Minggu, 17 Juli 2022

Taki Takining Sewaka Guna Widya

“Taki Takining Sewaka Guna Widya” berarti Orang yang Menuntut Ilmu wajib mengejar pengetahuan dan kebajikan.
Kekawin Nitisastra 11.5 sbb.: 
"Norana mitra mangelumhane nara guna maruhur". 

Artinya, tidak ada sahabat yang lebih utama dari bersahabat dengan ilmu pengetahuan yang luhur (waraguna).

Anabhyase visam sastram tyajed dharmam daya hinam vidya hina guru tyajet abhyasad dharyate vidya (Canakya Nitisastra)

Maksudnya: 
Ilmu pengetahuan (sastra) yang tidak diamalkan men¬jadi racun, tinggalkan agama (dharma) yang tidak mengajarkan kasih sayang, tinggalkan guru yang tidak berilmu pengetahuan. Pelihara ilmu pengetahuan (vidya) dengan cara mengamalkan dalam praktik kehidupan.

Tuhan itu adalah perwujudan kasih sayang (prema wahini).

"Lawan Sastra Ngesti Mulya"
sebuah semboyan agung dari bapak Pendidikan kita “Ki Hadjar Dewantara” yang artinya Dengan Ilmu Pengetahuan atau Budaya mencita-citakan kebahagian dan kesejahteraan. Semboyan itu seiring dengan Kitab Suci Weda, yang menyatakan Ilmu Pengetahuan merupakan suatu bekal yang paling tinggi. Karena dengan ilmu pengetahuan segala prilaku dan gerak manusia tetap berada di jalan kebenaran/Dharma.

Api ced asi papebhyah
Sarvebhyah papa-krt tamah,
Sarwam jnana-plavenaiva
Vrjinam santariyasi.
                                (Bhagawad Gita, IV.36)
Artinya:
Walau seandainya engkau paling berdosa di antara manusia yang memikil dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan ini lautan dosa akan engkau seberangi

Albert Einstein mengatakan, 
“Ilmu Tanpa Agama Buta, Agama tanpa Ilmu itu lumpuh”.

Keutamaan Ilmu Pengetahuan itu bagi kehidupan ditekankan lagi dalam kitab Niti Sastra I.5 sebagai berikut:

“Sangat disayangkan jika orang kaya tiada mempunyai kepandaian, biarpun muda, tampan, keturunan bangsawan dan berbadan sehat, bila tiada pengetahuan mukanya pucat tiada bercahaya, seperti bunga dabdap, merah menyala namun tiada wangi”

Begitu pentinngya Ilmu pengetahuan bagi kehidupan ini, oleh karena itu setiap orang berkewajiban untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Sehingga kesempatan menjadi manusia ini dapat berperan dan berbuat lebih banyak yang bermanfaat bagi orang banyak.

Sloka Bhagavad Gita Bab II.47. Berikut slokanya :

karmaṇy evādhikāras te
mā phaleṣu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr
mā te sańgo 'stv akarmaṇi

Berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan itu yang kau pikirkan, jangan sekali-kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa kerja

Kutipan Sloka

pūrvo jāto brahman̩o brahmacāri gharmam̍ vasānas tapasodatis̩t̩hat,

tasmāj jātam̍ brāhman̩am̍ brahma jyes̩t̩ham̍ devāśca sarve amr̩tena sākam.                                        (Atharvaveda. XL 5. 5).

Terjemahan

Brahmàcàrin (siswa pengetahuan spiritual), yang lahir sebelum brahman (pengetahuan spiritual), yang melakukan persembahan, yang melaksanakan disiplin spiritual); dari pribadinya timbul (mendapat sabda) kebijaksanaan suci, (ilmu pengetahuan tentang) Brahman tertinggi dan Yang Bersinar dengan kehidupan abadi.


Sloka Silakrama 8 sebagai berikut:

Catur àsrama ngaranya Brahmàcàri
Gråhastha, Wanaprastha, Bhiksuka
Nahan tang catur àsrama ngarannya.

Terjemahan

Yang bernama Catur àsrama adalah Brahmàcàri,
Grahastha, Wanaprastha dan Bhiksuka.

Dalam naskah Silakrama dijelaskan sebagai berikut:

Brahmàcàri ngarannya sang sedeng marga bhyasa sang hyang sastra,

wangwang sang wruh ring tingkah sang hyang aksara,

Sang mangkana karamanya sang Brahmàcàri ngaranya
                                   (Silakrama hal. 8)

Terjemahan

Brahmàcàri hanya bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan dan yang mengetahui perihal ilmu (huruf aksara) yang demikian itu disebut dengan Brahmàcàri.

Veda menyebutkan  bahwa Brahmàcàri adalah mendahului pengetahuan ke-Tuhan-an dan hal-hal lain yang lebih tinggi dalam agama.

pūrvo jāto brahman̩o brahmacāri gharmam̍ vasānas tapasodatis̩t̩hat,

tasmāj jātam̍ brāhman̩am̍ brahma jyes̩t̩ham̍ devāśca sarve amr̩tena sākam.                                           (Atharvaveda XI. 5. 5)

“Brahmacārin (siswa pengetahuan spiritual), yang lahir sebelum Brahman (pengetahuan spiritual), yang melakukan persembahan, yang melaksanakan disiplin spiritual (tapas); dari pribadinya timbul (terdapat sabda) kebijaksanaan suci, (ilmu pengetahuan tentang) Brahman tertinggi dan Yang bersinar dengan kehidupan yang abadi”).

Pada saat upàcara berlangsung, àcàrya mengatakan kepada siswanya, sebagai berikut :

Mama vrate te hådayaý dadhàmi
Mama cìttaýanucittaý te astu.
                 (Àúvalàyana Gåhya Sùtra  I.21.7)

Terjemahannya

Dengan ini saya mengambil hatimu menjadi hatiku, pikiranmu menjadi pikiranku

Seorang guru mengharapkan hubungan antara guru dan peserta didiknya sedemikian akrabnya. Hal ini menunjukkan begitu besarnya tanggung jawab seorang guru terhadap peserta didiknya. Setelah selesai mengikuti upàcara Upanayana, seorang siswa sudah diyakini menjadi seorang “dvija”, yang lahir untuk kedua kalinya. Orang tua bertanggung jawab terhadap kelahirannya pertama. Kelahirannya yang kedua berlangsung di Gurukula (keluarga Guru) dalam hal ini dalam dunia sekolah dalam bimbingan dan tuntunan Guru/pendidik (pendidik yang ideal dan profesional), ketika ia diterima oleh seorang guru sebagai orang tua (pengganti orang tua kandungnya).

Di dalam Veda, seseorang yang memberikan pendidikan disebut àcàrya. Nama lainnya adalah “adhyàpaka” yang juga berarti guru, di samping kata “guru” itu sendiri, sedang siswa (perubahan dari kata úiûya) disebut Brahmàcàri, juga disebut “vidyàrti”, yang berarti yang mengejar dan mempelajari ilmu pengetahuan. Àcàrya berarti seseorang yang dianggap tidak hanya memberikan ilmu pengetahuannya secara teoritis kepada para siswa, tetapi juga memperbaiki karakter mereka. Pengertian àcàrya adalah: “àcàraý grahayatìti àcàryaá” yang berarti ia yang memberikan pendidikan karakter. Dua hal penting dalam sistem pendidikan menurut Veda adalah Brahmàcarya dan àcàrya dan melalui kebersamaan keduanya seorang siswa dapat meningkatkan perbaikan moralitas dan karakternya.
Matangnya deyaning wwang pêngpênganikang kayowanan, panêdêng ning awak, sàdhanàkêna ri kàrjananing dharma, artha, jñàna, kunang apan tan pada kaśaktining atuha lawan rare, dåûtànta nahan yangalalang atuha, têlas rumêpa, marin alandêp ika 
(Sarasamuccaya. 27)

Terjemahannya

Karenanya perilaku seseorang; hendaknyalah masa muda digunakan dengan sebaik-baiknya, selagi badan sedang kuatnya, hendaknya digunakan sepenuhnya untuk mengikuti dan mempelajari Dharma, Artha dan ilmu pengetahuan, sebab tidak sama kekuatan orang tua dengan kekuatan seorang anak muda, contohnya adalah seperti seperti rumput lalang yang telah tua, menjadi rebah dan ujungnya tidak tajam lagi.

Atharvaveda sebagai berikut :

arvāg anyah̩ paso anyo divas pr̩s̩t̩hāt guhā nidhī nihitau brāhman̩asya,

tau raks̩ati tapasā brahmacārī tat kevalam̍ kr̩n̩ute brahma vidvān...   
                                   (Atharvaveda XI. 5. 10)

Terjemahannya

Satu di sini, yang lain di alam lain; Dua harta karun sakral jaman dahulu tetap tersembunyi. Brahmacārin melindungi kedua-duanya dengan daya spiritualnya (tapas). Dengan mengetahui Brahman ia menjadikan semua itu miliknya

Dalam kehidupan pentingnya melaksanakan proses Brahmàcàri dengan penuh keyakinan dan kemantapan lahir dan batin. Dalam hidup semua berproses, mengikuti tiap tahapan merupakan sebuah keharusan. Begitu pula dalam masa Brahmàcàri dalam mengembangkan bakat dan minat yang kita miliki sudah tentu diperlukan tempaan yang begitu kuat dan keras serta tanggap akan tantangan dan perubahan yang terjadi di sekitar kita. Brahmàcàrin yang baik memiliki kemampuan diri secara pisik dan rohani dengan mengembangkan bakat, minat dan pengetahuan yang dimiliki serta tingginya rasa ingin tahu.

śraddhāyā duhitā tapaso ‘dhijtā svasā r̩s̩īn̩ām̍ bhūtakr̩tām̍ babhūva,

sā no mekhale matim ā dhehi meghām atho no dhehi tapa indriyam̍ ca.
                                  (Atharvaveda VI. 133. 4)

Terjemahannya

“Ia (pengikat brahmacārin) telah menjadi putri Keyakinan, yang lahir dari disiplin spiritual, dan saudara dari r̩s̩i (orang bijak) penegak dunia. Dengan demikian, wahai sang Pengikat (Tuhan)! Berilah kami kemampuan berpikir dan bakat serta kekuatan spiritual dan keberanian mental”

Tugas dan kewajiban Brahmacārin:

Pertajamlah intelek-intelekmu.
Śiśīhi mā śiśayam̍ tvā śr̩n̩omi.

                                            (Ågveda X. 42. 3).

Terjemahannya

“Wahai para guru, pertajamlah intelek-ku, aku dengar ajaran-ajaranmu dengan penuh perhatian.”

Milikilah ingatan yang kuat.
Mayyevāstu mayi śrutam.

                                      (Atharvaveda I. 1. 2).

Terjemahannya

“Wahai para guru, semoga kami mempunyai ingatan yang kuat.”

Ikutilah jalanan ajaran-ajaran Veda.
Sam̍ śrutena gamemahi, mā śrutena vi rādhis̩i.

                                                                (Atharvaveda I. 1. 4).

Terjemahannya

Wahai para guru, semoga kami mengikuti jalan ajaran-ajaran Veda. Kami seharusnya tidak mengabaikan ajaran-ajaran itu.”

Milikilah pikiran yang tekun.
Apnasvatī mama dhīr astu śakra.
                                                                       (Rgveda X. 42. 3).

Terjemahannya

  “Ya Tuhan Yang Maha Esa, semoga kami memiliki intelek yang tekun (aktif).”

Siswa haruslah punya keingintahuan.
  Tān uśato vi bodhaya.
                                                                (Rgveda I.12. 4).

Terjemahannya

Seorang guru seharusnya mencerahkan pikiran para siswa yang ingin tahu tersebut.”

Sa śakra śiksa puruhūta no dhiyā.
                                                                           (Rgveda VIII. 4.15).

Terjemahannya

Ya Tuhan Yang Maha Esa, tanamkanlah pengetahuan kepada kami dan berkahilah kami dengan intelek yang mulia.”

Bimbinglah kami ke jalan yang mulia.

Sugān pathah̩ kr̩n̩uhi devayānān.                                                                 (Rgveda V. 51. 5).

Terjemahannya

 “Ya, Guru bimbinglah kami ke jalan yang mulia dan buatlah jalan itu lancer”

Penuh perhatianlah.
Viprāso na manmabhih̩ svādhyah̩
                                                                                  (Rgveda X. 78. 14).

Terjemahannya

 “Para sarjana menjadi penuh perhatian dengan cara yang bijaksana.”

Senangkanlah gurumu dengan ketaatan.
 Śumbhanti vipram̍ dhītibhih̩.
                                                                                 (Rgveda IX. 40. 1).

Terjemahannya

“Mereka menyenangkan guru dengan ketaatan.”

Ulangilah pelajaranmu.
Śāktasyeva vadati śiks̩amān̩ah̩.
                                                                                   (Rgveda VII. 103. 5).

Terjemahannya

 “Seorang siswa menghafalkan pelajarannya seperti diajarkan (diinstruksikan) oleh guru.”

Bagunlah pagi-pagi.
Viśvān devān us̩arbudhah̩.
                                                                            (Rgveda I. 14. 9).

Terjemahannya

Orang yang bangun pagi-pagi, menyenangkan para Deva.”

Jangan mengatuk (malas) dan banyak bicara.
Mā no nidrā īśata mota jalpih̩
                                                                                        (Rgveda VIII. 48. 14).

Terjemahannya

“Hendaknyalah kami tidak dikuasai oleh tidur dan banyak bicara.”

   Seorang brahmacārin/brahmacārinì hendaknya tiada henti-hentinya untuk belajar, memiliki ingatan yang baik, mengikuti ajaran suci Veda dan pengetahuan duniawi, memiliki ketekunan dan keingintahuan, melatih konsentrasi, menyenangkan hati guru (dengan mematuhi perintahnya), mengulang-ulangi pelajaran, jangan mengatuk, malas dan banyak bicara tanpa tujuan dan arti yang jelas.

Tad viddhipranipatena
Pariprasnenasevaya.
Upadeksyanti tejnyanam
jnyaninastattvadarsiah.
(Bhagavad Gita,IV.34)

Maksudnya:
Carilah ilmu kebijaksanaan itu dengan sujud bhakti, dengan bertanya-tanya dan dengan pelayanan. Orang bijaksana dapat melihat kebenaran, hal itu akan menyebabkan ilmu pengetahuan memberimu petunjuk. 

Jumlah ilmuwan di dunia kian bertambah banyak. Ada ilmuwan bidang eksakta, ada ilmuwan sosial, ada ilmuwan humaniora dan ada juga ilmuwan bidang agama dan spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar