📰 KORAN ILMIAH RANGDILANGIT
Edisi Khusus Rahina Suci Tumpek Krulut – Hari Kasih Sayang Dresta Bali
📆 Dirayakan setiap Saniscara Kliwon Wuku Krulut (setiap 6 bulan)
📍 Bali, Nusantara Hindu
---
🎼 TUMPEK KRULUT: RAHINA TRESNA ASIH, KETIKA SUARA MENJADI KASIH
Oleh Redaksi Ilmiah Budaya – Rangdilangit
#tumpekkrulut #harikasihsayangdrestabali
---
📖 Pengantar Filosofis
Dalam tradisi Bali yang penuh keselarasan antara sekala dan niskala, Tumpek Krulut hadir sebagai pengingat kolektif akan pentingnya tresna asih (cinta kasih) dalam hidup manusia. Hari ini bukan hanya seremoni keagamaan, tetapi juga puncak simbolik dari kehalusan budi, kasih, dan penghormatan terhadap seni suara (gamelan) sebagai media yadnya.
> Sloka Bhagavad Gītā 12.13
“Adveṣṭā sarva-bhūtānāṁ maitraḥ karuṇa eva ca...”
Transliterasi: “Tidak membenci makhluk hidup mana pun, bersahabat dan penuh kasih...”
Makna: Tumpek Krulut mengajarkan kasih sebagai jalan kebijaksanaan.
---
🪔 Dresta Tumpek Krulut: Tiga Pilar Kasih
1. Aspek Keagamaan (Religius):
Pemujaan kepada Dewa Iswara / Sang Hyang Kawiswara, sebagai penguasa seni suara dan getaran spiritual. Dewa ini juga dianggap mewakili arah timur (purwa), tempat terbitnya cahaya welas asih.
2. Aspek Kesenian:
Gamelan, kidung, dan tembang dianggap sebagai pramana suci, dipersembahkan kepada para dewa sebagai sarana pemujaan. Banten sesayut krulut dihaturkan kepada gamelan dan alat musik, disertai doa agar suara-suara indah memurnikan suasana batin.
3. Aspek Sosial-Humanistik:
Tumpek Krulut menjadi Hari Kasih Sayang Dresta Bali, bukan sekadar romantika, tetapi kasih universal. Mulai dari orang tua, saudara, guru, hingga alam semesta. Lulut berarti luluh, selaras, menyatu dalam cinta.
---
🧠 Relevansi Ilmiah dan Budaya
📌 Dalam kajian etnomusikologi, Tumpek Krulut adalah bentuk ritualisasi bunyi yang membawa efek psikologis dan spiritual. Gelombang suara dari gamelan dipercaya memengaruhi frekuensi kesadaran manusia.
📌 Dalam kajian sosiologi Hindu Bali, Tumpek Krulut adalah contoh ritus transformatif, yang tidak hanya bersifat simbolik tetapi juga mengubah perilaku: mengajak umat untuk menjadi lebih lembut, ramah, saling menyayangi.
📌 Dalam kajian teologi Hindu, Tumpek Krulut adalah perwujudan tattwa ahimsa, kasih tanpa kekerasan, pengingat nilai hidup harmonis dalam ajaran Tat Twam Asi – “Aku adalah kamu.”
---
📜 Ajaran Lontar dan Sloka Terkait
> Lontar Tutur Bhuwana Sangkaning Gamelan:
“Sang Hyang Swara, teka ring gamelan, swaranya madaging atma, madaging bayu, madaging rasa.”
Makna: Suara gamelan mengandung jiwa, energi, dan rasa—itulah sebabnya ia disucikan pada Tumpek Krulut.
> Sloka Ṛg Veda X.191.4
“Samgacchadhvam samvadadhvam sam vo manāṁsi jānatām”
Makna: “Berjalanlah bersama, ucapkan hal yang seirama, biarkan pikiran kalian bersatu.”
➤ Sloka ini mengilhami semangat Tumpek Krulut: harmonisasi pikiran dan cinta kasih.
---
🌺 Ritual & Implementasi di Era Modern
🔔 Ritual Pokok:
Pengalungan janur atau bunga pada gamelan.
Persembahan canang wangi dan banten.
Pembacaan tembang-tembang kasih atau kidung suci.
Puja kepada Dewa Iswara.
📱 Relevansi Zaman Kini:
Kampanye media sosial bertema kasih dan seni.
Kegiatan bakti sosial sebagai praktik kasih nyata.
Pementasan seni oleh anak muda untuk menebar welas asih.
---
💖 Refleksi Akhir:
> “Ring krulut ngelah lulut, ring lulut nyujur tresna, ring tresna ngiket rasa.”
Dalam “krulut” ada kelembutan, dalam kelembutan lahir kasih, dalam kasih terjalin rasa.
Mari jadikan Tumpek Krulut sebagai rahina untuk mengasihi tanpa syarat, memuliakan seni, dan memuliakan kehidupan itu sendiri. Bukan hanya satu hari dalam enam bulan, tetapi sebagai jalan hidup harian.
---
🌿 TUMPEK KRULUT ADALAH CERMIN KEHIDUPAN YANG INDAH
💬 Elingan Nggih Semeton, mari rayakan cinta tidak dengan kata-kata semata, tetapi dengan tindakan, dengan suara yang suci, dan hati yang lulut.
📌 Penulis: Tim Redaksi Rangdilangit
📞 Hubungi: elingannggih@bali.or.id
📲 IG: @elingan_krulut | #tumpekkrulut #tresnaasih #budayabali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar