Jika kita membicarakan tentang kasta berarti kita membicarakan tentang garis keturunan nya. Kasta itu digunakan saat pada jaman kerajaan dahulu kala sedangkan warna di gunakan pada masa globalisasi ini (masa yang kita alami sekarang).
Kasta ini di Bali dibedakan menjadi 4 bagian sesuai garis keturunan mereka, pada jaman dahulu mereka tunduk pada sistem ini dan tidak bisa merubah kasta mereka dengan kemauan nya sendiri. Jika ingin mengubah kasta mereka pada jaman dahulu mereka harus meninggalkan tempat yang mereka huni dan pergi ke tempat yang baru melakukan pekerjaan yang berbeda.
catur-varnyam maya srstam
guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
Bhagavad Gita 4.13
“Catur varna adalah ciptaan-Ku, menurut pembagian kualitas dan kerja, tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku”
Dari dulu hingga sekarang banyak yang mengatakan kasta identik dengan agama Hindu. Bahkan orang-orang yang tidak mengerti kasta berbicara kasta sebagai pengelompokan masyarakat dalam Hindu padahal ini jelas-jelas salah dan tidak memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kasta berasal dari bahasa Portugis adalah pembagian masyarakat. Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang, atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu. Kasta di Bali dulunya digunakan pada masa penjajahan untuk mengelompokkan rakyat Bali. Hingga sekarang sistem kasta masih cukup kuat dikalangan masyarakat tertentu untuk gengsi dan aktualisasi diri.
Dalam agama Hindu hanya mengenal istilah warna, berasal dari bahasa sankerta varna, yang berarti memilih (sebuah kelompok).
Apa bedanya dengan kasta ?
Kalau kasta pengelompokan masyarakatnya berdasarkan keturunan misalkan kalau seorang anak lahir dari seorang raja maka secara otomatis anak dikelompokkan dalam kasta ksatria walaupun profesinya saat ini sebagai pedagang.
Sistem Warna dalam ajaran Hindu status seseorang dapat disesuaikan dengan pekerjaan/profesinya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan).
Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.
Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brāhmana.
Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status Ksatriya.
Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia menyandang status Waisya.
Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar sebagai Sudra.
Dari penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa kasta harus dibedakan dari warna atau Catur Warna (Hindu), karena memang pengertian di antara kedua istilah ini tidak sama. Pembagian manusia dalam masyarakat agama Hindu:
1. Warna Brahmana, para pekerja di bidang spiritual ; sulinggih, pandita dan rohaniawan.
2. Warna Ksatria, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan.
3. Warna Waisya, para pekerja di bidang ekonomi
3. Warna Sudra, para pekerja yang mempunyai tugas melayani/membantu ketiga warna di atas.
Sedangkan di luar Bali khususnya di India sistem kasta tersebut lebih dari empat, ada pula istilah :
a. Kaum Paria, Golongan orang terbuang yang dianggap hina karena telah melakukan suatu kesalahan besar
b. Kaum Candala, Golongan orang yang berasal dari Perkawinan Antar Warna
#tubaba@griyang bang//dari berbagai sumber#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar