Minggu, 18 Desember 2022

Metatah hanya Enam Gigi Atas yang Diratakan.

Alasan Metatah hanya Enam Gigi Atas yang Diratakan. 
Upacara Potong Gigi yang juga dinamai Matatah atau Mapandes, dilaksanakan saat seseorang menginjak dewasa. Selain untuk menetralisir sifat-sifat keraksasaan dalam diri manusia, juga mengurangi sad ripu (enam musuh dalam diri). 

Upacara Potong Gigi berdasarkan dua lontar, yakni Lontar Kala Tattwa dan Sastra Kloklah, di mana seyogyanya mereka yang sudah menginjak dewasa melaksanakan Potong Gigi. 
Dikatakannya, setiap manusia memiliki dua sifat, Rwa Bhineda (baik dan buruk) sebagai sifat kedewataan dan sifat keraksasaan.

Untuk menghilangkan sifat keraksasaan itu dengan cara memotong gigi yang berada di atas. Terutama taring, karena taring pada umumnya dimiliki oleh binatang. Dan gigi seri lagi empat yang ada di tengah-tengah taring juga dipotong. 

Kenapa gigi yang di atas saja yang dipotong?  Kehidupan manusia tidak bisa lepas dengan Rwa Bhineda. Ia menjelaskan bahwa gigi yang ada di atas dianggap sebagai sifat yang negatif. Sedangkan gigi yang ada di bawah sebagai sifat yang positif. Maka, gigi yang di atas saja dipotong dengan jumlah yang enam tersebut, yang diyakini untuk mengurangi Sad Ripu. 

Beberapa contoh dari Sad Ripu itu adalah kesombongan, amarah, ingin menguasai, kikir, dan tidak pernah puas. Ketika sifat Sad Ripu tersebut sudah hilang, maka akan menjadikan seseorang dapat dikatakan sebagai amertrah putra. Yang ia katakan sebagai putra yang abadi, dikarenakan sudah mengalami proses, mengubah hal yang tidak baik menjadi baik, dan sifat-sifat kebinatangan itu dihilangkan dan dijadikan sifat kemanusiaan. 

Terjemahan kutipan teks naskah Kala Tattwa sebagai rujukan upacara matatah:

Aum kamu raksasa, apa salahnya Sang Catur Loka Phala? Dan apa yang menyebabkan engkau menyerang seluruh penghuni kahyangan”.
raksasa itu berkata:

Tidak ada keinginan aku untuk berperang, aku hanya ingin bertanya padanya. Betul paduka karena aku tidak mengetahui siapa ayah ibuku”.
Bhatara Siwa bersabda;

Nah kalau demikian potonglah terlebih dahulu taringmu yang di kanan, baru ketemu ayah ibumu. Aku tidak berbohong padamu, sekarang ada anugrahku kepadamu, semoga engkau memperoleh keberhasilan (kasidian), engkau berwujudkan semua yang bernafas, terserahlah kamu sekarang. Bila engkau ingin membunhnya, boleh bila kau ingin menghidupkan juga boleh, sebab engkau anakku, ini ibumu Bhatarì Uma Dewi”.

Maka akan tercipta perilaku seseorang akan selalu damai, penuh cinta kasih, dan selalu bersyukur. Inilah makna dari upacara Potong Gigi, dan sebaiknya prosesnya diikuti dengan baik. 

Di samping itu, yang dikurangi adalah kama, hawa nafsu yang sangat belebihan. Kedua ada lobha, adalah kerakusan, baik makan atau kerakusan yang lainnya . Kemudian ketiga ada krodha, yang berarti kemarahan. Selanjutnya Moha, yaitu kebingungan. Kebingungan dalam menjalankan hidup atau kebingungan maupun bingung dalam segala hal. 

Ada mada yang berarti mabuk, baik itu karena minuman keras atau mabuk dengan kekuasaan. Dan, ke enam adalah matsarya yaitu iri hati dan dengki. ” Ke enam hal itulah yang dihilangkan dan sebagai tujuan upacara Potong Gigi tersebut.

Kenapa gigi yang di bawah dibiarkan, karena sebagai simbol hal negatif yang masih ada pada diri manusia. Sehingga, ada sebuah Rwa Bhineda akan menyeimbangkan kehidupan manusia. Ketika tidak dipotong, maka Rwa Bhineda tersebut belum dikatakan seimbang dalam diri manusia. Persyaratan untuk mengikuti Potong Gigi adalah orang atau pria yang sudah berubah suara. Sedangkan yang wanita setelah mengalami menstruasi, di mana biasanya berumur 14 sampai 15 tahun ke atas.  

Terdapat tiga kaitan upacara yang besar harus dilakukan. Orang yang ikut Potong Gigi harus disucikan terlebih dahulu dengan upacara ngekeb. Ibarat seperti buah. Bahwa buah yang disekeb akan menjadi buah yang masak. Maka pada manusia pada hari pertama sebelum upacara dilakukan ngekeb, yang bertujuan untuk mematangkan jiwa dan mentalnya. 

Ngendag yaitu ada sebuah nyurat aksara (menulis huruf) Bali, pada tubuh orang yang akan dipotong giginya. Pada dahi ditulis aksara ong. Kemudian pada taring kanan huruf ang, taring kiri ah. Pada gigi atas ongkara ngungsang, dan di gigi bawah ongkara ngadeg. Sedangkan di lidah adalah ongkara, kemudian dilanjutkan pada bahu kanan dan kiri. Di dada juga disurat dengan aksara modre. 

Pada pelaksanaan nyurat tersebut, menggunakan sebuah cincin berwarna merah. Atau yang sering disebut dengan merah delima. Bahkan yang dikenal dengan windu segara atau sejenis rubby. Kemudian baru menuju tempat potong gigi, dan dilaksakan oleh sangging, yakni orang yang sudah mempunyai keahlian khusus untuk memotong gigi.

Sebelum melakukan pemotongan gigi, juga harus diawali dengan sembahyang terlebih dahulu. Yaitu kehadapan Sang Hyang Kama Jaya dan Kama Ratih yang diyakini sebagai dewa yang mengendalikan nafsu manusia. Sehingga setelah melaksanakan potong gigi tidak muncul kembali nafsu yang sudah dihilangkanSetelah melakukan Potong Gigi, baru dilaksanakan majaya-jaya. 

Terdapat beberapa sarana yang digunakan memotong gigi. Terdiri atas caket, mutik, kikir, bungkak, dadap, tebu, kunyit, base, loloh, dan kwangen. Semua sarana tersebut digunakan dalam prosesi potong gigi.

Selesai potong gigi, sisa potongan itu akan dibuang di laut, sebagai simbol pralina, bahwa prosesi upacara Potong Gigi sudah selesai dilaksanakan tanpa gangguan. Di samping itu, lanjutnya, supaya sisa gigi bisa kembali lagi ke unsur Panca Maha Butha.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar