu itu disisipi dengan uang 3 kepeng, sedangkan lubang dari kelapa itu digantungi tipat belayag, keduanya tidak diisi beras) dan gantung-gantungan dari busung.
Disamping itu baik buki, pusuh biyu, dan pelapah kelapa tersebut diberi secarik kain dan ditandai dengan kapur yang berbentuk tampak dara. Semuanya itu dapat dianggap sebagai perwujudan dari Nyama Bajang. Kemudian disebelahnya diisi sebuah penjor dari pelapah enau (jak) yang masih berisi daun dan lidinya ditusuki bunga-bunga yang berwarna merah (kalau dapat bunga sepatu yang merah)
Bantennya adalah dua buah untek (penek kecil) yang dialasi dengan ceper, dilengkapi dengan jajan, buah-buahan dan canang burat wangi. Sampian tangga yang kecil, sedangkan ikannya adalah : ceper yang pertama berisi guling katak, ceper yang kedua memakai guling capung, ceper yang ketiga memakai guling baling dan ceper yang keempat memakai guling ayam semululung yang diperoleh di tengah jalan (semululung = ayam kecil).
Kemudian dilengkapi dengan tengen-tengenan (salaran kecil tidak dengan ayam dan itik). Setelah upacara semua banten ini dibuang diperempatan jalan di jalan raya.

 JEJANGANAN
Untuk tempatnya sedapat mungkin yang agak besar dan diisi beras, sirih tampel, benang putih dan wang. Diatasnya disusun sebuah taledan, kemudian barulah diisi perlengkapan sebagai berikut : Peras, ajuman, daksina, suci, tipat kelanan masing-masing satu tanding uang 225, nasi yang berbentuk matahari, nasi yang berbentuk burung, nasi yang berbentuk jalan, nasi yang berbentuk tangkariga (tulang belakang dan rusuk), nasi beberapa kepel masing-masing diisi conger (tanda yang berbeda-beda yaitu ada yang memakai tanda bulu ayan, bulu itik, bulu angsa, bunga terung, ikan siput, terasi mentah, bawang jahe, kunir, lombok, laos, padang lepas, pelas (bumbu yang sudah dimasak), ikan banding, ikan laut, telur, kacang-kacang dan garam. Kemudian terdapat pula nasi takilan (nasi dengan lauk-lauk dibungkus dengan daun pisang), penek among (penek yang disisipi kecai mentah, bawang dan jahe), tumpeng gurih (tumpeng yang dicampur dengan kelapa dan kacang putih), bubur kacang, sayur-sayuran (108 jenis), tulung bertingkat 3, bertingkat 5, masing-masing berisi nasi dan lauk-pauk. Dan akhirnya banten ini dilengkapi dengan sampian nagasari, canang buratwangi dan ikannya adalah ayam yang dipanggang. (dalam upacara yang agak besar jejanganan ini dilengkapi dengan jajan seperti jajan gula gembal).

 UPACARA TIGA BULANAN ( NYAMBUTIN )
 URAIAN UPACARA
Upacara ini disebut pula upacara “Nelu-Bulanin”. Tujuannya adalah agar jiwa-atma si bayi benar-benar kembali berada pada raganya. Disamping itu upacara ini juga merupakan pembersihan serta penegasan nama si bayi. Serangkaian dengan upacara ini biasanya dilakukan pula upacara turun tanah.
Tujuannya adalah untuk mohon waranugraha kehadapan Ibu Pertiwi bahwa si anak akan menginjak kakinya dan agar beliau melindungi / mengasuhnya.
Upakara yang kecil
Pengelepas aon, penyambutan, jejanganan, banten kumara, dan tataban.
Upakara yang lebih besar
Seperti diatas, tetapi tetatabannya memakai pula gembal, banten pengelukatan dan banten turun tanah.

 TATA UPACARA
Dalam hal ini upacara langsung dipimpin oleh pimpinan upacara (dilakukan di depan beliau). Setelah itu barulah dilaksanakan upacara turun tanah.
Pelaksanaannya setelah selesai mohon tirtha pengelukatan kemudian tirtha dipercikkan pada si bayi dibuatkan keroncongan (rantai bahu), gelang tangan dan kaki. Sebelum alat-alat tersebut dikenakan pada si bayi terlebih dahulu alat-alat itu diperciki segau, diperciki tirtha dan dilukat. Kemudian si bayi disembahyangkan 3 (tiga) kali dengan memohonkan semoga si bayi tidak ternoda karena mulai saat ini ia memakai ratna kencana (permata emas). Setelah sembahyang lain diberi tirtha pengening dan barulah kemudian ngayab jejanganan yang maksudnya memberi upakara kepada babu/rare bajang agar jangan menggodanya. Setelah itu si bayi diberi natab banten ayaban yang maksudnya agar si bayi selamat berumur tiga bulan.

 PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN
Banten pangelepas aon
Sebagai alasnya adalah daun telujungan, diatasnya diisi nasi muncuk kuskusan, buah-buahan, jajan, lauk-lauk, sampian nagasari, canang buratwangi, pasucian/pebersihan dan lis/bebuu. Pada nasi muncuk kuskusan itu disisipi 3 buah linting, dan masing-masing tangkainya digantungi sebuah pipil yang berisi calon nama si bayi misalnya kalau laki-laki I Wijana, I Sparsa, I Yudana, dsbnya. Sedagkan kalau perempuan Ni Kumuda, Ni Menuh, Ni Rijata, dstnya. (nama tersebut adalah menurut petunjuk dalam lontar tetapi kiranya nama-nama itu dapat disesuaikan menurut kehendak si ayah dan si ibu).
Pada waktu upacara linting itu dinyalakan, dan nama yang tercantum pada linting yang terakhirnya mati, dipakai sebagai nama si bayi dan abunya ditaruh pada dahinya.

 BANTEN PENYAMBUTAN
Alasnya berbentuk bundar, diatasnya diisi beras, kelapa telur itik, dll seperti isi daksina, masing-masing satu biji. Kemudian dilengkapi dengan 4 buah tumpeng yang ditaruh pada setiap sudut, serta jajan, buah-buahan, lauk-pauk, ikannya ayam dipanggang, canang buratwangi, sampian nagasari, peras,s esayut, sanggah urip penyenang dan pesucian, masing-masing satu tanding.

 BANTEN MENGELILINGI LESUNG
Tempat upacara dihalaman sanggah kemulan. Sebagai alat perlengkapan adalah sebuah lesung (lumpung), paso yang diberi air ditaruh diatas lesung sedangkan di dalam paso itu diisi jejahitan taman dari busung. Di dalam jejahitan taman padma pada paso itu diisi beberapa jenis perhiasan seperti gelang, cincin, kalung, subeng, dsbnya.
Bantennya adalah : peras, ajuman, daksina, suci, pengulapan, pengambean, penyambutan, jejanganan, dan tetataban seadanya. Lain dari itu terdapat pula anak-anak dari belego (ketimun), batu dan pusuh biyu (jantung pisang).
Waktu mengelilingi lesung, bayi memakai tongkat bumbungan (bambu yang tidak masih ruasnya). Upacara ini adalah sebagai simbul, bahwa si bayi pergi ketaman untuk mandi dan memperoleh perhiasan, serta ditegaskan bahwa ia adalah anak manusia.

 BANTEN TURUN TANAH
Tempatnya adalah didepan Sanggah Kemulan,serta tanah yang akan diinjak dirajah berbentuk bedawang nala. Bantennya adalah peras, ajuman, daksina dan tipat kelanan.

BEBERAPA BUAH MANTERA
Mantera pengelepas aon
Pakulun betara Brahma, betara Wisnu Betara Iswara, manusa sira si anu angelepas-aon ipun ri betara tiga, pakulun anyuda letuh ipun, teka suda, teka suda, teka suda, lepas malan ipun.

Mantra Penyambutan
Pekulun kaki sambut, nini sambut, tan edanan sambut agung sambut alit, yan lunga mangetan, mangidul, mangalor, mangulon, mwang maring tengah atmane si jabang bayi tinututan dening prawatek dewata pinayungan. Kala cakra, pinageran wesi sambut ulihana atma bayu pramana ne si jabang bayi,
 
Mantra mengelilingi lesung (lumpang)
Om Sang Wawu pada wawu, anak ira si Tunggal Ametung, putun ira si karang jarat, sira anak-anakan beligo, ingsun anak-anakan pusuh, ingsun anak-anakan watu, anak-anakan antiga, ingsun anak-anakan manusa.
Mantra ngayab / natab banten penyambutan, tataban dllnya
Pakulun kaki prajapati, nini Prajapati, kaki Citragotra, nini Citragotri, ingsun aneda sih nugraha ring kita, sambutan ulapi, atmane sianu, manawi wenten atman anganti ring pingiring samudra, ring tengahing udadi, ndaweg ulihakene awaknia si anu, denpun tetep, mandel, denpun kukuh pageh aweta urip (dilanjutkan dengan Ayu Wredi…………….)
Mantra menurunkan bayi
Pakulun kaki Citragotra, nini Citragotri, ingsun mintanugraha nurunaken rare, ring lemah, turun ayam, ameng-ameng sarwa kencana sri-sedana, katur ring betari Nungkurat, betari wastu, betari kedep, meka I kaki Citragotra, nini Citragotri, iki aturan ipun srahatos, ameta urip waras dirgayusa, tan kemeng geget, wewedinan, asungana, aweta urip, teguh timbul, bujangga kulit, akulit tembaga, aotot kawat, abalung besi, anganti matungked bungbungan, angantos batu makocok, ulihakena pramanannia maka satus dualapan maring raga walunannia si bajang bayi. Om Tebel Akasa tebel pertiwi, mangkana tebel akukuh, atma yusa ne sirare jabang bayi.
Catatan :
Upacara mengelilingi lesung itu hanyalah merupakan penyempurnaan dari pada pengelepas aon, yang berfungsi sebagai pembersihan. Dalam hal ini adalah mandi ketaman. Lesung beserta perlengkapannya adalah sebagai simbul tetamanan.
Bayi yang meninggal sebelum umur 3 (tiga) bulan tidak dibuatkan upakara pitra yadnya. Apabila telah berumur 3 (tiga) bulan dan telah maketus pitra yadnya adalah Ngalungah.
UPACARA SATU OTON (6 BULAN)
 URAIAN UPACARA
Yang dimaksud satu oton disini adalah 210 hari.
Upacara ini bertujuan untuk memperingati hari kelahiran dan biasanya diikuti dengan upacara pemotongan rambut yang pertama kali (magundul), yang bertujuan untuk membersihkan siwa-dwara (ubun-ubun). Upacara ini sering pula dilakukan setelah si bayi berumur 3 oton. Hal ini mungkin bermaksud untuk menjaga kesehatan si bayi. Tetapi sering juga upacara pengguntingan pertama dilakukan pada waktu tiga bulan, hanya saja tidak digundul sampai bersih, melainkan merupakan simbolis saja. Demikian pula menurut lontar-lontar upacara turun tanah dilakukan pada waktu otonan yang pertama kali ini. Tetapi kalau diperhatikan, anak-anak sekarang telah mulai belajar berjalan sebelum berumur satu oton.
Dan tujuan dari pada upcara turun tanah itu adalah mohon waranugraha kehadapan Ibu Pertiwi, maka kiranya upacara tersebut baiknya dilakukan sebelum si bayi belajar berjalan. Di samping si bayi untuk pertama kali diperkenalkan kehadapan Ida Betara Betari yang ada di Dasarnya, yaitu diwujudkan dengan menghaturkan pejati / pesaksi ke Bale Agung (Pura Desa).
Upacara yang paling kecil
Prayascita, parurubayan (untuk magundul), jejanganan, tataban seadanya, peras lis, banten pesaksi ke Bale Agung / pura Desa, ajuman 12 tanding), banten turun tanah dan banten kumara.
Upacara yang lebih besar
Seperti diatas, hanya saja parurubannya dilengkapi dengan guling babi, dan tatabannya dilengkapi dengan pulagembal / bebangkit.
Catatan :
Upakara / alat perlengkapan untuk magundul adalah :
Gunting, cincin (kalau dapat bermata mirah), kartika, 5 buah seet mingmang, karawista dan belayag (untuk tempat rambut).

TATA UPACARA
Setelah memuja sajen (termasuk menghaturkan sebagai saksi ke Dewa) dilakukan persembahyangan yakni :
1) ke Surya sebagai pesaksi
2) Bhatara-bhatari juga sebagai pesaksi
3) Sembahyang peguntingan dan yang terakhir
4) Sembahyang oton
Sesudah itu dilakukan peguntingan. Ketika ini, si bayi kepalanya (paban) berisi bunga tunjung, masirat (maketis) sirat cendana berisi garboda lalu sang Sulinggih mengambil gunting (tangan berisi andel-andel) dan cincin yang berisi karawista, kemudian memotong rambut si bayi. Rambut si bayi yang akan dipotong ditempeli kartika, seet mingmang dan cincin dan kemudian digunting di depan, di sebelah kanan, di sebelah kiri, dan dibelakang dan ditengah. Setelah selesai rambut ditanam dibelakang Sanggah Kemulan. Setelah itu lalu diberi prayascita, pebersihan dsbnya yang berfungsi sebagai penyucian, kemudian dilanjutkan dengan natab banten dan akhirnya turun tanah serta bersembahyang / mohon wangsuh pada.

BEBERAPA MANTRA
Mantra untuk gunting rambut / mapetik
Om yata way sakel panem ikesame anidih papa klesa winasa syat Banghara mantram utaman.
Mantra Cincin
Om Eng tejo sakalpanem suci ka tri mahesidhi, papa klesa winasa syat takara Mantra Utaman
Mantra panca kusika (seet-mingmang)
Om Kusa sri kusa widnyanan pawitran, papasasanem, papa klesa winasa syat Nangkara aksara taman
Mantra megunting rambut di depan
Om Sang Sadya yanamah, hilanganing papa klesa peteka
Mantra menggunting rambut di depan
Om Bhang, bana dewaya nama, hilanganing lara roga wigena
Mantra menggunting rambut di sebelah kiri yang dipotong / mapetik
Om Ang hagora yanamah, hilanganing gering sasab marana
Mantra menggunting rambut di belakang
Om Tang tat purusayanamah, hilanganing gagodan satru musuh
Mantra menggunting rambut ditengah
Om Ing isana yanamah. Hilanganing sebel kandel sang pemetik.
Penjelasan Banten
BANTEN PERURUBAYAN (yang kecil)
Alasnya dilengkapi sebuah dulang atau yang lain diatasnya diisi tumpeng putih dan kuning masing-masing sebuah, jajan, buah-buahan, lauk-pauk dan ikan ayam dipanggang.
Di sebelah ditaruh dua buah wakul yang berisi jajan, buah-buahan, tumpeng masing-masing sebuah dan ikannya ayam dipanggang. Dalam upacara yang besar banten ini dilengkapi dengan guling babi yang memakai jembor, dan babi yang dipakai adalah babi jantan tetapi bukan kucit butuan, melainkan yang sudah dikebiri.
Demikian pula pada banten perurubayan ini dilengkapi dengan peras, ajuman, daksina, tulung sesayut, pesucian / pebersihan, penyeneng, atau kadang-kadang suci masing-masing satu buah / tanding.

 TUMBUH GIGI
URAIAN UPACARA
Upacara ini disebut pula Ngempugin dan sedapat mungkin dilakukan pada waktu matahari mulai terbit.
Tujuan adalah untuk memohon kehadapan Betara Surya, Betara Brahma, dan Dewi Sri agar gigi si bayi tumbuh dengan baik, putih bersih, tidak jamuran / candawanan atau dimakan ulat.

UPAKARA YANG KECIL
Petinjo kukus dengan ikannya telur

UPAKARA YANG LEBIH BESAR
Adalah petinjo kukus dengan ikannya ayam atau itik yang diguling, dilengkapi dengan tataban.
Banten petinjo kukus.
Alasnya adalah sebuah taledan, kemudian diisi sebuah jit kuskusan (nasi muncuk kuskusan), dilengkapi dengan buah-buahan, jajan lauk-pauk dan ikannya sesuai dengan tingkatan upakaranya. Disekitarnya dilengkapi dengan peras, tulung, sesayut, penyeneng, pasucian, ajuman dan canang.

MANTRA NGEMPUGIN
Om Sang Hyang Surya, Brahma, ndih empug saka wenten, empug untune sianu wesi kari pinaka untune, bumi kari pinaka gusine, arata jajara kaya walandingan siniger, sire Betari sri angelukata untune sianu, tan keneng jejamuran, tan keneng subatahan, munggah untune Maha Betari Siwa Bumi Maha Sidhi.

TATA UPACARA
Setelah saji diaturkan lalu natab,sesudah itu layudannya terutama ikan digosokkan pada gusi bayi, lalu ngelayud.

 MAKETUS ( LEPAS GIGI )
Upacara ini disebut juga makupak. Upacara ini dilaksanakan apabila si anak sudah lepas giginya (maketus untuk pertama kalinya). Pada upacara ini dibuatkanlah upacara yang agak berbeda dengan yang sudah-sudah, yaitu pabyakalaan dan sesayut / tatebasan. Mulai saat itu dia tidak diperkenankan lagi untuk natab jejanganan dan penyambutan, melainkan diganti dengan pabyakalaan dan sesayut / tatebasan (sesayut Pangerti Swara).
Menurut lontar Siwa Gana si anak tidak lagi diasuh oleh Sang Hyang Kumara, oleh karena itu tidak perlu lagi membuat banten Kumara.
Si anak mulai mempersiapkan diri untuk mepelajari pengetahuan. Upakara-upakara dalam hal ini tidaklah begitu banyak, dan biasanya dilakukan pada waktu otonan berikutnya, yaitu dilengkapi dengan pabyakalaan dan sesayut / tatebasan. Mengenai jenis sesayut / tatebasan yang dimaksudkan sebaiknya mohon petunjuk kehadapan tukang / orang yang dianggap tahu.

 MENINGKAT DEWASA (MUNGGAH DEHA / TERUNA)
URAIAN UPACARA
Sebagai tanda kedewasaan bagi seorang laki-laki adalah suaranya mulai membesar )ngembakin), sedangkan tanda kedewasaan bagi seorang wanita adalah untuk pertama kalinya dia mengalami datang bulan (haid).
Sejak itu seseorang merasakan getaran-getaran samara karena Dewa Asmara mulai menempati lubuk hatinya. Upacara-upacara dalam hal ini terutama ditunjukkan kehadapan Sang Semara Ratih, dengan penghargaan agar beliau benar-benar dapat menjadi pembimbing dan teman hidup yang baik, berguna serta tidak menyesatkan hidup orang yang bersangkutan. Demikianlah orang yang meningkat dewasa itu disimbulkan kawin dengan Sang Hyang Semara Ratih.
Biasanya upacara meningkat dewasa ini dititik beratkan pada orang perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena kaum wanita dianggap sebagai kaum lemah, dan lebih memungkinkan untuk menanggung akibat perbuatan samara yang tersesat. Lain dari pada itu kiranya moral kaum wanita dapat dianggap sebagai barometer tinggi rendahnya, tegak runtuhnya moral suatu bangsa (alam manusia), seperti disebutkan di dalam Bhagawad Gita sebagai berikut :
kulaksaye pranasyanti, kuladharmaht sanatanah
dharma naste kulan krtsnam, udharmo bhibhavaty ute (1)
artinya :
keluarga yang didalam keadaan keruntuhan
dharmanya menemui ajal-nya
jika dharma menemui ajalnya seluruh keluarga diliputi oleh
perasaan adharma (1)

adharmabhibhavat krsna
pradusyanti kulastriyah
strisudustasu vasneya
jayate varnasamkarah (2)
artinya :
dan jika adharma meliputi suasana o Krishna
maka para wanita dari kaum keluarga itu menjadi jatuh ramalnya
dan bila para wanita moralnya jatuh, o Krishna maka terjadilah kekacauan alam manusia (2)
Upakara yang kecil
Banten pabyakalaan, prayascita, dapetan (tataban) dilengkapi dengan sesayut,sabuh rah, kalau perempuan) atau sesayut “ngeraja singa” (kalau laki-laki”. Dan banten padedarian.
Upakara yang lebih besar
Seperti diatas, dilengkapi dengan banten pesaksi di dapur, dan tataban memakai sorohan pulagembal.

TATA UPACARA
Terlebih dahulu mabyakala dan maprayascita, lalu bersembahyang di dapur dan akhirnya natab sesayut sabuh rah / ngeraja singa.
Penjelasan Beberapa Buah Banten
Sesayut sabuh rah
alasnya disebut kulit sesayut, di atasnya diisi merah, disisipi bunga pucuk bang (kembang sepatu yang merah), darah mentah yang dialasi dengan takir, dan dilengkapi dengan sampian nagasari, buah-buahan, jajan, penyeneng dan canang buratwangi atau yang lain.
Sesayut Ngeraja Singa
Alasnya disebut kulit sesayut, diatasnya diisi 9 buah tumpeng yang dikalungi pekir (busung) dan setiap tumpeng berisi sebuah kawangen.
Disekitarnya dilengkapi dengan tulung urip 9 buah, tipat sidapurna 9 buah, jajan, buah-buahan, sampian nagasari, penyeneng, pasucian/pebersihan dan ikan ayam gumerot.
Banten Pededarian yang kecil
Nasi putih 11 ceper, nasi kuning 11 ceper dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya telur itik yang didadar, canang burat wangi, buah-buahan, pisang mas jajan kekiping, nyahnyah gula kepala, dan bungan yang harum serta berwarna putih dan kuning. (nyahnyah gula kelapa adalah campuran dari beras, ketan, injin yang dinyahnyah, lalu dicampur dengan kelapa yang disisir dan gula tebu / gula pasir).
Banten ini dilengkapi dengan peras ajuman, daksina dan suci. Banten ini ditaruh diatas tempat tidur dan dihaturkan kehadapan Sang Hyang Semara Ratih.
Banten pesaksi di dapur
Peras, ajuman, daksina, pebersihan, lis (bebuu), canang lengewangi buratwangi, canang sari dengan raka kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa dan sesari 225. kadang-kadang dilengkapi dengan tataban seadanya serta sesayut sabuh rah.

 UPACARA POTONG GIGI (MAPANDES)
URAIAN UPACARA
Upacara ini dapat dijadikan satu dengan upacara meningkat dewasa, dan mapetik, dan penambahan upakaranya tidaklah begitu banyak. Upacara ini bertujuan untuk mengurangi Sad Ripu dari seseorang dan sebagai simbulnya akan dipotong 6 buah gigi atas (4 buah gigi dan 2 taring).
Yang dimaksud dengan Sad Ripu adalah 6 sifat manusia yang dianggap kurang baik, bahkan sering dianggap sebagai musuh didalam diri sendiri. Keenam sifat tersebut ditimbulkan oleh Budi Rajas dan Budi Tamas.
Sebenarnya kita sebagai manusia memiliki 3 budi yaitu : Budi Rajas, Budi Tamas, Budi Satwam, sedangkan pada binatang memiliki 2 budi yaitu : Budi Rajas, dan Budi Tamas. Oleh karena itu segala pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh Budi Rajas, dan Budi Tamas kiranya dapat dianggap sebagai sifat-sifat kebinatangan yang tidak selayaknya menguasai diri kita sebagai manusia ini bukannya berarti bahwa Budi rajas, dan Tamas beserta pengaruh-pengaruhnya itu tidak perlu, tetapi hendaknya ada keseimbangan antara Budi Rajas, Tamas dan Budi Satwam sebagai penuntunnya. Adapun yang dimaksud dengan Sad Ripu :
1. 1. Tamak / loba
Suka menipu
Suka dipuji (moha)
Murka / kroda (suka marah)
Suka menyakiti sesame makhluk
Suka memfitnah
Demikianlah upacara potong gigi itu bukanlah semata-mata mencari keindahan / kecantikan belaka, melainkan mempunyai tujuan yang mulia.
Upakara yang paling kecil
Banten pabyakalaan, prayascita, pengelukatan dan tataban seadanya.
Upakara yang lebih besar
Seperti diatas, tetapi tatabannya memakai pulagembal.
CATATAN
Disamping upakara-upakara tersebut, terdapat pula upakara/perlengkapan lainnya yaitu :
Membuat / menyediakan sebuah balai-balai (dipan) untuk tempat upacara potong gigi. Pada tempat tersebut diisi perlengkapan seperti bantal, kasur, seprai, (permandian) dan tikar yang berisi gambaran Semara Ratih.
Bale Gading itu dibuat dari bamboo gading (yang lain) dihias dengan bunga-bunga yang berwarna putih dan kuning, serta didalamnya diisi banten peras, ajuman, daksina (kadang-kadang dapat dilengkapi dengan suci), canang buratwangi, canang sari dengan raka-raka : kekiping, pisang mas, nyahnyah kelapa. Bale gading ini adalah : sebagai tempat (pelinggih) dari Sang Hyang Semara Ratih.
Tegteg
Yang dimaksud dengan tegteg adalah sejenis jejahitan yang berisi jajan dan sampian tegteg. Biasanya dipakai daun rontal.
Kelapa gading yang dikasturi, airnya dibuang dan ditulisi Ardanareswari (gambar samara ratih). Kelapa gading ini akan dipakai sebagai tempat ludah dan singgang gigi yang sudah dipakai. Setelah upacara, kelapa gading ini dipendam dibelakang Sanggah Kemulan.
Untuk singgah gigi (pedangal), adalah tiga potong cabang dadap dan tiga potong tebu malem / tebu ratu. Panjang pedangal ini kira-kira 1 cm atau 1, 5 cm
“Pengilap” yaitu sebuah cincin bermata mirah
Untuk pengurif-urif, adalah empat kunir (isin kunyit) yang dikupas sampai bersih, dan kapur.
Sebuah bokor yang berisi : kikir, cermin dan pahat (biasanya pengilap yang tersebut di atas ditaruh pada bokor ini. Demikian pula pangurip-uripnya.
Sebuah tempat sirih lengkap dengan sirih lekesan, tembakau, pinang, dan gambir. (didalam leesan itu sudah berisi kapur).
Beberapa potong kain (yang agak baik) dipakai untuk menutupi badan waktu upacara dan disebut rurub.
Banten tetingkeb yang akan diinjak waktu turun (dapat diganti dengan segehan agung).
 TATA UPACARA
Seperti biasa dilakukan upacara mabyakala dan maprayascita lalu bersembahyang kehadapan Betara Surya, dan Sang Hyang Semara Ratih. Kemudian naik ke tempat upacara potong gigi (kebalai yang disebut did epan) serta duduk menghadap kehulu (keluanan). Pimpinan upacara mengambil cincin yang akan dipakai untuk nge”rajah” pada beberapa tempat yaitu :
Pada dahi (antara kedua kening) dengan huruf ( )
Pada taring sebelah kanan dengan huruf ( )
Pada taring sebelah kiri dengan huruf ( )
Pada gigi atas dengan huruf ( )
Pada gigi bawah dengan huruf ( )
Pada lidah bawah dengan huruf ( )
Pada dada dengan huruf ( )
Pada nabi puser dengan huruf ( )
Pada paha kanan dan kiri dengan huruf ( )
Setelah itu barulah diperciki tirtha pasangihan, selanjutnya upacara dipimpin oleh Sanggih yaitu orang yang bisa memotong gigi (nyangihin). Setelah orang yang bersangkutan tidur serta memakai rurub, maka sangging mengambil kikir, lalu dipujai. Orang yang akan diupacarai diberi pedangal tebu, disebelah kanan (kalau orang laki-laki, sedangkan kalau perempuan dipasang di sebelah kiri terlebih dahulu).
Setelah kikir dipujai, lalu dimulailah pelaksanaan potong gigi dengan disertai puja, kemudian pedangal diganti, orang yang bersangkutan disuruh meludah, pedangel diganti, dan demikian seterusnya sampai dianggap cukup (ludah dan pedangal dibuang kedalam kelapa gading).
Bila dianggap sudah cukup rata, lalu diberi pengurip-urip (kunir), kemudian berkumur dengan air cendana, selanjutnya makan sirih (ludahnya ditelan tiga kali), dan sisanya dibuang kedalam kelapa gading. Selanjutnya natab banten peras, dan waktu turun menginjakkan kakinya pada tetingkeb (segehan agung) tiga kali. Sore hari setelah pemujaan sajen, dilakukan muspa kehadapan Surya Candra. Kemudian dilanjutkan dengan ma jaya-jaya dan natab.

BEBERAPA MANTRA
MANTRA KIKIR
Om Sang perigi manik, aja sira geger lunga, antinen kakang nira sri Kanaka teke kekeh pageh, tan katekaning lara wigena, take awet-awet.

MANTRA WAKTU PEMOTONGAN GIGI YANG PERTAMA
Om lunga ayu, teka yu (diucapkan 3 kali)

MANTRA PANGURIP-URIP
Om Urip-uriping bayu, sabda, teka urip, ang Ah.

MANTRA KEKESAN
Om suruh mara, jambe mara, timiba pwa ring lidah Sang Hyang Bumi Ratih ngaranira, tumiba pwa sira ring hati, kunti pepet arannira, katemu-temu delaha, samangkana lawan tembe, metu pwa sira ring wewadonan Sang Hyang Sumarasa aran nira, wastu kedep mantranku.
Catatan :
Menurut Lontar Castra Proktah (tutur Sang Hyang Yama) tidak wajar Cawa (mayat) itu ditadah, ngeludin wangke ngaran.

 UPACARA MAWINTEN
URAIAN UPACARA
Upacara ini bertujuan untuk mohon waranugraha akan mempelajari ilmu pengetahuan seperti kesusilaan, keagamaan, weda dsbnya.
Pemujaan disini diutamakan kehadapan tiga dewa yaitu : betara guru sebagai pembimbing (guru), betara gana, sebagai pelindung serta pembebas daris egala tintangan / kesukaran, dan dewi Saraswati sebagai dewi penguasa ilmu pengetahuan.

SUSUNAN UPAKARANYA
Sebagai pasaksi adalah : peras, ajuman, daksina, banten “saraswati” dan sebuah cakepan (pustaka). Di depan Sanggar Pasaksi : banten pawintenan serta perlengkapannya/tataban. Untuk yang akan mawinten : tiap orang menghadapi banten-banten peras 1 tanding, byakala, dan segehan untuk bhuta.

PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN
BANTEN SARASWATI
Sebuah tamas yang berisi pisang mas, bubur precet 22 takir, bubur dibungkus dengan daun beringin 22 biji (dibungkus dengan keraras 22 biji, air cendana, empehan, madu nyahnyah gula kelapa, serta jajan-jajan yang lain, buah-buahan, canang mererepe, lenge wangi buratwangi, dan canang sari. Di samping itu pada tamas yang lain diisi bunga-bunga yang berwarna putih seperti menuh, gambir yang melukiskan Dewa Gana, tunjung sudamala, cecek dll.

BANTEN PAWINTENAN (YANG KECIL)
Alasnya adalah kulit sesayut, diatasnya diisi sebuah tumpeng dengan puncaknya telur itik yang direbus, ikannya itik putih yang diguling, dilengkapi dengan buah-buahan, jajan, jaja saraswati 11 buah dllnya.
Perlengkapan untuk ngarajah adalah : lekesan dengan ujungnya berisi tunjung biru, pinang 25 buah. Lekesan 25 buah ini dipakai sebagai labahan.
Kemudian lekesan yang sama lagi 3 biji tetapi berisi tulisan triaksara (Ang, Ung, Mang). Sirih ini akan ditelan (until). Lain dari pada itu terdapat madu 1 takir dan tangkai sirih sebanyak orang yang akan mawinten. Ini dipakai untuk ngarajah. Ngarajah (rerajahan) dan madu diperlukan apabila diadakan pawintenan Pemangku. Sedangkan pawintenan Saraswati (untuk permulaan belajar) tidak diperlukan rajahan, peguntingan dan madu.

TATA UPACARA
Pertama dilakukan upacara pelukatan, kemudian peguntingan dna ngerajah. Setelah itu barulah orang yang mewinten muspa selengkapnya. Upacara pawintenan hendaknya dilakukan bersama istri.

BRATAN PEMANGKU
Diusahakan berambut panjang, kalau dipotong oleh sesame pemangku atau oleh diri sendiri.
Pada waktu menjalankan swadarma hendaknya menurut busana pemangku
Tidak boleh makan daging sapi dan babi piaraan
Dalam hal kematian (kecuntakaan) hendaknya membatasi diri, tidak ikut ngarap sawa dan mengecap sesuatu yang berasal darinya. Dan kegiatannya hanya terbatas pada pelaksanaan upacara.
 UPACARA PERKAWINAN
URAIAN UPACARA
Upacara perkawinan adalah merupakan persaksian baik kehadapan I.S.W, maupun kepada masyarakat bahwa kedua orang tersebut mengikatkan diri sebagai suami istri, dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggung jawab mereka bersama. Disamping itu upacara tersebut juga merupakan pembersihan terhadap “Sukla swanita” (bibit) serta lahir bathinnya.
Hal ini dimaksud agar bibit dari kedua mempelai bebas dari pengaruh-pengaruh buruk (gangguan Bhuta Kala), sehingga kalau keduanya bertemu (terjadi pembuahan) akan terbentuklah sebuah Manik yang sudah bersih. Dengan demikian diharapkan agar roh yang akan menjiwai Manik itu adalah roh yang baik/suci, dan kemudian akan lahirlah seorang anak yang berguna di masyarakat menjadi idaman orang tuanya). Lain dari pada itu, dengan adanya upacara perkawinan secara Agama Hindu, berarti pula bahwa kedua mempelai telah memilih Agama Hindu serta ajaran-ajarannya sebagai pegangan hidup didalam membina rumah tangganya.
Selanjutnya menurut beberapa lontar seperti Kuno dresta, Eka pertama dllnya, dikemukakan bahwa hubungan sex (didalam suatu perkawinan) yang tidak didahului dengan upacara pedengan-dengan (pekla-kalaan) dianggap tidka baik, dan disebut Kamakeparagan. Kalau kedua kama itu bertemu atau terjadi pembuahan maka, lahirlah anak yang disebut Rare-dia-diu, yang tidak mendengarkan nasehat orang tua atau ajaran-ajaran agama. Hal ini mungkin ditujukan kepada perkawinan yang direstui / disetujui oleh kedua belah pihak (pihak orang tua si gadis dan pihak orang tua si pemuda). Tetapi di Bali masih sering terjadi perkawinan secara Ngerorod, sehingga kemudian sekali segala upacara akan tertunda sampai tecapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Dan hubungan sex yang mungkin terjadi dalam hal ini, kiranya tidaklah dilakukan dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab atas segala akibatnya. Sebagai contoh dapatlah dikemukakan perkainan antara Dewi Sankuntala dengan Prabhu Duswanta, dimana menurut ceritanya perkawinan itu tidak disertai dengan suatu upacara / upacara apapun. Kemudian kalau diperhatikan upacara-upacara didalam perkawinan kiranya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Upacara Madengen-dengenan (=makala-kalaan) adalah merupakan upacara yang terpenting (pokok) didalam perkawinan, karena didalam upacara inilah dilakukan pembersihan secara rokhaniah terhadap bibit kedua mempelai, dan pesaksi atas perkawinannya, baik dihadapan I.S.W dan masyarakat. Oleh karena itu pelaksanaannya sedapat mungkin tidak tertunda.
Upacara natab, dan mapejati (ngaba jaja) adalah merupakan penyempurnaan didalam perkawinan. Tujuan adalah untuk membersihkan lahir bathin kedua mempelai, memberikan bimbingan hidup dan menentukan status salah satu pihak. Pelaksanaannya kadang-kadang tertunda beberapa hari tergantung pada keadaan.

UPACARA YANG KECIL
Untuk penyemputan dimuka rumah si suami
Segehan cacahan warna lima, api takep dan tetabuhan.
Untuk peresmian perkawinan
Banten dengen-denganan (pekala-kalaan), tataban seadanya dan pejati.

UPACARA YANG LEBIH BESAR
Untuk penyemputan di muka rumah si suami.
Seperti diatas, dilengkapi dengan carun patemon
Untuk peresmian perkawinan
Seperti diatas, dilengkapi dengan carun-petemon dan tataban pula gembal, serta sesayut nganten.

PENJELASAN BEBERAPA BUAH BANTEN
Banten pedengen-dengenan (pekala-kalaan) yang terdiri dari : peras, ajuman, daksina, suci dengan ikannya telur itik yang direbus, tipat kelanan, sesayut, pengambyan, penyeneng, tulung, sanggah urip, pemubug. (tumpeng kecil 5 buah dialasi dengan kulit sesayut dengan raka-raka dan lauk-lauk), solasan 22 tanding (= nasi yang dialasi dengan taledan kecil), dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya sesate dan lekesan/sirih selengkapnya), bayunan (=penek warna 5 dialasi dengan daun tulujungan ikannya olahan ayam berumbum, dan kulit dari ayam tersebut ditaruh diatasnya dilengkapi dengan kewangen, jika tidak mungkin membuat olahan / sesate maka ayam itu dapat pula dipanggang). Kemudian dilengkapi dengan pabyakalaan, prayascita, lism gelar sanga, tetabuhan, dan beberapa perlengkapan seperti :
Tikeh dadakan : adalah sebuah tikar kecil yang dibuat dari daun pandan yang masih hijau. Ini adalah merupakan simbul kesucian di gadis.
Kala Sepetan : adalah sebuah bakul yang berisi telur ayam yang mentah, sebutir, batu bulitan sebuah, uang 25, kunir, keladi, andong, kapas, lalu bakul itu ditutupi dengan serabut yang dibelah tiga dan berasal dari sebutir kelapa. Serabut itu diikat dengan benang merah putih dan hitam, diatasnya diisi muncuk dadap dan lidi masing-masing 3 buah. Ini adalah merupakan perwujudan dari pada Sang Kala Sepetan yaitu salah satu Bhuta Kala yang menerima banten pedengen-dengenan.
Tegen-tegenan, terdiri dari : cangkul, sebatang tebu, dan cabang dadap. Pada salah satu ujungnya digantungi periyuk yang berisi tutup, dan ujungnya yang lain digantungi bakul berisi uang.
Sok pedagangan : adalah sebuah bakul yang berisi beras, kain, bumbuan, rempah-rempah, pohon kunir, keladi dan andong.
Penegtegan : biasanya dipakai tiang dari pada Sanggah Kemulan yang disebelah kanan, yaitu diisi sebuah keris lengkap dengan pakaiannya. Ini adalah sebagai simbul kelaki-lakian.
Pepegatan : dibuat dari dua buah cabang dadap, yang ditancapkan agak berjauhan dan keduanya dihubungkan dengan benang putih.
Tetimpug : dibuat dari beberapa potong bambu yang masih kedua ruasnya. Dalam upacara nanti bambu ini dibakar sampai mengeluarkan bunyi (meletus).
Carun patemon yang terletak dijalan :
Nasi dialasi dengan bakul, ikannya karangan babi (atau yang lain), nasi yang digulung dengan upih (daun) (ikannya hati) dilengkapi dengan bunga cempaka 2 buah, canang buratwangi, sesari 25 dan tetabuhan. Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Bhuta Hulu lembu, Sang Bhuta Harta, dan Sang Bhuta Kilang-kilung.
Carun patemon yang terletak diatas pintu
Nasi takilan yang ikannya darah mentah yang dialasi dengan limas (tangkih), bawang jae, dan garam. Banten ini dihaturkan kehadapan Sang Bhuta Pila-pilu, Sanghyang Sasarudira, Sanghyang kuladrawa, Sanghyang Ragapanguwus, Kaki Ranggaulung, dan Kaki Rangga tan kewuh.
Banten Pejati (Jauman)
Peras, ajuman, daksina, suci dengan ikannya itik diguling, tipat kelanan, bantal, jaja kuskus, dan beberapa jenis jajan lainnya, dilengkapi dengan sirih, pinang, tembakau, gambir, rantasan saparadeg (pakaian istel) dan kadang-kadang dilengkapi dengan 2 buah tumpeng lengkap dengan guling babi. Banten ini dihaturkan di Sanggah Kemulan, kemudian diserahkan kepada orang tua si gadis.

BEBERAPA MANTERA
MANTERA PENGELUKATAN
Om Sanghyang Kama Jaya-Kama ratih, sira ta maka uriping carmaning ngulun, yan sira angawe manusa, aja sira amiruda, amrisakiti, wehana pengelukatan luputan luputa ring lara roga, sanut sangkala, sebel kendel, awak ring sariran ipun. Om siddhi rastu, Om, Cri Criambawane sarwa roga winasaya, sarwa papa winasanem, sarwa klesa winase ya namo namah.
Mantra natab Banten Pedengen-dengen
Om indah ta kita Sang Kala Kali, puniki pabyakala kalane sianu katur ring Sang Kala-kali sedaya, sira reka pakulun angeluwaraken, sakwehing kala, kala pati, kala karapan, kala karongan, kala mujar, kala kapepengan, kala sepetan, kala kapepek, kala cangkingan, kala durbala durbali, kala brahma makadi sakwehing kala heneng ring awak sariran ipun si anu, sami pada kaluwarane de nira betara Siwa wruh ya sira ring Hyang Hyanggani awak sarirania, kejenengana denira Sanghyang Tri purusangkara, kasaksenan denira sanghyang Triodasa-saksi lan ya maruwaten sang kala-kali mundura dulurane rahayu dan nutugang tuwuh ipun si anutunggunen dening bayu pramana, mwang wreddhi putra listu ayu (kadang-kadang dilanjutkan dengan : “Ayu wreddhi”……………………….)

 TATA UPACARA MEDENGEN-DENGENAN
Seperti biasa terlebih dahulu ma-byakala, dan ma-prayascita, kemudian mempelai disuruh duduk menghadap Sanggah Kemulan serta banten medengen-dengen. Setelah banten tersebut dipujai seperlunya lalu kedua mempelai bersembahyang, kemudian diupakarai dengan alat-alat yang ada pada pebersihan seperti : sisig, keramas, segara tepung tawar dsb-nya, lalu diberi pengelukatan, dan kemudian natab banten pedengen-dengenan. Selanjutnya kedua mempelai berjalan mengelilingi Sanggah Kemulan, Sanggar Pesaksi, tiap kali melewati Kala Sepetan kakinya disentuhkan sebagai simbul pembersihan sukla-swanita dan dirinya. Setelah tiga kali, lalu penganten yang laki berbelanja, sedangkan yang perempuan menjual segala yang ada pada “sok bebelanja” (waktu berjalan penganten yang laki memikul tegen-tegenan yang perempuan menjunjung sok bebelanjan).
Upacara jual beli ini mungkin sebagai simbul tercapainya kata sepakat untuk memperoleh keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan “merobek tikar” (tikar dadakan), dimana pengantin yang peremuan memegang tikar tersebut dan yang laki merobek dengan keris yang berada pada penegtegan.
Hal ini merupakan simbul “pemecahan selaput gadis”. Setelah itu kedua mempelai memutuskan benang yang terlentang pada cabang dadap (pepegatan) sebagai tanda bahwa mereka telah melampaui masa remajanya, dan kini berada pada fase yang baru sebagai suami istri. Kemudian bersama-sama menanam pohon kunir, andongan dan keladi di belakang Sanggah Kemulan, dilanjutkan dengan mandi / berganti pakaian.
Sore harinya dilakukan upacara melukat, mejaya-jaya dan natab dapetan seadanya, dan akhirnya mepejati (ngaba jaja). Upacara mepejati itu bertujuan menyatakan bahwa mulai saat ini si gadis tidak masih menjadi tanggung jawab dan hak waris keluarganya.
Dengan demikian upacara perkawinan dianggap selesai.
Demikian sekedar damar sentir untuk menerangi kehidupan beragama dan berbudaya!!!!!

Puja Mantra

PUJA MANTRA 

MEGEGELARAN
Asana :
Om, prasadha stiti sarira, Siwa suci nirmala ya namah.
            Om awighnam astu namo sidham
Om sidhirastu tat astu ya namah swaha.
            Om, ano badrah kratawo yantu wiswatam.

Nyuciang Raga (pranayama) :
            Ong, Ang Brahma ya namah swaha,
            Ong, Ung Wisnu ya namah swaha,
            Ong, Mang Iswara ya namah swaha.

Ngemantranin Dupa, Sekar, dan Bija :
            Ong, Ang Brahma amerta dupa astra ya namah,
            Ong, Ung Wisnu amerta dupa astra ya namah,
            Ong, Mang Iswara amerta dupaastra ya namah,
            Ong, Ang dupa astra ya namah swaha,
            Ong, puspa danta ya namah,
            Ong, Kum Kumara wija ya namah.

Mengasapi diri dengan dupa.
Ong, Ang Brahma ya namah swaha,
            Ong, Ung Wisnu ya namah swaha,
            Ong, Mang Iswara ya namah swaha.
            Ong, Ang dipa astra ya namah swaha,

Muspa puyung :
Ong, Hyang Para Hyang gambur anglayang, manganjalya hulun ing sapta sunia, Dewa wirya nugraha, sidha sudha prayojana, mijil Sang Hyang Dewa Saksi, warah ing hulun suksma, singlar apadang ya namah swaha.

Ngelinggihan Dewa Ring Raga.
Sikap tangan amusti karana, bayangkan sastra ongkara pada selaning lelata, bayangkan Siwa malingga di bahu kanan, Sadasiwa di bahu kiri, Paramasiwa di Ubun-ubun.
Ong, Ang Ung Mang, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Sabda bayu idep, sudha nirwighna ya namah,
Ong sidhi ya namah,
Ong sahwesat prayoga ya namah,
Ong Siwa ring bahunku tengen, Sadasiwa ring bahunku kiwa, Paramasiwa ring pabahanku.
Ong, Ang Ung Mang, Ang…Ah.Ong.

Heningkan pikiran sambil tetap memegang dupa:
Om I Ba Sa Ta A Ya Na Ma Si Wa, Om Mang Ung Ang,
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Om Ang Ung Mang.
Om Ung rah phat astra ya namah,
Om Atma tattwatma suddha mam swaha,
Om Om ksama sampurna ya namah swaha,
Om Sri Pasupata ya Ung phat.
Om Sreyam bhawantu, Om Sukham bhawantu, Om Purnam bhawantu.

Nunas Panugrahan :
Ong, pakulun Sang Hyang Kawiswara, Sang Hyang Guru Reka, Sang Hyang Saraswati, lugraha sesolah hulun, salampah tan keneng wighna lara, dada utpata mwang tan kopedrawa de Hyang mami,
Om, Ksama sampurna ya namah swaha.

Ngelinggihang Banten Taksu dalam Bentuk Pejati
Daksina :
Ong, Pakulun Bhatara Wisnu, alinggih haneng daksina sesantun, Bhatara Guru asung anugraha, sakelwering pinuja dening ingsun, wastu purna jati tan pamirudha ring sariran ingsun, Ong siddhirastu tad astu ya namah swaha

Peras :
Ong, eka wara, dwi wara, tri wara, catur wara, panca wara, purwa peras prasiddha siddhi rahayu, Ong siddhir astu tad astu ya namah swaha.

Soda :
Ong, Ang Kang kasolkaya Icana ya namah swaha, swasti-swasti sarwa Dewa Bhuta pradana-purusha Sang Yoga ya namah.

Penyeneng :
Ong, pakulun kaki penyeneng nini penyeneng, kajenengan denira Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Iswara, Bhatara Surya Chandra Lintang Trenggana, mekadi Sanghyang Triyo Dasa Saksi, Om siddhirastu tad astu ya namah swaha.

atau mantram lain untuk Pejati:
Om Siwa sutram yajna pawitram paramam pawitram, Prajapati yohayusyam balam astu tejo paramam, gohyanam triganam triganatmakam.
Om Namaste Bhagawan Aghni, Namaste Bhagawan Hare, Namaste Bhagawan Isa, Sarwa Bhakta Hutasana.
            Tri warno Bhagawan Agni, Brahma Wisnu Maheswara, Santikam paustikam, Sarwa Raksanam cabhicarikam.

Ngelinggihang Sesajen Dalam Bentuk Canang :
Om, Paramasiwa twam gohyah, Siwa tatwa parayanah, Siwasya pranato notyam, Candiyas’ca namo stute,
Om, Newadyam Brahma Wisnu ca, bhoktra Dewa Maheswaram, sarwa wyadin alabhati, sarwa karyanta prasidhantam,
Om, Jayarti jayam apunyat, ya sakti ya cam apnoti, siddhi sakalam apunyat, Paramasiwa labdhati,
Om, Dewa bhoktra laksana ya namo namah swaha.

Mohon Tuntunan Sang Hyang Taksu :
Om, Brahma Wisnu Iswara, anugrahin ingsun tingkahing ginawe, pinuja dening ingsun purna jati tanpa pamiruda.

Mohon Panugrahan Sang Kulputih.
            Om Na Ma Si Wa Ya, tan ka bratha tulaksami, luput akena mantraning mangku, amuja bhetari suci nirmala.
Nguniweh jagat wisesa, akasa lawan pretiwi, radhitya lawan wulan, Sang Hyang Tunggal.
Tunggal amuja, Sang Hyang Pramamhyarat, astityaning saloka, Om siddhir astu tad astu astu ya namah swaha.

Ngaturang Asep Harum (menyan):
            Om, Ang Brahma sandhya namo namah,
            Om, Ung Wisnu sandhya namo namah,
            Om, Mang Iswara sandhya namo namah.

atau dengan mantram lain
Om, Hyang, Hyang sukla parisuddha ya namah swaha,
Om, Ang Brahma sukla parisuddha ya namah swaha.

Ngastawa Tirtha Sulinggih
(Tirtha griya/sulinggih perlu juga dipuja sebelum dipakai)
Om, tirthayam tirtha pawitram, gangga ranu toyabanam, sudha Dewa pasasiram, sarwa karya pratisthanam,
Om, Gangga Siwa tirtha ya namah swaha,
Om, Gangga pawitrani ya namah swaha,
Om, Ang Brahma amerta ya namah,
Om, Ung Wisnu amertha ya namah,
Om, Mang Iswara amerta ya namah,
Om Paramasiwa Tirtha ya namah swaha.

Nedunang Bhatara Gangga :
Om, Om, rah phat astra ya namah, Om Puspadanta ya namah, Om Gangga amerta ya namah, Om Ang Brahma amertha ya namah, Om Ung Wisnu amerta ya namah, Om Mang Iswara amerta ya namah, Om hrang hring sah Paramasiwa Gangga amerta sam plawa ya namah.
Om, Narmada ya namah, Om Sindhu ya namah, Om Gangga ya namah, Om Saraswati ya namah, Om Erawati ya namah, Om Nadi Cresta ya namah, Om Nadi Sutha ya namah, Om Garbado ya namah swaha.
Om atma tatwatma ya namah, Om Om ksama sampurna ya namah, Om Sri Pasupati ya Ung phat, Om Apsu Dewa pawitraning Gangga Dewi namo stute, sarwa klesa winasanam, Om sriyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu.

Setelah selesai nguncarang mantra, bunganya masukkan ke dalam sangku, selanjutnya putar tirtha tersebut dengan bunga. Tuangkan tirtha sulinggih, dan dilanjutkan menyembah ke tirtha tersebut : 
            Om, hrang hring sah Paramasiwa Gangga amertha ya namah swaha,
Om, puspa danta ya namah swaha
Anjaya-jaya Tirtha
Om, tirthayam tirtha pawitram, gangga ranu toyabanam, sudha Dewa pasasiram, sarwa karya pratisthanam,
Om, Gangga Siwa tirtha ya namah swaha,
Om, Gangga pawitrani ya namah swaha,
Om, Ang Brahma amerta ya namah,
Om, Ung Wisnu amertha ya namah,
Om, Mang Iswara amerta ya namah,
Om Paramasiwa Tirtha ya namah swaha.

Memercikan tirtha suci pada diri sendiri :
            Om, Atma paripurna ya namah swaha,
            Om, Jiwita paripurna ya namah swaha,
            Om, Sarira paripurna ya namah swaha,
            Om Ung Rahphat astra ya namah, Om Atma tattwatma sudhamam swaha, Om Om ksama sampurna ya namah swaha, Om Sri Pasupataye hum phat.

Memohon Tirta Penglukatan.
Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Om hrang hring sah Paramasiva Gangga amrta ya namah swaha.
Om sarwa balikam prthivi, Brahma Wisnu Maheswara, anaking dewa putra sarvada, sarvanastu ya namah swaha.
Om sam prajanam sarveda suddhamala, suddharogah soddhadanda patakah, suddhvignam suddha sakala, dasa mala suddhadanda upata.
Om vasuputra lubhyam namah swaha.
Om siddhi guru srong sarasat sarva vighnam ya namah, sarva klesa sarva roga sarva satru, sarva papa vinasa ya namah swaha.
Om, Gangga Shindu Saraswati Yamuna, godavari narmada kaveri, sarayu mahendra tanaya, carmana vati venuka, bhadra netravati maha suranadi, khyantan ca ya gandaki, punya purna jalah samudra, sahitah kurvantu te manggalam

Anjaya-jaya Tirtha
Om, tirthayam tirtha pawitram, gangga ranu toyabanam, sudha Dewa pasasiram, sarwa karya pratisthanam,
Om, Gangga Siwa tirtha ya namah swaha,
Om, Gangga pawitrani ya namah swaha,
Om, Ang Brahma amerta ya namah,
Om, Ung Wisnu amertha ya namah,
Om, Mang Iswara amerta ya namah,
Om Paramasiwa Tirtha ya namah swaha.

Pengastawa Bija:
          Om Idham bhasman param guhyam, sarwa papa winasa ya, sarwa klesa winasa ya, sarwa rogha winasa ya namah.
            Om bang Bamadewa guhya ya namah, Om Bhur Bhuwah Swah amerta ya namah.

Masegeh :
Sa Ba Ta A I, Sarwa Bhuta ya namah suada, ndah ta kita Sang Bhuta mangan mantra, Sang Kala Sepetan, Sang Kala Dengen, muah Sang Kala Wigraha, mari sira mona, ingsun pawehan sira tadah saji ganjaran…………….. (uningang warna segehan), iki tadah saji nira, ngeraris amukti sari, wus amukti sari ingsun aminta kasidianta, aja sira angalang-ngalangin, apan ingsun pacang ngarcana Dewa, sumurup sira menadi Widyadara-widyadari, Ang..Ah, amertha Bhuta ya namah suada.

Metabuh :
Ong, ndah ta kita kaki Sang Bhuta mangan mantra, nini Sang Bhuta Astra-astra, mwang Sang Bhuta Kala Dengen, aturaken sesarining hulun ripada Sang Hyang Saraswati, sira tinanggapa deningsun wehana kasidianku, poma, poma, poma.

Mantra ngecorang tirtha:
Ong, ebek segara, ebek danu, ebek banyu, pramana ning hulun.

Mantram lain metabuh:
Om Sang Durga bhucari ya namah, Sang Kala bhucari ya namah, Sang Bhuta bhucari ya namah, Sang Pisaca bhucari ya namah swaha.

Pamuktyang bhuta
Ong, bhuktyantu Durgha bhucari ya namah, Ong bhuktyantu Kala bhucari ya namah, Ong bhuktyantu Bhuta bhucari ya namah, Ong bhuktyantu Pisaca bhucari ya namah.

GELAR GENTA :
Nyuciang genta (ketisang tirtha ring genta) :
Om, Siwa tirtha ya namah, Om, Sadasiwa tirtha ya namah, Om Paramasiwa tirtha ya namah.

Ngutpeti Genta :
 Om, Bajra, bayu bajra, maha bajra pasupata ya namah,
            Om, Mang Iswara dipata ya namah swaha.   

PENGAKSAMA
Menghaturkan puja permohonan kerahayuan kehadapan Dewa Bhatara,serta permohonan maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan yang mungkin terjadi dlm pelaksanaan upacara ini, mantra:
Om, ksama swamam Mahadewa, sarwa prani hitangkarah, mam moca sarwa papebyah, palayaswa Sadasiwa.
Om, Papa ham papa karmaham, papatma papa sambhawah, trahi mam sarwa papebhyah, kenacin nama raksantu.
Om, Ksantawyah kayika dosah, ksantawyo wacika mama, ksantawyo manasa dosah, tat pramadat ksamaswa mam.
Om, Hina saram hina padam, hina mantram tathaiwaca, hina bhaktim hina wreddhim, Sadasiwa namastute.
Om, mantram hina kriya hina, bhakti hina Maheswara, tat pujitam Mahadewa, paripurnam tad astu me.

Ngelinggihan sesajen dalam bentuk pejati
Om Siwa sutram yajna pawitram paramam pawitram, Prajapati yohayusyam balam astu tejo paramam, gohyanam triganam triganatmakam.
Om Namaste Bhagawan Aghni, Namaste Bhagawan Hare, Namaste Bhagawan Isa, Sarwa Bhakta Hutasana.
            Tri warno Bhagawan Agni, Brahma Wisnu Maheswara, Santikam paustikam, Sarwa Raksanam cabhicarikam.

Ngelinggihang Sesajen Dalam Bentuk Canang :
Om, Paramasiwa twam gohyah, Siwa tatwa parayanah, Siwasya pranato notyam, Candiyas’ca namo stute,
Om, Newidyam Brahma Wisnu ca, bhoktra Dewa Maheswaram, sarwa wyadin alabhati, sarwa karyanta prasidhantam,
Om, Jayarti jayam apunyat, ya sakti ya cam apnoti, siddhi sakalam apunyat, Paramasiwa labdhati,
Om, Dewa bhoktram laksana ya namo namah swaha.

Nyuciang lan Amuktyaken Upakara/aturan:
Om Jala siddhi maha sakti, sarwa sidhi maha tirtha, Siwa tirtha manggala ya, sarwa papa winasanam,
Om, sriyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu.
Om, Ung hrah phat astra ya namah swaha, Om atma tatwa atma ya namah swaha, Om, Om ksama sampurna ya namah swaha, Om Sri pasupata ya namah swaha.

Nyiratang tirtha ke banten dgn mantram Pawitrani banten.
            Om Siwa nirmala twam guhyah, Siwa tatwa parayanah, Siwasya pranato nityam, Candiyas’ca namo stute.

PRAYASCITTA
Ngaturang Prayascitta.
Om I Ba Sa Ta A, sarwa mala prayascitta ya namah,
Om Sa Ba Ta A I, sarwa papa pataka lara rogha wighna prayascitta ya namah,
Om A Ta Sa Ba I sarwa klesa dosa mala geleh peteleteh prayascitta ya namah swaha.

Nunas Tirtha Prayascitta
Om Siddhi Guru srong sarasat, sarwa wighna winasa ya, sarwa rogha winasa ya, sarwa satru winasa ya, sarwa klesa winasa ya, sarwa papa pataka winasa ya. Om Om Paramasiwa tirtha ya namah swaha.

Banten Prayascitta disirati dengan Tirtha
Om I Ba Sa Ta A, Om Ya Na Ma Si Wa, Om Mang Ung Ang, sarwa mala prayascitta ya namah,
Om Sa Ba Ta A I, Om Na Ma Si Wa Ya, Om Ang Ung Mang, sarwa papa pataka lara rogha, wighna prayascitta ya namah.
Om A Ta Sa Ba A I, Om Si Wa Na Ma Ya, Om Ung Ang Mang, sarwa klesa dasamala geleh pateleteh prayascitta ya namah swaha.

Puja Ngayabang Prayascitta
Pakulun Sanghyang Kala Purwa, Sanghyang Kala Sakti, Sanghyang Kala Brajamuka, Sang Kala Preta, Sang Kala Ngulaleng, Sang Kala Suksma aja sira pati panjinga, aja sira pati paporetengi, iki tadah saji nira, penek lawan bawang jahe mwang terasi bang, iwak, antiga jinah satak lima likur, lawe satukel, manawi kirang tadahan nira, aywa sira usil silih gawe, tukunen sira ring pasar agung, wehana ta sanak rabin nira mwang putun nira, ndah ta sira lunga amarah desa aja maring kene, den pada siddhir astu.

Puja Prayascitta Sakti
Om Hring Sring Nang Mang Sing Yang, sarwa rogha wighna satru winasa ya Hrang Ong Phat.
Om Hring Sring Ang Tang Sang Bang Ing sarwa danda mala papa klesa winasa ya Hrah Ung Phat.
Om Hring Sring Ang Ung Mang sarwa papa pataka winasa ya Hrah Ung Phat.
Om siddhi Guru Srong sah wesat, Om sarwa wighna winasa ya, sarwa klesa winasa ya, sarwa rogha winasa ya, sarwa satru winasa ya, sarwa dusta winasa ya, sarwa papa winasa ya, astu ya namah swaha.

PANGASTAWA
Nedunang Ida Bhatara saking Kahyangan (Apadeku)
Om Ung Rah Phat Astra ya namah, Om Atma tattwatwa sudhamam swaha, Om Om Ksama sampurna ya namah swaha, Om Sri Pasupati ya Om Phat, Om Sriyam bhawantu Purnam bhawantu, Sukham bhawantu.
            Om Anantasana Padmasana ya namah, Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om I Ba Sa Ta A Ya Na Ma Si Wa, Ong Mang Ung Ang namah.
Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Ong Ang Ung Mang Namah.
            Ong Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ong Ang Ung Mang ya namah.

Diteruskan dengan mantram Siwa Sutram:
            Om Siwa sutram yajna pawitram parama pawitram, Prajapati yohayusyam balamastu tejo praranam, gohyanam triganam triganatmakam.

Diteruskan dengan mantram Brahma Stawa:
            Om Namaste Bhagawan Aghni, Namaste Bhagawan Hare, Namaste Bhagawan Isa, Sarwa Bhakta Hutasana.
            Tri warno Bhagawan Agni, Brahma Wisnu Maheswara, Santikam paustikam, sarwa raksanam cabhicarikam.
Menyapa Ida Bhatara.
            Om Ung Rah Phat Astra ya namah, Om Atma tattwatwa sudhamam swaha, Om Om Ksama sampurna ya namah swaha, Om Sri Pasupati ya Om Phat, Om Sriyam bhawantu Purnam bhawantu, Sukham bhawantu.
            Om Anantasana Padmasana ya namah, Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om I Ba Sa Ta A Ya Na Ma Si Wa, Ong Mang Ung Ang namah.
Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Ong Ang Ung Mang Namah.

Nyiratang tirtha ke banten dgn mantram Pawitrani banten.
            Om Siwa nirmala twam guhyah, Siwa tatwa parayanah, Siwasya pranato nityam, Candiyas’ca namo stute.

Mempersembahkan pada Dewa Bhatara asep harum, mantra:
Om, Hyang, Hyang, sukla parisuddha ya namah swaha,
Om, Ang Brahma sukla parisuddha ya namah swaha.

Puja Pengeramped
Om, Dewa bhukti maha sukham, bhojana parama swa amretham, Dewa bhukti maha tustam, bhakta phala ksata ya namah,
Om, bhuktyantu sarwata dewa, bhuktyantu tri lokanatha, saganah sapari warah, swargah sidha sidhasah.
Om, Om, Dewa bhoktra laksana ya namah,
Om, Om, Dewa trepti laksana ya namah.
Om, swasti-swasti sarwa dewa sukha pradha ya namah swaha.

Saraswati
Om, Saraswati namastubyam, warade kama rupini, siddhir astu karaksami, siddhi bhawantu sadyem, Ong hrang hring sah Saraswati ya namah swaha.

Puja ke Surya :
Om, Aditya sya paramjyortir, rakta teja namastute, suweta pangkaja madyaste, Bhaskara ya namah stute,
Om, hrang hring sah Paramasiwa ditya ya namah swaha,

Nastuti pukulun paduka Bhatara Surya, Chandra Lintang Trenggana, mekadi Sang Hyang Triodasa Saksi, saksinin aturan pinakengulun, angaturaken saprekaraning pangubaktin sedine-dine, akedik aturan pinakengulun, mangda tan keneng cakra bhawa tulah pamidi,
Om, siddhir astu pujaningulun.

Puja ke Padmasana/Padmasari :
            Om, Sri, Sri Dewa jagatnatha kesuma, jali sarwa sastra gana tatya,
            Om, anantya manitya, maitri waktra, mahati bukti ya namah swaha,
Om, Siwa nirmala sunyam, Guru Dewa wyomantaram, Siwa nirmala wiryanam reka,
Ongkara wijayam,
Om, Ksama swamam jagatnatha, sarwa papa nirantaram, sarwa karya mindadehi, pranamya misora isanam.
Om, Ksama swamam mahayastra, yastra Surya guna atmakam, winasa ya sesaten papam, sarwa seloka darpanaya.
Om, Ghring Dewa arcana ya namah swaha,
Om, Ghring Dewa tarpana ya namah swaha.

Puja ring Kemulan ( Brahma, Wisnu, Iswara) :
Om, Dewa-dewa Tridewanam, Tri Murti Tri Linggatmanam, Brahma Wisnu Maheswaram, Sarwa jagat jiwatmanam.
Ong, pakulun paduka Hyang Dewa-dewi, meraga Bhatara Hyang Guru Kemulan, Hyang Kawitan, Hyang Kamimitan, mwang prewatek Dewata-dewati kinabehan, tumurun aneng suarga, kahiring dening prewatek widyadara-widyadari, angadeg paduka Bhatara maring mayapada, anyenengana maring parahyangan, alungguh ristanata suang-suang, saksinin pangubakti pinakengulun, maka damuh mwang sentanan paduka Bhatara, angaturaken tadah saji pawitra, saprekaraning................... (upacara) yadnya, mangda asung kerta waranugraha Bhatara, mapaica panugrahan amertha, kerahajengan, kerahayuan, kedirghayusaan, ridamuh mwang sentanan paduka Bhatara, matemahan trepti paripurna ya namah swaha.

Mantram kehadapan Sang Hyang Pramesti Guru :
Om, Guru rupam sadadnyanam, guru pantaram dewam, guru nama japet sada, nasti-nasti, dine-dine,
Om, Pramesti Guru paduka byo namah swaha.
Ong, nastuti paduka Bhatara Hyang Pramesti Guru, tumurun aneng suniamertha, angadeg ring suniamertha, angadeg ring madianing bumi, anyenenggana maring parahyangan, saksinin pangubaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra, mwang saprakaraning ......., (upacara) yadnya, asung kertha wara nugraha Bhatara, mapaica panugrahan kedirgayusaan, miwah kepagehan, adnyana ring sanak kaluwargan, ningulun menadi jati paripurna, Om, siddhi mantranku.

Dilanjutkan dengan Puja untuk leluhur yang telah suci :
            Om, Ung prajapati ya namah,
            Om, Mang martha ya namah,
            Om, Tang prapita ya namah,
            Om, Ing prapita ya namah,         
            Om, Ing paramartha ya namah swaha

Puja ke Taksu :
            Ong, Ang Ang, Ang Sang Kala Raja bhyo namah swaha,
            Ong, Kling kling kling Sang Bhuta Raja bhyo namah swaha.

Puja ke Anglurah (Sedahan Panglurah) :
         Om, Ang Brahma atmane namah, Ung Wisnu antar atmane namah, Mang Iswara parama atmane namah, Tang Mahadewa nir atmane namah.
Om, Sada Rudra ati atmane namah, Sadasiwa niskala atmane namah, Paramasiwa sunya atmane namah,
Om, Ih, Ah, Ing Panglurah sedahan ya namah swaha.

Puja ke Siwa Reka (Pengijeng natah pekarangan):
            Om, Ung, Triyodasa saksi ya namah swaha,
            Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, Ang, Ung, Mang.
            Om, Ing Indra ya namah swaha.

Puja Gedong Sari :
Om, Sintha yokike namah, sento yokiko pramada namo namah, hina sana hina Widdhi hina mantra, tan teten wangsa ta pramada ya namo namah.

Puja ke Dalem Karang :
Om, Ang Ang Prabhawati sarwa jiwa mrtha ya namah swaha,
Om, Ih Ah Ing Sang Bupati ya namah swaha.
Om, Ang Ang Ang Durgamanik Maha Saktyem ya namah swaha.

Puja di Piyasan (pengeramped):
Om, Dewa bhukti maha sukham, bhojana parama swa amretham, Dewa bhukti maha tustam, bhakta phala ksata ya namah,
Om, bhuktyantu sarwata dewa, bhuktyantu tri lokanatha, saganah sapari warah, swargah sidha sidhasah,
Om, Om, Dewa bhoktra laksana ya namah,
Om, Om, Dewa trepti laksana ya namah.
Om, swasti-swasti sarwa dewa sukha pradha ya namah swaha.

Puja di Pelinggih Menjangan Saluang :
Om, Ang Mang Dewi dimutri bhuwana trio prastitha bhyo samudra jagat Guru bhyo namah swaha,
Om, Ah sukla Dewi Maha Laksmi Sri Giripati sukla pawitrani namah swaha.


Tumpek Landep

Pada saat Tumpek Landep umat Hindu menghaturkan banten Sasayut Pasupati. Upacara Pasupati ada tiga tingkatan, sederhana, madya, dan utama.

Untuk pelaksanaan sederhana, biasanya hanya dilakukan secara individu di rumah. Benda– benda yang dipasupati juga hanya benda tertentu saja, yaitu pis kepeng dan benda kecil lainnya. Sementara untuk Pasupati pratima atau keris harus menggunakan upacara utama.

Adapun banten Pasupati sederhana yaitu canang sari, dupa (pasupati) dan tirta pasupati. Sementara pasupati madya biasanya hanya menggunakan banten peras dan daksina (pejati).

Banten pasupati utama di antaranya sesayut Pasupati (tumpeng barak, raka – raka , jaja dan kojong balung), prayascita, sorohan alit, banten durmanggala, dan pejati. Ada baiknya Pasupati ini dipuput oleh pemangku atau pandita. Hal itu untuk menteralisasi kesalahan yang akan terjadi.

Mantra yang digunakan ketika menghaturkan banten Pasupati yaitu: 
Om Sanghyang Pasupati Ang, Ung, Mang ya Namah swaha. 
Om Brahma Astra Pasupati, Visnu Astra Pasupati, Siva Astra Pasupati, 
Om ya namah svaha. 
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati, Tumurun maring Sanghyang Gana,

Angawe Pasupati mahasakti,
Angawe Pasupati mahasiddhi,
Angawe Pasupati mahasuci,
Angawe pangurip mahasakti,

Angawe pangurip mahasiddhi,
Angawe pangurip mahasuci,
Angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.

Om Sang Hyang Akasa pertiwi Pasupati, angurip ‘nama benda yang akan di pasupati’.
Om eka vastu avighnam svaha. 
Om sang – bang- tang – ang – ing – nang-mang- sing- wang- yang- ang- ung – mang.

Om Brahma Pasupati, Om Bisnu Pasupati, Om Shiva sampurna ya namah svaha.


PIODALAN TUMPEK LANDEP

Mantra Pasupati:
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati,
Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip. 
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip sira Tirta Pasupati, Om eka vastu avighnam svaha.
Om Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ang Ung Mang,
Om Brahma pasupati, Om Visnu Pasupati,
Om Siva sampurna ya namah svaha
(Masukan bunga ke dalam tirta) 

Puja Sarwa Sesayut.
Om Pakulun Sanghyang Guru Reka Tanaya, iki tanayanira, angaturaken tarpana sesayut Pasupati, katur ring ajeng Paduka Bhatara-Bhatari.
Om sidha sudha ya namah swaha, Om Ang Ah amertha sanjiwani ya namah swaha.

Menyucikan bahan
Ong sameton tasira matemahan ongkara
Malecat ring angkasa tumiba ring pertiwi
Matemahan sarwe maletik
Mabayu, masabda, maidep
Bayunta pinake sabdan I ngulun
Pejah kita ring brahma
Urip kita ring wisnu
Begawan ciwakrama mengawas-ngawasi sarwa waletik

Mantra ngerajah
Ong saraswati sudha sudha ya namah swaha
Pengurip rerajahan
Ong ang ung mang
Ang betara brahma pangurip bayu
Ung betara wisnu pangurip sabda
Mang betara iswara pangurip idep
Ong sanghyang wisesa pengurip saluiring rerajahan
Teke urip (3x) ang ung mang ong

Pengurip serana
Ong urip bayu sabda idep, Bayu teke bayu urip, Sabda teke sabda urip, Idep teke idep urip, Uriping urip teke urip (3x)

Pasupati Stawa
Om Om Pasupati pasupati, bajra purwa desanta nia, aghni raksa Iswara dewatania, pasupati Ang Um Phat.
Om Om Pasu phat pasupati, danda yuda daksina desantania, aghni raksa Brahma dewantania, pasupati Ang Um Phat.
Om Om Pasu Phat pasupati, cakra senjatania, aghni raksa Hyang Wisnu dewatania, Pasupati Ang Um Phat
Om Om Pasu Phat pasupati, jagat dadi taya pranawa, Parama stuti wiwi jengku sanggara, pasupati parama sastra panca murthi.
Om Om Ang Um Phat Ang Um Phat Ang Um Phat ya namah swaha.
Om anugrahakam aksa bya jneyah, ratna sambawa kirtitah, amitaba moga sidham, wairosana nugrahakam.
Pangastawa kehadapan Sanghyang Pasupati.
Om Nama Dewa ya Siwa ya, Sangkara ya, Rudra ya, Isana Dipataye Sri Pasupati ya namah swaha.

Lanjut dengan sesontengan.
Sang tabeya Namasiwaya, pakulun paduka Bhatara Sanghyang Siwa Raditya, Sanghyang Ulan Lintang Trenggana, meraga Sanghyang Triodasa saksi, Sanghyang Tri Murti, mekadi Sanghyang Pasupati, saksinin pangubakti pinake hulun, angaturaken tadah saji pawitra, saprakaraning saji pasupati, asung kertha wara nugraha ripinakengulun, kasidhian, kesaktian, kemandian, manut ring swadharmaningulun, nanging akedikhulun angaturaken, agung pinakengulun amelaku, mangda tan keni kecampahan, cakrabawa, tulah pamidi de paduka Bhatara kinabehan, Om siddhirastu pujaningulun.

Nganteb banten piodalan Tumpek Landep.
Omkara dyanta Sang Rudram, gohyam sakti pradipanam, tarpana sarwa pujanam, prasidyantu astu siddhinam.
Sakaram nyante maha amrtha, Omkara Chandra nyante namah, namah nadha omkara amrtha, bhoktyayet dewa sampurna.
Om Hyang amuktyaken sari, Om Hyang Pratama hyang, sama hyang atingala sari amrtha, hyang miwah sang bhuta raksa, lan ratu nyoman sakti pengadangan.
Om siddhi hyang astu ya namah swaha.

Kemudian Pemangku memuja dan mempersembahkan semua banten/upakara piodalan.
Ongkara dhyanta sang rudam, gohyam sakti pradhipanam, tarpanam sarwa pujanam, prasiddhantu astu siddhinam.
Sakaranam maha mretha, Ongkara chandram nyante namah, namah nadha Ongkara mretha, bhoktyayet dewa sampurna.
Ong Hyang amuktyaken sari, Hyang Atinggala sari amretha Hyang, Ong Siddhi Hyang astu ya namo namah swaha.

Lagi mempersembahkan dupa, seperti tadi dilengkapi dengan puja piodalan kehadapan Dewa Bhatara, mantra:
Ongkaram dipanam mantram, Ongkaram tiksna mewaca, Ongkaram mantra nayakam, Ongkaram dewa resyanam.
Dewarcanam ongkaram mantram, dewasyanca nugrahakam, antyesti dewa mewaca, antyesti dewa tarpanam.
Bhuktayantu ongkaram mantram, Ongkaram sarwa butanam, sarwa teja wainam saram, sarwa nama loka pujinam. 

Disertai mantram sapta wreddhi:
Om, Ayu wreddhi yasa wreddhi, wreddhi prajna sukha sriyam, dharma santana wreddhisca, santute sapta wreddhayah.
Lalu memercikan tirta 7 (tujuh ) kali.

Ngastawa Ida Bhatara Sami.
Om pranamya Dewa Sang Linggam, sarwa dewata-dewati dewanam, tasmai lingga ya namah.
Om Dewa Mahadewa Mahatmakem, guna swarem sarwa lingga ranityam, tasmai lingga ya namah.
Om Brahma lingga ya namah, Om Wisnu lingga ya namah, Om Iswara lingga ya namah, Om Mahadewa lingga ya namah, Om Sadarudra lingga ya namah, Om Sadasiwa lingga ya namah, Om Paramasiwa lingga ya namah.
Om sarwa Dewa Pratistha ya namah, Om sarwa Dewa lingga paripurna ya namah

Ngastawa Bhatara Kahyangan.
Om Indragiri murti dewam, Lokanatha Jagatpati, murthi wiryam Rudra murthi, sarwa jagat pawitranam.
Om Indragiri murtya lokam, Siwa murtya lokam, Siwa murthi Prajapati, Brahma Wisnu Maheswara, sarwa jagat prawa ksyamam.
Om Surya Dewa Mahadewa, Siwa Aghni Tejamaya, Siwa Durgha kali sira, Dewa sarwa wisyantakam.
Om Yama Varuna’s ca, Siwa Pasu mregha paksi, Sarwa Dewa Jagatpati.
Om Giripati murtya Dewam, loka sakti jagat sriya, Brahma Wisnu Maheswaram, Tri Purusa murthi dewam.

Nyiratang tirtha ke banten dgn mantram Pawitrani banten.
         Om Siwa nirmala twam guhyah, Siwa tatwa parayanah, Siwasya pranatho nithyam, Candiyas’ca namo stute.
Om Gangga ranu toyabanam, suddha Dewa pasasiram, sarwa karyanta prastitanam,
Om, Gangga Siwa tirtha ya namah swaha,
Om, Gangga pawitrani ya namah swaha,
Om Paramasiwa tirtha ya namah swaha.
Mempersembahkan pada Dewa Bhatara asep harum, mantra:
Om, Hyang, Hyang, sukla parisuddha ya namah swaha,
Om, Ang Brahma sukla parisuddha ya namah swaha.

Ngayab Keluhur :
Om, Hyang angadaken sari, Hyang angaturaken sari, Hyang amukti sari, sari pawitram ya namah swaha,
Om, prapta parameswara, bhakti parameswara, suddha canang banten sarwa suci nirmala ya namah swaha,
Om, Dewa bhukti maha sukham, bhojanam parama swa amretham, dewa bhukti maha tustam, sangkara dharma laksana ya namah swaha,
Om, bhuktyantu sarwata dewa, bhuktyantu tri lokanatha, saganah sapari warah, swargah sidha sidhasah,
Om, Dewa bhoktra laksana ya namah swaha,
Om, Dewa trepti laksana ya namah swaha,
Om, swasti-swasti sarwa dewa sukha pradha ya namah swaha.

Nunas Tirtha Wasuhpada :
Om, Pancaksaram Mahatirtam, pawitram papa nasanam, papakoti sahasranam, agadam bhawet sagaram.
Om Gangga Dewi Mahapunyam, namaste wiswa bhamini, yamuna parama punyam, namaste parameswaram,
Om, Pancaksaram Para Brahma, pawitram papa nasanam mantratam parama jnanam, Siwaloka pratham subham,
Om, Namah Siwaya ityewam, para Brahma atmane wandam, para saktih panca dewah, panca rasyam bhawed agni.
Om, Akaras’ca ukuras’ca, makaras’ca windhu nadakam, pancaksaram maya praktam, Ongkara agni mantratam,
Om, Sidhi Guru srong sarapat, sarwa wighna sarwa klesa, sarwa roga sarwa satru, sarwa papa winasa ya namah,
Om, Gangga Saraswati sindhu, wipasa kausikinadi, yamuna mahasrestha, sarayus ca maha nadi,
Om, Gangga Dewi maha punya, Gangga salanca medini, Gangga kalasa samyukte, Gangga Dewi namo stute,
Om, Sri Gangga Mahadewi, anuksma mrtan jiwani, ongkaraksara bhuwana, padha mrtha manohara,
Om, Utpattika surasas’ca, utpatti tawa gorasca, utpattti saba hitanca,utpatti wa sriwahinam,
Om bhur buwah swah swaha maha ganggayai tirtha pawitrani ya namah swaha.

Lagi memantra saa :
Ong pukulun Sang Hyang Widhi Wasa, Sang Hyang Parama Kawi, Sang Hyang Parama Wisesa, pinaka sangkan paraning rat kabeh, pingkalih prabhawan singgih iratu maka sami, Bhatara-bhatari sane ngebek ring jagate, maka miwah ratu Bhatara sane malinggih iriki …………, tityang nunas asung kertha wara nugraha Sang Hyang, mangda ledang I Ratu mahyang mapawayangan ring toya ening puniki, tityang nunas wangsuh bukpadan cokor I Ratu, mangda ledang I Ratu micayang, mangdane damuh singgih Bhatara ngemaggihin kadegdegan, karahajengan, karahayuan kadhirgayusan, awet urip nutugang tuwuh,

Mantram Muktyang Dewa (sambil ngayab)
          Bhuktyantu sarwata Dewam, Bhuktyantu Triloka Nathah, Saganah Sapariwarah, Swargah sidha sidhasah.

Dilanjutkan Nunas Bija :
            Om, Kumkumara Bija wijaya ya namah swaha.

Ngaturang Segehan (di natar pelinggih ):
Sa Ba Ta A I, Panca Maha Bhuta ya namah swaha,
Ih kita Sang Bhuta Putih, metu saking wetan,
Bhuta Abang metu saking kidul,
Bhuta Kuning metu saking kulon,
Bhuta Ireng metu saking lor,
Bhuta Brumbun metu saking madya,
Mari sira mona, sakisinin ingsun paweh sira tadah saji ganjaran, maka sega manca warna, lelaban bawang jahe uyah areng, pilih kabelanira soang-soang, iki tadah saji nira, wus anadah saji, raksanen kang bhuwana kabeh, manadi trepti paripurna, riwus amuktisari, pamantuk sira ring dewatan sira soang-soang, Ang Ah mertha bhuta ya namah swaha.

Suguhan dan muktyang Bhutakala (Apadeku)
Om Ung Rah Phat Astra ya namah, Om Atma tattwatwa sudhamam swaha, Om Om Ksama sampurna ya namah swaha, Om Sri Pasupati ya Om Phat, Om Sriyam bhawantu Purnam bhawantu, Sukham bhawantu.
            Om Anantasana Padmasana ya namah, Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om I Ba Sa Ta A Ya Na Ma Si Wa, Ong Mang Ung Ang namah.
Om Om Dewa pratistha ya namah, Om Hrang Hring Sah Paramasiwa Adhitya ya namah.
Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Ong Ang Ung Mang Namah.
            Ong Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ong Ang Ung Mang ya namah.

Tetabuhan lan ngecorang toya anyar:
Ong, ebek segara, ebek danu, ebek banyu, pramananing hulun.

Mantram untuk Tetabuhan arak brem:
            Om perthiwi, Om Apah, Om Teja Om Bayu Akasa, Om Windhu Sunya namah swaha.      
Ngayabang Segehan :
Ong, bhuktyantu Durga katara, buktyantu Kala Mawaca, bhuktyantu sarwa bhutanam, buktyantu pisaca sanggham. Ong swasti swasti sarwa Bhuta Sukha pradana ya namah swaha.

Nyambehang Beras.
Om ndah ta kita kaki bhuta ulu lembu, kaki bhuta ulu angsa, kaki bhuta kilang-kilung, iki tadah sajin ira.
Aja sira anyengkalen, amigranin, anglaranin, angeringin, baliken sira raina wengi, menawi wenten kirang wenten luput, reng gna sinampura.
Iki tadah sajin ira, sing walang hati, sira angandang-ngandangane, apan ingsun weruh saka bela nira, kangetan ayua lali.

Nunas Panugrahan :
Om, anugraham manoharam, dewa data nugrahakam, arcanam sarwa pujanam, namo sarwa nugrahakam.
Dewa-dewi mahasiddhi, yadnya kartam mulat midam, laksmiya siddhisca dirgayuh, nirwighnam suka werdisca,
Om, hrang hring sah Paramasiwa mertha ya namah swaha.

PERSEMBAHYANGAN.
(Persembahyangan seperti biasa Tri Sandhya dan Panca Sembah)


Selesai persembahyangan lanjut dengan 
Nunas (mohon menurunkan/nglungsur) Tirtha Wasuhpada:
Ong, pakulun Ida Bhatara-bhatari Sakti sasuhunan hulun, ri wus manusanta angaturaken sembah pangubhakti, manusan Ida Bhatara-bhatari nyuwun angelungsur tirtha wasuhpada Paduka Bhatara-bhatari Sakti, maka uriping bhuwana agung bhuwana alit, maka amertaning jadma manusa ring rhat bhuwana kabeh.
Mugya sadhaya manusanta sami raharja, luput saking trimala panca mala dasa mala, lan lupu saking panca baya, kabeh moksah hilang, kalebur kalamukan dening tirtha Dewa Bhatara-bhatari Sakti ya namah swaha.

PENYINEBAN
Menghaturkan puja permohonan kerahayuan kehadapan Dewa Bhatara,serta permohonan maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan yang mungkin terjadi dlm pelaksanaan upacara ini, mantra:
Om, ksama swamam Mahadewa, sarwa prani hitangkarah, mam moca sarwa papebyah, palayaswa Sadasiwa.
Om, Papa ham papa karmaham, papatma papa sambhawah, trahi mam sarwa papebhyah, kenacin nama raksantu.
Om, Ksantawyah kayika dosah, ksantawyo wacika mama, ksantawyo manasa dosah, tat pramadat ksamaswa mam.
Om, Hina saram hina padam, hina mantram tathaiwaca, hina bhaktim hina wreddhim, Sadasiwa namastute.
Om, mantram hina kryam hina, bhakti hina Maheswara, tat pujitam Mahadewa, paripurnam tad astu me.

Mantra Sesantun :
Ong, ngadeg Bhatara Wisnu, maka dewaning sesantun, tinugraha dening Bhatara Guru, sarwaning pinuja ta mamirudha, Ongkara muktyayet sarwa peras, presida sudha ya namah swaha,        
Om, sriyam bhawantu, sukham bhawantu, purnam bhawantu ya namah swaha.

Mengakhiri persembahan atau manglukar, mantra saa:
Ong, singgih pakulun Ida Bhatara-bhatari sareng sami, riantukan katuran pangubakti pinakengulun sampun puput, mangkin ledang paduka Bhatara-bhatari sareng sami, mewali budal ke kahyangan sowang2.

Dilanjutkan dengan mantra Pralina Dewa :
Om ayur wrddhi yasa wrrdhi, wrddhi prajna sukha sriyam, dharma sentana wrddhisca, santute sapta wrddhayah.
Om Ung rah phat astra ya namah, Om sriyam bhawantu, sukam bhawantu, purnam bhawantu.
Om, Om Siwaya namah, Om Om Sadasiwa ya namah, Om Om Paramasiwa ya namah, Om Ah, Sunyasiwa ya namah, Om Ang Phat Windhu Dewa ya namah.
Ang Tang Sang Bang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Ung Ang Mang sarwa dewa murswah wesat, muracintya suksma ya namah swaha.

Mantra Pralina Bhuta :
            A Ta Sa Ba A I, sarwa bhuta murswah wesat, Ah…Ang.

Mantra Penyineb Genta :
            Ung, Ang, Mang sarwa dewa suksma nirmala ya namah swaha,
            Ang Ung Mang, mantuk sabda bayu idep.

Dilanjutkan ngaturang banten segehan dan ngecorang toya anyar.
(Mantra nyegehin raga, mesegeh ring sang catur sanak)
Sa Ba Ta A I, sarwa bhuta ya namah suada, ndah ta kita sanaku maka catur warna, ingsun paweh sira sega ganjaran ………….(uningang warna segehane), iki tadah sajinira, ngeraris amukti sari, wus amukti sari, aluara sira apang ingsun wus pinuja, manjing ta sira ring awak sariranku, menadi urip waras dirgayusha, Ah….Ang.

Tetabuhan toya ening/tirtha dasar :
            Ong, ebek segara, ebek danu, ebek banyu, pramana ning hulun.

Tetabuhan arak-berem :
Om Perthiwi, Om Apah, Om Teja, Om Bayu akasa, Om Windhu sunya ya namah.
Ong, bhuktyantu Durga katara, buktyantu Kala Mawaca, bhuktyantu bhuta bhutangga, buktyantu pisaca sanggham.