Tentang pelaksanaan Upacara Ngaben yang sederhana juga disebutkan dalam Lontar Amretingkahing Sawa, druwen Ki Dalang Tangsub, Griya Agung Bangkasa, sebagai berikut :
๐๐ ๐ ๐ฅ๐๐ฌ๐๐ง๐๐ ๐๐๐ฃ๐ ๐๐ฎ๐๐ฃ๐ Siwa Prajapati, ๐ข๐๐ ๐ ๐จ๐๐๐๐๐ฃ๐๐ฃ๐ ๐ฉ๐๐ฃ๐๐ ๐๐๐๐ฃ๐ ๐๐ฃ๐๐ช๐ฅ๐๐ ๐๐ง๐ ๐จ๐๐ฌ๐ฃ๐๐ฃ๐ ๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐ข๐๐ฉ๐ ๐ฃ๐๐จ๐ฉ๐ ๐ข๐๐๐ฎ๐ ๐ช๐ฉ๐ฉ๐๐ข๐, ๐ ๐๐ฌ๐๐ก๐๐ฌ๐๐ฃ๐๐ ๐ข๐๐ฉ๐ ๐๐๐ฃ๐๐ง, ๐ข๐๐๐๐จ๐๐ฃ๐ ๐ช๐๐ ๐ฅ๐ง๐๐จ๐๐๐๐ ๐ข๐ช๐ก๐๐ ๐ข๐๐ง๐๐ฃ๐ ๐ฝ๐๐๐ฉ๐๐ง๐ ๐ฝ๐ง๐๐๐ข๐, ๐ฎ๐๐๐ฎ๐๐ฅ๐ ๐ฉ๐๐ฃ ๐ฅ๐๐๐ฎ๐, ngaran nisprateka nirprabhawa, ngaran ๐จ๐ฌ๐s๐ฉ๐ ๐ง๐๐ฃ๐ ๐๐๐ฃ๐๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐๐ฃ๐๐ฅ๐ง๐๐จ๐๐๐๐๐, kinentasaken de Sang Brahmana Pandita, ๐ข๐๐ฃ๐๐๐๐ ๐๐ฎ๐ช ๐๐๐ฃ๐๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐ฉ๐ข๐.
Terjemahaannya:
Inilah sabda Sang Hyang Siwa Prajapati sesuaikan dengan kemampuan mengupacarai orang yang meninggal lakukan dengan upacara nista, madya, dan utama, asal mati betul (tidak salah/ulah pati) bakarlah juga akan sampai juga pada Brahma, meskipun dengan biyaya dengan sederhana, namanya juga pengabenan nis prateka nir prabhawa, lakukanlah ngaben swasta pada Bhatara Agni, dihentaskan oleh Ida Sang Sulinggih sebagai Brahmana Pandita, maka akan berhasil pula mendapatkan kerahayuan Sang Hyang Atma.
SEKILAS SIMBOL DALAM UPACARA NGABEN
Secara keseluruhan, simbol-simbol yang terdapat dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ, baik yang tercermin pada sarana upacara, pelaksanaan prosesi upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ, dan alunan bunyi ๐ฉ๐๐ฉ๐๐๐ช๐๐๐ฃ yang mengiringi, menunjukkan konsep masyarakat Bali tentang kosmologi. Dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ, unsur-unsur ๐ฅ๐๐ฃ๐๐ ๐ข๐๐๐๐๐๐ช๐ฉ๐ tubuh manusia (mikrokosmos/๐๐๐ช๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐๐ก๐๐ฉ) dikembalikan kepada ๐ฅ๐๐ฃ๐๐ ๐ข๐๐๐๐๐๐ช๐ฉ๐ ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ช๐ฃ๐ (makrokosmos) lewat proses kremasi atau pembakaran jenazah dengan kelengkapan sarana upacaranya, jiwatman dikembalikan kepada sumbernya (Hyang Widhi), dan diiringi ๐ฉ๐๐ฉ๐๐๐ช๐๐๐ฃ yang juga diyakini sebagai doa atau ‘mantram’ di samping mantram yang dilantunkan oleh ๐ฅ๐๐ฃ๐๐ฃ๐๐๐ฉ๐ dan atau Brahmana Pandita yang memimpin upacara tersebut. Semua ini mencerminkan hubungan mikrokosmos, makrokosmos, dan metakosmos, sebagai pengejawantahan konsep keseimbangan hidup orang Bali yaitu ๐๐ซ๐ข ๐๐ข๐ญ๐ ๐๐๐ซ๐๐ง๐.
๐๐๐ข๐๐ง๐๐ข๐๐ฃ adalah tempat untuk mengusung jenazah ketika dibawa ke ๐จ๐๐ฉ๐ง๐/kuburan. Ada beberapa sarana pengusung jenazah yang biasa digunakan dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ di antaranya: ๐ฅ๐๐๐ข๐, ๐๐๐๐, ๐ฌ๐๐๐๐, ๐๐ค๐ก๐ atau ๐ฅ๐๐ฅ๐๐๐. ๐๐๐๐ข๐ adalah sarana pengusung jenazah dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ yang bentuknya sangat mendekati ๐ฅ๐๐๐ข๐ ๐๐๐ฅ๐๐ dan tidak memakai atap. Sarana ini umumnya digunakan untuk mengusung jenazah orang yang sudah suci seperti ๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐ฉ๐ atau ๐จ๐ช๐ก๐๐ฃ๐๐๐๐. Berbeda dengan ๐ฅ๐๐๐ข๐ yang tidak memakai atap, ๐๐๐๐ menggunakan atap bertumpang (berjumlah lima, tujuh, sembilan, atau sebelas), dan menggunakan ๐ฅ๐๐ก๐๐ dan ๐ ๐๐ ๐๐ง๐๐ฃ๐๐๐ฃ yang lebih lengkap. Sementara ๐ฌ๐๐๐๐ menggunakan atap tetapi tidak bertumpang. ๐
๐ค๐ก๐ merupakan sarana untuk mengusung jenazah yang sangat sederhana, dapat digunakan oleh semua umat dengan tidak memandang tingkatan ๐ฌ๐๐ฃ๐๐จ๐. Bentuk terakhir adalah ๐ฅ๐๐ฅ๐๐๐ yang diduga sebagai bentuk tertua sebagai sarana pengusung jenazah di Bali, kemudian berkembang menjadi bentuk ๐ฌ๐๐๐๐ atau ๐๐๐๐ dengan berbagai kreasi dan filosofinya (Wiana, 2004: 78-79).
Penggunaan ๐ฅ๐๐ข๐๐ง๐๐ข๐๐ฃ dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ mengandung maksud-maksud tertentu. Dilihat dari bentuknya, ๐ฌ๐๐๐๐ atau ๐๐๐๐ adalah simbol dari gunung. Dalam ๐๐๐ ๐๐ฌ๐๐ฃ ๐ฟ๐๐๐ง๐ข๐ ๐๐ช๐ฃ๐๐ dinyatakan bahwa wujud nyata dari Tuhan adalah ‘alam semesta’/๐๐๐ช๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ช๐ฃ๐. Simbol ringkas dari alam semesta adalah gunung. Oleh karena ๐ข๐๐ง๐ช adalah simbol dari gunung, maka ๐ฌ๐๐๐๐/๐๐๐๐ adalah simbol dari ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ช๐ฃ๐ (Wiana, 2004: 75).
Sarana lainnya ada ๐ฅ๐๐ฉ๐ช๐ก๐๐ฃ๐๐๐ฃ yaitu sarana upacara dalam upacara ngaben yang bentuknya dapat berupa ๐ก๐๐ข๐๐ช, ๐จ๐๐ฃ๐๐, ๐ฃ๐๐๐๐ ๐๐๐ฃ๐, atau ๐๐๐๐๐๐ข๐๐ฃ๐, dipakai sebagai tempat untuk membakar jenazah setibanya di ๐จ๐๐ฉ๐ง๐ atau kuburan. ๐๐๐ข๐๐ช adalah wahana Dewa Siwa yang disebut Nandini. Penggunaan ๐ก๐๐ข๐๐ช untuk ๐ฅ๐๐ฉ๐ช๐ก๐๐ฃ๐๐๐ฃ secara filosofi mengandung maksud mengantarkan roh seseorang yang wafat menghadap kepada Dewa Siwa (Purwita, 1989/1990: 78).
Dalam prosesi upacara ngaben ada gerakan ๐ฅ๐ง๐๐จ๐๐ฌ๐ฎ๐, yaitu gerakan memutar tiga kali berlawanan arah dengan arah jarum jam. Sarana yang diputar adalah ๐ฅ๐๐ข๐๐ง๐๐ข๐๐ฃ dan ๐ฅ๐๐ฉ๐ช๐ก๐๐ฃ๐๐๐ฃ. ๐๐ง๐๐จ๐๐ฌ๐ฎ๐ biasanya dilakukan di beberapa tempat seperti di perempatan atau persimpangan jalan dan di pintu masuk atau di ๐จ๐๐ฉ๐ง๐ itu sendiri.
๐๐ง๐๐จ๐๐ฌ๐ฎ๐ dengan pemutaran tiga kali adalah lambang mengantarkan pendakian ๐๐๐ฃ๐ ๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐ฉ๐ข๐ menuju ๐ฉ๐ง๐ ๐ก๐ค๐ ๐, dari ๐๐๐ช๐ง ๐ก๐ค๐ ๐ menuju ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐ dan ๐จ๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐. Dalam ๐๐ค๐ฃ๐ฉ๐๐ง ๐๐๐ฎ๐ ๐๐ง๐dinyatakan bahwa saat upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ ๐๐๐ฃ๐ ๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐ฉ๐ข๐ diantarkan dari ๐๐๐ช๐ง ๐ก๐ค๐ menuju ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐, sedangkan saat upacara ๐๐ฉ๐ข๐ ๐ฌ๐๐๐๐ฃ๐ mengantarkan ๐๐๐ฃ๐ ๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐ฉ๐ข๐ menuju swah loka. Tujuan akhir dari ๐ฅ๐ง๐๐จ๐๐ฌ๐ฎ๐ dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ adalah mengantarkan ๐๐ฃ๐ ๐๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ผ๐ฉ๐ข๐ mendapatkan tirtha amertha atau kehidupan yang kekal abadi di alam niskala seperti di ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐ dan ๐จ๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐
(Wiana, 2004: 84). Dengan demikian, penggunaan sarana upacara (๐ฅ๐๐ข๐๐ง๐๐ข๐๐ฃ atau ๐ฅ๐๐ฉ๐ช๐ก๐๐ฃ๐๐๐ฃ) dan prosesi ๐ฅ๐ง๐๐จ๐๐ฌ๐ฎ๐ mencerminkan konsep kosmologis dalam upacara, berkaitan erat dengan aspek-aspek kosmologis ๐ฉ๐๐ฉ๐๐๐ช๐๐๐ฃ dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ.
Pelaksanaan upacara ritual yang didasarkan atas ๐ฉ๐๐ฉ๐ฉ๐ฌ๐/filsafat yang benar (๐จ๐๐ฉ๐ฎ๐๐ข), dilaksanakan dengan ๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข๐ฉ ๐ด๐ถ๐ค๐ช ๐ฏ๐ช๐ณ๐ฎ๐ข๐ญ๐ข (๐จ๐๐ฌ๐๐ข), dan dalam bentuk/wujud sarana atau persembahan yang indah (๐จ๐ช๐ฃ๐๐๐ง๐๐ข), diharapkan dapat mencapai tujuan upacara yang sebenarnya. Demikian pula ๐ฉ๐๐ฉ๐๐๐ช๐๐๐ฃ yang disajikan dengan berlandaskan konsep ๐จ๐๐ฉ๐ฎ๐๐ข, ๐จ๐๐ฌ๐๐ข, dan ๐จ๐ช๐ฃ๐๐๐ง๐๐ข dalam setiap upacara menjadikan pelaksanaan upacara tidak saja benar secara konseptual, tetapi juga suci/khidmat dalam prosesinya, serta penuh dengan sentuhan kreativitas seni.
Keterlibatan tetabuhan dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ dapat berfungsi sebagai sarana ritual, sarana pembangkit semangat, dan untuk menambah kekhidmatan suasana upacara. Penggunaannya disesuaikan dengan tingkatan upacara ngaben yaitu ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ ๐ฃ๐๐จ๐ฉ๐ (๐๐ก๐๐ฉ), ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ ๐ข๐๐๐ฎ๐, ๐๐ฉ๐๐ช ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ ๐ช๐ฉ๐๐ข๐ (๐๐๐๐ฃ๐). Semakin tinggi tingkatan pelaksanaan upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ, maka semakin kompleks juga tetabuhan yang digunakan dalam prosesinya. Secara filosofi, kehadiran tetabuhan dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ dipandang sebagai bagian dari doa. Diyakini bahwa vibrasi gelombang bunyi yang dihasilkan oleh suara gamelan adalah sebuah ‘mantram’ atau suara puja kepada salah satu ista dewata. Suara tersebut diyakini bersumber dari alam (๐ฅ๐๐ฃ๐๐ ๐ข๐๐๐๐๐๐ช๐ฉ๐) menyebar ke seluruh penjuru mata angin (๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐๐๐ง ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ฃ๐), dikelompokkan menjadi laras pelog dan slendro yang merupakan manifestasi Semara – Ratih, mempertegas bahwa di dalamnya terkandung aspek kosmologis. Lantunan ๐ฉ๐๐ฉ๐๐๐ช๐๐๐ฃ berlaras pelog dan slendro yang dihasilkan oleh barungan gamelan dalam upacara ๐ฃ๐๐๐๐๐ฃ, menjadi salah satu sarana ritual, bagian dari doa keluarga atau masyarakat yang melaksanakan upacara, untuk mengantarkan perjalanan ๐จ๐๐ฃ๐ ๐๐ฉ๐ข๐ dari alam ๐๐๐ช๐ง ๐ก๐ค๐ ๐ (๐จ๐๐ ๐๐ก๐) menuju alam ๐๐๐ช๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐ dan ๐จ๐ฌ๐๐ ๐ก๐ค๐ ๐ (๐ฃ๐๐จ๐ ๐๐ก๐).
Menyimak Lontar Amretingkahing Sawa, druwen Ki Dalang Tangsub, Griya Agung Bangkasa, diatas inti dari pengabenan itu adalah api atau pembakaran dan sang pemuput atau sulinggih (Brahmana Pandita).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar