Sikut Memegang Gentha, Teknik Membangun Rumah dan Pelinggih Menurut Hindu Bali Berdasarkan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
Dalam membunyikan genta, posisi sikut dan teknik penggunaannya sangat berpengaruh terhadap kualitas bunyi serta keselarasan dengan lantunan mantra. Berikut penjelasan mengenai sikut dalam membunyikan genta dan hubungannya dengan lantunan mantra:
1. Posisi Sikut dalam Memegang Genta
Sikut harus sedikit ditekuk, tidak kaku, agar pergelangan tangan dapat bergerak dengan luwes.
Sikut sejajar dengan dada atau sedikit lebih tinggi untuk memudahkan kontrol.
Posisi siku yang stabil membantu mempertahankan ritme bunyi genta yang harmonis.
2. Teknik Membunyikan Genta
Pegangan Jari:
Genta dipegang dengan ibu jari dan jari tengah, sementara jari telunjuk menekan bagian atas untuk mengontrol getaran.
Gerakan Pergelangan:
Bunyi genta dihasilkan dari gerakan pergelangan tangan, bukan dari lengan. Gerakan ini harus halus dan konstan.
Intensitas Bunyi:
Untuk mantra yang lembut: Bunyi genta dibunyikan pelan dan halus.
Untuk mantra yang lebih kuat atau puncak ritual: Bunyi genta lebih nyaring dan ritmis.
3. Posisi Sikut saat Melantunkan Mantra
Sikut tetap relaks tetapi stabil, agar tidak mengganggu pernapasan saat melantunkan mantra.
Jika genta dibunyikan terus-menerus selama mantra, sikut harus menyesuaikan irama dan tidak kaku.
Dalam beberapa ritual, sikut juga bisa sedikit naik ketika mantra mencapai puncaknya, lalu kembali ke posisi normal.
4. Sinkronisasi Sikut, Genta, dan Mantra
Sikut, pergelangan tangan, dan bunyi genta harus selaras dengan tempo mantra.
Jika mantra diucapkan dengan tenang dan panjang, maka gerakan genta pun lembut.
Jika mantra cepat dan berenergi, gerakan membunyikan genta juga mengikuti ritmenya.
Dengan teknik yang tepat, sikut yang fleksibel akan membantu menciptakan getaran bunyi genta yang suci dan menyatu dengan keheningan serta kekhusyukan mantra dalam upacara keagamaan Hindu.
Sikut Dalam Asta Kosala Kosali
Asta Kosala Kosali adalah ajaran dalam arsitektur tradisional Bali yang berkaitan dengan tata letak, ukuran, dan aturan membangun rumah serta tempat suci. Konsep ini berlandaskan filosofi Hindu Bali yang mengharmoniskan manusia (bhuana alit) dengan alam semesta (bhuana agung).
Dalam konteks sikut dalam Asta Kosala Kosali, istilah sikut merujuk pada satuan ukuran tradisional yang digunakan dalam pembangunan, yang diambil dari anggota tubuh manusia. Ukuran ini bersifat personal karena setiap individu memiliki dimensi tubuh yang berbeda.
Satuan Ukuran Berdasarkan Sikut dalam Asta Kosala Kosali
Ukuran-ukuran ini diambil dari bagian tubuh pemilik rumah atau pemimpin upacara, seperti:
1. Sikut – Jarak dari ujung jari tengah ke siku.
2. Hasta – Panjang dari ujung jari tengah ke siku.
3. Depa – Rentang kedua tangan saat direntangkan.
4. Tapak – Lebar telapak tangan/kaki.
5. Jari – Lebar satu jari tangan.
Penerapan Sikut dalam Membangun Rumah dan Tempat Suci
1. Menentukan Dimensi Ruangan dan Bangunan
Setiap ruangan dalam rumah Bali, seperti bale daja, bale dangin, bale dauh, dan lainnya, dihitung berdasarkan sikut atau hasta dari pemilik rumah.
Untuk pura atau tempat suci, ukuran pelinggih, meru, padmasana, serta jalur sirkulasi juga dihitung menggunakan sistem sikut/hasta agar sesuai dengan aturan spiritual dan harmonisasi alam.
2. Menyesuaikan Proporsi dan Keselarasan
Ukuran sikut digunakan agar bangunan tidak terlalu besar atau kecil bagi pemiliknya.
Harmoni dengan arah mata angin dan fungsi ruangan juga diperhitungkan berdasarkan sikut dan aturan Asta Kosala Kosali.
3. Menghubungkan Manusia dengan Kosmos
Konsep ini memastikan bangunan memiliki nilai kesakralan, keseimbangan, dan kenyamanan.
Posisi tempat suci atau pura dalam pekarangan juga diatur menggunakan perhitungan sikut agar sesuai dengan konsep Tri Mandala (Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala).
Dengan mengikuti pedoman Asta Kosala Kosali, rumah dan tempat suci yang dibangun akan harmonis secara spiritual, fungsional, dan estetis, sesuai dengan ajaran Hindu Bali.
Sikut dalam Asta Kosala Kosali
Dalam Asta Kosala Kosali, istilah sikut merujuk pada satuan ukuran tradisional yang digunakan dalam pembangunan rumah dan tempat suci di Bali. Ukuran ini diambil berdasarkan anggota tubuh manusia, khususnya dari pemilik bangunan atau pemimpin upacara.
1. Pengertian Sikut dalam Asta Kosala Kosali
Sikut adalah jarak antara ujung jari tengah hingga siku. Satuan ini digunakan untuk menentukan dimensi dan proporsi bangunan, termasuk tinggi, panjang, dan lebar ruangan agar sesuai dengan harmoni spiritual dan keseimbangan alam (bhuana alit dan bhuana agung).
Selain sikut, ukuran tubuh lainnya yang digunakan dalam Asta Kosala Kosali meliputi:
Hasta → Panjang dari ujung jari tengah hingga siku (mirip sikut tetapi lebih spesifik dalam pengukuran).
Tapak → Lebar telapak tangan/kaki.
Jari → Lebar satu jari tangan.
Depa → Rentang kedua tangan yang direntangkan.
2. Fungsi Sikut dalam Pembangunan
Dalam penerapan Asta Kosala Kosali, sikut digunakan untuk:
a. Menentukan Dimensi Bangunan
Bangunan rumah adat Bali, seperti bale daja, bale dangin, bale dauh, memiliki ukuran berdasarkan sikut pemilik rumah.
Pura dan tempat suci, seperti pelinggih, meru, padmasana, dihitung berdasarkan sikut agar sesuai dengan skala spiritual yang tepat.
b. Menentukan Tata Letak Ruangan (Tri Mandala)
Utama Mandala (suci) → Biasanya dihitung dengan sikut/hasta untuk memastikan posisi bangunan utama berada di tempat paling sakral.
Madya Mandala (tengah) → Tempat aktivitas sehari-hari, ukurannya juga mempertimbangkan perhitungan sikut.
Nista Mandala (pinggir) → Area yang lebih bebas digunakan untuk keperluan umum atau aktivitas yang kurang sakral.
c. Menyesuaikan Proporsi dan Keseimbangan
Dengan menggunakan sikut, bangunan tidak akan terlihat terlalu besar atau kecil bagi pemiliknya.
Harmoni dengan lingkungan dan arah mata angin (Asta Dewa) juga diperhitungkan berdasarkan ukuran sikut.
3. Contoh Penerapan Sikut dalam Asta Kosala Kosali
Tinggi pintu masuk → Umumnya dihitung 3 sikut atau lebih agar sesuai dengan tinggi pemilik rumah.
Panjang bale atau ruangan → Menggunakan kelipatan hasta atau sikut agar nyaman dan estetis.
Jarak antara bangunan utama dan tempat suci → Menggunakan ukuran sikut untuk memastikan jarak yang ideal sesuai aturan spiritual.
4. Kesimpulan
Sistem sikut dalam Asta Kosala Kosali adalah bagian dari arsitektur tradisional Bali yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara manusia, bangunan, dan alam semesta. Dengan mengikuti pedoman ini, setiap bangunan akan memiliki harmoni spiritual, fungsionalitas yang baik, dan keindahan estetika.
Dalam tradisi Hindu Bali, membangun rumah dan pelinggih (bangunan suci) harus mengikuti aturan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi. Kedua pedoman ini didasarkan pada prinsip keseimbangan antara manusia (bhuana alit), alam (bhuana agung), dan energi spiritual (taksu).
---
1. Asta Kosala Kosali: Prinsip Arsitektur Tradisional Bali
Asta Kosala Kosali adalah aturan tata ruang dan dimensi bangunan berdasarkan ukuran tubuh manusia dan harmoni kosmis. Pedoman ini diterapkan pada pembangunan rumah adat, bale, dan pelinggih.
a. Penentuan Lahan (Pawatekan)
Sebelum membangun rumah atau pura, tanah harus dipilih berdasarkan:
Kesuburan dan kekuatan tanah (tidak berpasir, tidak mudah longsor).
Energi spiritual tanah (diperiksa melalui upacara khusus, seperti ngecekin tanah).
Arah hadap bangunan, yang disesuaikan dengan keseimbangan unsur Purusa (laki-laki, langit) dan Pradana (perempuan, bumi).
b. Tata Ruang Rumah (Sanga Mandala & Tri Angga)
Tata letak rumah mengikuti konsep Sanga Mandala (sembilan zona) dan Tri Angga (tingkatan kesucian):
Utama (paling suci): Pelinggih (sanggah/merajan).
Madya (tengah): Bangunan utama seperti bale daja (bale gede).
Nista (paling rendah): Dapur (paon) dan tempat pembuangan.
Setiap bagian rumah memiliki fungsi khusus dan harus ditempatkan sesuai aturan arah mata angin:
Utara (kaja) → Tempat suci (Merajan/Sanggah).
Timur (kangin) → Tempat tidur pemilik rumah (bale daja).
Selatan (kelod) → Dapur dan tempat cuci.
Barat (kauh) → Lumbung dan tempat penyimpanan.
Dimensi bangunan dihitung berdasarkan talingan (panjang tangan pemilik rumah) agar sesuai dengan energi pribadi dan menciptakan keseimbangan.
---
2. Asta Bumi: Pemilihan Lahan dan Fondasi Bangunan
Asta Bumi adalah pedoman yang berfokus pada pemilihan lahan, perhitungan ukuran bangunan, dan konstruksi fondasi.
a. Pemilihan Lahan
Lahan harus memenuhi syarat:
Tanah yang tidak miring terlalu curam.
Tidak bekas kuburan, rumah sakit, atau tempat negatif lainnya.
Memiliki sumber air alami atau sumur untuk keseimbangan unsur alam.
Dilakukan upacara Ngeruak dan Nedunang Karang sebelum pembangunan dimulai.
b. Perhitungan Ukuran Bangunan
Bangunan harus memiliki ukuran yang dihitung berdasarkan:
Talingan (ukuran tubuh pemilik rumah).
Hitungan Wariga dan Weda (perhitungan kalender Bali untuk mencari hari baik pembangunan).
Simbolisme spiritual, seperti angka ganjil dalam jumlah anak tangga atau tiang bangunan.
c. Fondasi dan Material
Menggunakan batu alam untuk dasar fondasi agar bangunan kuat dan tahan lama.
Kayu dari pohon suci, seperti jati atau cempaka, digunakan untuk konstruksi utama.
Atap dari ijuk atau alang-alang untuk rumah tradisional, atau genteng tanah liat untuk rumah modern.
---
3. Teknik Membangun Pelinggih (Sanggah/Merajan)
Dalam membangun pelinggih, aturan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi harus diterapkan dengan cermat.
a. Jenis-jenis Pelinggih
1. Padmasana → Pelinggih utama sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Widhi.
2. Gedong Sari → Tempat pemujaan leluhur.
3. Taksu → Tempat pemujaan bagi roh suci penjaga rumah.
4. Penyawangan → Pelinggih yang menghadap pura besar atau gunung suci.
b. Penempatan Pelinggih
Harus berada di arah kaja-kangin (utara-timur).
Jarak antara pelinggih diatur agar tidak saling menghalangi energi spiritualnya.
Menggunakan batu bata merah, batu paras, atau kayu berkualitas tinggi untuk material pelinggih.
c. Upacara Sebelum dan Sesudah Pembangunan
Sebelum mendirikan pelinggih, beberapa upacara penting harus dilakukan:
Ngeruak Karang (upacara membersihkan tanah).
Nedunang Karang (mengundang roh pelindung tanah).
Melaspas (upacara penyucian setelah bangunan selesai).
---
4. Filosofi di Balik Teknik Membangun Rumah dan Pelinggih
Prinsip utama dalam Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi adalah harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Oleh karena itu, pembangunan harus mengikuti aturan ini agar:
Menghasilkan rumah yang nyaman dan seimbang secara spiritual.
Menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh berkah.
Menjaga energi positif dalam rumah dan keluarga.
---
Kesimpulan
Teknik membangun rumah dan pelinggih dalam Hindu Bali berdasarkan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi mengutamakan keseimbangan spiritual dan material. Dengan mengikuti aturan ini, rumah dan tempat suci akan menjadi tempat yang harmonis, nyaman, dan penuh berkah bagi penghuninya.
Perhitungan Jarak Membangun Pelinggih dan Rumah Berdasarkan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi
Dalam arsitektur tradisional Hindu Bali, perhitungan jarak antara pelinggih (sanggah/merajan) dan rumah sangat penting untuk menjaga keseimbangan spiritual dan energi kosmis. Prinsip utama yang digunakan adalah Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi, yang menekankan harmoni antara bangunan, manusia, dan alam.
---
1. Dasar Perhitungan Jarak Pelinggih dan Rumah
Jarak antara rumah dan pelinggih tidak boleh sembarangan. Beberapa faktor yang diperhitungkan adalah:
1. Kesucian pelinggih – Pelinggih harus berada di tempat yang lebih tinggi dibandingkan bangunan rumah.
2. Arah mata angin – Mengacu pada konsep kaja-kelod (utara-selatan) dan kangin-kauh (timur-barat).
3. Ukuran tubuh pemilik rumah – Menggunakan perhitungan talingan (satuan panjang berdasarkan panjang tubuh pemilik).
4. Filosofi Tri Mandala – Pembagian area utama, madya, dan nista untuk memastikan keseimbangan spiritual.
---
2. Perhitungan Jarak Berdasarkan Talingan
Dalam Asta Kosala Kosali, ukuran dan jarak bangunan dihitung berdasarkan panjang tubuh pemilik rumah. Cara menghitungnya:
Talingan = Panjang dari ujung jari tangan ke siku.
Hasta = Panjang dari ujung jari ke siku dikalikan 2.
Depa = Panjang bentangan kedua tangan.
Contoh perhitungan:
Jika pemilik rumah memiliki panjang talingan 45 cm, maka:
Jarak minimal antara pelinggih dan rumah = 6 hasta (sekitar 2,7 meter).
Jarak ideal = 9 hasta (sekitar 4 meter) atau lebih.
---
3. Posisi dan Jarak Berdasarkan Tri Mandala
Konsep Tri Mandala membagi area pekarangan menjadi tiga bagian:
1. Utama Mandala (paling suci) → Area pelinggih, harus di bagian kaja-kangin (utara-timur).
2. Madya Mandala (tengah, tempat aktivitas) → Rumah utama dan bangunan lain.
3. Nista Mandala (paling rendah) → Dapur, kandang, dan tempat pembuangan.
Jarak Minimum Menurut Tri Mandala
Aturan Penting
Pelinggih tidak boleh lebih rendah dari bangunan rumah. Jika rumah lebih tinggi, pelinggih harus dibuat bertingkat atau dengan pondasi lebih tinggi.
Dapur dan WC tidak boleh lebih dekat ke pelinggih dibandingkan rumah utama.
Jarak antar pelinggih dalam sanggah juga harus diperhitungkan untuk menjaga keseimbangan energi.
---
4. Contoh Sketsa Tata Letak Berdasarkan Perhitungan
Contoh Tata Letak Ideal:
Kaja (Utara)
┌──────────────┐
│ Pelinggih │ → **Utama Mandala**
├──────────────┤
│ Rumah Utama │ → **Madya Mandala** (jarak minimal 2,7 meter dari pelinggih)
├──────────────┤
│ Dapur/Paon │ → **Nista Mandala** (jarak minimal 5,4 meter dari pelinggih)
│ Kandang/WC │ (jarak minimal 8 meter dari pelinggih)
└──────────────┘
Kelod (Selatan)
---
5. Kesimpulan
1. Jarak minimum antara rumah dan pelinggih adalah 6 hasta (2,7 meter), tetapi lebih baik 9 hasta (4 meter) atau lebih.
2. Dapur, WC, dan kandang harus lebih jauh dari pelinggih dibanding rumah utama.
3. Pelinggih harus ditempatkan di bagian tertinggi, terutama di arah kaja-kangin (utara-timur).
4. Menggunakan ukuran talingan dan hasta pemilik rumah untuk mendapatkan proporsi yang harmonis.
Dengan mengikuti aturan ini, rumah dan pelinggih akan selaras dengan hukum kosmis dan spiritual, menciptakan lingkungan yang penuh berkah dan energi positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar