Sabtu, 05 April 2025

Cuaca Ekstrem Pascalebaran 2025

Cuaca Ekstrem Pascalebaran 2025: Telaah Fenomena dan Relevansi Filosofi Sansekerta

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:
Indonesia mengalami lonjakan suhu panas yang signifikan setelah Hari Raya Idul Fitri 2025, dengan banyak daerah mencatat suhu ekstrem melebihi 37°C. Fenomena ini memicu berbagai dampak seperti kekeringan, gangguan kesehatan, dan peningkatan risiko kebakaran hutan. Artikel ini membahas fenomena tersebut secara ilmiah dan reflektif melalui lensa budaya, khususnya filosofi Hindu yang terekam dalam bahasa Sansekerta.


---

Pendahuluan:
Setelah Lebaran 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh cuaca panas ekstrem yang oleh sebagian warga diibaratkan sebagai “cuaca neraka”. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan karena selain mengganggu aktivitas sehari-hari, juga membawa risiko bagi kesehatan masyarakat. Dalam konteks ilmiah, fenomena ini berkaitan dengan perubahan iklim global dan efek El Niño. Namun, dalam refleksi budaya, cuaca ekstrem ini dapat dimaknai melalui lensa ajaran Hindu yang sarat akan keseimbangan alam.


---

Pembahasan Ilmiah Singkat:
Berdasarkan data BMKG, suhu permukaan bumi di wilayah tropis meningkat tajam akibat kombinasi pemanasan global dan penguatan El Niño. Kelembaban udara rendah, tekanan atmosfer menurun, dan angin permukaan mengalami stagnasi. Hal ini menyebabkan akumulasi panas yang luar biasa, terutama di wilayah perkotaan. Selain itu, minimnya curah hujan memperparah dampak lingkungan.


---

Sloka Sansekerta dan Makna Reflektifnya:

Sloka:

1. Adharmaḥ sampravṛtto hi, prakṛtiṁ hārayaty agham
2. Bhūmir dāhyati taptena, vāyur na śītalo bhavet
3. Jalasya kṣayaḥ samprāptaḥ, vṛkṣāḥ śuṣyanti nirjalāḥ
4. Manuṣyāḥ duḥkham āpannāḥ, tṛṣṇayā paripīḍitāḥ
5. Tasmāt dharmaṁ samācāra, bhavet śāntiḥ pṛthivyām ca

Transliterasi dan Arti Per Baris:

1. Adharmaḥ sampravṛtto hi, prakṛtiṁ hārayaty agham
(Ketika ketidakseimbangan (adharma) merajalela, alam pun tercemar oleh dosa.)


2. Bhūmir dāhyati taptena, vāyur na śītalo bhavet
(Bumi terbakar oleh panas, dan angin pun tak lagi menyejukkan.)


3. Jalasya kṣayaḥ samprāptaḥ, vṛkṣāḥ śuṣyanti nirjalāḥ
(Air mulai lenyap, dan pohon-pohon mengering tanpa kehidupan.)


4. Manuṣyāḥ duḥkham āpannāḥ, tṛṣṇayā paripīḍitāḥ
(Manusia jatuh dalam penderitaan, tercekik oleh rasa haus.)


5. Tasmāt dharmaṁ samācāra, bhavet śāntiḥ pṛthivyām ca
(Karena itu, jalankanlah kebaikan (dharma), agar kedamaian kembali hadir di bumi.)




---

Kesimpulan:
Fenomena cuaca ekstrem bukan hanya persoalan sains, melainkan juga panggilan moral dan spiritual. Melalui ajaran Sansekerta, kita diingatkan bahwa pelanggaran terhadap alam akan membawa ketidakseimbangan dan penderitaan. Oleh sebab itu, perlu ada langkah nyata dalam menjaga lingkungan dan pola hidup berkelanjutan demi meredakan “neraka cuaca” yang terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar